61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1  Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh peneliti berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan adalah:
1.  Berdasarkan  signifikansi  t  uji-t,  variabel  perubahan  merek  memiliki pengaruh  positif  dan  signifikan  dalam  mempengaruhi  loyalitas  konsumen
pada  komunitas  Mahasiswa  Pecinta  Alam  USU.  Oleh  karena  itu,  perubahan merek yang dilakukan PT. Sari Enesis Indah dari Sari Puspa menjadi Soffell
cukup  mempengaruhi  loyalitas  konsumen  dalam  melakukan  keputusan pembelian pada komunitas Mahasiswa Pecinta Alam USU.
2.  Berdasarkan  hasil  koefisien  determinan  R
2
,  variabel  perubahan  merek memiliki  hubungan  yang  cukup  erat  terhadap  loyalitas  konsumen  pada
komunitas  Mahasiswa  Pecinta  Alam  USU.  Sebagian  kecil  nilai  R  Square dapat meningkatkan variabel loyalitas konsumen pada komunitas Maha siswa
Pecinta  Alam  USU,  sedangkan  sisanya  dapat  dijelaskan  oleh  variabel  lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini.
5.2  Saran
Saran penelitian ini adalah : 1.  Sebaiknya,  PT.  Sari  Enesis  Indah  lebih  melakukan  sosialisasi  yang  lebih
besar,  berkala,  dan  akurat  tentang  perubahan  merek  Sari  Puspa  menjadi
Universitas Sumatera Utara
62 Soffell  agar  semakin  banyak  konsumen  yang  mengetahui  adanya  perubahan
merek  dari  Sari  Puspa  menjadi  Soffell  dan  tetap  loyal  dalam  melakukan pembelian secara rutin.
2.  Sebaiknya PT. Sari Enesis Indah menjalin hubungan yang baik dalam jangka panjang  dengan  konsumen,  khususnya  konsumen  yang  sudah  loyal  agar
tujuan yang akan dicapai oleh perusahaan dapat diperoleh secara maksimal.
Universitas Sumatera Utara
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Uraian Teoritis 2.1.1    Defenisi Merek
Menurut  UU  Merek  No.15  Tahun  2001  pasal  1  ayat  1,  merek  adalah “tanda  yang  berupa  gambar,  nama,  kata,  huruf-huruf,  angka-angka,  susunan
warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan  dalam  kegiatan  perdagangan  barang  atau  jasa”.    Sedangkan  menurut
pendapat Kotler 2000, pengertian merek adalah suatu janji penjual untuk secara konsisten  memberikan  fitur,  manfaat  dan  jasa  tententu  kepada  pembeli,  bukan
hanya  sekedar  simbol  yang  membedakan  produk  perusahaan  tertentu  dengan kompetitornya.
Definisi  merek  menurut  American  Marketing  Association  memiliki kesamaan  dengan  definisi  menurut  UU  Merek  No.15  Tahun  2001,  yaitu  lebih
menekankan  merek  sebagai  identifier  dan  differentiator.  Berdasarkan  beberapa definisi  di atas,  secara teknis apabila  seorang  pemasar  membuat  nama, logo atau
simbol baru untuk sebuah produk baru, maka ia telah menciptakan sebuah merek. 2.1.2   Manfaat Merek
Menurut  Keller  dalam  Tjiptono  2005,  merek  bermanfaat  bagi  produsen maupun konsumen. Bagi produsen merek berperan sebagai berikut :
1. Sarana identifikasi untuk memudahkan proses penanganan atau pelacakan
produk  bagi  perusahaan,  terutama  dalam  pengorganisasian  sediaan  dan pencatatan akuntansi.
Universitas Sumatera Utara
7 2.
Bentuk  proteksi  hukum  terhadap  fitur  atau  aspek  produk  yang  unik. Merek bisa mendapatkan perlindungan properti intelektual. Nama merek
bisa  diproteksi  melalui  merek  dagang terdaftar registered trademarks, proses pemanufakturan bisa dilindungi  melalui  hak  paten, dan kemasan
bisa  diproteksi  melalui  hak  cipta  copyrights  dan  desain.  Hak-hak properti  intelektual  ini  memberikan  jaminan  bahwa  perusahaan  dapat
berinvestasi  dengan  aman  dalam  merek  yang  dikembangkannya  dan meraup manfaat dari saet bernilai tersebut.
3. Signal tingkat kualitas bagi para pelanggan yang puas, sehingga mereka
bisa  dengan  mudah  memilih  dan  membelinya  lagi  di  lain  waktu. Loyalitas  merek  seperti  ini  menghasilkan  predictability  dan  security
permintaan  bagi  perusahaan  dan  menciptakan  hambatan  masuk  yang menyulitkan perusahaan lain untuk memasuki pasar.
