Book Tax Gap Akuntansi Pajak Penghasilan di Indonesia dan PSAK No. 46

commit to user pelanggaran Watts dan Zimmerman, 1986 dalam Kurniasih dan Siregar, 2007, sehingga mengindikasikan bahwa kualitas audit meningkat dengan ukuran KAP. Selama bertahun-tahun penelitian-penelitian yang ingin menguji apakah kualitas audit berhubungan dengan variabel dependen tertentu, para peneliti menggunakan ukuran walau bukan satu-satunya, yaitu ukuran dari kantor akuntan publik sebagai proksi dari variabel kualitas audit Widiastuty dan Febrianto, 2010. Laporan keuangan yang diaudit oleh auditor KAP The Big Four menurut beberapa referensi dipercaya lebih berkualitas sehingga menampilkan nilai perusahaan yang sebenarnya, oleh karena itu diduga perusahaan yang diaudit oleh KAP The Big Four PriceWaterhouseCooper - PWC, Deloitte Touche Tohmatsu, KPMG, Ernst Young-EY memiliki tingkat kecurangan yang lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang diaudit oleh KAP non The Big Four. KAP The Big Four adalah oligopoly industry akuntansi dan jasa profesional karena mereka menguasai sebagian besar pasar, yaitu perusahaan go public terdaftar di pasar modal di seluruh dunia, dan perusahaan privat besar lainnya.

D. Pengukuran Tax Avoidance

1. Book Tax Gap

commit to user Peneitian terkait tax avoidance sebelumnya telah dilakukan oleh Desai dan Dharmapala 2007; Sartori 2010; Friese, Link dan Mayer 2006; Chen dan Chu 2010; Bovi 2005; Chai dan Liu 2010; Kim, Li dan Li 2010; Crocker dan Slemrod 2003; dll. Pengukuran terkait tax avoidance dilakukan dengan menggunakan proksi book tax gap sebagai alat ukur. Book tax gap merupakan kesenjangan atau perbedaan antara laba komersial yang dilaporkan dalam laporan laba rugi menurut peraturan akuntansi dengan laba fiskal atau laba yang dilaporkan dalam laporan laba rugi untuk kepentingan perpajakan yang disusun berdasarkan peraturan perpajakan negara yang bersangkutan Bovi 2005. Metode pengukuran ini menarik minat para peneliti untuk mendalaminya dan telah menjadi proksi untuk mengukur tax avoidance karena pajak yang dibayar ke pemerintah tidak dapat diketahui secara langsung maka diperlukan suatu taksiran dengan pendekatan “grossup” Manzon dan Plesko, 2002 yang juga dilakukan oleh Desai dan Dharmapala 2007, metode ini mengrossup beban pajak tax expense atau utang pajak tax liability dengan memakai tarif pajak. Selanjutnya untuk mencari estimasi book tax gap, dilakukan dengan cara mengurangkan penghasilan kena pajak taxable income dari laba sebelum pajak yang di laporkan di laporan laba rugi pretax financial income. Perbedaan antara laporan keuangan dan fiskal disebabkan karena dalam penyusunan laporan keuangan, standar akuntansi lebih memberikan commit to user keleluasaan bagi manajemen dalam menentukan prinsip dan asumsi akuntansi dibandingkan yang diperbolehkan menurut peraturan pajak.

2. Akuntansi Pajak Penghasilan di Indonesia dan PSAK No. 46

Dikutip dari penelitian Pohan 2008, di Indonesia dengan dikeluarkannya PSAK No.46 mengenai Akuntansi Pajak Penghasilan yang mulai berlaku 1 Januari 1999 telah membawa perubahan yang berarti tentang tata cara penyajian pajak pada laporan keuangan. Pada tahun-tahun sebelumnya pajak yang dilaporkan adalah pajak yang dibayar dimuka sampai dikeluarkan SKP Rampung oleh Kantor Pelayanan Pajak, oleh karena itu laba sebelum pajak selalu menjadi bottom line laporan laba rugi. Harnanto 2003 dalam Pohan 2008, menyatakan perubahan sistem pemungutan pajak dari sistem MPS-MPO menjadi self assessment pada tahun 1984, mendorong praktek pelaporan keuangan untuk mulai menyajikan beban PPh dalam laporan laba rugi tetapi dengan jumlah yang ditaksir, diikuti dengan pelaporan taksiran utang PPh di neraca. Praktik pelaporan Pajak Penghasilan tersebut terus dilakukan hingga PSAK No.16 diterbitkan khususnya paragraf 77. PSAK No.16 paragraf 77 memberikan kebebasan perusahaan untuk melaporkan beban pajak penghasilan dalam laporan laba rugi : a sebesar jumlah yang dihitung berdasarkan laba fiskal tanpa alokasi pajak antar periode, atau b sebesar jumlah yang dihitung berdasarkan laba akuntansi Pohan 2008. Alokasi pajak antar periode menurut PSAK No.46 diawali dengan adanya keharusan bagi perusahaan untuk mengakui aktiva dan kewajiban commit to user pajak tangguhan yang harus dilaporkan di neraca. Konsekuensi pajak di masa mendatang atas efek kumulatif perbedaan temporer pengakuan penghasilan dan beban untuk tujuan akuntansi dan tujuan fiskal adalah dengan pengakuan aktiva dan kewajiban pajak tangguhan. Efek perubahan perubahan temporer yang terefleksi pada kenaikan atau penurunan aktiva dan kewajiban pajak tangguhan harus diperlakukan sebagai beban pajak tangguhan deferred tax expenses atau penghasilan pajak tangguhan deferred tax income dan dilaporkan dalam laporan laba-rugi tahun berjalan bersama-sama beban pajak kini current tax expenses, dengan penyajian secara terpisah Pohan, 2008. Berdasarkan PSAK No.46, Pajak Penghasilan yang dilaporkan dalam laporan laba rugi akan menunjukkan : a. Beban pajak kini ditambah beban pajak tangguhan, atau b. Beban pajak kini dikurangi penghasilan pajak tangguhan.

E. Kerangka Pemikiran Teoritis dan Pengembangan Hipotesis