Hubungan kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal pendukung persija the jak mania

(1)

HUBUNGAN KECERDASAN EMOSI DENGAN

AGRESIVITAS PADA REMAJA AWAL

PENDUKUNG PERSIJA (THE JAK MANIA)

Disusun Oleh : Ananda Yoga Pratama

(103070029079)

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

MOTTO

Hidup itu seperti naik sepeda.

Agar tetap seimbang, kau harus

terus bergerak.

- Albert Einstein -

- B.B. King -

You're the only one who can make

the difference. Whatever your dream

is, go for it.


(3)

iv

Skripsi ini

kupersembahkan untuk

mamah, papap, bapa Omo

juga untuk Dimas dan

Zora..


(4)

v

ABSTRAKSI

(A) Fakultas Psikologi (B) Juni 2010

(C) Ananda Yoga Pratama

(D) Hubungan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas remaja awal pendukung Persija (The Jakmania)

(E) Xiii + 74 halaman (belum termasuk lampiran)

(F) Penelitian ini berawal dari banyaknya kasus kericuhan yang terjadi pada saat menonton pertandingan sepak bola yang dilakukan oleh para supporter sepakbola di Indonesia, sebagian besar dari supporter

tersebut adalah remaja.

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke masa dewasa. Masa remaja termasuk masa yang menentukan karena pada masa ini anak-anak mengalami banyak perubahan psikis dan fisiknya. Selain itu pada masa remaja biasanya memiliki energi yang besar, emosi yang berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum sempurna.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas remaja awal. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian korelasional. Sampel penelitian ini berjumlah 380 orang supporter Persija (The Jakmania). Teknik pengambilan sampel penelitian ini menggunakan accidental sampling. Instrumen pengumpulan data penelitian ini menggunakan Skala model Likert. Bentuk pengolahan dan analisa data untuk analisa statistika penelitian menggunakan program SPSS 15.0, pada uji

validitas menggunakan korelasi Product moment dari Pearson dan untuk menguji reliabilitas instrumen dengan menggunakan Alpha Cronbach. Untuk mengujij hipotesis penelitian menggunakan Pearson Product Moment. Jumlah item yang valid untuk skala kecerdasan emosi sebanyak 30, dan 29 item yang tidak valid. Reliabilitas skala

kecerdasan emosi adalah 0.855. sedangkan item yang valid pada skala agresivitas terdapat 28 item yang valid dan 23 item yang tidak valid. Reliabilitas skala agresivitas adalah 0.875.

Berdasarkan analisis korelasi Product Moment dari Pearson terhadap hipotesis yang diajukan, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang negatif antara kecerdasan emosi dengan agresivitas. Yang berarti


(5)

semakin tinggi kecerdasan emosi seseorang maka semakin rendah agresivitasnya.

Daftar bacaan : 22 buah (1993-2010)

vi

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Alhamdullilah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul hubungan kecerdasan emosi dengan

agresivitas pada remaja awal pendukung Persija (The Jakmania).

Salawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada Nabi

Muhammad SAW, yang telah menjadi panutan seluruh umat manusia. Karya tulis ini tidak dapat muncul begitu saja tanpa bantuan dari banyak pihak, sehingga penulis dapat menyelesaikannya. Penulis menemui banyak kesulitan dan rintangan dalam menyelesaikannya, tetapi dengan semangat dan motivasi yang diberikan oleh orang-orang terdekatlah maka Alhamdullilah, selesailah karya tulis ini. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Kedua orang tuaku tercinta, yang selalu siap membantu dan memberikan doa, dukungan dan kasih sayang kepada penulis dengan tanpa lelah. Mom, Terima kasih karena telah menjadi orang tua yang sabar dan penuh cinta. Pap, terima kasih atas nasehat-nasehatnya.

2. Kakek ku M. Soeratmo Atmosudiro. Terima kasih atas doa dan kasih sayang kepada penulis.

3. Bapak Jahja Umar, Ph.D, dekan fakultas psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(6)

4. Bapak Ikhwan Luthfi M.Psi, Psi. Sebagai dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing penulis serta memberikan dukungan untuk menyelesaikan skripsi.

vii

5. Ibu Liany Luzvinda S.Psi, M.si. sebagai pembimbing II yang telah memberikan petunjuk, arahan serta saran dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Para dosen Fakultas Psikologi yang telah memberikan pengalaman dan ilmunya kepada penulis. Staff akademik fakultas psikologi, Ibu Syariah, Ibu Nur, Ibu Sri, Dan Bapak Deden, terimakasih atas bantuannya selama ini.

7. Para pengurus The Jakmania, bang Rico dan kawan-kawan, terimakasih atas waktu dan kesediaanya untuk membantu peneliti. 8. Keluarga besarku, Dimas, Ary, Dwi, Idham, dan Nadia. Terima kasih

untuk support kalian. Dan juga tidak ketinggalan mamih, terima kasih untuk pengetahuannya.

9. Zora Krispriana, yang setia menunggu dengan sabar dan selalu memberikan dukungan dengan sepenuh hati.

10. Untuk teman-teman satu profesi, Ary, dedi, Bedul, Irfan, Joni, Eric dan Danu, mari kita taklukkan dunia dengan musik.

11. Teman-teman seperjuangan, Angga, good luck dengan karya tulisnya, Adang dan Ibnu, tetaplah berjiwa muda, dan tidak ketinggalan Awink, Acil, Fiqih, Indah, Raip, Apip, Paul, Jose

Mulyono, Aulia, Echa,Jambronk dan Om Jon. Nice to know you all. 12. Teman-teman angkatan 2003 khususnya kelas C, terima kasih atas

kenangan dan kebersamaan kalian.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan berguna bagi banyak pihak


(7)

Jakarta, 6 Juni 2010

Penulis

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN ...ii

LEMBAR PENGESAHAN ...iii

MOTTO ...iv

PERSEMBAHAN ...v

ABSTRAKSI ...vi

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ...ix

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ...xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ...1

1.2. Identifikasi Masalah ...8

1.3. Pembatasan dan Perumusan Masalah ...8

1.3.1. Pembatasan Masalah penelitian ...8

1.3.2. Perumusan Masalah penelitian ...9

1.4. Tujuan dan Manfaat Penelititan ...9

1.4.1. Tujuan Teoritis dan Praktis ...9

1.4.2. Manfaat Teoritis ...10

1.4.3. Manfaat Praktis ...10


(8)

BAB 2 KAJIAN TEORI

2.1. Kecerdasan Emosi ...12

2.1.1. Pengertian Kecerdasan Emosi ...12

ix 2.1.2. Ciri-ciri Kecerdasan Emosi ...14

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi...16

2.2. Agresivitas ...17

2.2.1. Pengertian Agresivitas ...17

2.2.2. Bentuk-bentuk Agresivitas ...19

2.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Agresivitas ...20

2.3. Remaja ...25

2.3.1. Pengertian remaja ...25

2.3.2. Karakteristik pada remaja ...25

2.3.3. Tugas Perkembangan Remaja...27

2.4. Kerangka Berfikir ...28

2.5. Hipotesis Penelitian ...30

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Pendekatan Penelitian ...32

3.2. Variabel penelitan, Definisi Konseptual, dan Definisi Operasional .33 3.2.1. Variabel Penelitian ...34

3.2.2. Definisi Konseptual ...34

3.2.3. Definisi operasional ...34

3.3 Pengambilan Sampel ...35

3.3.1 Populasi ...35

3.3.2 Teknik Pengambilan sampel ...36

3.4 Pengumpulan Data ...36


(9)

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data ...38

3.5. Uji Instrumen Penelitian ...41

x 3.5.1. Teknik Uji Instrumen Penelitian ...41

3.5.2. Hasil Uji Instrumen Penelitian ...44

3.5.3. Uji Validitas Skala ...45

3.5.4. Uji Reliabilitas Skala...47

3.6. Metode Analisis Data ...48

3.7. Prosedur Penelitian ...49

BAB 4 PRESENTASI DAN ANALISIS DATA 4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian...51

4.1.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ...51

4.1.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ...52

4.1.3 Gambaran Berdasarkan Suku Bangsa ...52

4.1.3 Gambaran Berdasarkan Tingkat Ekonomi / Jajan perhari .53 4.1.5 Gambaran berdasarkan intensitas menonton langsung ....54

4.1.6. Gambaran berdasarkan intensitas tawuran ...55

4.2 Deskrispsi hasil penelitian ...56

4.2.1 Gambaran kecerdasan emosi ...56

4.2.2. Gambaran Agresivitas ...62

4.3. Uji Hipotesis ...68

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ...70

5. 2. Diskusi ...70

5. 3. Saran ...73

5.3.1. Saran Teoritis ...73


(10)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

xi

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1.1 Data Kerusuhan Sepakbola ... 4

Tabel 3.1 Blue Print Kecerdasan Emosi ... 39

Tabel 3.2 Blue Print Agresivitas ... 39

Tabel 3.3 Skoring Jawaban ... 40

Tabel 3.4 Kaidah Reliabilitas Guilford ... 43

Tabel 3.5 Blue Print Hasil uji instrumen item valid skala kecerdasan emosi ... 46

Tabel 3.6 Blue Print Hasil uji instrumen item valid skala agresivitas ... 47

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia ... 51

Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 52

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Suku Bangsa ... 52

Tabel 4.4 Gambaran Subjek Berdasarkan Ekonomi ... 54

Tabel 4.5 Gambaran Berdasarkan Intensitas Menonton ... 55

Tabel 4.6 Gambaran Berdasarkan Intensitas Tawuran ... 55

Tabel 4.7 Statistik Skor Skala Kecerdasan Emosi ... 56

Tabel 4.8 Interpretasi Skor Kecerdasan Emosi ... 57

Tabel 4.9 Kategorisasi Kecerdasan Emosi ... 57

Tabel 4.10 kategorisasi kecerdasan emosi berdasarkan usia... 58


(11)

Tabel 4.12 Kategorisasikecerdasan emosi berdasarkan

jenis kelamin... 59

xii Tabel 4.13 Tabel anova kecerdasan emosi berdasarkan pada jenis kelamin... 60

Tabel 4.14 Kategorisasi kecerdasan emosi berdasarkan intensitas tawuran... 61

Tabel 4.15 Tabel anova kecerdasan emosi berdasarkan pada Intensitas tawuran ... 62

Tabel 4.16 Statistik skor skala agresivitas... 62

Tabel 4.17 Interpretasi agresivitas... 63

Tabel 4.18 Kategorisasi agresivitas... 63

Tabel 4.19 Kategorisasi agresivitas berdasarkan usia... 64

Tabel 4.20 Tabel anova agresivitas berdasarkan usia... 65

Tabel 4.21 Kategorisasi agresivitas berdasarkan jenis kelamin... 65

Tabel 4.22 Tabel anova agresivitas berdasarkan pada jenis kelamin.... 66

Tabel 4.23 Kategorisasi agresivitas berdasarkan intensitas tawuran.... 67

Tabel 4.24 Tabel anova intensitas tawuran... 67

Tabel 4.25 Hasil Uji Hipotesis Correlations... 68


(12)

Xiii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Perkembangan sepak bola di Indonesia saat ini sedang dalam keadaan yang tidak baik, hal ini dapat dilihat dari prestasi dari timnas Indonesia yang tidak kunjung membaik. Kekalahan demi kekalahan selalu didapat oleh timnas PSSI. Belum lagi terdapat korupsi di dalam tubuh PSSI, juga ulah dari pendukung kesebelasan di Indonesia yang hampir setiap pertandingan melakukan kerusuhan. Dengan keadaan yang tidak baik tersebut, akhirnya pemerintah turun tangan untuk mengatasi permasalahan yang terjadi pada dunia

sepakbola Indonesia. Pemerintah Khususnya Presiden SBY baru-baru ini mengadakan Kongres Sepakbola Nasional (KSN) di Malang, dan menghasilkan butir-butir rekomendasi untuk memperbaiki persepakbolaan di Indonesia.

