Peranan Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan Dalam Memberikan Kegiatan Pembelajaran Keterampilan Bagi Penyandang Tuna Grahita

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandirukminto. 2013. Kesejahteraan Sosial (pekerjaan sosial, pembangunan sosial, dan kajian pembangunan). Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Arikunto, Suharsimi. 2000. ProsedurPenelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Astati. 2001. Persiapan Penyandang Tunagrahita. Bandung: CV. Fajar Pustaka Baru.

Chaniago. 1981. Memelihara Kelestarian Lingkungan Hidup. Jakarta: Angkasa. Efendi, Mohammad. 2006. PengantarPsikopedagogik Anak Berkelainan, Jakarta:

PT. Bumi Aksara.

Idrus, Muhammad. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta: PT Gelora Aksara Pratama.

Lumbantobing, S.M. 2006. Anak Dengan Mental Terbelakang, Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Majid, Abdul. 2008. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial (Pedoman Praktis Penelitian

Bidang Ilmu-ilmu Sosial dan Kesehatan). Medan: Grasindo Monoratama.

Silalahi, Ulber. 2009. Metode Penelitian Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama. Soekanto Soerjono. 2002. Sosisologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. Somantri, T. Sutjihati, 2007. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT. Refika

Aditama.

Suyanto. 2011. Metode penelitian Sosial: Berbagi Altrenatif Pendekatan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Suyono, Haryanto. 2013. Pemberdayaan Masyarakat Di Era Global. Bandung: Alfabeta.

Suharto, Edi. 2007. Pekerjaan Sosial di Dunia Industri (Memperkuat

Tanggungjawab Sosial Perusahaan). Jakarta: PT. Refika Aditama.

Syah, Muhibbin. 2005. PsikologiBelajar. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Undang-UndangNomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenaga kerjaan.


(2)

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. SUMBER LAIN

http://database.depsos.go.id/modules.php?name=pmks, diakses 01 September 2013 pukul 10.05 wib.

http://fpsi.mercubuanayogya.ac.id/wpcontent/uploads/2012/06/Agustus2010Trian aNoor-Edwina.pdf, diakses 17 september 2013 pukul 07.00 wib)

Armiwulan, Hesti. 2010. http://edisicetak.joglosemar.co/berita/memanusiakan-kaum-difabel-30606.html, diakses 08 September 2013 pukul 20.00 wib. Ali M, dkk.

http://file.upi.edu/direktori/fip/jur-pend-luar-biasa/194808011974032-astati/bahan-ajar-kemandirian.pdf, diakses 5 Agustus 2013 pukul 09.00 wib.

Azwin, HadiFawzie. http://getmyhope.wordpress.com/2010/04/23/anak-berkebutuhan-khusus-di-indonesia, diakses 4 Juli 2013 pukul 11.00 wib. file:///D:/LOVE/TEORITEORI%20SOSIOLOGI%20%20TEORI%20PERANAN

.htm

http://file.upi.edu/Direktori.fip/jur.pend.luarbiasa/195706131985031mamanabdur ahmansaepul r/mengenalankluarbiasa.pdf. diakses 7 Agustus 2013 pukul 11.00 wib

http://repository.usu.ac.id/bitsream/123456789/31904/3/chapter%20II.pdf, diakses 14 Agustus 2013, pukul 07.30wib

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15674/1/pkm-jan

apr2006%20%286%29.pdfdiakses 17 September 2013 pukul 07.30 wib http://eprints.uny.ac.id/8676/2/bab%201%20-%20%2007103244009.pdf,

diaksespadatanggal 27 September 2013 pukul 11.00 wib

http://safnowandi.wordpress.com/2012/11/15/pembelajaran-keterampilan-proses/ Nimas.http://rehsos.depsos.go.id,diakses 28 Agustus 2013 pukul 18.15 wib. Permadi.

http://ppcisulsel.blogspot.com/2009/12/informasi-pelayanan-pendidikan-bagi.html, diakses 3 September 2013 pukul 20.10 wib.

Purwadarminta.2012. http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/487/jbptunikompp-gdl-herinugrah-24326-2-babii.pdf, diakses 29 Juli 2013 pukul 14.05 wib.


(3)

Suyono, Heryanto. http://www.dniks.org/index.php?optionpenyandang-tuna-grahita, diakses 13 Juli 2013 pukul 11.00 wib.

ZahrinPilliang. 2013. http://www.koran-sindo.com/node/297803, diakses 10 desember 2013 pukul 11.18 wib


(4)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tipe Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan obyek dan fenomena yang diteliti. Termasuk didalamnya bagaimana unsur-unsur yang ada dalam variable penelitian itu berinteraksi satu sama lain dan apa pula produk interaksi yang berlangsung (Siagian 2011 : 52).

Jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Penelitian deskriptif melakukan penggambaran secara mendalam tentang situasi atau proses yang diteliti. Penelitian deskriptif akan membuat gambaran kondisi secara menyeluruh tentang bagaimana Peranan Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT. SLB-E) Negeri Pembina Medan dalam memberikan kegiatan pembelajaran keterampilan bagi penyandang tuna grahita.

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Unit Pelaksana Teknis (UPT. SLB-E) Negeri Pembina Medan yang beralamat di Jalan Karya Ujung-Helvetia Timur, Medan-Helvetia. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut adalah karena Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT. SLB-E) Negeri Pembina Medan merupakan satu-satunya Lembaga Pendidikan Sekolah Luar Biasa yang bernaung langsung dibawah pengawasan Pemerintah Tingkat Provinsi dan memiliki kelas keterampilan yang


(5)

disediakan dengan maksud mengembangkan potensi keterampilan yang dimiliki penyandang Tuna Grahita, maka dari itu peneliti tertarik untuk mendapatkan gambaran secara langsung bagaimana peranan Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT. SLB-E) Negeri Pembina Medan dalam meningkatkan keterampilan penyandang tuna rahita melalui kelas keterampilannya.

3.3 Populasi dan Sampel

Istilah populasi sangat popular dalam penelitian. Secara sederhana populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan obyek, benda, peristiwa, ataupun individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian. Berdasarkan pengertian ini dapat dipahami bahwa mengenal populasi termasuk langkah awal dan penting dalam proses penelitian (Siagian, 2011 : 155). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa penyandang tunagrahita yang mengikuti pembelajaran keterampilan yang diberikan oleh Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT. SLB-E) Negeri Pembina Medan yang berjumlah 33 peserta didik. Berhubung jumlah populasi dalam penelitian kurang dari 100, maka semua siswa yang berjumlah 33 orang. Data untuk mendukung informasi dari 33 responden diperoleh dan disertakan informan berasal dari para orang tua dan guru pendamping mengingat keterbatasan yang disandang responden.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Perolehan data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:


(6)

1. Studi kepustakaan, yaitu teknik pengumpulan data dan informasi dengan mempelajari dan menelaah buku, surat kabar dan bentuk tulisan lainnya yang ada relevansinya dengan masalah yang diteliti.

2. Studi lapangan, yaitu pengumpulan data atau informasi melalui kegiatan penelitian langsung turun ke lokasi penelitian untuk mencari fakta-fakta yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Dengan demikian, instrument penelitian disini adalah alat-alat yang digunakan dalam rangka studi lapangan yang dalam penelitian sosial dikenal tiga jenis, yaitu :

a. Observasi, yaitu pengamatan langsung terhadap objek dan fenomena yang berkaitan dengan penelitian.

b. Wawancara, yaitu percakapan atau tanya jawab yang dilakukan peneliti dengan subyek penelitian dalam memperoleh data atau informasi yang diperlukan dalam penelitian.

c. Kuesioner, yaitu kegiatan pengumpulan data dengan cara menyebar daftar pertanyaan untuk dijawab subyek peneliti sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian (Siagian, 2011 : 207).

3.5 Teknik Analisa Data

Setelah pengumpulan data, langkah selanjutnya adalah penggolongan data atau analisa data. Proses penggolongan data atau analisis data tergolong merupakan suatu proses yang cukup panjang. Langkah awal pengolahan data adalah memahami, mempelajari, dan mendalami permasalahan atas jawaban responden. Analisis data


(7)

adalah proses menjadikan data memberikan pesan kepada pembaca. Melalui analisis data, maka data yang diperoleh tidak lagi diam, melainkan “berbicara”. Analisis data menjadikan data tersebut mengeluarkan maknanya (Siagian, 2011 : 223).