4. Sarana menciptakan asosiasi dan makna unik yang membedakan produk
dari para pesaing. 5.
Sumber  keunggulan  kompetitif,  terutama  melalui  perlindungan  hukum, loyalitas  pelanggan,  dan  citra  unik  yang  terbentuk  dalam  benak
konsumen 6.
Sumber  financial  returns,  terutama  menyangkut  pendapatan  masa datang.
Bagi konsumen,  merek  bisa  memberikan beraneka macam nilai  melalui sejumlah  fungsi  dan  manfaat  potensial.  Keller  dalam  Tjiptono  2005  ada  7
manfaat merek bagi konsumen, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
8 1.
Sebagai identifikasi sumber produk 2.
Penetapan  tanggung  jawab  pada  pemanufaktur  atau  distributor tertentu
3. Pengurang risiko
4. Penekan biaya pencarian search costs internal dan eksternal
5. Janji atau ikatan khusus dengan produsen
6. Alat simbolis yang memproyeksikan citra diri
7. Signal kualitas
Sedangkan  menurut  Kapferer  dalam  Tjiptono  2005,  fungsi  potensial sebuah
merek meliputi
identifikasi, praktikalitas,
garansi, optimisasi,
karakterisasi,  kontinuitas,  hedonistic,  dan  fungsi  etis.  Seperti  pada  tabel  berikut ini:
Tabel 2.1 Fungsi Merek
No. FUNGSI
MANFAAT BAGI PELANGGAN
1. Identifikasi
Bisa dilihat dengan jelas; memberikan makna bagi  produk;  gampang  mengidentifikasi
produk yang dibutuhkan atau dicari.
2. Praktikalitas
Memfasilitasi penghematan
waktu dan
energy  melalui  pembelian  ulang  identik  dan loyalitas.
3. Jaminan
Memberikan  jaminan  bagi  konsumen  bahwa mereka bisa mendapatkan kualitas yang sama
sekalipun  pembelian  dilakukan  pada  waktu dan di tempat berbeda.
Universitas Sumatera Utara
9 No.
FUNGSI MANFAAT BAGI PELANGGAN
4. Optimisasi
Memberikan  kepastian  bahwa  konsumen dapat  membeli  alternatif  terbaik  dalam
kategori  produk  tertentu  dan  pilihan  terbaik untuk tujuan spesifik.
5. Karakterisasi
Mendapatkan  informasi  mengenai  citra  diri konsumen  atau  citra  yang  ditampilkannya
kepada orang lain.
6 Kontinuitas
Kepuasan  terwujud  melalui  familiaritas  dan intimasi  dengna  merek  yang telah digunakan
atau dikonsumsi  pelanggan  selama bertahun- tahun.
7 Hedonistik
Kepuasan  terkait  dengan  daya  tarik  merek, logo, dan komunikasinya
8. Etis
Kepuasan berkaitan
dengan perilaku
bertanggung-jawab merek
bersangkutan dalam hubungannya dengan masyarakat.
Sumber : Kapferer dalam Tjiptono,2005
2.1.3 Interpretasi merek
Istilah  “merek”  sebenarnya  memiliki  banyak  interpretasi  dan  tidak mudah  membedakannya  dengan  “produk”  dan  “marketing  offering”.  Profesor
Brand  Marketing dari  University  of  Birmingham,  Leslie  de  Chernatony  2001-
2003  mengidentifikasi  setidaknya  ada  14  interpretasi  terhadap  merek,  yang dikelompokkan  menjadi  tiga  kategori  :  interpretasi  berbasis  input  branding
dipandang  sebagai  cara  para  manajer  mengalokasikan  sumber  dayanya  dalam Lanjutan
Universitas Sumatera Utara
10 rangka  meyakinkan  konsumen,  interpretasi  berbasis  output  interpretasi  dan
pertimbangan  konsumen  terhadap  kemampuan  merek  memberikan  nilai  tambah bagi  mereka,  dan  interpretasi  berbasis  waktu  menekankan  branding  sebagai
proses  yang berlangsung terus-menerus.  Ketiga kategori ini kemudian  dijabarkan menjadi  14  macam  interpretasi,  yakni  merek  sebagai  logo,  instrumen  hukum,
perusahaan  shorthand,  risk  reducer,  positioning,  kepribadian,  serangkaian  nilai, visi, penambah nilai, identitas, citra, relasi, dan evolving entity.
Tabel 2.2 Interpretasi Terhadap Merek
No .
INTERPRETASI DESKRIPSI
A. Perspektif Input 1.
Merek sebagai logo Merek  didefinisikan  sebagai  “nama,
istilah,  tanda,  simbol  atau  desain, atau  kombinasi  di  antaranya  yang
dimaksudkan untuk mengidentifikasi barang  dan  jasa  dari  satu  penjual
atau
sekelompok penjual
dan membedakannya  dari  barang  dan
jasa  para  pesaingnya”  definisi American  Marketing  Association,
dikutip dalam Kotler, et al. 2004, p. 407.