Semua ini dilakukan pemerintah agar persepakbolaan di Indonesia semakin baik.(http://olahraga.tvone.co.id)


(13)

Indonesia memiliki banyak klub-klub sepak bola yang mewakili tiap-tiap daerah di Indonesia, seperti PERSIJA dari Jakarta, PERSITA dari Tangerang, PERSIB dari Bandung, PERSEBAYA dari Surabaya, dan lain-lain. Para supporter dari tiap daerah memiliki julukan dan warna masing-masing untuk klub

kesayangannya, seperti The Jakmania untuk pendukung dari PERSIJA dengan simbol berwarna orange, Viking untuk pendukung dari PERSIB dengan simbol warna biru, Bonek untuk pendukung dari PERSEBAYA dengan simbol warna hijau, dan lain sebagainya. Yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah The Jakmania. Jakmania merupakan salah satu pendukung yang terbesar di

Indonesia adalah The Jakmania yang ada di Jakarta, saat ini jumlah

pendukung The Jakmania berjumlah 33 ribu orang,sesuai dengan pendapat Nugie( salah satu pengurus The Jakmania), ”The Jakmania kini menjadi salah satu kelompok suporter yang di perhitungkan di tanah air. 33 ribu anggota yang tercatat bisa berlipat hingga mencapai angka 100 ribu ketika persija

memainkan laga penting”.). Para supporter ini mengikuti jadwal pertandingan dan mereka ada untuk menyaksikan pertandingan dari klub kesayangannya. Klub suporter sepakbola The Jakmania adalah sebuah organisasi yang memiliki tujuan untuk menghimpun para pecinta bola dan mendukung klub PERSIJA, sebagian besar supporter dari The Jakmania

adalah remaja. Menurut Littrell,dkk (dalam Hurlock, 1980) remaja hampir selalu ingin masuk kedalam suatu kelompok tertentu sehingga mau tidak mau remaja dituntut untuk punya pandangan yang sama dengan anggota kelompok yang lain mengenai berbagai hal. Hal ini menyebabkan remaja cenderung untuk


(14)

mengikuti apa yang dilakukan oleh kelompoknya tersebut, misalnya saat sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model

pakaian yang sama dengan anggota kelompok yang populer maka kesempatan bagi mereka untuk diterima oleh kelompoknya lebih besar.

Masa remaja biasanya memilki energi yang besar, emosi yang berkobar-kobar sedangkan pengendalian diri remaja masih belum sempurna (Ali, 2004)

keadaan emosi remaja masih labil karena erat hubungannya dengan keadaan hormon, suatu saat remaja bisa merasa sedih sekali atau marah sekali, dan emosi remaja lebih kuat dan menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis.(Dzulkifli, 2005). Karena remaja terikat dengan kelompoknya, apa-apa yang diperbuatnya ingin sama seperti kelompoknya, dalam pengalaman pun remaja akan berbuat sama seperti, berpacaran, mencuri dan kecenderungan untuk melakukan agresivitas.

Berkowitz (dalam Luthfi dkk, 2009) mendefinisikan agresivitas sebagai keinginan yang relatif melekat untuk menjadi agresif dalam situasi yang berbeda. Dapat juga dikatakan agresivitas sebagai kecenderungan untuk menjadi agresif , Berkowitz (1993) juga mendefinisikan agresivitas adalah usaha untuk melukai atau menghancurkan orang lain, baik secara fisik ataupun psikologis. Agresivitas sering terjadi pada suporter sepakbola, Sejalan dengan Teori dari Goldstein (dalam Carr,2003) yang mengatakan Bahwa agresivitas para penonton akan naik ketika sedang menonton pertandingan atau pun sesudahnya. Agrevitas itu bisa sangat merugikan bukan hanya materi tapi juga


(15)

korban jiwa. Berikut ini adalah beberapa data dari kerusuhan yang terjadi pada pendukung kesebelasan Persija atau The Jakmania.

Tabel 1.1

Data Kerusuhan Suporter Sepakbola

No. Tanggal Tempat Kejadian Korban/kerugian Sumber

1. Februari 2008 Semifinal Liga Indonesi a XIII, Jakarta The Jakmania bentrokan dengan suporter Persipura

Fathul Mulyadin umur 27 tahun anggota The Jakmania korwil Ragunan meninggal dunia

www.thejakmania 12.multiply.com

2 27 desember 2008 Bogor Tawuran antara Supporter Persikabo dengan The Jakmania

Korban luka-luka dan rusaknya beberapa ruko di tempat kejadian.

3. 22 September 2008 Stadion Lebak Bulus, Jakarta Sporter Persija bentrok dengan suporter Pelita Jaya

1 orang meninggal dunia http://bola.vivane ws.com


(16)

5. 26 September 2005 Gelora Bung Karno, Senayan Para suporter Persija terlibat bentrok dengan Persipura

22 polisi dan 6 suporter luka-luka, 11 mobil dan 1 metro mini rusak berat.

6. 29 November 2009 Jakarta Barat Perusakan Bis yang ditumpangi oleh the Jakmania

1 buah mobil bus PPD rusak

7 4 Februari 2010

Jakarta Supporter Persija rusuh

Rusaknya mobil angkutan umum

www.araturka.org

8 19 Februari 2010

Jakarta Kerusuhan yang

dilakukan oleh The Jakmania

Tiga orang korban luka-luka dan rusaknya mobil bus PPD

http://metrotvnew s.com/

9 17 Maret 2010 Jakarta Tawuran antara The Jakmania dengan Polisi

Rusaknya fasilitas umum dan Korban luka

Masih banyak kasus-kasus kerusuhan lain selain kejadian diatas yang terjadi hampir pada setiap pertandingan sepakbola di Indonesia. Dari kejadian-kejadian tersebut dapat dilihat bahwa hampir pada setiap pertandingan selalu terdapat kekerasan ataupun kerusuhan. Tidak hanya pada pendukung Persija


(17)

saja tapi juga terjadi pada pendukung sepakbola di daerah lain di Indonesia. Kerusuhan terebut erat kaitannya dengan tindak kekerasan yang merupakan bentuk dari agresivitas. Menurut Zillman (dalam Krahe,2001) menyatakan bahwa orang-orang yang rentan secara emosional memperlihatkan perilaku agresif lebih tinggi. Menurut Atkinson (2000) Agresi merupakan reaksi

emosional. sebagai contoh, reaksi dari amarah seseorang merupakan agresi. Menurut Kartini Kartono (dalam Lutfi, 2009), menyatakan bahwa agresi

merupakan reaksi primitif dalam bentuk kemarahan hebat dan ledakan emosi tanpa kendali. Orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi maka ia dapat mengelola emosinya untuk tidak meledak, karena amarah yang

berlebihan menimbulkan agresivitas. Dari teori-teori yang dikemukakan para ahli tersebut, tampak bahwa perilaku agresif seorang individu dapat

dikendalikan apabila orang tersebut memiliki kecerdasan emosi.

Kecerdasan Emosi atau lebih dikenal dengan istilah Emotional Intelligence menurut Daniel Goleman (1995) didefinisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri, komitmen dan integritas seseorang serta kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan, mempengaruhi,

melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya. Dengan demikian seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu mengenali perasaannya sendiri dan perasaan orang lain sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri serta mampu mengelola emosinya secara baik dalam hubungannya dengan pihak lain. Menurut Robert K Cooper dalam Ginanjar (2001) kecerdasan emosi


(18)

adalah kemampuan merasakan, memahami, dam secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, koneksi, informasi dan pengaruh yang manusiawi. Sedang Napoleon Hills menamakan kecerdasan emosi sebagai kekuatan berfikir alam bawah sadar yang berfungsi sebagai tali kendali atau pendorong (Ginanjar, 2001). dapat dilihat dari teori kecerdasan emosi di atas bahwa kecerdasan emosi memiliki peran penting dalam

pekembangan manusia. Dengan memiliki kecerdasan emosi yang tinggi manusia dapat mengendalikan emosinya termasuk juga kemampuan

seseorang untuk mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya (Daniel Goleman : 2000).

Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa seseorang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu menguasai dirinya untuk tidak

melakukan agresivitas. Peneliti memilih kecerdasan emosi pada remaja karena keadaan emosi remaja yang masih labil, emosi remaja lebih kuat dan lebih menguasai diri mereka daripada pikiran yang realistis (Zulkifli : 2005)

Dengan seringnya kerusuhan yang terjadi ketika sepakbola khususnya pada pendukung PERSIJA (The Jakmania), hingga jatuhnya korban jiwa dan materi serta larangan atau pencekalan terhadap tim PERSIJA untuk melakukan pertandingan di Stadion Gelora Bung Karno yang dikutip dari

(http://bola.vivanews.com), maka penulis merasa tertarik untuk mengkaji lebih dalam lagi dan mengetahui sejauh mana “Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Agresivitas Remaja Pendukung PERSIJA (THE JAK MANIA)”.


(19)

1.2 Identifikasi

Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja pendukung PERSIJA (The Jakmania)?

2. Apakah kecerdasan emosi yang tinggi dapat menyebabkan agresivitas ? 3. Apa saja hal-hal yang mempengaruhi remaja untuk melakukan

Agresivitas?

1.3 Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian

1.3.1 Pembatasan Masalah Penelitian

Untuk menghindari meluasnya dan lebih terarahnya penelitian mengenai kecerdasan emosi dan Agresivitas, perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Kecerdasan Emosi atau lebih dikenal dengan istilah Emotional

Intelligence Quotient (EQ) menurut Daniel Goleman (1995) didefinisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri,


(20)

mengkomunikasikan, mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya.

2. Agresivitas adalah perilaku fisik atau lisan yang disengaja dengan maksud untuk menyakiti atau merugikan orang lain (Berkowitz, 1995). 3. Remaja adalah masa transisi atau masa peralihan dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan baik secara fisik maupun psikis.