Teknik analisa data yang digunakan adalah teknik analisa deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan pada data kualitas objek penelitian, yaitu ukuran data berupa non angka, tetapi merupakan satuan kualitas (misal : istimewa, baik, buruk, tinggi, rendah, sedang) atau juga serangkaian informasi verbal dan nonverbal yang disampaikan informan kepada peneliti untuk menjelaskan perilaku ataupun peristiwa yang sedang menjadi focus penelitian (Idrus, 2009 : 84). pendekatan kualitatif juga memunculkan segi alamiah, apa adanya wajar tanpa manipulasi atau dikonotasikan, sehingga pada penelitian ini tidak mengutamakan hasil yang diperoleh akan tetapi proses pelaksanaan yang lebih ditekankan merujuk.


(8)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Sejarah dan Lokasi SLB-E Negeri Pembina Medan

SLB-E Negeri Pembina Medan mulai berdiri dari tahun 1983 dan diresmikan pada tanggal 14 Maret 1986 oleh Bapak Dirjen Dikdasmen. Sekolah yang terletak di Jalan Karya Ujung, Helvetia Timur, Medan ini dibangun di atas areal seluas 2,5 Ha yang terdiri dari TKLB, SDLB, SMPLB, dan SMALB. SLB-E Negeri Pembina merupakan bagian dari Pendidikan Khusus (PK) dan Pendidikan layanan Khusus (PLK) di wilayah Sumatera Utara yang dibentuk sebagai sumber pengembangan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dan anak yang memerlukan pendidikan layanan khusus.

SLB-E Negeri Pembina Medan dalam proses pendidikannya diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus meliputi: tunanetra (gangguan penglihatan), tunarungu (gangguan pendengaran), tunagrahita (gangguan intelektual), tunadaksa (gangguan gerak anggota tubuh), tunawicara (gangguan berbicara), tunalaras (gangguan perilaku dan emosi) dan autis.

4.1.2. Visi dan Misi SLB-E Negeri Pembina Medan a. Visi SLB-E Negeri Pembina Medan


(9)

“Mewujudkan pelayanan yang optimal bagi anak yang berkebutuhan khusus sehingga dapat berkreasi, berprestasi, mandiri, mengatasi hidupnya berdasar pada nilai budaya dan agama.”

b. Misi SLB-E Negeri Pembina Medan

a. Meningkatkan mutu pendidikan sesuai dengan tuntutan masyarakat dan perkembangan IPTEK dengan melaksanakan kegiatan pembelajaran secara efektif dan efisien serta mengaktifkan dan meningkatkan kegiatan penerapan disiplin sekolah dan tata tertib sekolah.

b. Meningkatkan prestasi dalam bidang ekstrakurikuler sesuai dengan potensi yang dimiliki.

c. Mengaktifkan kegiatan keagamaan, kegiatan bimbingan konseling, kegiatan pelayanan perpustakaan dan laboratorium.

d. Mengupayakan terciptanya sikap rindu datang ke sekolah bagi semua warga sekolah pada setiap hari belajar dan bekerja.

e. Menyelenggarakan program pendidikan yang senantiasa berakar pada sistem nilai, adat istiadat, agama dan budaya masyarakat yang berkembang dengan tetap mengedepankan dan mengikuti perkembangan dunia.

4.1.3. Ketenagaan SLB-E Negeri Pembina Medan

Ketenagaan di SLB-E Negeri Pembina Medan berjumlah 64 orang, adapun pembagiannya adalah sebagai berikut:

1. Kepala Sekolah 2. Wakil Kepala Sekolah


(10)

3. Bendahara 4. PKS 5. Guru 6. Tata Usaha 7. Cleaning Service 8. Keamanan

4.1.4. Fasilitas SLB-E Negeri Pembina Medan

SLB-E Negeri Pembina Medan memiliki fasilitas-fasilitas yang diperlukan dalam menangani anak-anak berkebutuhan khusus antara lain:

1. Ruang Kelas

2. Ruang Keterampilan

3. Ruang Terapi Fisik dan Artikulasi 4. Bengkel Kerja

5. Ruang ICT

6. Ruang Kedap Suara 7. Gymnasium

8. Lapangan Olahraga 9. Perpustakaan 10. Kantin

11. Aula serbaguna 12. Asrama


(11)

14. Taman Bermain

15. Beasiswa bagi siswa berprestasi dan kurang mampu

4.1.5. Proses Belajar-Mengajar di SLB-E Negeri Pembina Medan

Proses Belajar-Mengajar di SLB-E Negeri Pembina Medan sama halnya seperti sekolah umum yang lain berlangsung dari hari Senin hingga Sabtu, hanya saja waktunya lebih singkat. Waktu belajar di SLB-E Negeri Pembina Medan dimulai dari pukul 07.45-11.00 untuk murid tingkat SD dan 07.45-12.30 untuk murid tingkat SMP dan SMA.

Berbeda dengan guru di sekolah umum yang hanya mengajarkan mata pelajaran wajib dan muatan lokal, guru di SLB juga harus mengajarkan pengembangan diri dan Program Khusus Bina Pribadi dan Sosial sesuai dengan kebutuhan anak didik. Pengembangan diri bertujuan memberi kesempatan kepada anak didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan bakat dan minat dengan cara mengajarkan keterampilan kepada anak didik. Adapun keterampilan-keterampilan yang diajarkan pada pengembangan diri yaitu: tataboga, tatabusana, pertamanan, perikanan, musik, otomotif, las, perkayuan, tari, acupressure.


(12)

Yulva Hanoum

Conblock Ramadhan, ST STRUKTUR ORGANISASI UPT SLB E NEGERI PEMBINA

TINGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

KTU

Sub Bagian Umum

Sub Bagian Kepegawaian Dan Keuangan

Siswa/Siswi TK LB, SMP LB, SMA LB, Tuna Netra, Grahita, Rungu,Ganda,Autis. Guru Mata Pelajaran

Guru Kelas

Nurzannah S,pd Hantaran Pertanian

Adang Saputra S,pd

Wilhamini S,pd.I Florist/Handy Craft Tukang Perkayuan

Ilhamdi S,pd

Desmalina P S, SKM UKS Manajemen Pemasaran

Nelli S Sinaga, S.pd

Kimom, S.Pd.I Perikanan Percetakan

Fitriyani Ginting, S.pd

Toni Gohan Uli P, SE Las Tata Boga

Rahmayani, S.pd Tri Lisia Ulfani, S.pd

Kecantikan Tata Busana Erfina Gultom,S.Pd

Nurazizah S.Kom ICT Otomotif

Jasanta Y ginting S.pd Manajer Keterampilan Krismaro Siallagan, S.Pd

Autis Fariyeni,S.pd Koordinator Torianto, S.Pd Tuna Grahita Purwanti, S.Pd Tuna Rungu/Wicara

Fransiskus Sitepu, S.Pd Tuna Ganda Hari Eko N, S.Pd

Tuna Netra

Hotner H Sinaga Azriadi, S.Pd Perpustakaan

Ade Suarmizal, S.pd Laboratorium Hari Eko Narwati, S.Pd

Asrama Urusan Kurikulum

Supardi Yulianto, S.Pd

Urusan Humas Azhar, S.Pd Urusan Sarana Prasarana

Drs Komaruddin Urusan Kesiswaan

Siti N Tarigan, S.Pd Wakil Kepala Sekolah

Komite Sekolah Tim Ahli Unit Pendukung SAROSO, S.Pd Kepala Sekolah Dinas Pendidikan Provinsi Sumatera utara Direktorat Pemnbina PK-LK 4.1.6. Struktur Organisasi


(13)

BAB V ANALISA DATA

Dari hasil penelitian yang dilakukan, penulis akan menganalisa data – data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data dan penyebaran angket kepada responden, sebanyak 33 orang responden yang merupakan orang tua, keluarga dan guru pendamping dari anak tuna grahita yang mengikuti program pembinaan dan

pendidikan anak di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E ) Negeri Pembina Medan dan menghubungkan data dengan teknik

analisa data yang digunakan penulis yakni teknik analisis deskriptif kualitatif. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan cara :

1.Terlebih dahulu peneliti meminta ijin kepada pihak lembaga yang bertanggung jawab dan menjelaskan maksud kedatangan ke Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E ) Negeri Pembina Medan

2.Peneliti memperkenalkan diri kepada responden yang merupakan orang tua atau keluarga dan guru pendamping dari anak tuna grahita dan menjelaskan mengapa mereka yang dipilih sebagai responden dalam penelitian

3.Memberikan pengarahan dan menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya pengisian kuesioner dan cara - cara pengisian kuesioner

4.Peneliti membimbing setiap responden yang mengalami kesulitan dalam mengisi kuesioner.