Definisi ini
menekankan peranan merek sebagai identifier dan
differentiator. 2.
Merek sebagai instrumen Merek
mencerminkan hak
kepemilikan  yang  dilindungi  secara hukum.
3. Merek sebagai perusahaan  Merek
mempresentasikan perusahaan,
dimana nilai-nilai
korporat diperluas
ke berbagai
macam kategori produk. 4.
Merek sebagai shorthand Merek
memfasilitasi dan
mengakselerasi pemrosesan
informasi konsumen.
Universitas Sumatera Utara
11 No
INTERPRETASI DESKRIPSI
5. Merek  sebagai  penekan
risiko risk reducer Merek  menekan  persepsi  konsumen
terhadap  risiko  misalnya,  risiko kinerja,
risiko finansial,
risiko waktu,  risiko  sosial,  dan  risiko
psikologis 6.
Merek sebagai positioning
Merek diinterpretasikan
sebagai wahana
yang memungkinkan
pemiliknya  untuk  mengasosiasikan penawarannya
dengan manfaat
fungsional  tertentu  yang  penting, bisa  dikenali,  dan  dinilai  penting
oleh para konsumen.
7. Merek
sebagai kepribadian
Merek memiliki
nilai-nilai emosional  atau  kepribadian  yang
bisa sesuai
dengan citra
diri konsumen  baik  citra  actual,  citra
aspirasional, maupun
citra situasional.
8. Merek
sebagai serangkaian nilai
Merek  memiliki  serangkaian  nilai yang mempengaruhi pilihan merek.
9. Merek sebagai visi
Merek  merupakan  visi  para  manajer senior  dalam  rangka  membuat dunia
semakin  baik.  Dengan  kata  lain, merek mencerminkan apa yang ingin
diwujudkan  dan  ditawarkan  oleh para
manajer senior
kepada masyarakat luas.
10.  Merek  sebagai  penambah nilai
Merek  merupakan  manfaat  ekstra fungsional  dan  emosional  yang
ditambahkan  pada  produk  atau  jasa inti  dan  dipandang  bernilai  oleh
konsumen.
11.  Merek sebagai identitas Merek  memberikan  makna  pada
produk dan
menentukan identitasnya,  baik  dalam  hal  ruang
maupun waktu. Perspektif Output
12.  Merek sebagai citra Merek
merupakan serangkaian
asosiasi  yang  dipersepsikan  oleh individu  sepanjang  waktu,  sebagai
hasil  pengalaman  langsung  maupun tidak langsung atas sebuah merek.
Lanjutan
Universitas Sumatera Utara
12 No
INTERPRETASI DESKRIPSI
13.  Merek sebagai relasi Oleh
karena merek
bisa dipersonifikasikan,
mak apara
pelanggan bisa
menjali relasi
dengannya. Merek
membantu pelanggan  melegitimasi  pandangan
atau  pemikirannya  terhadap  dirinya sendiri.
Perspektif Waktu 14.
Merek sebagai
evolving entity Merek  bertumbuh  seiring  perubahan
permintaan pelanggan
dan persaingan.
Akan tetapi,
yang berubah  adalah  peripheral  values,
sementara core
values jarang
berubah.
Sumber : de Chernatony dalam Tjiptono 2005
2.1.4 Perubahan Merek Rebranding
Perubahan  merek  Rebranding  berarti  proses  dimana  organisasi melakukan  perubahan  terkait  dengan  cara  produk  dipasarkan  dan  didistribusikan
dengan  menggunakan  merek  yang  berbeda.  Hal  ini  biasanya  dilakukan  dengan mengubah logo merek, nama merek, citra merek, strategi pemasaran atau strategi
periklanan,  tapi  tidak  selalu  demikian.  Perubahan  tersebut  biasanya  ditujukan untuk repositioning produk di pasar Donnelly dan Linton, 2009.
Pengertian  rebranding  adalah  perubahan  identitas,  yang  harus  dilihat sebagai  sebuah  keputusan  strategis  dengan  rencana  yang  matang.Daly  dan
Moloney,2004. Rebranding dapat juga diartikan sebagai suatu proses pemberian nama  brand  baru  atau  identitas  baru  pada  produk  atau  jasa  yang  sudah  mapan
tanpa perubahan berarti dari manfaat yang ditawarkan oleh produk. Beberapa  hal  yang  dapat  menjadi  motivasi  dilakukannya  rebranding,
antara lain adalah : Lanjutan
Universitas Sumatera Utara
13 1. Terjadi merger, akuisisi, divestasi yang memungkinkan merek, logo atau slogan
tidak lagi sesuai. 2. Pergeseran pasar yang dikarenakan tindakan pesaing, munculnya pesaing baru,
maupun perubahan kondisi ekonomi dan hukum. 3.  Citra yang sudah kadaluarsa atau tidak sesuai lagi dengan perkembangan pasar.