4. The Jakmania adalah sebutan bagi para pendukung kesebelasan PERSIJA

1.3.2 Perumusan Masalah Penelitian

Untuk memberikan arah yang jelas dalam penelitian ini, penulis membuat perumusan masalah, sebagai berikut :

Apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecenderungan Agresivitas pada remaja pendukung PERSIJA (The Jakmania)?

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Teoritis dan Praktis

ƒ Untuk mengetahui apakah adanya hubungan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas remaja pendukung PERSIJA (The Jakmania).


(21)

1. Dapat dijadikan langkah awal atau motivator bagi penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan penelitian ini.

2. Memberikan sumbangan literatur secara psikologis mengenai teori agresivitas dan kecerdasan emosi remaja.

1.4.3 Manfaat Praktis

1. Dapat memberikan informasi tentang agresivitas dan kecerdasan emosi pada remaja.

2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan bagi para remaja untuk tidak ikut-ikutan.

3. Agar dapat memahami gambaran hidup remaja saat ini.

4. Dapat melakukan program pencegahan agar remaja tidak berperilaku agresif saat menyaksikan pertandingan bola.

1.5 Sistematika Penulisan

Bab 1 Pendahuluan

Meliputi Latar Belakang Masalah, Identifikasi Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

Bab 2 Kajian Pustaka

Membahas mengenai teori perilaku agresif, teori kecerdasan emosi, remaja, The Jakmania


(22)

Meliputi Pendekatan Penelitian, Metode Penelitian,Varibel Penelitian, Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel, Teknik

Pengumpulan Data dan Metode Pengolahan Data. Bab 4 Hasil Penelitian

Meliputi Gambaran Umum Subjek dan Hasil pengumpulan data dari kuesioner.

Bab 5 Penutup


(23)

BAB 2

KAJIAN TEORI

2.1. Kecerdasan Emosi

2.1.1 Pengertian Kecerdasan Emosi

Dalam istilah latin emosi dijelaskan sebagai motus anima yang arti harfiahnya “jiwa yang menggerakan kita” (Daniel Goleman, 2000). Oxford english

dictionary mendefinisikan emosi sebagai “setiap kegiatan atau pergulakan pikiran, perasaan, nafsu; setiap keadaan yang meluap-luap”(Goleman, 2000). Dalam kamus filsafat dan psikologi, emosi diartikan sebagai setiap keadaan bagi seseorang yang disertai warna yang afektif; kepekaan seseorang menangkap dan menghayati isi perasaan.

Kecerdasan Emosi atau lebih dikenal dengan istilah Emotional Intelligence menurut Daniel Goleman (2000) didefinisikan sebagai suatu kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri, komitmen dan integritas seseorang serta kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan, mempengaruhi,


(24)

yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi mampu mengenali perasaannya sendiri dan perasaan orang lain sehingga mampu memotivasi dirinya sendiri serta mampu mengelola emosinya secara baik dalam hubungannya dengan pihak lain.

Daniel Goleman, mengartikan emosi sebagai suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Emosi, merujuk pada suatu keadaan dalam diri seseorang yang memperlihatkan ciri-ciri kognisi tertentu, pengindraan, reaksi fisiologis dan pelampiasan dalam perilaku (Davidoff, 1991). Sedang Napoleon Hills menamakan kecerdasan emosi sebagai kekuatan berfikir alam bawah sadar yang berfungsi sebagai tali kendali atau pendorong. (Ginanjar, 2001)

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan, bahwa emosi adalah reaksi perasaan diri seseorang yang timbul karena ada suatu stimulus dan memperlihatkan kognisi, reaksi fisiologis, reaksi biologis, dan bahkan reaksi behavioural tertentu.

Setelah disebutkan beberapa istilah emosi secara umum, dan kemudian di kaitkan dengan istilah kecerdasan, maka dapat dipersempit pembahasan ini, yaitu mengenai kecerdasan emosional, maka dapatlah dirumuskan pengertian kecerdasan emosi sebagai berikut.


(25)

Menurut Goleman, kecerdasaan emosi adalah kemampuan-kemampuan untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, empati dan kemampuan untuk membina hubungan. (Goleman, 2000).

2.1.2 Ciri-ciri kecerdasan emosi

Menurut Daniel Goleman (2000) terdapat 5 ciri kecerdasan emosi, ciri-ciri tersebut adalah :

1. Mengenali Emosi Diri (self awarness)

Ciri pertama adalah Kemampuan mengenali emosi diri (self awarness) artinya mengetahui keadaan dalam diri, hal yang lebih disukai dan intuisi. Kompetensi dalam ciri pertama adalah mengenali emosi sendiri,

mengetahui kekuatan dan keterbasan diri, dan keyakinan akan kemampuan sendiri dan perasaan positif terhadap diri sendiri. Seseorang yang mampu mengenali emosinya sendiri apabila ia memiliki kepekaan yang tajam atas perasaan mereka yang sesungguhnya dan kemudian mengambil

keputusan-keputusan secara mantap. Dalam hal ini misalnya sikap yang diambil dalam menentukan berbagai pilihan, seperti memilih perkerjaan sampai memilih pasangan hidup.

2. Mengelola Emosi (self regulation)

Ciri kedua adalah mengelola emosi (self regulation), artinya mengelola keadaan dalam diri sendiri dan sumber daya diri sendiri. Kompetensi ciri


(26)

kedua ini adalah menahan emosi dan dorongan negatif, menjaga norma kejujuran dan integritas, bertanggung jawab atas kinerja pribadi, luwes terhadap perubahan. Termasuk juga kemampuan seseorang untuk

mengendalikan perasaannya sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara salah termasuk juga kemampuan dalam mengatasi ketegangan.

3. Memotivasi Diri (motivation oneself)

Ciri ketiga adalah kemampuan memotivasi diri (motivation oneself) adalah kemampuan untuk memberikan semangatkepada diri sendiri untuk

melakukan sesuatu yang baik dan bermanfaat. Dalam hal ini terkandung adanya unsur harapan, inisiatif dan optimisme yang tinggi, sehingga seseorang memiliki kekuatan semangat untuk melakukan suatu aktifitas tertentu, percaya diri, serta mempunyai dorongan untuk berprestasi. 4. Empati

Ciri keempat adalah empathy, yaitu kesadaran akan perasaan, kepentingan, dan keprihatinan orang lain. Ciri keempat terdiri dari

kompetensi kemampuan mengenali emosi orang lain (understanding other) adalah kemampuan untuk mengerti perasaan dan kebutuhan orang lain, sehingga orang lain akan merasa senang dan dimengerti perasaannya, menciptakan kesempatan-kesempatan melalui pergaulan dengan berbagai macam orang. Mempunyai kesadaran akan kebutuhan dan kepentingan orang lain.


(27)

5. Membina Hubungan (interpersonal relationship)

Ciri kelima adalah kemampuan membina hubungan (interpersonal

relationship) adalah kemampuan memahami orang lain, dan memelihara hubungan kita dengan orang lain. Disebut juga seni sosial atau kecerdasan sosial. Kita bisa mengerti apa yang memotivasi orang lain, bagaimana mereka bekerja, bagaimana kita bisa bekerja bahu-membahu dengan orang lain. Intinya, kemampuan membina hubungan adalah kemampuan untuk membedakan dan menanggapi suasana hati, tempramen, motivasi dan hasrat orang lain. Termasuk kemampuan kepemimpinan, kemampuan membina hubungan, dan mempertahankan persahabatan, kemampuan menyelesaikan konflik termasuk juga kemahiran dalam menggugah tanggapan yang dikehendaki oleh orang lain. Diantaranya adalah kemampuan persuasi, kemampuan mendengar dengan terbuka dan memberi pesan yang jelas serta mampu menyelesaikan pendapat.

2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi

Walgito (1993) membagi faktor yang mempengruhi pesepsi menjadi dua faktor yaitu :

a. Faktor Internal.

Faktor internal adalah apa yang ada dalam diri individu yang mempengaruhi kecerdasan emosinya. Faktor internal ini memiliki dua sumber yaitu segi jasmani dan segi psikologis. Segi jasmani adalah faktor fisik dan kesehatan


(28)

individu, apabila fisik dan kesehatan seseorang dapat terganggu dapat dimungkinkan mempengaruhi proses kecerdasan emosinya. Segi psikologis mencakup didalamnya pengalaman, perasaan, kemampuan berfikir dan motivasi.

b. Faktor Eksternal.

Faktor ekstemal adalah stimulus dan lingkungan dimana kecerdasan emosi berlangsung. Faktor ekstemal meliputi: 1) Stimulus itu sendiri, kejenuhan stimulus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam memperlakukan kecerdasan emosi tanpa distorsi dan 2) Lingkungan atau situasi khususnya yang melatarbelakangi proses kecerdasan emosi. Objek lingkungan yang melatarbelakangi merupakan kebulatan yang sangat sulit dipisahkan.

2.2. Agresivitas

2.2.1. Pengertian Agresivitas

Berkowitz mendefinisikan agresivitas sebagai keinginan yang relatif melekat untuk menjadi agresif dalam situasi yang berbeda. Dapat juga dikatakan agresivitas sebagai kecenderungan untuk menjadi agresif (dalam Luthfi dkk, 2009).

Agresi, menurut Berkowitz didefinisikan sebagai segala bentuk prilaku yang dimaksudkan menyakiti orang baik secara fisik ataupun mental dengan

maksud tertentu (Berkowitz, 1993). Pendapatnya yang lain adalah agresi tidak sama dengan amarah. Menurutnya, agresi berhubungan dengan perilaku yang


(29)

disengaja sebagai usaha untuk tujuan tertentu: menyakiti orang lain, baik fisik maupun psikis, jadi tindakan agresi adalah tindakan yang memiliki tujuan. Dalam teori lainnya Berkowitz juga mengatakan bahwa agresi adalah

kekerasan yang dilakukan secara paksa dan tindakan menyerang pada hak orang lain. Menurut Sarlito (2002) setiap perilaku yang merugikan atau menimbulkan korban pada pihak orang lain disebut perilaku agresi.

Robert Baron mendefinisikan agresi sebagai siksaan yang diarahkan secara sengaja dari berbagai bentuk kekerasan terhadap orang lain (Baron, 1994), Baron (dalam Krahe, 2005) juga mendeskripsikan agresi sebagai bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti atau melukai makhluk hidup lain yang terdorong untuk menghindari perlakuan itu. Menurut Aronson (2007), menyatakan perilaku agresi adalah tindakan yang bertujuan untuk menyakiti membuat orang lain menderita, tindakan tersebut bisa berupa fisikl ataupun verbal.

Krahe (2005) menyebutkan agar perilaku seseorang memenuhi kualifikasi agresi, perilaku itu harus dilakukan dengan niat menimbulkan akibat negatif terhadap targetnya dan sebaliknya, menimbulkan harapan bahwa tindakan itu menghasilkan sesuatu. Dalam teori lainya Krahe juga menyebutkan bahwa motif utama dari perilaku agresif adalah keinginan menyakiti orang lain untuk mengekspresikan perasaan-perasaan negatif, seperti pada agresi permusuhan


(30)

atau keinginan untuk mencapai tujuan yang diinginkan melalui tindakan agresif, seperti dalam agresi instrumental.

