Analisis Regresi Linier Berganda Uji Asumsi Klasik

48 seperti ROA, DPK, CAR, LDR, dan BOPO, yang mencerminkan kinerja bank persero dengan periode 2009 hingga tahun 2012. Data laporan keuangan triwulan diterbitkan 4 kali setahun yaitu setiap bulan Maret triwulan I, Juni triwulan II, September triwulan III, dan Desember triwuan IV. Laporan Keuangan menggambarkan kinerja keuangan suatu bank yang terdiri dari laporan posisi keuangan, laba rugi, komitmen dan kontijensi, transaksi spot dan derivative, laporan rasio keuangan, perhitungan kewajiban penyediaan modal minimum, serta laporan arus kas.

D. Metode Analisis

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis regresi linier berganda multiple linier regression method yang bertujuan untuk menguji pengaruh dan hubungan lebih dari satu variabel bebas terhadap variabel terikat. Pada awalnya analisis regresi berganda dikembangkan oleh para ahli ekonometri untuk membantu meramal akibat dari aktivitas - aktivitas ekonomi pada berbagai segmen ekonomi. Fenomena ekonomi dan bisnis bersifat kompleks sehingga perubahan suatu variabel tidak hanya dapat dijelaskan hanya dengan menggunakan satu variabel bebas saja Suliyanto, 2011:53. 49 Prinsip – prinsip yang mendasari regresi linier berganda tidak berbeda dengan regresi linier sederhana. Akan tetapi dalam regresi linier berganda akan dijumpai beberapa permasalahan seperti multikolinieritas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi Nachrowi, 2008:118. Bentuk umum persamaan regresi linier berganda yang digunakan adalah sebagai berikut: Y = a + X + X + X + X +℮ Keterangan: Y = Return on Assets persentase β = Konstanta β - β = koefisien regresi masing-masing variabel bebas X 1 = Dana Pihak Ketiga Nominal X 2 = Capital Adequacy Ratio Persentase X 3 = Loan to Deposit Ratio Persentase X 4 = Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional Persentase ℮ = Error Term variabel Pengganggu