4.  Munculnya fokus dan visi baru bagi perusahaan. 5.   Menjauhi  perusahaan dari lingkup  sosial  dan  moral  dan untuk   menampilkan
citra yang lebih bertanggung jawab sosial. Proses  rebranding  terdiri  atas  dua  tipe,  tipe  pertama  adalah  apabila
dalam  proses  rebranding  terjadi  penggantian  merek  yang  sudah  mapan  dengan merek  yang  baru  seperti  Sari  Puspa  menjadi  Soffell  dan  National  menjadi
Panasonic,  sedangkan  tipe  kedua  adalah  apabila  dalam  proses  rebranding  terjadi suatu  modifikasi  dari  merek  yang  sudah  mapan  seperti  Coco  Krispies  menjadi
Coco Pops dan produk minuman Nestle Quik menjadi Nesquik.
2.1.5      Faktor Perubahan Merek
Hal  ini  berhubungan  dengan  latar  belakang  perusahaan  yang  ingin melakukan  adaptasi  agar  lebih  eksis  terhadap  perubahan  lingkungan  bisnis  atau
untuk meningkatkan daya saing dalam era kompetitif. Beberapa hal yang biasanya menjadi dasar perubahan di antaranya:
1. Pergantian pemimpin
Pergantian pemimpin  sering  sekali juga  diikuti  dengan proses  rebranding sebagai  bentuk  pemberitahuan  pada  publik  internal  dan  eksternal  akan
adanya kepemimpinan yang baru dalam perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
14 2.
Krisis image Image
sebagai bentuk persepsi eksternal terhadap aktivitas yang dijalankan oleh  perusahaan  seringkali  harus  diubah  karena  adanya  krisis  yang
dihadapi  oleh  perusahaan.  Kasus  korupsi  1,7  triliun  yang  dihadapi  oleh BNI  pada  akhir  tahun  2004  membuat  pihak  manajemen  merasa  perlu
melakukan  rebranding  sebagai  upaya  untuk  menunjukkan  kepada  publik bahwa pihak manajemen telah melakukan perubahan dan lebih profesional
dalam melayani publik. 3.
Kejenuhan pasar Ada  saat  di  mana pasar  merasa jenuh  dengan  brand  image  yang  diusung
sebuah  produk  atau  perusahaan  yang  berdampak  pada  menurunnya penjualan.  Oleh  karena  itu,  perusahaan  perlu  melakukan  penyegaran
dengan melakukan rebranding. 4.         Visi baru perusahaan
Adanya  keinginan  untuk  memunculkan  satu  nilai  bersama  dari  beragam unit  bisnis  akan  melahirkan  sebuah  visi  baru.  MedcoEnergi  misalnya,
dengan  beragam  unit  bisnis  yang  dimiliki  dan  beragam  identitas  visual serta  sikap,  merasa  perlu  memunculkan  kesamaan  sikap  dan  rasa
kebersamaan  yang  berdampak  pada  perlunya  rebranding.  Di  tahap  awal prosesnya  rebranding  MedcoEnergi  berhubungan  dengan  perubahan  dan
penyatuan identitas visual, penyeragaman sistem penamaan unit bisnis dan penyamaan common values tata nilai bersama.
Universitas Sumatera Utara
15
2.1.6      Hasil Perubahan Merek
Implementasi  dari  proses  rebranding  yang  dijalankan  oleh  perusahaan biasanya berhubungan dengan tiga hal berikut:
1. Perubahan logo
Disebabkan  karena  logo  lama  dianggap  sudah  ketinggalan  jaman  atau terjadi kesalahan asosiasi brand. Apa yang dialami oleh PT Excelcomindo
di  mana  pelanggan lebih  mengasosiasikan  product brand Pro  XL dengan company  brand
PT  Excelcomindo  dikarenakan  pihak  manajemen  terlalu menonjolkan  product  brand,  sehingga  pelanggan  lebih  mengetahui
product brand dari pada company brand  dan  menganggap product brand
sebagai  company  brand.  Logo  baru  diharapkan  bisa  mengubah  asosiasi yang keliru terhadap product brand dan company brand.