Dari teori-teori yang telah disebutkan, peneliti mendefinisikan agresi sebagai perilaku melukai baik fisik maupun mental dengan suatu tujuan tertentu. Maka tidak dapat dikatakan sebagai agresi apabila perilaku tersebut dilakukan tanpa memiliki tujuan.

2.2.2. Bentuk-bentuk agresivitas

Berkowitz (dalam Aronson, 2007) membagi agresi menjadi 2 bentuk, yaitu : a. agresi permusuhan

yaitu sebuah tindakan agresif yang berasal dari perasaan marah dan bertujuan untuk menyakiti orang lain.

b. agresi instrumental

yaitu agresi yang bertujuan untuk menyakiti orang lain, juga memiliki tujuan yang lebih dari sekedar menyakiti. Sebagai contoh: Tentara perang yang ingin menguasai daerah lawan.

Buss dan Perry (dalam Luthfi dkk, 2009) mengelompokan agresivitas kedalam empat bentuk, yaitu : agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk marah dan agresi dalam bentuk kebencian.. Bentuk-bentuk agresivitas ini yang akan

dipakai sebagai alat ukur dalam penyusunan skala agresivitas.


(31)

adalah merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain secara fisik. Misal menyerang, memukul, menendang, atau

membakar. b. Agresi verbal

adalah merupakan komponen motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain melalui verbalis, misalnya berdebat menunjukan ketidaksukaan atau

ketidaksetujuan, menyebar gosip dan kadang bersikap sarkastis. c. Rasa marah

merupakan emosi atau afektif seperti keterbangkitan dan kesiapan psikologis untuk bersikap agresif. Misalkan, mudah kesal, hilang kesabaran, dan tidak mampu mengontrol rasa marah.

d. Sikap permusuhan

sikap permusuhan merupakan perwakilan dari komponen prilaku kognitif seperti perasaan benci dan curiga pada orang lain, merasa kehidupan yang dialami tidak adil dan iri hati.

2.2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Agresivitas

Agresi, sebagaimana tingkah laku lainnya tidaklah muncul secara kebetulan, melainkan muncul akibat dari faktor pencetus, baik itu faktor dari dalam diri (internal) maupun faktor yang berasal dari luar (eksternal).

Adapun faktor-faktor penyebab timbulnya agresivitas adalah (Koeswara, dalam Luthfi dkk, 2009):


(32)

1. Frustasi

kondisi frustasi yang menjadi sebab timbulnya agresi di kemukakan pertama kali oleh Dollard-Miller. Yang dimaksud dengan frustasi disini adalah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya. Teori ini mengatakan bahwa seseorang akan melakukan agresi jika usahanya untuk memperoleh kepuasan terhalang.

2. Stres

Dalam istilah psikologi stres dikatakan sebagai stimulus, seperti ketakutan, kesakitan yang mengganggu dan menghambat mekanisme-mekanisme fisiologis yang normal dari organisme. Eagle mengajukan definisi stres yang lebih lengkap yang meliputi sumber-sumber stimulasi internal dan eksernal: Stres eksternal

Beberapa ahli mengatakan bahwa stres eksternal ditimbulkan oleh perubahan sosial dan kondisi perekonomian itu memberikan andil bagi meningkatnya kriminalitas, termasuk di dalamnya tindak kekerasan atau agresi.

Stres internal

Hubungan antara stres internal dengan agresi belumlah jelas, sebab stres internal itu sendiri sulit diukur secara objektif. Meanlinger mengungkapkan bahwa tingkah laku yang tidak terkendali, termasuk agresi, adalah akibat dari kegagalan ego untuk mengadaptasi hambatan-hambatan.


(33)

Deindividuasi adalah keadaan hilangnya kesadaran akan diri sendiri (self awareness) dan pengertian evaluatif terhadap diri sendiri (evaluation

apprehension) dalam situasi kelompok yang memungkinkan anonimitas dan pengalihan atau menjauhkan perhatian dari individu. Keadaan ini dapat membawa individu kepada perilaku yang diluar batas-batas norma. Pada kumpulan orang-orang beringas yang sedang menyiksa korban, semakin besar jumlah mob, semakin lupa diri dan semakin kejam kelakuannya.

4. Kekuasaan dan kepatuhan

Faktor ini sebagai penyebab dan pencetus agresi dikemukakan oleh Lored Aston. Penyalahgunaan kekuasaan yang mengubah kekuasaan menjadi kekuatan yang memaksa, memiliki efek langsung maupun tidak langsung terhadap kemunculan agresi. Hal ini dapat kita saksikan pada tindakan-tindakan pemimpin seperti Hitler, Musolini dan lainnya

5. Efek senjata

Lorenz mengungkapkan peran senjata yang menentukan agresi dalam diri manusia. Sejarah mencatat bahwa sejak ditemukannnya senjata, agresi pada manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Bertoitz dan Le Page mencoba membuktikan dugaan tersebut dengan penelitiannya yang terkenal dengan nama weapon effect. Banyak kasus yang terjadi di negara-negara yang membebaskan warganya memiliki senjata api seperti Amerika Serikat yang


(34)

dapat kita temukan. Seperti, penembakan yang terjadi di sekolah-sekolah disana.

6. Provokasi

sejumlah teoris percaya bahwa provokasi bisa mencetuskan agresi karena provokasi itu oleh pelaku agresi dianggap sebagai ancaman yang harus dihadapi dengan respon agresif untuk meniadakan bahaya yang diisyaratkan ancaman tersebut, hal itu diungkapkan oleh moyers. Geen mengungkapkan bahwa provokasi bisa mencetuskan agresi karena provokasi itu sering

merupakan serangan terhadap sesuatu yang selalu dipelihara keutuhannya, yaitu harga diri (self-esteem). Hal ini dapat dibuktikan dengan individu yang diberi provokasi secara verbal atau berupa hinaan akan memperlihatkan kecenderungan melakukan agresi dibanding individu yang tidak menerima provokasi.

7. Alkohol dan Obat-obatan

Berita-berita tentang pemabuk yang selalu membuat onar sering kita temukan di media massa. Taylor dan rekannya telah melakukan beberapa penelitian eksperimental dengan memberikan alkohol dan ganja pada dengan takaran tertentu pada subjek-subjek penelitian. Setelah diteliti maka terdapat hasil yaitu subjek yang menerima alkohol dalam kadar yang tinggi memiliki


(35)

kecenderungan untuk melakukan perilaku agresi. Hail ini sejalan dengan teori dari Carr (2003), bahwa seseorang yang mengkonsumsi alkohol akan menjadi lebih agresif.

8. Suhu udara.

Faktor ini jarang sekali deperhatikan oleh para peneliti sebagai penyebab timbulnya agresi. Spekulasi-spekulasi tentang pengaruh suhu udara terhadap tingkah laku didukung oleh sejumlah laporan hasil penyelidikan Baron dan Rans Berger yang mencatat di sejumlah kota besar di Amerika antara tahun 1967-1971 terjadi 102 perkelahian massal yang sangat serius pada suhu udara 29,5o C. Di Indonesia sendiri banyak terdapat kasus perkelahian yang

berlangsung pada siang hari ketika suhu udara pada waktu itu sedang meningkat.

Disamping faktor-faktor di atas, peranan media massa juga memiliki andil yang tidak kecil dalam peningkatan perilaku agresi masyarakat. Adanya berita-berita yang menayangkan tentang kekerasan dan kejahatan merupakan sarana untuk masyarakat untuk mencontoh perilaku tersebut.

Menurut Antony dan Miles (1995), Seorang anak yang melihat seseorang melakukan agresivitas, baik itu orang tuanya atau orang lain dapat membuat anak tersebut meniru untuk melakukan perilaku agresif di kemudian hari.


(36)

Hal ini sejalan denga teori Zillmann yang menyebutkan bahwa observasi atau pengamatan terhadap agresivitas dapat meningkatkan perilaku emosional yang tinggi.

2.3 Remaja

2.3.1. Pengertian remaja

Menurut Piaget, pengertian remaja secara psikologis adalah masa dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tigkat orang-orang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama. (Hurlock, 1980)

Monks (dalam Moh. Ali & Moh. Asrori, 2004) menjelaskan bahwa remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas. Mereka sudah tidak termasuk golongan anak-anak tetapi belum juga dapat diterima secara penuh untuk masuk kegolongan orang dewasa.

Masa remaja, menurut Mappiare (dalam Moh. Ali & Moh. Asrori, 2004), berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 sampai 22 tahun bagi pria. Rentang usia remaja ini dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :


(37)

2. usia 17/18 tahun sampai dengan 21/22 tahun adalah remaja akhir. (dalam Moh. Ali dan Moh. Asrori, 2004)

2.3.2. Karakteristik pada remaja

Moh. Ali dan Moh. Asrori (2004) dalam bukunya menyebutkan sejumlah sikap yang menunjukkan karakteristik remaja, yaitu :

1. Kegelisahan, yaitu remaja mempunyai idealisme, angan-angan/keinginan yang hendak diwujudkan dimasa depan namun sesungguhnya remaja belum mempunyai banyak kemampuan yang memadai untuk mewujudkan semua itu, sehingga mengakibatkan mereka diliputi oleh perasaan gelisah.

2. Pertentangan, yaitu remaja berada pada situasi psikologis antara ingin melepaskan diri dari orangtua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri. Akibatnya pertentangan yang sering terjadi akan menimbulkan kebingungan dalam diri remaja itu sendiri maupun pada orang lain.

3. Mengkhayal, yaitu dalam menyalurkan keinginan yang tidak terpenuhi, remaja banyak mengkhayal, mencari kepuasan bahkan menyalurkan khayalannya melalui dunia fantasi. Khayalan tidak selamanya bersifat negatif sebab kadang-kadang menghasilkan sesuatu yang bersifat konstruktif, misalnya timbul ide-ide tertentu yang dapat direalisasikan. 4. Aktivitas berkelompok, yaitu remaja senang melakukan kegiatan secara

berkelompok karena remaja merasa bahwa masalah yang dihadapinya dapat diatasi bersama dengan teman sekelompoknya, karena remaja


(38)

merasa bahwa teman sebayanya dapat mengerti apa yang dirasakannya.

5. Keinginan mencoba segala sesuatu, yaitu pada umumnya remaja memiliki rasa ingin tahu yang tinggi (high curiously) sehingga remaja cenderung ingin bertualang menjelajah segala sesuatu dan mencoba segala sesuatu yang belum pernah dialaminya.

2.3.3. Tugas Perkembangan Remaja

Tugas perkembangan remaja menurut Hurlock, adalah : 1. Mampu menerima keadaan fisiknya.