(14)

Pembahasan data dalam penelitian ini dilakukan peneliti dengan membagi dalam dua sub bab agar penelitian tersusun secara sistematis, yaitu :

1. Karakteristik responden meliputi status responden dalam populasi, usia, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan terakhir dan pekerjaan

2. Peranan pelaksanaan program pembinaan dan pendidikan dalam memberikan kegiatan pembelajaran keterampilan bagi anak penyandang tuna grahita di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E ) Negeri Pembina Medan.

5.1 Karateristik Responden 5.1.1 Umur

Tabel 5.1

Distribusi responden berdasarkan umur

No Kategori Frekuensi(F) Persentase(%) 1

2 3 4

14 – 18 19 – 22 23 – 27 28 – 32

10 18 4 1

30,3 54,5 12,1 3,1

Jumlah 33 100


(15)

Data hasil pada tabel 5.1 dapat diketahui bahwa mayoritas responden berumur 19 – 22 tahun atau sebesar 54,5%, sebanyak 30,3% atau 10 responden berumur 14 – 18 tahun, 4 responden atau 12,1 % berumur 23 – 27 tahun dan satu orang responden atau 3,1 % berumur 28 – 32 tahun.

5.1.2 Jenis Kelamin

Tabel 5.2

Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin No Kategori Frekuensi(F) Persentase(%)

1 2

Laki –laki Perempuan

11 22

33,3 66,7

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.2 dapat diketahui bahwa mayoritas responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 22 orang atau 66,7%. Sedangkan sebanyak 11 orang atau 33,35 berjenis kelamin laki – laki.


(16)

5.1.3 Agama

Tabel 5.3

Distribusi responden berdasarkan agama

No Kategori Frekuensi(F) Persentase(%) 1

2 3

Islam Kristen Budha

26 6 1

78,8 18,2 3

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.3 dapat diketahui bahwa mayoritas responden beragama Islam, yaitu sebanyak 26 orang atau 78,8%. Sebanyak 6 orang atau 18,2% beragama Kristen, sedangkan sebanyak satu orang beragama Budha. Hal ini karena mayoritas penduduk dari Indonesia yang mayoritas Islam. Meskipun dari hasil data terlihat perbedaan yang besar, namun demikian perbedaan agama bukanlah hal yang mencolok bagi peserta didik tuna grahita dalam menerima kegiatan pembelajaran dan keterampilankarena di Indonesia kebebasan dalam beragama dijamin dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 1 dan 2 serta tingginya kesadaran masyarakat Indonesia dalam menjalankan toleransi antar umat beragama.


(17)

5.1.4 Suku

Tabel 5.4

Distribusi responden berdasarkan suku

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.4 dapat diketahui bahwa mayoritas responden merupakan suku Jawa yaitu sebanyak 14 orang atau 42,4%. Sebanyak 5 orang responden suku Batak atau 15,2%. Sebanyak 8 orang responden suku Mandailing atau 24,2%. Sebanyak 4 orang responden suku Karo atau 12,1% dan sisanya dari lain-lain suku sebanyak 2 orang atau 6,0%. Besarnya jumlah responden yang bersuku Jawa dikarenakan mayoritas jumlah penduduk di Sumatera utara merupakan peranankan suku Jawa yang telah menetap di Sumatera Utara selama berpuluh tahun, atau yang sering kita dengar dengan sebutan Pujakesuma.

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2 3 4 5 Batak Jawa Mandailing Karo Lainnya 5 14 8 4 2 15,2 42,4 24,2 12,1 6,0


(18)

5.1.5 Pendidikan Terakhir

Tabel 5.5

Distribusi pendidikan orang tua responden No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

SLTA Diploma Sarjana

14 2 17

42,4 6,1 51,5

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.5 dapat diketahui bahwa mayoritas pendidikan terakhir orang tua responden adalah tamatan sarjana yaitu, sebanyak 17 orang atau 51,5%. Sedangkan yang berpendidikan SLTA sebanyak 14 orang atau 42,4% dan yang berpendidikan Diploma sebanyak 2 orang atau 6,1%. Hal ini disebabkan semakin baiknya pendidikan di Indonesia dari tahun ketahunnya terutama di kota – kota besar seperti Medan.serta tingginya kesadaran dari masyarakat akan perlunya jenjang pendidikan yang tinggi.


(19)

5.1.6 Pekerjaan

Tabel 5.6

Distribusi pekerjaan orang tua responden

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 PNS Wiraswasta Pegawai Swasta Pedagang Pensiunan Pegawai Lain - lain

7 8 8 2 4 4 21,2 24,2 24,2 6,2 12,1 12,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.6 dapat diketahui bahwa mayoritas pekerjaan orang tua responden adalah pegawai swasta dan wiraswasta yaitu masing – masing sebanyak 8 orang atau 24,2%. Kemudian responden yang memiliki pekerjaan sebagai PNS sebanyak 7 orang atau 21,2%. Sedangkan responden yang dari pensiunan pegawai serat responden yang memiliki pekerjaan lain nya selain yang disajikan dalam tabel masing – masing sebanyak 4 orang atau 12,1%, sisanya mempunyai profesi pekerjaan sebagai pedagang sebanyak 2 orang atau 6,25. Keberadaan Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E ) Negeri Pembina Medan tepat berada dikota Medan menyebabkan kebanyakan responden yang mengikuti kuesioner merupakan pegawai, baik itu pegawai negeri,swasta maupun pensiunan pegawai. Hal ini dikarenakan kota Medan yang merupakan ibukota provinsi Sumatera Utara merupakan pusat industri maupun pusat pemerintahan provinsi.


(20)

5.2 Peranan Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan dalam memberikan kegiatan pembelajaran keterampilan bagi penyandang Tuna Grahita

Uraian tentang peranan Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) NegeriPembina Medan dalam memberikan kegiatan pembelajaran keterampilan bagi penyandang Tuna Grahita disajikan dalam bentuk indikator berupa deskriktif dari jawaban kuesioner responden yang dibagi dalam 3 aspek, yaitu :

1. Pengetahuan dan pemahaman (Aspek kognitif) pada kegiatan pembelajaran keterampilan

2. Penerapan (Aspek afektif) pada kegiatan pembelajaran keterampilan 3. Keterampilan (Aspek psikomotor)

Ketiga aspek inilah yang nantinya akan mejawab apakah Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan sudah berperan atau belum dalam mengembangkan keterampilan dari anak penyandang cacat Tuna Grahita.

5.2.1 Pengetahuan dan pemahaman (Aspek kognitif) pada kegiatan pembelajaran keterampilan.

1.1 Pengetahuan tentang tujuan kegiatan dari pembelajaran keterampilan penyandang tuna grahita


(21)

Tabel 5.7

Pengetahuan tentang tujuan kegiatan dari pembelajaran keterampilan penyandang tuna grahita

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Dapat mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

7 12 14

21,2 36,4 42,4

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.7 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan tidak mengetahui tentang tujuan kegiatan dari pembelajaran keterampilan penyandang tuna grahita yaitu sebanyak 14 responden atau 42,4%. Sebanyak 12 responden atau 36,4% menjawab kurang mengetahui dan sisanya 7 responden atau 21,2% menjawab bahwa anak mereka mengetahui tentang tujuan kegiatan dari pembelajaran keterampilan penyandang tuna grahita.