2. Refreshment
logo Pada  prinsipnya  tidak  ada  perubahan  logo,  tapi  lebih  dimaksudkan  untuk
menyegarkan product brand atau company brand di benak pelanggan agar tetap  menjadi  top  of  mind.  Di  kalangan  karyawan  sendiri  diharapkan
adanya kegairahan atau  motivasi  dalam bekerja  sebagai  wujud komitmen refreshment
logo yang dilakukan. Positioning perusahaan perlu ditegaskan kepada  karyawan  agar  dampak  dari  refreshment  yang  dilakukan  bisa
dirasakan  oleh  seluruh  anggota  perusahaan  yang  akan  berimbas  pada aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan dan akan dipersepsi oleh publik
perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
16 3.        Perubahan visi
Visi  perusahaan  yang  baru  diharapkan  akan  lebih  mampu  beradaptasi terhadap  lingkungan  bisnis  yang  secara  konstan  akan  terus  berubah.
Indikator  seperti  perkembangan  teknologi  dan  liberalisasi  perdagangan harus dicermati agar perusahaan dapat senantiasa beradaptasi dengan baik.
Rebranding perusahaan  dalam  menyikapi  perubahan  ini  seringkali  akan
berimbas pada lahirnya visi perusahaan yang baru.
2.1.7 Definisi Loyalitas
Berikut  definisi  dari  terjemahan  loyalitas  customer  loyalty  menurut beberapa ahli.   Menurut Oliver 1997, antara lain : “Komitmen untuk  bertahan
secara mendalam dengan melakukan pembelian ulang atau berlangganan kembali dengan  produk  atau  jasa  terpilih  secara  konsisten  dimasa  yang  akan  datang,
meskipun pengaruh situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan perilaku”.
Sedangkan  Griffin  1995,  menyatakan  pendapatnya  tentang  loyalitas pelanggan  antara  lain  :  “Konsep  loyalitas  lebih  mengarah  kepada  prilaku
behaviour  dibandingkan  dengan  sikap  attitude  dan  seorang  konsumen  yang loyal akan memperlihatkan prilaku pembelian yang didefinisikan sebagai pembeli
yang  teratur  dan  diperlihatkan  sepanjang  waktu  oleh  beberapa  unit  pembuatan
keputusan”. 2.1.8
Brand Loyalty
Brand  loyalty loyalitas  terhadap  suatu  merek  didefinisikan  sebagai
tingkat  ketika  konsumen  memiliki  sikap  positif  terhadap  suatu  merek,  memiliki
Universitas Sumatera Utara
17 komitmen  dan  bermaksud  untuk  melanjutkan  pembelian  di  masa  yang  akan
datang Mowen, 1995 dalam Griffin. Loyalitas  merek  merupakan  ukuran  kedekatan    keterkaitan  pelanggan
pada  sebuah  merek.  Ukuran  ini  menggambarkan  tentang  mungkin  tidaknya konsumen  beralih  ke  merek  lain,  terutama  jika  merek  tersebut  mengalami
perubahan baik yang menyangkut harga ataupun atribut lainnya. Konsumen yang loyal  pada  umumnya  akan  melanjutkan  penggunaan  merek  tersebut,  walaupun
dihadapkan  dengan  banyak  alternatif  merek  produk  pesaing  yang  menawarkan karakteristik  produk  yang  lebih  unggul.  Beberapa  fungsi  yang  dapat  diberikan
oleh brand loyalty kepada perusahaan yaitu:
1.  Mengurangi biaya pemasaran. 2.  Meningkatkan perdagangan.
3.  Menarik minat pelanggan baru. 4.  Memberi waktu untuk merespon ancaman pesaing.
Branduality
Loyalitas  konsumen  terhadap  merek  terdiri  dari  lima  kategori  yang  memiliki tingkatan  loyalitas  mulai  dari  yang  paling  rendah  sampai  tertinggi  yang
membentuk piramida loyalitas merek. Adapun tingkatan loyalitas merek adalah : 1.
Konsumen yang berpindah-pindah Switcher Pembeli  yang  berada  pada  tingkat  ini  disebut  sebagai  pelanggan  yang
berada pada tingkat paling  dasar, dan juga  sama  sekali tidak loyal. Pembeli pada tingkat ini tidak  mau terikat  pada  merek apa  pun, karena karakteristik konsumen
yang  berada  pada  kategori  ini  pada  umumnya  adalah  mereka  yang  sensitif terhadap  harga.  Mereka  menganggap  bahwa  suatu  produk  apa  pun  mereknya
Universitas Sumatera Utara
18 dianggap  telah  memadai  serta  hanya  memiliki  peranan  yang  kecil  dalam
keputusan untuk membeli. 2.
Pembelian yang berdasarkan kebiasaan Habitual Buyer Pembeli  yang  berada  pada  tingkat  ini,  dikategorikan  sebagai  pembeli
yang  puas  dengan  merek  yang  telah  mereka  konsumsi.  Para  pembeli  tipe  ini memilih  merek  hanya  karena  faktor  kebiasaan.  Karakteristik  konsumen  yang
termasuk  dalam  kategori  ini  adalah  jarang  untuk  mengevaluasi  merek  lain. Sungkannya  konsumen  untuk  berpindah  ke  merek  lain  lebih  dikarenakan  sikap
mereka yang pasif. 3.