2. Uji Asumsi Klasik

Sebelum melakukan analisis regresi berganda, sebuah model regresi harus melewati serangkaian uji asumsi klasik. Uji asumsi klasik bertujuan agar hasil analisis regresi berganda memenuhi kriteria BLUE Best Linear Unbiased Estimate yaitu data terdistribusi normal, tidak terdapat gejala autokorelasi, tidak terdapat multikolinieritas, dan tidak 50 bersifat heteroskedastisitas. Untuk penjelasan dari masing - masing uji asumsi klasik adalah sebagai berikut: a. Uji normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau tidak. Nilai residual dikatakan normal jika nilai residual terstandarisasi tersebut sebagian besar mendekati nilai rata - ratanya. Tidak terpenuhinya normalitas pada umumnya disebabkan karena distribusi data yang dianalisis tidak normal, karena terdapat nilai ekstrem pada data yang diambil. Nilai ektrem ini dapat terjadi karena adanya kesalahan dalam pengambilan sampel, bahkan karena kesalahan dalam melakukan input data atau memang karena karakteristik data tersebut jauh dari rata - rata. Dengan kata lain, data tersebut memang benar - benar berbeda dibanding yang lain Suliyanto, 2011:69. Untuk melakukan uji normalitas dapat dilakukan melalui analisis grafik ataupun melakukan berdasarkan metode statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov K-S. 1 Analisis grafik Untuk menguji normalitas data dapat dilihat melalui ataupun penyebaran data titik pada sumbu diagonal dari grafik P-Plot normal probability plot ataupun bentuk kurva lonceng pada grafik Histogram. Adapun dasar dari 51 pengambilan keputusan dalam uji normalitas adalah sebagai berikut: a Jika data menyebar disekitar garis diagonal P-Plot dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b Jika bentuk kurva pada Histogram berbentuk gambar lonceng bell shaped curve yang kedua sisinya melebar sampai tak terhingga dan seimbang, maka nilai residual terstandarisasi berdistribusi normal 2 Uji Kolmogorov-Smirnov Uji statistik yang dipakai untuk menguji normalitas data adalah uji Kolmogorov-Smirnov. Uji Kolmogorov- Smirnov K-S adalah uji statistik non-parametrik yang menggunakan fungsi distribusi kumulatif Suliyanto, 2011:77. Melalui pengujian ini, model regresi dapat memenuhi sumsi normalitas apabila nilai K- S α. Sedangkan apabila nilai K- S α maka asumsi normalitas tidak dapat terpenuhi. α yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 5 0,05. Sehingga untuk memenuhi asumsi normalitas nilai K-S harus lebih besar dari α=0,05. 52 b. Uji Multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas atau tidak. Jika dalam model regresi yang terbentuk terdapat korelasi yang tinggi atau sempurna diantara variabel bebas maka model tersebut dinyatakan mengandung gejala multikolinier Suliyanto, 2011:81. Beberapa penyebab timbulnya gejala multikolinieritas pada model regresi adalah sebagai berikut: 1 Kebanyakan variabel ekonomi berubah sepanjang waktu. Besar – besaran ekonomi dipengaruhi oleh faktor – faktor yang sama sehingga jika suatu faktor mempengaruhi variabel terikat maka seluruh variabel cenderung berubah dalam satu arah, 2 Adanya penggunaan nilai lag lagged value dari variabel – variabel bebas tertentu dalam model regresi, 3 Metode pengumpulan data yang dipakai the data collection method employed , 4 Adanya kendala dalam model atau populasi yang menjadi sampel consrtaint on the model or in the population being sampled , 5 Adanya kesalahan spesifikasi model specification model. Hal ini dapat terjadi karena peniliti memasukan variabel 53 penjelas yang seharusnya dikeluarkan dari model empiris atau dapat juga karena peneliti mengeluarkan variabel penjelas yang seharusnya dimasukan dalam model empiris, 6 Adanya model yang berlebihan an overdetermined model. Hal ini terjadi ketika model empiris variabel penjelas yang digunakan melebihi data observasi. Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah multikolinieritas, yaitu: 1 Dengan melihat nilai R 2 dan nilai t Hitung . Jika nilai R 2 tinggi, misalkan diatas 0,80 dan uji F menolak hipotesis nol, tetapi nilai t Hitung sangat kecil atau bahkan tidak ada variabel bebas yang signifikan, maka hal itu menunjukan adanya gejala multikolinieritas 2 Dengan melihat nilai korelasi parsial antar variabel Dengan melihat nilai koefisien korelasi parsial dan R 2 . Jika nilai koefisien korelasi parsial ≤ R 2 maka pada model regresi tersebut tidak terjadi gejala multikolinier c. Uji Heterokedastisitas Heteroskedastisitas berarti ada varian variabel pada model regresi yang tidak sama konstan. Sebaliknya, jika varian variabel pada model regresi memiliki nilai yang sama konstan maka disebut dengan homoskedastisitas. Yang diharapkan pada model regresi 54 adalah homoskedastisitas. Masalah heteroskedastisitas sering terjadi pada penelitian yang menggunakan data cross-section Suliyanto, 2011:98. Berikut ini beberapa contoh penyebab perubahan nilai varian yang berpengaruh pada homoskedastisitas residualnya: 1 Adanya pengaruh dari kurva pengalaman learning curve Dengan semakin meningkatnya pengalaman maka akan semakin menurun tingkat kesalahannya. Akibatnya, nilai varian makin lama semakin menurun. 2 Adanya peningkatan perekonomian Dengan semakin meningkatnya perekonomian maka semakin beragam tingkatan pendapatan sehingga alternatif pengeluaran juga akan semakin besar. Hal ini akan meningkatkan varian. 3 Adanya peningkatan teknik pengambilan data Jika teknik pengumpulan data semakin membaik, nilai varian cenderung mengecil. Misalnya bank yang menggunakan peralatan Electronic Data Processing EDP akan membuat kesalahan yang relatif kecil dalam laporan dibandingkan dengan bank yang tidak mempunyai peralatan tersebut. 