2. Mampu menerima dan memahami peran seks usia dewasa

3. Mampu membina hubungan baik dengan anggota kelompok yang berlaina jenis.

4. Mencapai kemandirian emosional. 5. Mencapai kemandirian ekonomi.

6. Mengembangkan konsep dan keterampilan intelektual yang sangat disiplin untuk melakukan peran sebagai anggota masyarakat.

7. Memahami dan menginternalisasikan nilai-nilai orang dewasa dan orangtua.

8. Mengembangkan perilaku tanggung jawab sosial yang diperlukan untuk memasuki usia dewasa.


(39)

10. Memberi dan mempersiapkan berbagai tanggung jawab kehidupan keluarga.

2.4 Kerangka Berfikir

Masa remaja adalah periode yang paling penting dan rawan dalam masa perkembangan manusia. karena masa remaja merupakan masa peralihan antara anak-anak menjadi dewasa. Menurut Moh. Ali & Moh Asrori (2004) pada masa ini, remaja mengalami perkembangan mencapai kematangan fisik,

mental, sosial dan emosional. Masa remaja biasanya memliki emosi yang meluap-luap atau dapat dikatakan labil secara emosi.

Seperti yang telah dijelaskan oleh Moh. Ali & Moh Asrori (2004), salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai kemandirian emosi. Berkaitan dengan penilitian yang akan dilakukan, Atkinson (2000), dengan tegas

menyatakan bahwa, agresi merupakan suatu rekasi emasional. Dengan demikian, emosi merupakan salah satu faktor utama dalam agresivitas.


(40)

Didalam aktifitas berkelompok, remaja terikat dengan kelompoknya, karena remaja merasa bahwa masalah yang dialaminya dapat diatasi bersama dengan teman kelompok sebayanya. Hal ini berdasar pada pernyataan Litrell, dkk (dalam Hurlock, 1980) remaja ingin selalu masuk dalam kelompok tertentu sehingga mau tidak mau remaja selalu dituntut untuk mempunyai pandangan yang sama dengan anggota kelompok yang lain mengenai berbagai hal. apapun yang dialkuakn oleh pemimpin kelompoknya, akan ditiru walaupun yang dilakukan itu adalah suatu sikap yang negatif. Namun, hal ini tidak berlaku bagi remaja yang mampu mengelola emosi dengan baik, Goleman (1995), menjelaskan, bahwa salah satu ciri-ciri dari kecerdasan emosi adalah self regulation, yang berati individu yang cerdas secara emosi adalah individu yang mampu menahan emosi dan dorongan negatif. Termasuk juga berkemampuan dalam mengendalikan perasaan sendiri sehingga tidak meledak dan akhirnya dapat mempengaruhi perilakunya secara baik, termasuk juga kemampuan dalam mengatasi ketegangan.

Dengan adanya kemandirian emosi sebagai salah satu tugas

perkembangannya, dan juga melihat aktifitas remaja dalam berkelompok, maka, berdasar pada teori-teori yang ada, dapat ditarik suatu kesimpulan sementara bahwa, remaja yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, maka memiliki agresivitas yang rendah, begitu pula sebaliknya. Oleh karena itu penulis berasumsi adanya hubungan yang negatif antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal.


(41)

Gambar 2.1 Diagram Kerangka Berpikir

Kecerdasan Emosi:

1. self awarness 2. self regulation 3. motivation

oneself 4. empathy 5. interpersonal

relationship

Agresivitas : 1. fisik 2. verbal 3. marah 4. kebencian Remaja

tinggi rendah


(42)

2.5 Hipotesis Penelitian

Untuk menguji hubungan yang akan diteliti dalam penelitian ini, maka diajukan hipotesis/pernyataan dugaan tentang hubungan antara 2 variabel/lebih. Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini :

Ho = Tidak ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja pendukung PERSIJA (The Jakmania).

Ha = Ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas remaja pendukung PERSIJA (the Jakmania).


(43)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini terdiri dari enam subbab. Subbab pertama membahas Pendekatan penelitian. Subbab kedua membahas tentang variabel penelitian dan definisi operasional. Subbab ketiga membahas populasi dan sampel. Subbab keempat membahas tentang pengumpulan data. Subbab kelima membahas uji

instrumen penelitian. Subbab keenam membahas metode analisa data. Dan pada subbab ketujuh membahas mengenai prosedur penelitian.

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini ingin melihat hubungan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal pendukung persija (The Jakmania), hubungan tersebut disajikan dalam data yang berbentuk angka-angka sehingga bisa


(44)

diketahui nilai hubungannya. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Dengan pendekatan kuantitatif akan diperoleh signifikansi perbedaan kelompok atau signifikansi hubungan antar variabel-variabel yang diteliti. Untuk mengetahui hubungan antar variabel menggunakan pengukuran korelasional yang digunakan untuk menentukan besarnya arah hubungan (Sevilla, 1993).

Sedangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis penelitian korelasional. Menurut Gay (dalam Sevilla, 1993) metode deskriptif adalah kegiatan yang meliputi pengumpulan data dalam rangka menguji hipotesis atau menjawab pertanyaan yang menyangkut keadaan pada waktu yang sedang berjalan dari pokok suatu penelitian.

Menurut Sugiyono (2007) metode deskriptif adalah metode untuk mencari hubungan antara variabel yang satu dengan variabel yang lain.

Sedangkan jenis penelitian ini adalah penelitian korelasional, penelitian korelasional adalah penelitian yang dirancang untuk menentukan tingkat

hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi (Sevilla, 1993).

3.2 Variabel Penelitian, Definisi Konseptual dan Definisi

Operasional

Variabel adalah suatu karakteristik yang memiliki dua atau lebih nilai atau sifat yang berdiri sendiri. Kerlinger menyebutkan variabel sebagai konstruksi atau sifat (properties) yang diteliti (dalam Sevilla, 1993). Variabel dalam penelitian ini


(45)

ada dua, yaitu variabel bebas (IV) dan variabel terikat (DV). Sevilla (1993) mendefinisikan variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau mengakibatkan hasil, sedangkan variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi atau hasil dari penelitian.

3.2.1 Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini yang menjadi kedua variabel itu adalah: • Independent Variable : Kecerdasan emosi • Dependent Variable : Agresivitas

3.2.2 Definisi Konseptual

Definisi konseptual kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kecerdasan emosi adalah kesadaran diri, rasa percaya diri, penguasaan diri, komitmen dan integritas seseorang serta kemampuan seseorang dalam mengkomunikasikan, mempengaruhi, melakukan inisiatif perubahan dan menerimanya. (Goleman, 1995).

2. Agresivitas adalah adalah melukai dan menyakiti orang lain secara fisik, seperti melukai dan menyakiti orang lain melalui verbalis, merupakan emosi atau afektif, perasaan tidak senang sebagai reaksi fisik atas cereda fisik maupun psikis yang diderita individu dan sikap permusuhan terhadap orang lain karena penilaian sendiri yang negatif. Buss dan Perry (dalam Luthfi dkk, 2009)


(46)

3.2.3 Definisi operasional

Kecerdasan emosi yang dimaksud dalam penelitan ini adalah skor yang didapat dari pengukuran terhadap kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain (empathy) dan kemampuan membina hubungan. Agresivitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah skor yang didapat dari skala Agresivitas. Indikator yang digunakan dalam skala agresivitas yaitu agresi fisik, agresi verbal, rasa marah, sikap permusuhan.

3.3 Pengambilan Sampel

Menurut Sugiyono (2007), Sample adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi yang akan diteliti Suatu penelitian yang

dimaksudkan untuk menarik generalisasi, sangat berkaitan dengan masalah sampel, yaitu bagaimana mengambil sampel dari suatu populasi sehingga hasil-hasil penelitian terhadap sampel tersebut dapat melahirkan suatu kesimpulan yang dapat berlaku umum bagi seluruh populasi.

3.3.1 Populasi

Menurut Sugiyono (2007), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakter tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja awal pendukung Persija (The Jakmania) sebesar 40.000 orang (Data anggota The Jakmania), maka peneliti


(47)

menggunakan tabel dari Krejcie dan Morgan (1970) dengan menggunakan sampel sebanyak 380 orang.

3.3.2 Teknik Pengambilan sampel

Dalam penelitian ini teknik sampling yang digunakan adalah teknik Accidental sampling adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertermu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2007). Pengambilan sampel accidental digunakan karena dilakukan karena keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh. Teknik ini berdasarkan pada kemudahan (covenience). Sample yang di pilih karena berada pada waktu, situasi, dan tempat yang tepat(Bambang, 2006). Penelitian akan dilaksanakan pada saat pertandingan Persija sedang berlangsung di Stadion Gelora Bung Karno dan Stadion Lebak Bulus.

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode skala sebagai alat

pengumpul data, yaitu sejumlah pernyataan tertulis untuk memperoleh jawaban dari reponden. Skala yang digunakan adalah skala likert yang dapat digunakan


(48)

untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial (Sugiyono, 2002). Menurut Sugiyono (2002) dengan skala likert, maka variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator tersebut dijadikan sebagai titik tolak untuk menyusun item-item instrumen yang dapat berupa pertanyaan atau pernyataan. Jawaban setiap item instrumen yang menggunakan skala likert mempunyai gradasi dari sangat positif (favorable) sampai sangat negatif

(Unfavorable) yang dapat berupa kata-kata (Sugiyono, 2002). Dalam merespon item tesebut subjek diminta untuk memilih jawaban yang paling mewakili

dirinya, dengan cara memilih sistem rating kategori yang merentang dari “sangat setuju” sampai “sangat tidak setuju”. Penskoran untuk pernyataan positif dilakukan dengan memberi skor tertinggi pada pilihan “sangat setuju” dan terendah pada pilihan “sangat tidak setuju” dan sebaliknya untuk

pernyataan negatif pemberian skor tertinggi pada pilihan “sangat tidak setuju” dan terendah pada pilihan “sangat setuju”.

Dalam penelitian ini subjek akan diberikan skala yang terdiri dari tiga bagian, yaitu :

a. Bagian pengantar, berisi tentang nama peneliti, tujuan dari penelitian, kerahasiaan jawaban yang diberikan oleh responden, dan ucapan terima kasih peneliti.

b. Bagian inti, berisi dua skala penelitian ini yaitu skala kecerdasan emosi yang disusun berdasarkan teori Goleman (2000), meliputi 5 aspek yaitu kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi,


(49)

kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain (empathy) dan kemampuan membina hubungan; dan skala agresivitas yang dibuat berdasarkan faktor yang mengungkap kriteria agresivitas dari Buss dan Perry (dalam luthfi dkk,2009), yaitu agresi fisik, agresi verbal, rasa marah, sikap permusuhan.

c. Bagian data kontrol, berisi tentang data-data subjek seperti nama, usia, jenis kelamin, suku bangsa, ekonomi/ uang saku perhari, intensitas menonton, intensitas tawuran.