Pada tabel 5.7 jelas terlihat bahwa sebenarnya sebagian besar responden menganggap bahwa, anak mereka kurang dan tidak mengetahui tentang tujuan kegiatan dari pembelajaran keterampilan penyandang tuna grahita. Hal ini disebabkan keterbatasan kemampuan dari anak penyandang cacat tuna grahita dalam mengartikan tujuan pendidikan keterampilan tersebut. Sebagian besar anak penyandang cacat tuna grahita hanya mengetahui secara sedarhana bahwa tujuan mereka datang ke Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan hanya untuk bersekolah. Bahkan ada sebagian dari anak penyandang cacat tuna grahita yang beranggapan bahwa mereka datang ke Unit


(22)

Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan hanya untuk bermain. Hanya sebagian kecil saja anak penyandang tuna grahita yang mengetahui tujuan kegiatan dari pembelajaran keterampilan penyandang tuna grahita. Mereka yang mengetahui tujuan tersebut keseluruhannya adalah anak penyandang tuna grahita ringan.

1.2 Pengetahuan dan pemahaman tentang manfaat berolahraga Tabel 5.8

Pengetahuan dan pemahaman tentang manfaat berolahraga No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Dapat mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

18 9 6

54,6 27,3 18,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.8 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan mengetahui dan memahami tentang manfaat berolahraga yaitu sebanyak 18 responden atau 54,6%. Sebanyak 9 responden atau 27,3% menjawab kurang mengetahui dan sebanyak 6 responden atau 18,1% menjawab bahwa anak mereka tidak mengetahui dan memahami tentang manfaat berolahraga.

Tabel 5.8 bahwa peserta didik mengetahui dan memahami tentang pentingnya berolah raga, dengan jumlah 18 (54,6%). Tingginya pengetahuan peserta didik penyandang tuna grahita disebabkan karena dari pihak Unit


(23)

Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan melakukan kegiatan senam pagi setiap harinya sebelum memulai aktifitas belajar lebih kurang 15 menit, serta adanya kegiatan ekstrakulikuler renang yang diadakan setiap hari kamis. Selain itu pengetahuan dan pemahaman tentang manfaat berolah raga juga didapat peserta didik dari pendidikan dasar sekolah yaitu mata pelajaran pendidikan jasmani. Dimana peserta didik memperoleh pelajaran tentang beberapa macam olahraga seperti lari, SKJ, renang dll. Hasil wawancara langsung peneliti dengan orang tua dan guru pendamping murid, sebagian besar dari mereka menjawab bahwa anak mereka mampu menjelaskan pentingnya olahraga untuk kesehatan tubuh. Hanya sebagian kecil saja yang menjawab kurang mengetahui dan tidak mengetahui, sebagian kecil dari mereka merupakan penyandang cacat tuna grahita sedang dan berat. Mereka tidak mampu menjelaskan karena keterbatasan pola pikir mereka.

1.3 Pengetahuan dan pemahaman tentang pengetahuan dasar yang diterima sesuai atau mengikuti perkembangan teknologi (sesuai jurusan masing – masing ).

Tabel 5.9

Pengetahuan dan pemahaman tentang pengetahuan dasar dalam perkembangan teknologi (sesuai jurusan masing – masing ) No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Dapat mengetahui Kurang mengetahui Tidak mengetahui

4 11 18

12,1 33,4 54,5

Jumlah 33 100


(24)

Data hasil pada tabel 5.9 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan tidak mengetahui tentang pengetahuan dasar yang diterima sesuai atau mengikuti perkembangan teknologi (sesuai jurusan masing – masing ) yaitu sebamyak 18 responden atau 54,5%. Sebanyak 11 responden atau 33,4% menjawab kurang mengetahui dan 4 responden atau 12,1% menjawab dapat mengetahui.

Tabel 5.9 sebesar 11 (33,4%) bahwa penyandang tuna grahita pada umumnya hasil wawancara langsung yang dilakukan peneliti terhadap orang tua, keluarga dan guru pendamping menjelaskan bahwa anak mereka mengerti tentang keterampilan yang mereka kerjakan, tapi untuk pemahaman terhadap perkembangan keterampilan yang mereka kerjakan sesuai teknologi mereka tidak memahaminya. seperti perkembangan kuliner bagi jurusan tata boga, perkembangan fashion untuk jurusan tata busana, perkembangan musik untuk jurusan musik dan perkembangan informasi teknologi seperti gadget untuk jurusan IT. Hanya sebagian kecil saja anak penyandang tuna grahita yang mengerti perkembangan teknologi, dari wawancara didapat bahwa mereka yang mampu mengikuti perkembangan teknologi secara sederhana adalah peserta didik jurusan musik dan informasi teknologi (IT) dan mereka tergolong pada tuna grahita ringan. Hal ini tertera pada Bab II hal.34


(25)

1.4 Sumber pengetahuan yang didapat penyandang cacat tuna grahita Tabel 5.10

Sumber pengetahuan yang didapat penyandang cacat tuna grahita

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Hanya dari UPT.SLB Keluarga / saudara Media

10 18 5

30,3 54,5 15,2

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.10 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan memperoleh pengetahuan dari keluarga selain pengetahuan yang diperoleh dari UPT sebanyak 18 orang atau 54,5%. Sebanyak 10 atau 30,3%responden menjawab hanya dari UPT. Dan sebanyak 5 responden atau 15,2% menjawab dari media.

Besarnya peranan keluarga dalam mengikuti perkembangan si anak menyebabkan si anak banyak memperoleh pengetahuan baru. Dari hasil wawancara langsung yang dilakukan peneliti terhadap orang tua, keluarga dan guru pendamping menjelaskan bahwa orang tua maupun keluarga aktif menanyakan tentang hal apa saja yang baru dipelajari di UPT, lalu mereka secara sederhana menjelaskan aplikasinya langsung dilingkungan rumah agar mereka mengerti tentang keterampilan yang mereka dapat di UPT.

Selain mendapatkan pelajaran dasar dan keterampilan dari UPT, pihak sekolah juga melakukan beberapa kegiatan tambahan yang berguna untuk menambah pengetahuan si anak. Kegiatan itu seperti diadakannya pesantren kilat, perkemahan, bahkan pernah juga menonton konser grup band coboy junior


(26)

melalui undangan nonton bareng yang diadakan oleh Gubernur Sumatera Utara. Media seperti televisi juga berperan menambah pengetahuan penyandang cacat tuna grahita, tapi hanya sebagian kecil dari mereka saja yang bisa mau menonton acara-acara yang mempunyai bobot pengetahuan. Selebihnya mereka hanya menonton televisi sebagai hiburan saja, seperti menonton film kartun.

1.5 Pengetahuan dan pemahaman tentang kegunaan alat yang dipakai dalam praktek keterampilan.

Tabel 5.11

Pengetahuan dan pemahaman tentang kegunaan alat praktek keterampilan No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Dapat Kurang Tidak

27 4 2

81,8 12,1 6,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.11 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan dapat menyebutkan kegunaan alat yang dipakai dalam praktek keterampilan sebanyak 27 responden atau 81,8%. Sebanyak 4 orang menjawab kurang dan 2 orang responden menjawab tidak dapat menyebutkan.

Hasil wawancara langsung yang dilakukan peneliti terhadap orang tua, keluarga dan guru pendamping maupun kepada si penyandang cacat tuna grahita mayoritas dari mereka mampu menyebutkan peralatan yang digunakan. Seperti


(27)

mereka mampu menyebutkan fungsi dari kompor, kuali, pada jurusan tata boga, fungsi dari jarum jahit, penggaris pola pada jurusan tata busana, fungsi dari peralatan make up pada jurusan tata rias, bahkan untuk jurusan teknologi dan informatika mereka mampu menyebutkan fungsi dari keyboard dan monitor. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden

Anak saya sekarang udah pande merias loh. Minimal dia udah bisa ngerias dirinya sendiri. Dia udah pande pake bedak, lipstik, kadang – kadang dia juga nyisirin rambut kakak – kakaknya

1.6 Pengetahuan dan pemahaman tentang penjumlahan dan pengurangan angka

Tabel 5.12

Pengetahuan dan pemahaman tentang penjumlahan dan pengurangan angka No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Dapat Kurang Tidak

11 16 6

33,3 48,5 18,2

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.12 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan kurang mengetahui tentang penjumlahan dan pengurangan yaitu sebanyak 16 responden atau 48,5%. 11 responden atau 33,3% menjawab dapat mengetahui dan 6 responden menjawab tidak mengetahui.


