Nahdlatul Wathan dan Pusaran Perubahan Politik
58
pendiri NW, Tuan Guru Haji Zainuddin Abdul Madjid sebagai anggota Konstituante periode 1955-1959 pada pemilu pertama tahun 1955
13
. Setelah partai Masyumi dibubarkan, khususnya di Lombok, NW adalah
ormas Islam yang pertama yang mendukung terbentuknya Parmusi. Itu dikarenakan bahwa Parmusi adalah duplikat dari Masyumi
14
. Mengingat bahwa NW pada awalnya termasuk dalam salah satu ormas Islam yang bergabung dalam
Masyumi. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, NW keluar dari Parmusi. Ini dikarenakan bahwa aspirasi NW sebagai ormas Islam yang memiliki konstituen
terbesar di pulau Lombok tidak diakomodir
15
. Keluarnya NW dari Parmusi, kemudian mengubah haluan politiknya
dengan berafiliasi kepada Sekretaris Bersama Golongan Karya Sekber Golkar, suatu organisai yang dibentuk atas gagasan Jendral A. H. Nasution
16
. Dukungan yang diberikan NW kepada Sekber Golkar didasati atas pertimbangan politik.
Pertama, Golkar dinilai berhasil dalam menumpas gerakan 30 SPKI, yang mana keberhasilan ini dianggap mambawa kemaslahatan bagi kaum muslim. Kedua,
terakomodirnya aspirasi NW dibandingkan dengan partai-partai politik lain.
17
Pada tahun 1970 NW resmi bergabung dengan Golkar. Sehingga pada pemilihan umum tahun 1971 dan 1977, TGH. Zainuddin Abdul Madjid terpilih
13
Fahrurrozi, Dakwah Tuan Guru dan Transformasi Sosial di Lombok Nusa Tenggara Barat, Deseertasi di UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta; 2009, h. 191-192
14
Mohammad Noor, dkk, Visi Kebangsaan Religius; Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, Jakarta; PT Logos
Wacana Ilmu, 2004, cet. I, h. 246
15
Mohammad Noor, dkk, Visi Kebangsaan Religius; Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, h. 246
16
Mohammad Noor, dkk, Visi Kebangsaan Religius; Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, h. 246
17
Mohammad Noor, dkk, Visi Kebangsaan Religius; Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, h. 246
59
sebagai MPR RI dari Gorkar dan anggota MPR RI Fraksi utusan daerah tahun 1982
18
. Bergabungnya NW ke Golkar adalah awal mulai dari konflik internal di
tubuh NW. karena ada beberapa kadernya yang berafiliasi ke PPP yang notabene partai Islam. Konflik ini terus berkepanjangan sampai pada pemilu 1977 sehingga
berimplikasi pada mundurnya sejumlah pengurus NW diberbagai tingkatan. Kondisi ini melatar belakangi diadakannya Muktamar Kilat dengan hasil yaitu
pengurus yang tidak sejalan dengan NW akan disingkirkan dari pengurus
19
. Pada tahun 1982 konflik itu tetap berlangsung dan menjelang pemilihan
umum, NW yang dipimpin oleh Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menerapkan “tutup mulut”
20
. Artinya tidak terlibat dalam pendukung partai tertentu. Sikap ini yang membawa NW kepada khittahnya yaitu
berkonsentrasi pada gerakan kultural, pendidikan, sosial, dan dakwah. Dan akibat dari politik diamnya NW itu membuat kekalahan telak bagi partai Golkar pada
tahun1982
21
. Perubahan peta politik NW pun berubah secara dramatis setalah
sepeninggalan pimpinannya, Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid pada tahun 1997. Ada yang tetap pada partai Golkar dan ada pula yang
berafiliasi kepada partai-partai yang dibentuk pada masa reformasi. Dan
18
Mohammad Noor, dkk, Visi Kebangsaan Religius; Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, h. 247
19
Mohammad Noor, dkk, Visi Kebangsaan Religius; Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, h. 247
20
Mohammad Noor, dkk, Visi Kebangsaan Religius; Refleksi Pemikiran dan Perjuangan Tuan Guru Kyai Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid 1904-1997, h. 248
21
Fahrurrozi, Dakwah Tuan Guru dan Transformasi Sosial di Lombok Nusa Tenggara Barat, Deseertasi, Jakarta; 2009, h. 193
60
mengingat kondisi internal NW sepeninggalan Tuan Guru Haji Muhammad Zainuddin Abdul Madjid menjadi konflik diantara kedua putri Tuan Guru Haji
Muhammad Zainuddin Abdul Madjid, yaitu Hj. Rauhun putri sulung dan Hj. Raihanun, dalam konflik ini juga berimbas kepada afiliasi politik kedua putri
beliau
22
. Terpecahnya NW menjadi dua kubu, yaitu kubu Pengurus Besar NW yang
berpusat di Anjani. Kubu ini adalah hasil muktamar yang ke- 10, Juli 1998 di Praya, Lombok Tengah, yang diketuai oleh Hj. Siti Raihanun Abdul Madjid.