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data

Metode yang akan digunakan untuk melakukan pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Skala yang akan

dipergunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini ada dua, yaitu skala Kecerdasan emosi dan Agresivitas dengan model skala likert.

a. Kecerdasan emosi

Dalam penelitian ini skala yang digunakan peneliti untuk melakukan pengukuran Kecerdasan emosi, dibuat berdasarkan aspek-aspek dari kecerdasan emosi, skala kecerdasan emosi disusun berdasarkan teori

Goleman (2000) yang terdiri dari ciri-ciri kecerdasan emosi yaitu : kemampuan mengenali emosi diri, kemampuan mengelola emosi, kemampuan memotivasi diri, kemampuan mengenali emosi orang lain (empathy) dan kemampuan membina hubungan.


(50)

Tabel 3.1

Blue Print Kecerdasan Emosi

Pernyataan Jml No Indikator

Favorabel Unfavorabel

1 Mengenali emosi diri 1,13,16,21 8,17,27,36 8 2 Mengelola emosi 2,10, 22, 31, 39,

44,49, 52, 55

11, 28, 35, 43,

45 14

3 Memotivasi diri 6, 19, 23, 38, 51 3, 26, 34, 48,

54, 58 11

4 Mengenali emosi orang lain 7, 15, 18, 24, 32, 40, 46, 56, 59

9, 14, 30, 41, 50, 53 15 5 Membina hubungan 5, 12, 33, 42, 57 4, 20, 25, 29,

37, 47

11

Jumlah 32 27 59

b. Agresivitas

Skala agresivitas yang digunakan dalam blueprint ini merupakan skala yang disusun oleh peneliti yang dibuat berdasarkan konsep Buss dan Perry, yaitu: agresi fisik, agresi verbal, rasa marah dan sikap permusuhan.

Tabel 3.2


(51)

Pernyataan Jml No Indikator

Favorabel Unfavorabel

1 Agresi fisik 1, 10, 18, 28, 34, 44

6, 11, 16, 23, 31, 41, 48 13 2 Agresi verbal 2, 9, 20, 29, 38,

45, 50

7, 13, 25, 36, 39, 43, 46 14 3 rasa marah 5, 19, 26, 32, 40 3, 14, 24, 33,

42 10

4 Sikap permusuhan 4,15, 21, 30, 37, 49, 51

8, 12, 17, 22, 27, 35, 47 14

Jumlah 25 26 51

Pada masing-masing skala tersebut terdapat pernyataan yang mendukung

(favorable) dan pernyataan yang tidak mendukung (unfavorable). Pengukuran tersebut berdasarkan skala likert dari empat kategori jawaban, yaitu: sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS), sangat tidak sesuai (STS). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3 Skoring Jawaban

Alternatif Jawaban Favorable Unfavorable

Sangat setuju Setuju Tidak setuju Sangat tidak setuju

4 3 2 1 1 2 3 4


(52)

3.5. Uji Instrumen Penelitian

3.5.1. Teknik Uji Instrumen Penelitian

1. Uji Validitas

Validitas menurut Azwar (2006) adalah ketetapan dan kecermatan skala dalam menjalankan fungsi ukurnya. Suatu instrumen dikatakan valid jika memiliki tingkat validitas yang tinggi. Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud.

Sedangkan uji validitas adalah untuk mengukur sejauh mana ketepatan dan kecepatan skala dalam menjelaskan fungsi ukurnya. Uji validitas skala ini dilakukan dengan mengkorelasikan antara skor masing-masing item dengan skor total. Adapun rumus yang digunakan adalag rumus product moment

yang dikemukakan oleh Pearson (Azwar, 2006). Untuk perhitungannya menggunakan program SPSS 15.00. Adapun rumus korelasi product moment sebagai berikut :

rxy =

(

)( )

(

)

[

]

[

( )

]

n Y Y n X X n Y X XY / / / 2 2 2 2


(53)

Keterangan :

n = Jumlah Subjek

X = Skor Subjek pada item

Y = Skor Total subjek pada skala

Rxy = Korelasi antara skor subjek pada item dan skor total subjek

Uji validitas digunakan untuk mengetahui kelayakan butir-butir dalam suatu daftar pernyataan dalam mendefinisikan suatu variabel. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data itu valid (Sugiyono, 2002). Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, 2002). Validitas suatu butir pertanyaan dapat dilihat dari hasil output SPSS 15.0. Menilai kevalidan masing-masing butir pernyataan dapat dilihat dari nilai Corrected Item-Total Correlation

masing-masing butir pernyataan.

2. Uji Reliabilitas

Reliabilitas ini mengacu pada konsistensi dan kepercayaan hasil ukur yang mengandung makna kecermatan pengukuran. Alat pengukuran data

dikatakan baik jika memiliki taraf kepercayaan yang tinggi yaitu ketika alat pengumpulan data tidak berubah dan tidak bersifat sementara atau konsisten terhadap hasil pengukuran yang diperoleh setelah beberapa kali


(54)

pelaksanaan pengambilan data. Data yang reliabel adalah data yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya (Azwar, 2006)

Untuk penghitungannya peneliti menggunakan program SPSS 15,0. Rumus yang digunakan untuk menentukan koefisien reliabilitas dalam penelitian ini adalah dengan rumus alpha cronbach, yaitu sebagai berikut :

Keterangan :

α = Reliabilitas instrumen K = Jumlah belahan tes

Sj 2 = Jumlah varians dari skor item Sx 2 = Jumlah varians dari skor tes

Untuk menentukan koefisiensi reliabilitas alpha cronbach maka digunakan kaidah reliabilitas menurut Guilford (Kuncono, 2004), sebagai berikut :

Tabel 3.4

Kaidah Reliabilitas Guilford

Kriteria Koefisiensi Reliabilitas

Sangat Reliabel > 0,9

=

x

S

j

S

k

k

2 2

1

1

α


(55)

Reliabel 0,7 – 0,9 Cukup Reliabel 0,4 – 0,7 Kurang Reliabel 0,2 – 0,4

Sedangkan uji reliabilitas (keandalan) merupakan ukuran suatu kestabilan dan konsistensi responden dalam menjawab hal yang berkaitan dengan konstruk-konstruk pernyataan yang merupakan dimensi suatu variabel dan disusun dalam bentuk skala. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach’s alpha > dari 0.70.

3.5.2. Hasil Uji Instrumen Penelitian

Di dalam penelitian harus digunakan alat ukur yang valid dan reliabel, agar kesimpulan dalam penelitian yang diperoleh tidak memberikan gambaran yang jauh berbeda dengan keadaan yang sebenarnya. Pengujian tingkat validitas dan reliabilitas dari kedua alat ukur dalam penelitian ini dilakukan sebelum diadakan pengambilan data. Pengujian alat ukur ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana dapat mengungkapkan hal-hal yang semestinya diukur dari suatu variabel.

Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti melakukan uji instrumen kecerdasan emosi dengan item yang terdiri dari 59 item dan item agresivitas yang terdiri dari 51 item. Uji instrumen diberikan pada 30 remaja awal anggota the

jakmania . Adapun tujuan dari pelaksanaan uji instrumen ini dilakukan dengan maksud :

1. Mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan responden dalam menyelesaikan pengisian instrumen.


(56)

2. Mengetahui pemahaman responden terhadap pernyataan atau item-item yang diberikan.

3. Mengetahui validitas instrumen, dimana skor tiap item dikorelasikan dengan skor total.

4. Mengetahui tingkat realibilitas instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat reliabilitas skala tersebut.

3.5.3. Uji Validitas Skala

Untuk menguji validitas dari setiap item pertanyaan, maka dilakukan analisis item yaitu mengkorelasikan setiap item dengan skor total.

Koefisien korelasinya diperhitungkan dengan rumus korelasi Product Momen

dari Pearson, yaitu dengan rumus :

rxy =

(

)( )

(

)

[

]

[

( )

]

n Y Y n X X n Y X XY / / / 2 2 2 2 Keterangan :

n = Jumlah Subjek

X = Skor Subjek pada item

Y = Skor Total subjek pada skala

Rxy = Korelasi antara skor subjek pada item dan skor total subjek

Perhitungan uji validitas menggunakan program SPSS versi 15.0 for Windows. a. Hasil pengujian skala kecerdasan emosi

Berdasarkan hasil uji validitas skala dengan teknik Product Moment dari


(57)

valid dan 29 item yang gugur. Item-item yang gugur itu antara lain : 1, 2, 3, 5, 8, 9, 10, 15, 16, 18, 19, 20, 21, 25, 27, 28, 32, 34, 36, 38, 39, 44, 48, 51, 52, 53, 55, 57, 59. Sedangkan item-item yang valid dapat dilihat pada tabel 3.5 di bawah ini.

Tabel 3.5

Blue Print Hasil uji instrumen item valid skala kecerdasan emosi

Pernyataan Jml No Indikator

Favorabel Unfavorabel

1 Mengenali emosi diri 13 17 2

2 Mengelola emosi 22, 31,49 11, 35, 43, 45 7 3 Memotivasi diri 6, 23 26, 54, 58

5 4 Mengenali emosi orang lain 7, 24, 40, 46, 56 14, 30, 41, 50

9 5 Membina hubungan 12, 33, 42 4, 29, 37, 47 7

Jumlah 14 16 30

b. Hasil pengujian skala agresivitas

Berdasarkan hasil uji validitas skala dengan teknik Product Moment dari

Pearson pada skala agresivitas yang diujicobakan, diperoleh 28 item valid dan 23 item yang gugur. Item-item yang gugur itu antara lain : 4, 5, 6, 8, 11, 12, 13, 14, 19, 20, 22, 23, 24, 26, 30, 33, 36, 37, 38, 39, 44, 46, 47. Sedangkan item-item yang valid dapat dilihat pada tabel 3.6 di bawah ini.


(58)

Tabel 3.6

Blue Print Hasil uji instrumen item valid skala agresivitas

Pernyataan Jml No Indikator

Favorabel Unfavorabel

1 Agresi fisik 1, 10, 18, 28, 34 16, 31, 41, 48 9 2 Agresi verbal 2, 9, 29, 45, 50 7, 25, 43

8

3 Rasa marah 32, 40 3, 42

4 4 Sikap permusuhan 15, 21, 49, 51 17, 27, 35

7

Jumlah 16 12 28

3.5.4. Uji Reliabilitas Skala

Setelah dilakukan uji validitas, maka dilakukan uji reliabilitas dengan

menggunakan rumus alpha cronbach dengan menggunakan program SPSS 15.0 for windows. Reliabilitas suatu konstruk variable dikatakan baik jika memiliki nilai Cronbach Alpha > 0.70.

Hasil yang diperoleh untuk skala kecerdasan emosi dengan 30 item valid adalah 0,855. Dengan nilai alpha croncbach sebesar 0,855 maka skala

kecerdasan emosi ini memiliki reliabilitas yang baik atau reliabel. Adapun hasil uji reliabilitas skala agresivitas dengan 28 item valid adalah 0,875. Dengan nilai alpha croncbach sebesar 0,875 maka skala agresivitas ini memiliki reliabilitas yang baik atau reliabel. Berdasarkan data tersebut maka dapat dikatakan


(59)

Σ

XY – (

Σ

X)(

Σ

Y) /n

[

Σ

x

2

- (

Σ

x)

2

/ n][

Σ

y

2

– (

Σ

y)

2

/ n]

bahwa kedua instrumen yang digunakan reliabel, sehingga dapat dipercaya untuk dijadikan sebagai alat ukur.