(28)

Penjumlahan dan pengurangan merupakan salah satu pendidikan dasar yang diterima oleh peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan melalui mata pelajaran matematika. Salah satu faktor tingginya tingkat kurang memahami dan mengetahui penjumlahan dan pengurangan adalah karena jumlah jam belajar matematika yang sedikit. Di UPT ini jumlah jam keterampilan sangat mendominasi sehingga hanya anak tuna grahita ringan saja yang mampu mengetahui tentang Penjumlahan dan pengurangan, itu pun hanya sampai batas Penjumlahan dan pengurangan puluhan saja. Sedangkan untuk anak tuna grahita sedang dan berat mereka hanya bisa mengenal dan menyebutkan angka saja bahkan ada yang belum bisa menyebutkan angka. Selain peranan guru pendamping di UPT, orang tua dan keluarga juga memiliki peranan yang penting dalam mengajarkan anak mereka untuk mengetahui tentang Penjumlahan dan pengurangan. Metode pengajaran yang diberikan oleh guru pendamping dalam memberikan pelajaran Penjumlahan dan pengurangan juga mempengaruhi perkembangan peserta didik dalam memahami pelajaran dasar. Seperti metode yang dilakukan ibu roro selaku guru pendamping jurusan tata boga, beliau memberikan contoh yang nyata yang ada disekitar si anak tentang pelajaran penjumlahan dan pengurangan. Seperti menghitung jumlah piring yang sudah dicuci dan menanyakan jumlah berapa piring yang belum dicuci, kemudian menanyakan berapa jumlah keseluruhan piring yang sudah dicuci ataupun yang belum dicuci.


(29)

5.2.2 Penerapan (aspek afektif) pada kegiatan pembelajaran keterampilan 2.1 Penerapan pengetahuan dasar dan keterampilan dalam kehidupan

sehari – hari

Tabel 5.13

Penerapan pengetahuan dasar dan keterampilan dalam kehidupan sehari – hari

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1

2 3

Dapat Kurang Tidak

17 12 4

51,5 36,4 12,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.13 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan dapat menerapkan keterampilan yang didapat sebanyak 17 responden atau 51,5% . sebanyak 12 orang responden atau 36,4% menjawab kurang bisa menerapkan dan sebanyak 4 orang atau 12,1% menjawab tidak bisa menerapkan.

Tingginya jawaban dari responden yang menyatakan bahwa anak mereka mampu menerapkan keterampilan yang diterima di UPT tidak terlepas dari peranan UPT yang memberikan jumlah jam pelajaran keterampilan yang banyak dalam seminggu. Seperti halnya pernyataan dari responden dalam wawancara langsung peneliti


(30)

banyak manfaat yang diterima anak saya setelah mendapatkan keterampilan dari sekolah, setidaknya dia sudah mulai berfikir sebelum melakukan sesuatu.

Sedangkan beberapa responden menjawab kurang bisa menerapkan keterampilan yang didapat dalam kehidupan sehari – hari, sebenarnya si anak sudah mulai bisa menerapkan tapi harus ditemani dan diarahkan dalam melaksanakan kegiatannya.

2.2 Meningkatnya kepercayaan diri peserta didik selama mendapatkan pembelajaran keterampilan di UPT

Tabel 5.14

Meningkatnya kepercayaan diri peserta didik selama mendapatkan pembelajaran keterampilan di UPT

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1

2 3

Dapat Kurang Tidak

22 8 3

66,7 24,2 9,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.14 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan mengalami peningkatan kepercayaan diri selama mengikuti keterampilan di UPT sebanyak 22


(31)

responden atau 66,7%. Sebanyak 8 responden atau 24,2% menjawab kurang dan sebanyak 3 responden menjawab tidak.

Tingginya angka jawaban dari responden tentang meningkatnya kepercayaan diri dari anak mereka selama menjalani pendidikan keterampilan di UPT karena mereka merasakan langsung di lingkungan rumah bahwa anak mereka sekarang sudah lebih percaya dalam melakukan kegiatan – kegiatan pribadi nya tanpa harus diawasi secara ketat lagi oleh orang tua nya. Seperti yang diungkapkan oleh salah satu responden yang merupakan orang tua si anak

sekarang anak saya udah lebih pede lah. Udah bisa dilepas lah sikit - sikit .

Peserta didik rata – rata sekitar setelah 1 tahun menjalani program pendidikan mengalami peningkatan kepercayaan diri yang tinggi jika dibandingkan dengan bulan pertama mereka menjalani pendidikan keterampilan. Khususnya untuk tuna grahita ringan. Sedangkan untuk tuna grahita sedang sekitar 3 tahun sedangkan untuk tuna grahita berat belum bisa dipastikan waktunya.

2.3 Kemampuan menggunakan alat yang di Fasilitasi UPT Tabel 5.15

Kemampuan menggunakan alat yang di fasilitasi UPT No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Ya Kurang Tidak

17 11 5

51,5 33,3 15,2

Jumlah 33 100


(32)

Data hasil pada tabel 5.15 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan bisa menggunakan alat yang di fasilitasi UPT sebanyak 17 responden atau 51,5%. Sebanyak 11 responden atau 33,3% menjawab kurang dan sebanyak 5 responden menjawab tidak.

Hasil pengamatan yang dilakukan langsung di UPT, sebagian besar peserta didik sebenarnya sudah mampu menggunakan alat – alat yang difasilitasi oleh UPT hanya kemahiran dalam menggunakan nya saja yang berbeda – beda. Seperti yang peneliti amati langsung, peserta didik sudah mampu menghidupkan kompor, menghidupkan PC, memasukkan benang kedalam mesin jahit. Bahkan untuk jurusan tata boga ada peserta didik yang sudah mahir memotong cabai dengan menggunakan pisau. hal ini tidak terlepas dari peran guru pendamping yang bisa menjelaskan dengan baik fungsi dari kegunaan masing – masing alat keterampilan.

2.4 Tingkat ketergantungan pada orang terdekat dalam kehidupan sehari - hari

Tabel 5.16

Tingkat ketergantungan peserta didik pada orang terdekatnya dalam kehidupan sehari – hari

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1

2 3

Ya Tidak Biasa saja

3 23

7

9,1 69,7 21,2


(33)

Jumlah 33 100 Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.16 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan tidak merasa takut apabila orang terdekat tidak berada disamping nya sebanyak 23responden atau 69,7%. Sebanyak 7 responden atau 21,2% menjawab kurang dan sebanyak 3 responden atau 9,1% menjawab Ya.

Tingginya jawaban responden dengan tidak merasa takut apabila si anak tidak disamping orang terdekat dapat dilihat karena hanya sedikit dari orang tua atau keluarga yang menemani anaknya di sekolah. Mereka hanya mengantar dan menjemput saja. Bahkan seperti yang diutarakan oleh ibu Roro responden yang merupakan guru pendamping tata boga

Kalo dulu iya, anak – anak sering takut kalo gak ada mamaknya disampingnya, tapi kalo sekarang enggak lagi, kan disini udah banyak kawan-kawan nya juga, jadi lebih relaks lah mereka .

Responden yang menjawab Ya adalah responden yang anaknya mengalami tuna grahita sedang dan tuna grahita berat. Sehingga selain si anak yang masih merasa takut, orang tua nya juga takut melepasnya sendiri. Sedangkan yang menjawab biasa saja dikarenakan dari sebelum anak mereka di daftarkan ke UPT, si anak sudah mampu dilepas.


(34)

2.5 Tata bahasa atau ungkapan pada orang sekitar lingkungannya Tabel 5.17

Tata bahasa atau ungkapan pada orang sekitar lingkungannya No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Ya Kurang Tidak

27 4 2

81,8 12,1 6,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.17 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan sudah bisa berbicara yang sopan dan baik sebanyak 27 responden atau 81,8%. Sebanyak 4 responden atau 12,1% menjawab kurang dan sebanyak 2 responden menjawab tidak.

