6
Universitas Sumatera Utara
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 PerspektifParadigma Kajian
Paradigma merupakan perspektif riset yang digunakan peneliti yang berisi bagaimana peneliti melihat realita world views, bagaimana mempelajari
fenomena, cara-cara yan digunakan dalam penelitian dan cara-cara yang digunakan dalam menginterpretasikan temuan. Dalam konteks desain penelitian,
pemilihan paradigma penelitian menggambarkan pilihan suatu kepercayaan yang akan mendasari dan memberi pedoman seluruh proses penelitian Guba, 1990.
Paradigma penelitian menentukan masalah apa yang dituju dan tipe penjelasan apa yang dapat diterimanya Kuhn, 1970.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstrukstivisme. Menurut Von Glasersfeld Ardianto, 2007: 154, konstruktivisme adalah salah satu filsafat
pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi bentukan kita sendiri. Pendirian ini merupakan kritik langsung pada perspektif
positivisme yang meyakini bahwa pengetahuan itu adalah potret atau tiruan dari kenyataan realitas. Pengetahuan objektif, kita tahu adalah pengetahuan yang apa
adanya, terlepas dari peran subjek sebagai pengamat. Konstruktivisme menolak keyakinan itu, pengetahuan bukanlah gambaran dunia kenyataan yang ada.
Pengetahuan justru selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif. Subjek pengamat tidaklah kosong dan tidak mungkin tidak terlibat dalam
tindakan pengamatan. Kemudian keberadaan realitas tidak hadir begitu saja pada benak subjek pengamat, realitas ada karena pada diri manusia terdapat skema,
kategori, konsep, dan struktur pengetahuan yang berkaitan dengan objek yang diamati. Para kontruktivis percaya bahwa pengetahuan itu ada dalam diri
seseorang yang sedang mengetahui. Pada proses komunikasi, pesan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang ke kepala orang lain. Penerima pesan
sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman mereka Ardianto, 2007: 154.
Universitas Sumatera Utara
Kontruktivisme menolak pandangan positivisme yang memisahkan subjek dan objek komunikasi. Dalam pandangan konstruktivisme, bahasa tidak lagi
hanya dilihat sebagai alat untuk memahami realitas objektif belaka dan dipisahkan dari subjek sebagai penyampai pesan. Konstruktivisme justru menganggap subjek
sebagai faktor sentral dalam kegiatan komunikasi serta hubungan-hubungan sosialnya. Subjek memiliki kemampuan melakukan kontrol terhadap maksud-
maksud tertentu dalam setiap wacana. Komunikasi dipahami, diatur, dan dihidupkan oleh pernyataan-pernyataan yang bertujuan. Setiap pernyataan pada
dasarnya adalah tindakan penciptaan makna, yakni tindakan pembentukan diri serta pengungkapan jati diri sang pembicara. Oleh karena itu analisis dapat
dilakukan demi membongkar maksud dan makna-makna tertentu dari komunikasi Ardianto, 2007: 151.
Konstruktivisme berpendapat bahwa semesta secara epistimologi merupakan hasil konstruksi sosial. Pengetahuan manusia adalah konstruksi yang
dibangun dari proses kognitif dengan interaksinya dengan dunia objek material. Pengalaman manusia terdiri dari interpretasi bermakna terhadap kenyataan dan
bukan reproduksi kenyataan. Dengan demikian dunia muncul dalam pengalaman manusia secara terorganisasi dan bermakna.
Keberagaman pola konseptualkognitif merupakan hasil dari lingkungan historis, kultural, dan personal yang di gali secara terus-menerus. Jadi tidak ada
pengetahuan yang koheren, sepenuhnya transparan dan independen dari subjek yang mengamati. Manusia ikut berperan, ia menentukan pilihan perencanaan yang
lengkap, dan menuntaskan tujuannya di dunia. Pilihan-pilihan yang mereka buat dalam kehidupan sehari-hari lebih sering didasarkan pada pengalaman
sebelumnya, bukan pada prediksi secara ilmiah-teoretis. Kontruktivisme memang merujukkan pengetahuan pada konstruksi yang
sudah ada di benak subjek. Namun konstruktivisme juga meyakini bahwa pengetahuan bukanlah hasil sekali jadi, melainkan proses panjang sejumlah
pengalaman Ardianto, 2007: 154. Teori konstruktivisme adalah pendekatan secara teoritis untuk komunikasi yang dikembangkan tahun 1970-an oleh Jesse
Delia dan rekan-rekan sejawatnya Miller, 2002. Konstruktivisme ini lebih berkaitan dengan program penelitian dalam komunikasi antarpribadi. Sejak 1970-
Universitas Sumatera Utara
an para akademisi mengembangkan komunikasi antarpribadi secara sistematik dengan membuat peta terminologi secara teoritis dan hubungannya; dengan
mengolaborasi sejumlah asumsi, serta uji coba teori dalam ruang lingkup situasi produksi pesan.
Penelitian ini menggunakan paradigma konstrukstivisme karena di dalam kajian paradigma konstruktivisme memandang tindakan komunikatif sebagai
interaksi yang sifatnya sukarela. Pembuat komunikasi adalah subjek yang memiliki pilihan bebas, walalupun lingkungan sosial membatasi apa yang dapat
dilakukan. Tindakan komunikatif dianggap sebagai tindakan sukarela, berdasarkan pilihan subjek. Dengan kajian konstruktivisme ini, peneliti berusaha
memahami dan mendeskripsikan suatu kegiatan komunikasi yang dilakukan subjek yang akan diteliti. Selain itu, penelitian ini menggunakan paradigma
konstrukstivis karena penelitian yang menggunakan metode riset deskriptif kualitatif wawancara dan observasi merupakan bagian dari pendekatan
konstruktivis.
2.2 Kajian Pustaka