sumber stres. Ketiga, dukungan emosional dari yang lain dapat secara
langsung membantu mengurangi stres. Berikut disajikan gambar strategi manajemen stres itu.
Gambar 1. Strategi Manajemen Stres
2.5 Proses Kerja di Sekolah Luar Biasa
Sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal, secara sistematis merencanakan bermacam-macam lingkungan, yakni lingkungan pendidikan yang
menyediakan berbagai kesempatan bagi peserta didik untuk melakukan berbagai kegiatan belajar. Lingkungan tersebut disusun dan ditata dalam suatu kurikulum,
yang pada gilirannya dilaksanakan dalam bentuk proses pembelajaran Hamalik, 2007.
Sekolah Luar Biasa adalah suatu lembaga pendidikan untuk anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
Remove the Stressor
withdraw from the
stressor
change stress perception
control stres consequences
Receive social support
Stres Management
Strategis
Universitas Sumatera Utara
menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam SLB antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras,
kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak dengan gangguan kesehatan. istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak cacat. Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, SLB Sekolah Luar Biasa memerlukan bentuk pelayanan pendidikan khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan
potensi mereka, contohnya bagi tunanetra mereka memerlukan modifikasi teks bacaan menjadi tulisan Braille dan tunarungu berkomunikasi menggunakan
bahasa isyarat Tarigan, 2015. Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak dapat
dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat kita saksikan. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya
gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Dalam proses kerja guru terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat diaplikasikan ke siswa. Metode yang
dapat digunakan adalah metode demonstrasi, metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan kepada siswa
tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekadar tiruan Sanjaya, 2006.
Dalam pasal 1 ayat 1 Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Guru sebagai tenaga
professional berfungsi meningkatkan martabat dan peran guru sebagai agen
Universitas Sumatera Utara
pembelajaran untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional Aqib dan Rohmanto, 2007. Dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun
2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 32 ayat 1 pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, danatau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Menurut Tarigan 2015 yang mengutip pendapat Petrayuna, setiap profesi memuat tanggung jawab,kewajiban dan tugas yang berbeda-beda. Kewajiban
seorang guru dalam kelas adalah : 1.
Bersikap terbuka dan transparan, sehingga memungkinkan terjalinnya keterusterangan dan kejujuran antara guru dan murid.
2. Bersikap penuh perhatian, sehingga antara guru dan murid dapat saling
menghargai. 3.
Adanya saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara guru dan murid.
4. Keterpisahan,
untuk memungkinkan
guru dan
murid menumbuhkembangkan keunikan, kreativitas dan individualitas masing-
masing. 5.
Dapat memenuhi kebutuhan bersama, sehingga tidak ada pinak yang dikorbankan untuk memenuhi kebutuhan pihak lain.
Lubis 2014 menyatakan mendidik anak yang autis merupakan perjuangan keras yang dilakukan guru atau orang tua, hal ini akan lebih menantang lagi jika
yang mendidik dan menghadapi tidak mempunyai pengalaman dan pengetahuan
Universitas Sumatera Utara
khusus tentang autis. Anak autis dapat menjalani kehidupan secara normal jika ada pendidikan khusus serta penanganan mengajar yang sesuai. Proses kerja guru
dalam menghadapi anak autis itu sendiri dilakukan dengan : 1.
Rutinitas maksimal tidak berubah-ubah Berbeda dengan orang-orang normal pada umumnya, tentu akan ada rasa
jenuh jika dihadapkan dengan cara atau metode yang terus menerus sama. Bagi anak autis variasi berbeda-beda menjadi kejenuhan bagi mereka,
mereka lebih suka dengan rutinitas yang sama dengan kebiasaan berulang- ulang. Hal ini disebabkan daya tangkap dan daya ingat yang tidak wajar
pada anak autis, sehingga kebiasaan yang berulang-ulang merupakan metode tepat untuk mendidik dan menghadapi mereka.
2. Tidak membuat modifikasi jadwal perubahan jadwal
Jika anak autis diberi makan pada pukul 07.00 untuk sarapan pagi dan jadwal bermain pukul 09.00 pagi, maka jangan pernah merubah jadwal
tersebut. Jika hal itu dilakukan akan membuat daya ingat anak tidak meningkat sehingga pola pengajaran tidak tercapai pada tujuannya.
3. Pilihlah gaya belajar yang tepat
Beberapa anak kemungkinan cepat dalam menangkap informasi melalui pendengaran, namun terkadang hal itu tidak akan sama dengan semua anak.
Pada dasarnya panca indera yang digunakan anak lebih dekat dengan media visual atau gambar sebagai penghantar pembelajaran. Sebagai guru dan
orang tua hendaknya cerdas dalam menentukan metode dan gaya belajar yang tepat sesuai dengan karakter anak-anak mereka. Hal ini karena anak
Universitas Sumatera Utara
autis lebih cenderung kehilangan minat apabila mereka tidak mengerti apa yang harus dipahami dan dikerjakan walau hanya sekadar memakai baju dan
celana. 4.
Gunakan bahasa sederhana, singkat, tepat dan mudah Tidak bisa disamakan antara anak yang normal dengan anak autis, anak autis
memahami makna ucapan hanya dengan rentetan kalimat terbatas. Maka dari itu gunakan gaya bahasa yang tepat, singkat dan mudah dipahami.
Jangan terlalu menggunakan ucapan dengan kalimat panjang yang hanya akan membuat bingung anak autis saat mereka berusaha memahaminya.
5. Tampilkan objek yang menarik perhatian
Anak autis cenderung mempunyai mainan khusus yang mereka sukai, maka dari itulah anda harus cerdas untuk menggunakan media mainan tersebut
sebagai objek pembelajaran. Jika mainan anak autis yang disukai berupa robot, mungkin anda dapat bercerita tentang kisah-kisah yang terkait dengan
hal itu.
2.6 Autisme