Pendidikan agama yang diberikan oleh pihak UPT merupakan salah satu mata pelajaran yang menjadi dasar tingginya jawaban dari responden terhadap penggunaan tata bahasa atau kata – kata yang baik. Adapun sebagian kecil peserta didik yang masih berbicara kurang sopan adalah peserta didik dengan tingkat tuna grahita berat. Peserta didik dengan tuna grahita berat biasanya selalu berbicara sesuai dengan apa yang didengarnya dilingkungannya. Penjelasan apakah yang dikatakan nya itu baik atau buruk butuh cara khusus dan waktu yang lama, karena kemampuan IQ mereka yang rendah 32-20 Bab II hal.35.


(35)

2.6 Penerapan peralatan yang digunakan di UPT dalam menunjang kegiatan pembelajaran keterampilan

Tabel 5.18

Penerapan peralatan yang digunakan di UPT dalam menunjang kegiatan pembelajaran keterampilan

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1

2 3

Ya Kurang Tidak

27 3 3

81,8 9,1 9,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.18 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa peralatan yang digunakan di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan sudah menunjang kegiatan pembelajaran keterampilan sebanyak 27 responden atau 81,8%. Sebanyak 3 responden atau 9,1% menjawab kurang dan sebanyak 3 responden menjawab tidak.

Mayoritas dari orang tua / keluarga menganggap bahwa peralatan yang digunakan sudah baik. Peralatan yang digunakan selalu siap pakai sehingga tidak menggangu kegiatan pembelajaran keterampilan, apabila ada peralatan yang rusak maka pihak sekolah langsung memperbaikinya. Seperti ungkapan seorang responden yang merupakan guru jurusan informasi dan teknologi

yaaa.. disini kalau ada PC yang rusak kami langsung memperbaikinya, supaya anak – anak gak terganggu belajarnya.


(36)

5.2.3 Keterampilan (Aspek Psikomotor)

3.1 Kemampuan dalam melakukan kegiatan tanpa bantuan orang terdekat Tabel 5.19

Kemampuan dalam melakukan kegiatan tanpa bantuan orang terdekat No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Ya Kurang Tidak

22 8 3

66,7 24,2 9,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.19 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan sudah mampu melakukan kegiatan - kegiatan tanpa bantuan orang terdekat sebanyak 22 responden atau sebesar 66,7%, sedangkan yang menjawab kurang mampu sebanyak 8 responden atau 24,2% dan sisanya 3 responden menjawab tidak mampu atau 9,1%.

Hasil wawancara langsung dengan wali murid dan pengamatan dilapangan, kegiatan yang dimaksud dalam tabel diatas adalah kegiatan yang bersifat sederhana. Baik kegiatan yang dilakukan dilingkungan rumah maupun kegiatan yang dilakukan di UPT. Contoh sederhananya, peserta didik sudah mampu melakukan aktifitas belajar di UPT tanpa harus didampingi oleh orang terdekat mereka. Sedangkan di lingkungan rumah peserta didik sudah bisa melakukan kegiatan kegiatan kecil rumah tangga seperti menyapu lantai. Sedangkan responden yang menjawab kurang mampu dan tidak mampu sebagian besar anak mereka merupakan tuna grahita sedang dan berat. Sehingga untuk melakukan


(37)

kegiatan sehari-harinya mereka perlu pemantauan dengan intensitas yang cukup tinggi. Hal ini disebabkan karena kemampuan motorik mereka yang cukup rendah yang menyebabkan orang tua mereka ragu dengan apa yang dikerjakan mereka. Seperti yang diungkapkan salah seorang responden

saya belum berani melepas anak saya langsung dalam melakukan aktifitas karena saya khawatir nantinya terjadi apa-apa pulak.

3.2 Kemandirian dalam melakukan kegiatan sehari-hari Tabel 5.20

Kemandirian dalam melakukan kegiatan sehari-hari No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Ya Kurang Tidak

24 6 3

72,7 18,2 9,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.20 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan sudah mandiri dalam melakukan kegiatan sehari – hari sebanyak 24 responden atau 72,7%. Sebanyak 6 responnden menjawab kurang atau 18,2% dan sisanya 3 responden atau 9,1 persen menjawab tidak mampu mandiri

Kemandirian yang dimaksud dalam penjabaran tabel berdasarkan kuisioner yang telah diambil adalah peserta didik mampu melakukan hal – hal ringan yang berhubungan dengan kehidupannya sehari – hari serta dapat mempertanggung


(38)

jawabkannya kepada orang disekitarnya, seperti yang tercantum dalam Bab II halaman 25. Contoh sederhanya adalah peserta didik mampu mengurus diri sendiri seperti mandi, makan, mempersiapkan perlengkapan diri ke sekolah dll..kebanyakan dari peserta didik sudah mampu melakukan itu tanpa harus dimonitor oleh orang tua mereka. Dalam hal ini memang peranan UPT sangat berpengaruh dalam membentuk kemandirian si peserta didik. Khususnya peranan guru sebagai pendidik yang harus mampu mengajarkan mana yang baik dan mana yang tidak. Karena kemampuan setiap peserta didik yang berbeda – beda maka guru pembimbing harus mampu mempelajari karakter masing – masing peserta didik, terutama harus mampu mengerti tingkat emosional peserta didik yang sangat berpengaruh besar terhadap kemandirian mereka.

3.3 Kemampuan dalam melakukan kegiatan pelatihan keterampilan di UPT.SLB tanpa pertolongan orang terdekat

Tabel 5.21

Kemampuan dalam melakukan kegiatan pelatihan keterampilan di UPT.SLB tanpa pertolongan orang terdekat

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1

2 3

Ya Kurang Tidak

20 7 6

60,6 21,2 18,2

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.21 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan mampu melakukan


(39)

kegiatan pelatiahan keterampilan tanpa pertolongan orang terdekat sebanyak 20 responden atau 60,6%. Sebanyak 7 responden atau 21,2% menjawab kurang mampu dan sebanyak 6 responden menjawab tidak mampu.

Tingginya persentase dari kemampuan seorang peserta didik dalam melakukan kegiatan keterampilan tanpa pertolongan dari orang terdekat karena mereka rata – rata sudah sekitar 1 tahun dalam melakukan pendidikan keterampilan di UPT. Pada awalnya orang tua masih mengawasi dengan ketat anak mereka dalam melakukan kegiatan keterampilan. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang responden

Pada awal – awal nya saya masih ragu melepas anak saya. Saya tunggui dia sampai kegiatan selesai. Saya khawatir apalagi anak saya kan jurusan tata boga, saya takut waktu liat dia megang pisau, jadi saya ikut dampingi dia dikelas praktik..

3.4 Kemampuan dalam bersosialisasi di lingkungan UPT.SLB Tabel 5.22

Kemampuan dalam bersosialisasi di lingkungan UPT.SLB No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Ya Kurang Tidak

25 4 4

75,8 12,1 12,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.22 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis


(40)

Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan mampu bersosialisasi dengan baik di lingkungan UPT sebanyak 25 responden atau 75,8%. Sedangkan sebanyak 4 responden atau 12,1% menjawab kurang dan tidak mampu.

Hasil wawancara langsung dengan guru pembimbing mereka diketahui bahwa peserta didik sebagian besar mampu bersosialisi dengan baik. Seperti yang diungkapkan oleh seorang guru pembimbing

anak – anak tau nama teman – teman sekelas mereka. Biasanya kalo nyampe sekolah mereka suka cerita sama kawan – kawannya tentang kegiatan yang mereka anggap penting seperti cerita kalo abis jalan jalan sama keluarga

Kemampuan peserta didik tuna grahita dalam bersosialisasi memang tidak sama dengan kemampuan orang normal. Mereka mempunyai cara masing – masing dalam melakukan sosialisasi. Pengamatan yang peneliti lakukan langsung di UPT SLB cara berkomunikasi mereka cukup unik. Walaupun mereka tidak sepenuhnya mengerti terhadap apa yang disampaikan oleh teman mereka masing – masing tetapi mereka mampu merekam apa yang dilakukan oleh teman – temannya dan mampu menceritakan kepada orang tua mereka tentang apa yang mereka lakukan bersama teman – temannya. Contohnya pada saat jam istirahat sekolah, secara spontan layaknya orang normal mereka juga sama – sama jajan dilingkungan sekolah.