55 Untuk mengetahui adanya gejala heteroskedastisitas dalam model regresi dapat diketahui melalui analisis grafik scatterplot ataupun dengan uji statistik yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1 Analisis grafik scatterplot Analisis grafik scatterplot dilakukan dengan cara melihat persebaran titik antara nilai prediksi variabel terikat yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah yang diprediksi, dan sumbu X adalah residual Y prediksi –Y sesungguhnya yang telah di-studentized Ghozali, 2011: 139. Sehingga model regresi dikatakan homokedastisitas apabila titik pada scatterplot tidak membentuk pola tertentumenyebar diatas dan dibawah nilai 0 pada sumbu X dan Y. Analisis grafik scatterplot dalam mendeteksi masalah heteroskedastisitas pada model regresi memiliki kelemahan yaitu memberikan penilaian subjektif dan sulit diinterpretasikan jika jumlah pengamatannya sedikit Suliyanto, 2011:97. 56 2 Uji Park Uji Park adalah uji statistik yang digunakan untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas dalam penelitian ini. Pengujian heteroskedastisitas dengan uji Park dilakukan dengan meregresikan semua variabel bebas terhadap nilai Ln residual Ln e 2 . Jika terdapat pengaruh bebas yang signifikan terhadap nilai Ln residual kuadrat Ln e 2 maka dalam model terdapat masalah heteroskedastisitas. Oleh karena itu persamaan yang digunakan untuk uji heteroskedastisitas dengan metode Park adalah sebagai berikut: ₃n µ � = + ₃nX + � Keterangan: µ 2 i = Nilai residual kuadrat X i = Variabel bebas Jika β signifikan sig ≤ 0,05 maka terdapat pengaruh variabel bebas terhadap nilai ln residual kuadrat sehingga dinyatakan terdapat gejala heteroskedastsitas. Demikian pula sebaliknya . Apabila β tidak signifikan sig ≥ 0,05 maka tidak terdapat pengaruh variabel bebas terhadap nilai ln residual kuadrat sehingga dinyatakan tidak terdapat gejala heteroskedastsitas Suliyanto, 2011:102. 57 d. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara anggota serangkaian data observasi yang diuraikan menurut waktu time series atau ruang cross section Suliyanto, 2011:125. Beberapa penyebab munculnya masalah autokorelasi dalam analisis regresi adalah: 1 Adanya kelembaman interia Salah satu ciri yang menonjol dari sebagian data runtut waktu time series dalam fenomena ekonomi adalah kelembaman, seperti data pendapatan nasional, indeks harga konsumen, data produksi, data kesempatan kerja, data pengangguran yang menunjukan pola konjungtur. Dalam situasi seperti ini, data observasi pada periode sebelumnya dan periode sekarang, kemungkinan besar akan mengandung saling ketergantungan interdependence. 2 Bias spesifikasi model kasus variabel yang tidak dimasukan Hal ini disebabkan oleh tidak dimasukannya variabel menurut teori eonomi sangat penting peranannya dalam menjelaskan variabel tak bebas. Bila hal ini terjadi, unsur pengganggu error term µ , akan merefleksikan suatu pola sistematis diantara sesama unsur pengganggu sehinggat terjadi situasi autokorelasi diantara unsur pengganggu. 58 3 Adanya fenomena laba – laba cobweb phenomenon Munculnya fenomena laba – laba terutama terjadi pada penawaran komoditi sektor pertanian, reaksi penawaran terhadap perubahan harga terjadi setelah melalui tenggang waktu getation period. Misalnya, panen komoditi pertanian ternyata lebih rendah daripada harga tahun sebelumnya maka pada tahun berikutnya t+1 akan cenderung untuk memproduksi lebih sedikit daripada yang diproduksi pada tahun t. Akibatnya µ tidak lagi bersifat acak random tetapi mmengikuti pola sarang laba – laba 4 Manipulasi data manipulation of data Dalam analisis empiris, terutama pada data time series, seringkali terjadi manipulasi data. Hal ini terjadi karena data yang diinginkan tidak tersedia. Contohnya adalah data GNP. Data GNP biasanya tersedia dalam bentuk tahunan sehingga apabila seorang penieliti ingin mendapatkan data GNP kuartalan, peneliti tersebut harus melakukan interpolasi data. Adanya interpolasi atau manipulasi data jelas akan menimbulkan suatu pola fluktuasi yang tersembunyi yang mengakibatkan munculnya pola sistematis dalam unsur pengganggu dan akhirnya akan menimbulkan masalah autokorelasi 59 5 Adanya kelambanan waktu time lags Dalam regresi menggunakan time series, pengeluaran konsumsi tingkat pendapatan merupakan hal yang lazim untuk mendapatkan bahwa pola konsumsi untuk periode sekarang antara lain ditentukan oleh pengeluaran konsumsi pada periode sebelumnya, dimana model seperti ini dalam ekonometrika dikenal dengan model autoregresif Dalam penelitian ini pengujian yang dilakukan untuk mendeteksi gejala autokorelasi dalam model regresi menggunakan uji Durbin –Watson uji D-W. Uji Durbin - Watson uji D-W merupakan uji yang sangat populer untuk menguji ada - tidaknya masalah autokorelasi dari model empiris yang diestimasi. Uji ini pertama kali diperkenalkan oleh J. Durbin dan GS. Watson tahun 1951. Pada penerapan uji terdapat beberapa asumsi penting yang harus dipenuhi, yaitu: a Model regresi yang dilakukan harus menggunakan konstanta. b Variabel bebas adalah non-stokastik, atau relatif tetap untuk sampel yang berulang c Kesalahan pengganggu atau residual diperoleh dengan otoregresif order pertama d Model regresi tidak meliputi nilai kelambaman lag dari variabel tak bebas sebagai variabel penjelas. 60 e Dalam melakukan regresi, tidak boleh ada data atau observasi yang hilang. Rumus yang digunakan untuk uji Durbin-Watson adalah: DW = Σ e − e t− Σ � Keterangan: DW = nilai Durbin-Watson test e = nilai residualnya e t-1 = nilai residual satu periode sebelumnya Untuk mendeteksi keberadaan masalah autokorelasi pada model regresi dapat diketahui melalui ketentuan sebagai berikut Sunyoto, 200:135: a Terjadi autokorelasi positif, jika nilai DW dibawah -2 DW -2 b Tidak terjadi autokorelasi, jika nilai DW berada diantara -2 dan +2 -2 DW ≤ +2 c Terjadi autokorelasi negatif, jika nilai DW diatas -2 DW -2

3. Uji Hipotesis