Kubu ke dua yaitu kubu Pengurus Besar NW Reformasi yang dimotori oleh Hj. Siti Rauhun Abdul Madjid, kakak kandung dari Hj. Siti Raihanun. Pengurus Besar
NW Reformasi ini dikenal dengan NW Pancor yang di ketuai oleh Tuan Guru Haji Zainul Majdi, purta dari Hj Siti Rauhun, cucu langsug pendiri NW
23
. Pada pemilihan umum legislatif dan pemilihan umum presiden 2004
semakin mempertajam perbedaan dari ke dua kubu tersebut. Kubu NW Anjani menyatakan mendukung Partai Bintang Reformasi PBR, pimpinan KH
Zainuddin MZ, dan kubu NW Pancor menyatakan aspirasi politiknya disalurkan ke Partai Bulan Bintang PBB, pimpinan Yusril Ihza Mahendra
24
. Tidak mengherankan bahwa tuduhan oportunis, kemampuan pemahaman
politik yang tidak bermoral, berpandangan tradisional merupakan tuduhan yang kerapkali dilemparkan kepada NW. Ini dikarenakan kebijakan NW yang berubah-
22
Fahrurrozi, Dakwah Tuan Guru dan Transformasi Sosial di Lombok Nusa Tenggara Barat, h. 193
23
Asrori S. Karni ed, Hajatan Demokrasi; Potret Jurnalistik Pemilu Langsung Simpul Islam Indonesia dari Moderat Hingga Garis Keras, Jakarta: PT Era Media Informasi, cet. I, 2006,
h. 60
24
Asrori S. Karni ed, Hajatan Demokrasi; Potret Jurnalistik Pemilu Langsung Simpul Islam Indonesia dari Moderat Hingga Garis Keras, h. 61
61
ubah kerap kali untuk mencari pertahanan, keselamatan diri dan menjaga eksistensinya di dalam lingkaran kekuasaan.
Apa yang dilakukan oleh NW ini tentu berdasarkan pertimbangan- pertimbangan yang dimilikinya. Prilaku politik merupakan cerminan dari ideologi
keagamaan yang dianutnya. Dasar formal ideologi NW adalah yurisprudensi Islam yang berasal dari politik Suni pada abad pertengahan. Seperti para ulama
fiqih seperti al-Mawardi 974-1058, al-Ghazali 1058-1111, Ibnu Taimiyah w. 1328 dan lainnya
25
. Dalam teori politik Suni mengungkapkan karakter penting dalam
pemikiran politiknya, yaitu keluwesan. Sehingga politik Suni memang bukan blue print untuk masa depan, melainkan lebih merupakan pembenaran post eventum
atas kejadian dalam sejarah
26
. Hal itu, oleh Gibb sebagaimana yang dikutip oleh Greg Fealy, merupakan sumber inti yang disebutnya kejenuisan beradaptasi
masyarakt Sunni
27
. Sehingga menurut Greg, karaktristik ini kemudian diwarisi dan
dipertahankan oleh tokoh-tokoh dan organisasi-oganisasi tradisional di berbagai belahan dunia Islam, dalam menjelaskan dan membenarkan atas prilaku
politiknya
28
, misalnya mengenai sikap memilih diam, berdamai, realistis dan sikap akomodatif seperti yang dilakukan oleh NW.