(41)

3.5 Kemampuan dalam bersosialisasi di luar lingkungan UPT.SLB Tabel 5.23

Kemampuan dalam bersosialisasi di luar lingkungan UPT.SLB No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Ya Kurang Tidak

12 16 4

36,3 48,5 12,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.23 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan kurang mampu bersosialisasi dengan baik diluar lingkungan UPT sebanyak 16 responden atau 48,%. Sedangkan sebanyak 12 responden atau 36,3% menjawab mampu dan 4 responden atau 12,1% menjawab tidak mampu.

Jika dibandingkan dengan hasil dari tabel 3.4 yaitu Kemampuan dalam bersosialisasi di lingkungan UPT.SLB maka pada tabel 3.5 Kemampuan dalam bersosialisasi di luar lingkungan UPT.SLB terlihat perbedaan yang besar. Walaupun pada dasarnya sebagian dari mereka mampu bersosialisasi dengan baik di dalam maupun di luar lingkungan UPT SLB. Hal ini karena kemampuan bersosialisasi mereka yang menyebabkan orang tua ragu untuk melepas mereka di luar rumah. Seperti penuturan dari seorang responden

saya bukannya tidak mau melepas anak saya untuk bersosialisasi diluar rumah, tapi lingkungan didaerah rumah saya rawan. Lokasinya dekat dengan jalan raya dan orang dilingkungan kami anak anaknya banyak yang bandel, jadi saya takut anak saya nanti dikerjai.


(42)

3.6 Kemampuan berinovasi dari pengetahuan yang diterima selama pembelajaran keterampilan

Tabel 5.24

Kemampuan berinovasi dari pengetahuan yang diterima selama pembelajaran keterampilan

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1

2 3

Ya Kurang Tidak

5 17 11

15,2 51,5 33,3

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.24 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan kurang mampu dalam berinovasi dari pengetahuan yang diterima selama pembelajaran keterampilan sebanyak 17 responden atau 51,5%. Sebanyak 11 responden atau 33,3% menjawab tidak mampu dan sisanya sebanyak 5 responden menjawab mampu.

Pembelajaran keterampilan yang didapat peserta didik belum mampu meningkatkan kemampuan berimajinasi maupun berinovasi dalam melakukan keterampilan. karena metode pengembangan pembelajaran keterampilan di UPT yang belum maksimal. Walaupun sebenarnya sudah beberapa kali Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan mengikuti kompetensi tingkat nasional bagi peserta didik dibidang keterampilan. Memang hal ini masih menjadi kendala besar dari setiap UPT SLB terutama untuk peserta didik tuna grahita. Perlunya peranan pemerintah maupun swadaya masyarakat


(43)

dalam mengadakan kegiatan kompetensi akan sangat mendukung kemampuan peserta didik dalam meningkatkan inovasi mereka dibidang keterampilan.

3.7Perkembangan pembelajaran keterampilan terhadap kegiatan sehari-hari

Tabel 5.25

Perkembangan pembelajaran keterampilan terhadap kegiatan sehari-hari No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Ya Kurang Tidak

23 2 8

69,7 6,1 24,2

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.25 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan mengalami perkembangan keterampilan terhadap kegiatan sehari – hari sebanyak 23 responden atau 69,7%. Sebanyak 8 responden atau 24,2% menjawab tidak mampu dan 2 orang responden menjawab kurang mampu.

Kegiatan pembelajaran keterampilan memang mempunyai pengaruh yang lebih besar jika dibandingkan pendidikan dasar dalam melakukan kegiatan sehari – hari. Berkembangnya kepercayaan diri serta meningkatnya kemandirian merupakan tujuan dasar dari pembelajaran keterampilan. Disamping itu kegiatan pembelajaran keterampilan juga akan merangsang syaraf –syaraf yang


(44)

berhubungan dengan motorik seseorang sehingga peserta didik dapat lebih mampu melakukan kegiatan sehari – harinya.

3.8 Keterampilan membuat karya yang sederhana Tabel 5.26

Keterampilan membuat karya yang sederhana No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Ya Kurang Tidak

2 2 29

6,1 6,1 87,8

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.26 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan belum mampu menghasilkan karya yang sederhana sebanyak 29 responden atau 87,8%. Dan sisanya 4 responden menjawab kurang mampu dan mampu.

Hasil wawancara langsung terhadap guru pendamping didapat bahwa sebagian besar peserta didik tidak mampu membuat karya. Hal ini dikarenakan tujuan utama dari guru pendamping yang hanya terfokus pada perkembangan kemandirian, kepercayaan diri dan perubahan emosional si anak didik saja. Untuk menciptakan sebuah karya sederhana memang menjadi tantangan yang cukup sulit dikarenakan keterbatasan kemampuan peserta didik dalam berfikir. Perlunya pelatihan yang berkelanjutan akan sangat mendukung peserta didik dalam mengembangkan karya. Adapun sebagian kecil peserta didik yang mampu


(45)

membuat karya sederhana karena secara continue mendapatkan pelatihan yang intensif. Itupun dilihat dari sejauh mana kemampuan peserta didik dalam menyerap pembelajaran keterampilan yang diberikan. Contohnya seperti salah satu peserta didik jurusan tata busana yang sudah mampu menggambar pola busana secara sederhana.

3.9 Perubahan tingkat kemandirian selama mendapatkan pembelajaran keterampilan di UPT.SLB

Tabel 5.27

Perubahan tingkat kemandirian selama mendapatkan pembelajaran keterampilan di UPT.SLB

No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%) 1

2 3

Ya Kurang Tidak

26 4 3

78,8 12,1 9,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.27 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan mengalami perubahan tingkat kemandirian selama mendapatkan pembelajaran keterampilan sebanyak 26 responden atau 78,8%. Sebanyak 4 responden menjawab kurang dan 3 responden menjawab tidak.

Sebagian besar dari orang tua merasa bahwa anak mereka mengalami peningkatan kemandirian setelah mendapatkan pembelajaran di UPT. Mereka


(46)

merasakan perbedaan sebelum masuk UPT dan sesudah masuk UPT dalam kegiatan sehari – hari peserta didik. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang responden

kalo masalah kemandirian yaahh lumayan banyak berubah lah. Setidaknya sekarang anak saya sudah bisa melakukan kegiatan untuk mengurus dirinya sendiri, udah mulai gak banyak bergantung sama saya lah

Kemandirian yang dimaksud oleh responden dalam hal ini adalah tingkat kemandirian yang sederhana. Yaitu kemandirian dilingkungan keluarga. Untuk kemandirian dilingkungan masyarakat, kebanyakan peserta didik sebenarnya belum mampu. Setidaknya setelah mendapat pembelajaran keterampilan dari UPT, peserta didik sudah mampu bertanggung jawab dalam kegiatan sehari – harinya, lebih bisa mengontrol emosionalnya.

3.10 Manfaat kegiatan pembelajaran keterampilan di UPT.SLB Tabel 5.28

Manfaat kegiatan pembelajaran keterampilan di UPT.SLB No Kategori Frekuensi (F) Persentase (%)

1 2 3

Ya Kurang Tidak

25 5 3

75,8 15,1 9,1

Jumlah 33 100

Sumber : Data Kuesioner 2014

Data hasil pada tabel 5.28 dapat diketahui bahwa mayoritas dari responden menjawab bahwa anak mereka sebagai peserta didik di Unit Pelaksana Teknis


(47)

Sekolah Luar Biasa (UPT.SLB-E) Negeri Pembina Medan mendapatkan manfaat dari pembelajaran keterampilan sebanyak 25 responden atau 75,8% dan yang menjawab kurang sebanyak 5 responden. Sedangkan 3 responden menjawab tidak. Hasil wawancara langsung terhadap orang tua peserta didik, sebagian besar dari mereka menyatakan bahwa pembelajaran keterampilan memberikan manfaat yang sangat besar terhadap perkembangan anak peserta didik. Mereka menyatakan kepuasan terhadap perkembangan anak. Baik perkembangan fisik anak maupun perkembangan mental anak. Manfaat ini mereka rasakan langsung dari perkembangan anak mereka terutama dilingkungan rumah. Seperti dari kupitan wawancara dengan seorang responden

manfaatnya sih banyak terutama kalo diliat dari segi emosi anak saya sekarang, dia udah bisa menjaga emosinya lah. Setidaknya udak gak emosian kayak dulu lagi.