Pembeli yang puas dengan biaya peralihan Satisfied Buyer Pembeli  pada  tingkat  ini  dikategorikan  sebagai  pembeli  yang  puas
dengan  merek  yang  mereka  konsumsi,  namun  demikian  mungkin  saja  mereka memindahkan  pembelian  ke  merek  lain  dengan  menanggung  switch  cost  yang
terkait dengan waktu, uang, manfaat, ataupun resiko kinerja yang melekat dengan tindakan mereka dalam peralihan merek.
4. Pembeli yang menyukai merek Liking the Brand
Pada  tingkat  ini,  konsumen  sungguh-sungguh  menyukai  merek.  Pada tingkat  ini  dijumpai  perasaan  emosional  yang  terkait  pada  merek.  Preferensi
mereka  dilandaskan  pada  suatu  asosiasi,  seperti  simbol,  rangkaian  pengalaman dalam menggunakan merek produk.
5. Pembeli yang setia Committed Buyer
Pada  tingkatan  ini  pembeli  merupakan  pelanggan  yang  setia.  Mereka memiliki  suatu kebanggaan  sebagai  pengguna  suatu  merek  Bahkan  merek  sudah
Universitas Sumatera Utara
19 menjadi  suatu  hal  yang  sangat  penting  bagi  mereka,  baik  karena  fungsi
operasional  maupun  emosional  dalam  mengekspresikan  jati  diri.  Salah  satu aktualisasi  loyalitas  konsumen  pada  tingkat  ini  ditunjukan  dengan  tindakan
merekomendasikan  dan  mempromosikan  merek  tersebut  pada  pihak  lain.  Upaya perusahaan  untuk  meningkatkan  ekuitas  merek  yang  dimiliki  dapat  dijadikan
landasan  dari  program  pemasaran  yang  sukses.  Setiap  perusahaan,  apapun  jenis usahanya,  dipastikan  selalu  sangat  bergantung  dengan  kesetiaan  konsumen
terhadap merek.
Committed Buyer Liking the Brand
Satisfied Buyer Habitual Buyer
Switcher
Sumber : Aaker dalam Durianto 2004
Gambar  2.1 Piramida Brand Loyalty Loyalitas Merek
Menurut Griffin 1995, ada tujuh tahap loyalitas, yaitu :
1. Suspect
Meliputi  semua  orang  yang  mungkin  akan  membeli  barang  atau  jasa perusahaan.  Pada  hal  ini  konsumen  akan  membeli  tetapi  belum  mengetahui
mengenai perusahaan dan barang atau jasa yang ditawarkan.
Universitas Sumatera Utara
20 2.
Prospect Orang-orang  yang  memiliki  kebutuhan  barang  atau  jasa  tertentu  dan
mempunyai  kemampuan  untuk  membelinya.  Pada  tahap  ini  konsumen  belum melakukan pembelian, tetapi telah mengetahui keberadaan perusahaan dan barang
atau jasa yang ditawarkan, karena seseorang telah merekomendasikan barang atau jasa tersebut padanya.
3. Disqualified Prospect
Orang  yang  telah  mengetahui  barang  atau  jasa  tertentu,  tetapi  tidak mempunyai  kebutuhan  akan  barang  atau  jasa  tersebut,  atau  tidak  mempunyai
kemampuan untuk membeli barang atau jasa tersebut. 4.
First Time Customer Konsumen  yang  membeli  untuk  yang  pertama  kalinya.  Pembelian  ini
masih menjadi konsumen pembelian biasa dari barang atau jasa pesaing. 5.
Repeat Customer Konsumen yang telah melakukan pembelian suatu produk sebanyak dua
kali atau lebih. Konsumen ini adalah yang melakukan pembelian atas produk yang sama sebanyak dua kali atau membeli dua macam produk yang berbeda dalam dua
kesempatan yang berbeda pula. 6.
Clients Membeli  semua  barang  atau  jasa  yang  ditawarkan  yang  mereka
butuhkan, hubungan dengan konsumen ini sudah kuat dan berlangsung lama, yang membuat mereka tidak terpengaruh oleh tarikan produk atau pelanggan pesaing.
Universitas Sumatera Utara
21 7.
Advocates Layaknya  klien,  advocates  membeli  seluruh  barang  atau  jasa  yang
ditawarkan  dan  dibutuhkan,  serta  melakukan  pembelian  secara  teratur.  Sebagai tambahan,  mereka  mendorong  orang  luar  untuk  membeli  barang  atau  jasa
tersebut. 8.