3.6. Metode Analisis Data

Data yang diperoleh akan dianalisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitian ini, dengan metode statistik deskriptif yaitu statistik yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2002). Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan analisa statistik, yaitu : a) Statistik Deskriptif

Digunakan untuk mengolah gambaran umum responden. Analisis deskriptif memberikan informasi mengenai sekumpulan data dan mendapatkan gagasan untuk keperluan analisis selanjutnya dengan mencari Mean, Modus dan Mediannya.

b) Uji Hipotesa

Pengujian hipotesis untuk menjawab pertanyaan utama penelitian ini, apakah terdapat hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan agresivitas pada remaja awal pendukung Persija (The Jakmania) pusat, dipergunakan metode korelasi Pearson Product Moment, dengan formula:


(60)

Keterangan :

Rxy : Koefisien korelasi variabel x dan variabel y N : Jumlah responden

ΣXY : Jumlah hasil perkalian antar skor tiap item dengan skor total

ΣX : Jumlah skor tiap item ΣY : Jumlah skor total

Hasil perhitungan diperoleh dengan menggunakan sistem komputerisasi SPSS versi 15.0 yang akan diinterpretasikan dengan mengacu pada tabel koefisien korelasi.

3.7. Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti mencoba merencanakan langkah-langkah yang diharapkan dapat menunjang kelancaran penelitian, langkah-langkah tersebut sebagai berikut :

1. Persiapan Penelitian

- Dimulai dengan perumusan masalah dan pembatasan masalah - Menentukan variabel-variabel yang akan diteliti.

- Melakukan studi kepustakaan untuk mendapatkan gambaran dan landasan teori yang tepat.

- Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu skala kecerdasan emosi dan agresivitas.


(61)

2. Tahap Uji Coba

Melakukan uji coba alat ukur kecerdasan emosi dan Agresivitas pada remaja awal pendukung Persija (The Jakmania) pusat.

3. Tahap Pengambilan Data

- Menentukan jumlah sampel penelitian.

- Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi skala penelitian.

- Memberikan alat ukur yang telah disiapkan kepada responden.

4. Tahap Pengolahan Data

- Melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah diisi oleh responden. - Menghitung dan membuat tabulasi data yang diperoleh, kemudian

membuat tabel data.

- Melakukan analisa data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian.


(62)

BAB 4

PRESENTASI DAN ANALISIS DATA

4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah remaja awal pendukung Persija jakarta (The Jakmania) yang berjumlah 380 orang. data kontrol dari penelitian ini adalah : 2. Jenis Kelamin.

3. Suku Bangsa

4. Ekonomi / Uang saku perhari. 5. intensitas menonton (home). 6.Intensitas tawuran.

4.1.1. Gambaran Subjek Berdasarkan Usia

Tabel 4.1

NO. KATEGORI USIA JUMLAH PROSENTASI

1 13-14 174 45,79 %

2 15-16 168 44,21 %

3 17-18 38 10,00 %


(63)

Dari tabel 4.1.1 diatas menunjukkan bahwa responden pada penelitian ini berdasarkan usia diperoleh 45,79 % responden berusia 13 sampai 14 tahun, 44,21 % responden berusia 15-16 tahun, 10 % responden berusia 17-18 tahun.

4.1.2. Gambaran Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Anggota The Jakmania bukan hanya hanya laki-laki tapi juga perempuan, berikut data responden yang telah di ambil berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.2

NO. Jenis Kelamin JUMLAH PROSENTASI

1 Laki-laki 322 84,74 %

Perempuan 58 15,26 %

∑ 380 100 %

Data pada tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini adalah laki-laki yaitu 322 responden (84,74 %) sedangkan laki-laki terdiri dari 58 responden (15,26 %).

4.1.3. Gambaran Berdasarkan Suku Bangsa

Berikut adalah tabel responden berdasarkan suku bangsa.

Tabel 4.3

No Suku bangsa JUMLAH PROSENTASE

1 Betawi 206 54,21%

2 Jawa 113 29,73%


(64)

4 Minang 13 3,42%

5 Batak 10 2,63%

6 Lampung 5 1,32%

7 Ambon 2 0,54%

8 Riau 1 0,26%

JUMLAH 380 100 %

Dari tabel diatas, menunjukan bahwa 54,21% suku bangsa responden adalah Betawi, 29,73% bersuku bangsa Jawa, 7,63% responden bersuku bangsa Sunda, 3,42% responden bersuku bangsa Minang, 2,63% responden bersuku bangsa batak, 1,32% responden bersuku bangsa Lampung, 0,54% bersuku bangsa Ambon, dan 0,26% responden bersuku bangsa Riau. Tujuan adanya suku bangsa pada data kontrol adalah untuk mengetahui gambaran secara umum anggota The Jakmania yang diteliti dalam penelitian ini. Dengan hasil yang diperoleh dari data kontrol kita dapat mengetahui, anggota The jakmania tidak hanya berasal dari suku betawi saja walaupun tim Persija berdomisili di Jakarta.

4.1.4. Gambaran Berdasarkan Tingkat Ekonomi / Jajan perhari

Di bawah ini merupakan data Ekonomi atau uang saku perhari dari Anggota The jakmania yang menjadi responden dalam penelitian ini.


(65)

No Ekonomi/ Uang saku JUMLAH PROSENTASE

1 < Rp.10.000 75 19,74 %

2 Rp.10. 000 – Rp. 20.000 266 70 %

3 > Rp.21.000 39 10,26 %

TOTAL 380 100 %

Data pada tabel diatas, menunjukan bahwa 19,74 % responden memiliki uang saku sebesar kurang dari Rp. 10.000 perhari, 70 % responden memiliki uang saku Rp. 10.000 – 20.000 perhari, dan 10,26 % responden memiliki uang saku lebih dari Rp. 21.000 perhari. Tujuan adanya uang saku pada data kontrol adalah untuk mengetahui gambaran secara umum anggota The Jakmania yang diteliti dalam penelitian ini.

4.1.5. Gambaran berdasarkan intensitas menonton langsung di kandang (home).

berikut ini adalah data Anggota The Jakmania yang menonton langsung ketika pertandingan berada pada daerah sendiri (home) :

Tabel 4.5

No Intensitas menonton JUMLAH PROSENTASE

1 Sering 334 87,89 %

2 Jarang 46 12,11%


(66)

Berdasarkan dari tabel diatas menunjukan bahwa responden dalam penelitian ini berdasarkan intensitas mereka menonton pertandingan Persija diperoleh 344 orang (87,89 %) responden selalu menonton pertandingan, sedangkan 46 orang (12,11 %) responden jarang menonton pertandingan Persija. Tujuan adanya intensitas menonton pada data kontrol adalah untuk mengetahui gambaran secara umum anggota The Jakmania yang diteliti dalam penelitian ini.

4.1.6. Gambaran berdasarkan intensitas tawuran

berikut adalah data responden berdasarkan dari intrensitas tawuran.

Tabel 4.6

No Intensitas tawuran JUMLAH PROSENTASE

1 Pernah 147 38,68 %

2 Tidak pernah 233 61,32 %

TOTAL 380 100 %

Berdasarkan dari tabel diatas menunjukan bahwa responden dalam penelitian ini berdasarkan intensitas mereka tawuran diperoleh 38,68 % atau 147

responden pernah melakukan tawuran, sedangkan 61,32 % atau 233 responden tidak pernah melakukan tawuran.


(67)

4.2 Deskrispsi hasil penelitian

4.2.1 Gambaran kecerdasan emosi

untuk menentukan tingkat kecerdasan emosi pada remaja pendukung Persija menggunakan kategorisasi jenjang yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dalam menentukan jenjang diperoleh nilai skala 1, 2, 3, dan 4 dengan jumlah item 380. lihat tabel 4.7

Table 4.7

Statistik skor skala kecerdasan emosi

N

Minimu

m Maximum Mean

Std. Deviation Kecerdasan

emosi 380 64,00 117,00 87,1395 9,71624

Valid N (listwise) 380

Diketahui jumlah responden 380 orang, skor tingkat kecerdasan emosi mean 87,14 kemudian standar deviasi 9,71, dengan menggunakan tabel distribusi normal didapat rentangan z skor -3, -2, -1, 0, 1, 2, 3. Sehingga didapat

pembagian kategorisasi kecerdasan emosi seperti yang dijelaskan pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.8

Interpretasi skor kecerdasan emosi

Rentangan skor mentah Z Skor Kategorisasi


(68)

79 - 96 > -0.99 s/d 1,00 sedang 97 - 117 > 1,01 s/d > 3,00 tinggi

Berdasarkan tabel tersebut dapat diketahui bahwa sebaran skor pada skala kecerdasan emosi dengan skor 64 s/d 77 termasuk kategori rendah, skor 79 s/d 96 termasuk kategori sedang, dan skor 97 s/d 117 termasuk kategori tinggi.

Tabel 4.9

Kategorisasi Kecerdasan emosi

No Kategori Jumlah Persentase

1 Rendah 74 19,48 %

2 Sedang 249 65,52 %

3 Tinggi 57 15 %

Total 380 100%

Tabel 4.9 tersebut menunjukkan bahwa dari 380 responden terdapat 74

responden (19, 48 %) yang memiliki kecerdasan emosi rendah, 249 responden (65,52 %) memiliki kecerdasan emosi sedang, dan 57 responden (15 %) yang memiliki kategori tinggi.

Berikut ini kategorisasi kecerdasan emosi berdasarkan pada usia, jenis kelamin dan intensitas tawuran.

Tabel 4.10

Kategorisasi kecerdasan emosi berdasarkan usia Kecerdasan emosi

No Usia Tinggi Sedang Rendah


(69)

2 15-16 tahun 27 orang 111 orang 30 orang 3 17-18 tahun 3 orang 26 orang 9 orang

total 380 orang

Dari tabel di atas dapat dilihat usia 13-14 tahun27 responden memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, 112 responden memiliki kecerdasan emosi yang sedang, dan 35 responden memiliki kecerdasan emosi yang rendah. Pada usia 15-16 tahun 27 responden memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, 111 responden memiliki kecerdasan emosi yang sedang, 30 responden memiliki kecerdasan emosi yang rendah, dan pada usia 17-18 tahun, 3 responden memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, 26 responden memiliki kecerdasan emosi yang sedang dan 9 responden memiliki kecerdasan emosi yang rendah.

Berikut ini adalah perbandingan kecerdasan emosi berdasarkan usia

responden, dengan menggunakan regresi dummy, maka diperoleh hasil seperti pada tabel berikut ini :

Tabel 4.11

ANOVAb

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig. Regression 6.148 2 3.074 .032 .968a Residual 35773.460 377 94.890

1

Total 35779.608 379


(70)

0,968 > 0,005 maka (Ho) = diterima, yaitu tidak ada perbedaan kecerdasan emosi antara usia responden.

