PENUTUP Dinamika politik Islam Sasak; tuan guru dan politik pasca orde baru
3
dengan budaya lokal atau kepercayaan lokal di mana ia berpijak ini yang kemudian disebut dengan integrasi kultural.
Begitu pula ketika agama Islam datang ke Nusantara ini
9
, maka agama Hindu, Budha dan agama-agama lokal sudah ada, mengakar dan berkembang ke
seluruh penjuru Nusantara. Sehingga perjumpaan agama Islam dengan budaya Nusantara memunculkan apa yang disebut dengan singkretisme dan akulturasi
10
yang menjadi “pembeda” dengan Islam dari daerah aslinya, Mekkah dan Madinah. Islam di Nusantara disebut dengan – meminjam istilah Azyumardi Azra
– sebagai Islamique peripheque “Islam pinggiran” bahkan disebut juga “Islam yang tidak murni”. Sedangkan Islam di Timur Tengah disebut Islamic core
Islam pusat, inti. Atau ada juga menyebut Islam di Timur Tengah Mekkah dan
Madinah sebagai great tradition tradisi besar dan Islam di Nusantara disebut little tradition tradisi kecil
11
. Datangnya agama Islam ke Nusantara ini nyaris tanpa ketegangan. Oleh
para ahli ditengarai bahwa gelombang pertama transmisi Islam ke Nusantara melalui para pendakwah sufi yang datang ke tanah air untuk kepentingan
berdakwah dan berdagang. Pola sufistik ini dijadikan pintu masuk untuk menyebaran agama di tengah-tengah masyarakat. Dengan pendekatan sufistik
9
Sejarah masuknya Islam ke Nusantara ada beberapa teori. Yaitu teori dari India, teori dari Arab, teori dari Persia dan teori dari Cina. Lebih lengkapnya lihat Noor Huda, Islam
Nusantara; Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia, Yogyakata; Ar-Ruzz Media, 2007; Azyumardi Azra, Jaringan Ulama; Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII VIII,
Jakarta; Kencana Media, 2007, cet. III
10
Singkretisme dipakai untuk menggambarkan berbagai upaya untuk memadukan berbagai unsur di dalam agama menjadi satu kesatuan. Sedangkan akulturasi terjadi ketika
menghasilkan pola baru yang khas. Dikutip dalam Nur Syam, Islam Pesisir, Yogyakarta; LKiS, 2005, cet. I, h. 11
11
Bambang Pranowo, Islam Aktual; Antara Tradisi dan Relasi Kuasa, Yogyakarta; Adicita Karya Nusa, 1999, cet. II
4
inilah, pesan-pesan yang dibawa oleh para pendakwah saat itu menemukan tempatnya di kalangan masyarakat lokal
12
. Artinya bahwa masyarakat tetap bisa menjadi Islam tanpa harus kehilangan identitas lokalnya. Misalnya Islam yang
bernegosiasi dengan budaya local Sunda, Jawa, Sasak, Batak, Dayak dan lain-lain. Mereka akan tetap dengan tradisi yang dianut dan menjadi Islam dengan pesona
budaya lokalnya masing-masing. Agama apapun bahkan tak terkecuali Islam ketika berdialog dengan
budaya local, maka ia akan menjadi agama yang singkretis dan akulturatis. Singkretis dan akulturatis, hingga tingkat tertentu, berfungsi membuat agama
memiliki makna spiritual dan bernilai social
13
. Begitu juga ketika Islam datang ke Lombok
14
, dengan bentuk budaya lokal atau keyakinan lokal agama lokal
15
yang sudah mentradisi kuat di masyarakat Sasak
16
, maka ia akan berbentuk Islam Sasak yang kemudian berfarian Islam Waktu Lima dan Islam Wetu Telu
17
.
12
A. Fawaid Sjadzili, Temu Tengkar Agama dan Tradisi Lokal, dalam Jurnal Refleksi Pemikiran Keagamaan dan Kebudayaan, “Tashwirul Afkar”, edisi nomer 23 tahun 2007, h. 2
13
Asnawi, Respon Kultural Masyarakat Sasak terhadap Islam, dalam Jurnal Studi Islam dan Masyarakat, “Ulumuna”, volume IX, edisi 15 nomer I, 2005, h. v
14
Ada yang berpendapat bahwa Lombok berasal dari kata Lomboq, yang artinya lurus. Nama Lombok ini juga dijumpai dalam Negarakertagama, dengan menyebut Lombok Mirah untuk
Lombok Barat da Sasak Adi untuk Lombok Timur. Lihat Fawaizul Umam, Dari Terma ke Stigma; Geneologi Islam Waktu Telu Lombok Nusa Tenggara Barat, dalam Jurnal Penelitian Direktorat
Perguruan Tinggi Islam, “ISTiQRO’, volume 4, nomor 01, 2005, h. 280
15
Agama asli bangsa Sasak sebelum datangnya pengaruh asing ke Lombok, yaitu agama Boda. Yaitu kepercayaan kepada animism dan politeisme. Penyebutannya mirip dengan Budha,
akan tetapi mereka bukan penganut Budhisme, karena mereka tidak mengakui Sidharta Gautama sebagai figure pemujaan. Lihat Erni Budiwati, Islam Sasak; Wetu Telu versus Wetu Lima,
Yogyakarta; LKiS, 2005, cet I, h. 8
16
Sasak adalah nama suku dan penduduk asli masyarakat Lombok. Dinamakan pulau Sasak, karena pada pulau ini, pada zaman dahulu ditumbuhi hutan belantara yang sangat rapat
yang menyerupai dinding. Secara etomologi Sasak berasal dari bahasa Sansekerta, yang terdiri dari Sak, yang artinya pergi dan Saka artinya asal. Jadi orang Sasak adalah orang yang pergi dari
negeri asalnya dengan memakai rakit sebagai kendaraannya, pergi dari Jawa dan berkumpul di Lombok. Ada juga yang berpendapat bahwa Sasak adalah penduduk asli pulau ini yang memakai
kain tembasaq kauin putuh. Perulangan dari kata tembasaq menjadi saqsaq atau Sasak. Pendapat