Partners Merupakan  bentuk  hubungan  yang  paling  kuat  antara  pelanggan  dengan
perusahaan dan berlangsung secara terus menerus karena kedua pihak melihatnya sebagai hubungan yang saling menguntungkan win-win solution.
Menurut Oliver 1997, ada empat tahap loyalitas antara lain : 1.
Loyalitas berdasarkan kesadaran Cognitive loyalty Pada  tahap  pertama  loyalitas  ini,  informasi  utama  suatu  produk  atau  jasa
menjadi  faktor  penentu,  tahap  ini  berdasarkan  pada  kesadaran  dan  harapan konsumen.  Namun  bentuk  kesetiaan  ini  kurang  kuat  karena  konsumen  mudah
beralih kepada  produk atau jasa yang  lain jika  memberikan  informasi  yang  lebih menarik.
2. Loyalitas berdasarkan pengaruh Affective loyalty
Pada  tahap  ini  loyalitas  mempunyai  kedudukan  pengaruh  yang  kuat  baik dalam prilaku maupun sebagai komponen yang mempengaruhi kepuasan. Kondisi
sangat sulit dihilangkan karena kesetiaan sudah tertanam dalam pikiran konsumen bukan hanya sebagai kesadaran atau harapan.
3. Loyalitas berdasarkan komitmen Corative loyalty
Universitas Sumatera Utara
22 Tahap  loyalitas  ini  mengandung  komitmen  perilaku  yang  tinggi  untuk
melakukan pembelian produk atau jasa. Hasrat untuk melakukan pembelian ulang atau  bersikap  loyal  merupakan  tindakan  yang  dapat  diantisipasi  namun  tidak
disadari. 4.
Loyalitas dalam bentuk tindakan Action loyalty Tahap  ini  merupakan  tahap  terakhir  dari  kesetiaan,  pada  tahap  ini
diawali  suatu keinginan yang disertai  motivasi,  selanjutnya diikuti oleh  siapapun untuk  bertindak  dan  keinginan  untuk  mengatasi  seluruh  hambatan  untuk
melakukan tindakan.
Menurut Hill dalam Griffin 2005 membagi tahapan loyalitas pelanggan
menjadi  enam  tahap  mulai  dari  suspect  sampai pada tahap  partner. Di  bawah ini akan digambarkan mengenai piramida tahapan loyalitas pelanggan tersebut.
 Profit Starts Here keuntungan dimulai disini
Gambar 2.2. Piramida tahap-tahap loyalitas pelanggan Sumber : Griffin 2005
Suspect Prospect
Customer Clients
Advocare Partner
Universitas Sumatera Utara
23
2.1.9 Loyalitas Konsumen
Oliver  dalam  Griffin  2005,  mengungkapkan  definisi  loyalitas konsumen adalah  sebagai  berikut:
“ Customer loyalty is deefly held commitment to  rebuy or  repatronize  a preferred product  or  service  consistenly  in  the  future,
despite  situational  influence  and  marketing efforts  having  the  potential  to  cause switching  behavior  ”.  Uraian  definisi  di  atas  menjelaskan  bahwa  loyalitas
konsumen  adalah  suatu  komitmen  dari  konsumen  untuk  bertahan  secara mendalam  agar  mengkonsumsi  kembali  atau  melakukan  pembelian  ulang  suatu
produk  dan  jasa  yang  terpilih  secara  konsisten  dimasa  yang  akan  datang, meskipun pengaruh  situasi dan usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk
menyebabkan perubahan perilaku. Menurut  Sumarwan  2003,  konsumen  yang  merasa  puas  terhadap
produk  dan  merek  yang  dikonsumsi  atau  dipakai  akan  membeli  ulang  produk tersebut.  Jika  pembelian  ulang  tersebut  dilakukan  secara  terus-menerus,  maka
inilah yang dikatakan sebagai loyalitas konsumen. Dick  dan  Basu  dalam  Tjiptono  2005,  menyatakan  bahwa  ada  empat
jenis loyalitas konsumen yang berbeda dan muncul apabila keterikatan rendah dan tinggi  diklasifikasi  silang  dengan  pola  pembelian  ulang  yang  rendah  dan  tinggi.
Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Universitas Sumatera Utara
24
Tabel 2.3 Keterikatan Relatif
Tinggi Rendah
Tinggi Loyalitas Premium
Loyalitas Tersembunyi Rendah
Loyalitas Lemah Tanpa Loyalitas
Sumber: Tjiptono 2005
1. Tanpa Loyalitas No Loyalty
Tanpa loyalitas terjadi bila tingkat keterikatan dan perilaku pembelian ulang konsumen yang sama-sama lemah, sehingga loyalitas tidak terbentuk. Ada dua
kemungkinan  penyebab.  Pertama,  sikap  yang  lemah  mendekati  netral  dapat terjadi  jika  suatu  produk  dan  jasa  baru  diperkenalkan  dan  atau  pemasarnya
tidak  mampu  mengkomunikasikan  keunggulan  unik  produknya.  Penyebab kedua  berkaitan  dengan  dinamika  pasar,  dimana  merek-merek  yang
berkompetisi dipersepsikan serupa atau sama.