Berikut ini adalah kategorisasi kecerdasan emosi berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 4.12

Kategorisasi kecerdasan emosi berdasarkan jenis kelamin Kecerdasan emosi

No Jenis Kelamin Tinggi Sedang Rendah

1 Laki-laki 47 orang 216 orang 59 orang 2 Perempuan 11 orang 32 orang 15 orang

Total 380 orang

Dari tabel di atas menunjukan bahwa dari jenis kelamin laki-laki diperoleh 47 responden memiliki kecerdasan emosi tinggi, 216 memiliki kecerdasan emosi sedang dan 59 responden memiliki kecerdasan emosi rendah, sedangkan dari jenis kelamin perempuan dapat diperoleh 11 responden memiliki kecerdasan emosi tinggi, 32 responden memiliki kecerdasan emosi sedang dan 11 responden memiliki kecerdasan emosi rendah.

Tabel di bawah ini merupakan tabel yang menyatakan perbandingan jenis kelamin responden. Dengan menggunakan regresi dummy, diperoleh hasil :


(71)

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Regression 3.057 1 3.057 .033 .856a Residual 35271.519 378 93.311

1

Total 35274.576 379

Dari tabel anova diatas dapat diambil kesimpulan bahwa signifikansi >f tabel 0,856 > 0,05. maka Ho = diterima, yaitu tidak adanya perbedaan kecerdasan emosi antara laki-laki dan perempuan.

Di bawah ini adalah tabel kecerdasan emosi berdasarkan intensitas tawuran responden:

Tabel 4.14

Kategorisasi kecerdasan emosi berdasarkan intensitas tawuran Kecerdasan emosi

No Intensitas tawuran Tinggi Sedang Rendah

1 pernah 25 orang 99 orang 23 orang 2 Tidak pernah 32 orang 152 orang 49 orang

Total 380 orang

Dilihat pada tabel di atas, dari responden yang pernah melakukan tawuran, diperoleh25 responden memiliki kecerdasan emosi tinggi, 99 responden memiliki kecerdasan emosi sedang dan 23 responden memiliki kecerdasan emosi rendah. Dari responden yang tidak pernah tawuran, diperoleh 32 responden memiliki kecerdasan emosi tinggi, 152 responden memiliki


(72)

kecerdasan emosi sedang dan 49 responden memiliki kecerdasan emosi rendah.

Berikut ini adalah perbandingan kecerdasan emosi berdasarkan intensitas tawuran responden, dengan menggunakan regresi dummy, maka diperoleh hasil seperti pada table berikut ini :

Tabel 4.15

ANOVAb

Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig. Regression 135.461 1 135.461 1.437 .231a Residual 35644.147 378 94.297

1

Total 35779.608 379

Dari tabel anova di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa signifikansi > f tabel 0,231 > 0,005 maka Ho = diterima, yaitu tidak ada perbedaan kecerdasan emosi responden yang pernah tawuran ataupun tidak.

4.2.2. Gambaran Agresivitas

Untuk menentukan tingkat agresivitas menggunakan kategorisasi jenjang yaitu tinggi, sedang dan rendah. Dalam menentukan jenjang tersebut diperoleh nilai skala yaitu 1, 2, 3 dan 4 dengan jumlah item 380.

Lihat tabel Tabel 4.10 :

Tabel 4.16

Statistik skor skala agresivitas

N Minimum Maximum Mean

Std. Deviation Agresivitas 380 40,00 102,00 67,5763 9,15806 Valid N (listwise) 380


(1)

378 3 4 3 1 4 3 2 2 1 4 1 1 2 3 2 3 1 4 2 4 1 1 3 3 1 4 4 2 69 379 2 3 2 3 2 1 4 4 2 1 2 3 2 2 3 1 3 3 2 3 1 3 1 3 2 3 4 2 67 380 2 3 2 3 3 1 3 2 3 2 2 2 4 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 2 62

INFORM CONSENT

Assalamualaikum Wr.Wb

Saya adalah mahasiswa fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Saat ini, saya sedang mengadakan penelitian tentang “Hubungan kecerdasan emosi dengan Agresivitas pada remaja awal pendukung Persija (The Jakmania)”. Penelitian ini merupakan persyaratan untuk mencapai gelar sarjana Psikologi.

Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan saudara untuk menjadi responden guna dijadikan sebagai data masukan. Data-data tersebut akan dijamin kerahasiaannya dan hanya dipakai untuk penelitian saja. Dan bagi saudara yang bersedia, saya harapkan untuk mengisi setiap pernyataan berdasarkan pendapat pribadi.

Atas kesediaan dan bantuan saudara, saya ucapkan terimakasih.

Bagi saudara yang bersedia, untuk mengisi lembar pernyataan pada bagian berikut:

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama (inisial) :

Umur :

Jenis Kelamin :

Jajan perhari : a. ≤ Rp.10.000 *

b. Rp.11.000-20.000 * c. ≥ Rp.21.000 *

Suku bangsa :

Intensitas menonton : (Sering / Jarang)*

Tawuran : (Pernah / Tidak pernah )*

* Coret yang tidak perlu

Menyatakan bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh saudara Ananda Yoga Pratama. Dan data saya dijamin kerahasiaanya dan hanya dipakai untuk kepentingan penelitian ini saja.


(2)

Jakarta, Februari 2010

Responden Peneliti

( ) ( Ananda Yoga Pratama )

Petunjuk Pengisian:

Dibawah ini terdapat sejumlah pernyataan yang berhubungan dengan motif berprestasi dengan kepercayaan diri. Bacalah dan pahami pernyataan tersebut, kemudian jawablah sesuai dengan diri anda. Kemudian beri tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang tersedia, yaitu:

SS = Sangat Setuju, jika pernyataan tersebut sangat sesuai dengan diri anda.

S = Setuju, jika pernyataan tersebut sesuai dengan diri anda.

TS = Tidak Setuju, jika pernyataan tersebut tidak sesuai dengan diri anda.

STS = Sangat Tidak Setuju, jika pernyataan tersebut sangat tidak sesuai

dengan diri anda.

Contoh:

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya merasa senang ketika sedang menonton tim


(3)

Skala Kecerdasan Emosi

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya merasa enggan bergabung saat ada kegiatan sosial 2 Saya selalu bersemangat walaupun dalam keadaan sulit 3 Saya ikut merasa sedih jika teman saya tertimpa musibah 4 Hal sepele dapat membuat saya sedih dalam waktu yang

lama

5 Saya bersifat terbuka terhadap pendapat orang lain 6 Saya merasa cukup nyaman dengan apa yang saya

rasakan.

7 Saya bukam orang yang suka berbagi dalam hal apapun 8 Saya sering merasa sedih tanpa sebab yang jelas

9 Pada saat saya kesal saya mencoba memikirkan hal yang menyenangkan

10 Saya termasuk orang yang tidak mudah menyerah

11 Saya selalu meneriakkan kata-kata semangat kepada tim yang saya dukung walaupun sedang mengalami

kekalahan

12 Apabila mengalami kesulitan saya akan putus asa 13 Saya lebih mementingkan kepentingan pribadi daripada

kepentingan bersama

14 Apa yang terjadi pada tim yang saya dukung adalah bukan urusan saya

15 Saya akan bertanggung jawab atas kesalahan yang saya perbuat


(4)

16 Saya sering mengikuti acara kumpul bersama teman-teman The Jakmania

17 Saya sering bertindak tanpa berfikir panjang 18 Saya lebih suka bekerja sendiri

19 Saya merasa senang jika tim yang saya dukung menang 20 Saya tidak akan menolong jika tidak diminta

21 Saya adalah orang yang mudah bergaul

22 Bila banyak masalah saya sulit mengontrol emosi 23 Ketika perasaan saya sedang tidak baik, saya

melampiaskannya pada semua orang 24 Saya senang membantu orang lain 25 Saya tidak mempunyai banyak teman

26 Saya selalu bersemangat ketika dalam keadaan sulit 27 Saya tidak peduli melihat teman yang kesusahan 28 Saya merasa tidak bersemangat apabila mengerjakan

sesuatu yang sulit saya kerjakan

29 Saya akan membantu pendukung tim lawan jika ada yang mengalami kesusahan

30 Saya tidak yakin dapat menyelesaikan pekerjaan yang menurut saya sulit

Skala Agresivitas

No Pernyataan SS S TS STS

1 Saya akan merusak pintu stadion apabila tidak mendapatkan tiket

2 Saya akan mengejek tim lawan jika mereka mengalami kekalahan


(5)

yang saya dukung mengalami kekalahan

4 Saya lebih memilih diam jika pendukung tim lain mengejek saya

5 Saya akan menghina wasit apabila tidak adil dalam memberi keputusan

6 Saya akan membakar fasilitas umum apabila keputusan wasit tidak adil terhadap tim yang saya dukung

7 Saya selalu berpandangan buruk terhadap pendukung tim lawan

8 Saya tidak akan menyakiti pendukung tim lawan apabila menghina tim yang saya dukung

9 Saya tidak akan berprasangka buruk terhadap pendukung tim lawan

10 Saya akan merusak fasilitas umum apabila kehabisan tiket pertandingan

11 Saya sangat yakin bahwa semua pendukung tim lawan adalah musuh saya

12 Saya tidak suka mengejek orang yang berbuat salah kepada saya

13 Saya akan memberikan selamat kepada tim lawan apabila mereka menang dalam pertandingan

14 Saya akan memukuli pendukung tim lawan apabila tim yang saya dukung mengalami kekalahan

15 Saya akan berkata kasar jika tim lawan melakukan kecurangan dalam pertandingan sepakbola

16 Saya akan tertib dalam menonton pertandingan sepakbola 17 Saya merasa kesal ketika teman saya mendapatkan nilai

yang bagus

18 Saya akan menyerang pendukung tim lawan apabila mereka lewat di hadapan saya


(6)

19 Saya mau memafkan pendukung tim lawan walaupun pernah menghina tim yang saya dukung

20 Saya suka jengkel apabila pekerjaan yang saya kerjakan kurang memuaskan

21 Saya akan menerima kekalahan tim yang saya dukung tanpa melakukan kerusuhan

22 Saya tidak akan marah dengan pendukung tim lawan apabila mereka membuat yel-yel yang menghina tim yang saya dukung

23 Saya tidak akan membalas ejekan orang lain yang mengejek saya

24 Saya akan bersumpah serapah ketika tim yang saya dukung salah

25 Saya akan melerai jika teman saya sedang berkelahi dengan pendukung tim lawan

26 Saya selalu curiga pada teman saya yang suka berbicara di belakang saya

27 Saya akan menghina tim lawan apabila tim yang saya dukung menang dalam pertandingan

28 Saya selalu berfikir bahwa pendukung tim lawan adalah jahat.