2.  Loyalitas Lemah Spurious Loyalty
Tingkat  keterikatan  yang  rendah  bila  digabung  dengan  perilaku  pembelian berulang  yang  tinggi  akan  menghasilkan  loyalitas  lemah.  Konsumen  ini
biasanya  membeli  karena  adanya  faktor  kebiasaan.  Hal  ini  termasuk  jenis pembelian  ”karena  konsumen  selalu  menggunakannya”  atau  ”karena  sudah
terbiasa”. Pembeli ini merasakan tingkat kepuasan tertentu dengan perusahaan atau minimal tiada ketidakpuasan yang nyata. Loyalitas jenis ini paling umum
terjadi pada produk yang sering dibeli.
Universitas Sumatera Utara
25
3.  Loyalitas Tersembunyi Latent Loyalty
Tingkat preferensi yang relatif tinggi bila digabung dengan perilaku pembelian berulang yang rendah akan menunjukan loyalitas tersembunyi. Bila konsumen
memiliki  loyalitas  tersembunyi,  pengaruh  situasi  dan  bukan  pengaruh  sikap yang akan  menentukan pembelian  berulang. Dengan  memahami  faktor  situasi
yang berkontribusi pada loyalitas tersembunyi, perusahaan dapat menggunakan berbagai strategi untuk mengatasinya.
4.  Loyalitas Premium Premium Loyalty
Loyalitas  premium  merupakan  jenis  loyalitas  yang  paling  dapat  ditingkatkan. Loyalitas  ini  terjadi  bila  ada  tingkat  keterikatan  yang  tinggi  dan  perilaku
pembelian berulang yang juga tinggi. Ini merupakan jenis loyalitas yang paling diharapkan  oleh  setiap  perusahaan.  Pada  tingkat  preferensi  yang  paling  tinggi
tersebut,  konsumen  akan  merasa  bangga  apabila  mengkonsumsi  atau menggunakan  produk  tertentu  yang  disertai  dengan  pola  pembelian  berulang
secara  konsisten.  Konsumen  juga  akan  merasa  senang  dalam  membagi pengetahuan tentang produk tersebut kepada rekan dan keluarga mereka.
2.2 Kerangka Konseptual
Teori  penghubung  antara  perubahan  merek  dengan  loyalitas  konsumen
dikutip dari Rangkuti 2002
yang mengatakan: “Apabila konsumen beranggapan bahwa  merek  tertentu  secara  fisik  berbeda  dari  merek  pesaing,  citra  merek
tersebut akan melekat secara terus menerus sehingga dapat membentuk kesetiaan terhadap merek tertentu yang disebut dengan loyalitas merek”.
Universitas Sumatera Utara
26 Dalam  banyak  hal,  sikap terhadap  merek tertentu  sering  mempengaruhi
apakah  konsumen  akan  loyal  atau  tidak.  Persepsi  yang  baik  dan  kepercayaan konsumen akan suatu merek tertentu akan menciptakan minat beli konsumen dan
bahkan  meningkatkan loyalitas konsumen  terhadap produk tertentu.  Berdasarkan latar belakang dan uraian di atas maka dapat ditarik kerangka konseptual sebagai
berikut:
Sumber : Aaker 2003 data diolah
Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
Hubungan  perubahan  merek  dengan  loyalitas  konsumen  adalah  dimana perubahan merek yang dilakukan  disini bukan karena merek tersebut telah usang
dipasaran  melainkan    untuk  menjadikan  merek  tersebut  secara  global  ,  sehingga membuat  kayakinan  dan  pengakuan  kosumen  terhadap  merek  tersebut  semakin
meningkat, dengan meningkatnya keyakinan konsumen maka mereka akan  loyal
terhadap merek tersebut. 2.3
Penelitian Terdahulu
Ulfathul  Arzia  2007  melakukan  penelitian  dengan  judul  “Analisis Pengaruh  Rebranding  Terhadap  Brand  Equity  Air  Conditioner  AC
PANASONIC”.  Penelitian  tersebut  bertujuan  untuk    mengetahui  brand  equity AC  Panasonic  dibandingkan  merek  AC  lain  pasca  rebranding.  Hasil  penelitian
menunjukkan  bahwa  Brand  Equity  yang  dimiliki  AC  Panasonic  tergolong  baik pasca rebranding.
Perubahan Merek X
Loyalitas Konsumen Y
Universitas Sumatera Utara
27
2.4 Hipotesis