(48)

BAB VI PENUTUP

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran, yang didapat dari hasil penelitian. Kesimpulan yang terdapat di bab ini adalah merupakan hasil yang dicapai dari analisis data dalam penelitian tentang peranan unit pelaksana teknis sekolah luar biasa (UPT. SLB-E) Negeri Pembina Medan dalam memberikan kegiatan pembelajaran keterampilan bagi penyandang tuna grahita. Responden dalam penelitian ini adalah 33 responden yaitu orang tua/keluarga dan guru pendamping dari peserta didik.

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa peranan Unit Pelaksana Teknis Sekolah Luar Biasa (UPT. SLB-E) Negeri Pembina Medan dalam memberikan kegiatan pembelajaran keterampilan bagi penyandang tuna grahita yang ditinjau dari tiga aspek yaitu aspek kognitif, afektif, psikomotor dan kemandirian adalah sebagai berikut:

1. Ditinjau dari segi pemahaman dan pengetahuan (aspek kognitif), dari analisa data yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta didik sudah mampu memahami dan mengetahui secara sederhana tentang kegiatan pembelajaran yang meliputi pembelajaran dasar maupun pembelajaran keterampilan.

2. Ditinjau dari segi penerapan (aspek afektif), dari analisa data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sebagian besar peserta didik juga mampu menerapkan keterampilan yang didapat dari pembelajaran, baik didalam lingkungan UPT maupun di luar lingkungan.

3. Ditinjau dari segi keterampilan (aspek psikomotor dan kemandirian), dari analisa data yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa sebagian besar


(49)

peserta didik hanya mampu menerapkan keterampilan terhadap dirinya sendiri dan sebagian lagi belum mampu mengembangkan keterampilan yang diperolehnya dalam lingkup yang lebih besar/terhadap orang lain. Pada aspek psikomotor terdapat keterampilan yang dilakukan peserta didik. Sebagian besar dapat melakukan pelatihan keterampilan dengan baik untuk diri sendiri. Sebagian besar mampu bersosialisasi di dalam UPT dengan baik, namun cukup bersosialisasi di luar UPT. Kemandirian dengan kategori baik dapat melakukan kegiatan tanpa bantuan orang terdekat di kehidupan sehari – hari.

Berdasarkan hasil dari ketiga aspek yang ditampilkan (aspek kognitif, afektif, psikomotor dan kemandirian) maka peranan UPT SLB Negeri Pembina Medan sudah dapat memenuhi pembelajaran keterampilan bagi anak Tuna Grahita.


(50)

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan maka saran dari peneliti adalah sebagai berikut:

1. Perlunya mengadakan kegaiatan pembelajaran keterampilan bersama yang dilakukan oleh pihak UPT dengan pihak luar seperti elemen masyarakat, mahasiswa, dan lembaga sosial lainnya dalam meningkatkan keterampilan penyandang tuna grahita.

2. Untuk tingkat pemerintahan dalam hal ini diwakilkan oleh dinas pendidikan untuk menyusun kurikulum khusus pembelajaran keterampilan bagi penyandang tuna grahita harus sesuai dengan pembelajaran yang diterima.

3. Perlunya tambahan jumlah tenaga pengajar, khususnya untuk tenaga pengajar keterampilan.

4. Untuk orang tua/wali murid harus lebih berani mensosialisasikan permasalahan tuna grahita ke lingkungan luar melalui media elektronik maupun media sosial.


(51)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Unit Sekolah Luar Biasa

2.1.1 Pengertian Peranan Unit Sekolah Luar Biasa

Kata peranan berawal dari kata dasar peran. Istilah "peran" kerap diucapkan banyak orang. Sering kita mendengar kata peran dikaitkan dengan posisi atau kedudukan seseorang. Atau "peran" dikaitkan dengan "apa yang dimainkan" oleh seorang aktor dalam suatu drama. Mungkin tak banyak orang tahu, bahwa kata "peran", atau role dalam Bahasa Inggrisnya, memang diambil dari dramaturgy atau seni teater. Pada seni teater seorang actor diberi peran yang harus dimainkan sesuai dengan plot-nya, dengan alur ceritanya, dengan lakonnya.

Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia 2005 : 854). Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut.

Peranan menurut Poerwadarminta adalah “tindakan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang dalam suatu peristiwa” (Poerwadarminta, 1995 : 751). Berdasarkan pendapat di atas peranan adalah tindakan yang dilakukan orang atau


(52)

sekelompok orang dalam suatu peristiwa, peranan merupakan perangkat tingkah laku yang diharapkan, dimiliki oleh orang atau seseorang yang berkedudukan di masyarakat. Kedudukan dan peranan adalah untuk kepentingan pengetahuan,

keduanya tidak dapat dipisahkan satu sama lain

(http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/487/jbptunikompp-gdl-herinugrah-24326-2-babii.pdf, diakses 29 Juli 2013 pukul 14.05 wib).

Menurut Soerjono Soekanto (2002 : 243) “Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan (status) apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya maka ia menjalankan suatu peranan. Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa peranan merupakan penilaian sejauh mana fungsi seseorang atau bagian dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang ditetapkan atau ukuran mengenai hubungan 2 ( dua ) variabel yang merupakan hubungan sebab akibat”.

Peranan Unit Sekolah Luar Biasa adalah suatu penilaian sejauh mana fungsi Sekolah Luar Biasa (SLB) dalam menunjang usaha pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Adapun peran SLB sebagai pusat sumber adalah memberikan informasi tentang berbagai hal yang berhubungan dengan pendidikan inklusif, baik kepada sekolah-sekolah regular, maupun SLB lainnya, menyediakan bantuan asesmen yang rutin terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), memberikan layanan dan bimbingan kependidikan bagi ABK, menjadi konsultan bagi semua pihak yang membutuhkan informasi, layanan, bimbingan dan penanganan khusus. Menjalin kerja sama dengan Dinas / Instansi / LSM dalam upaya implementasi pendidikan inklusif, melakukan penelitian dan pengembangan, inovasi implementasi pendidikan inklusif,


(53)

menyusun strategi dan metodologi pembelajaran yang cocok bagi semua anak. Melakukan penanganan layanan pendidikan bagi ABK dan memberi serta menerima rujukan atau referensi dalam layanan pendidikan inklusi, Merencanakan dan menyelenggarakan diklat pendidikan inklusif bagi guru- guru di sekolah reguler dan SLB serta pihak lain yangg membutuhkan. Menyediakan bantuan kepada berbagai pihak untuk meningkatkan layanan bagi ABK, serta menjadi fasilitator dan mediator bagi semua pihak dalam implementasi pendidikan inklusif. Mengatur guru yg ada di SLB untuk melakukan tugas tambahan sebagai guru pembimbing khusus di sekolah inklusi.

2.1.2 Jenis-jenis Sekolah Luar Biasa

Pada umumnya, setiap sekolah luar biasa teruntuk bagi salah satu jenis anak luar biasa, misalnya untuk yang tuli, kurang penglihatan, dan sebagainya. Terdapat pula sekolah yang diperuntukkan bagi anak luar biasa yang mempunyai cacat ganda, yaitu yang memiliki dua atau lebih kecacatan, misalnya anak terbelakang yang buta, atau anak buta yang tuli, dan sebagainya. Sekolah untuk anak luar biasa tersebut terdiri dari:

1. SLB Anak Cacat Tubuh. Biasanya dilengkapi dengan peralatan protease (anggota badan buatan), fisioterapi (pengobatan tanpa kimia dan bedah) dan peralatan-peralatan seperti: kursi roda, kruk, dan sebagainya.

2. SLB Anak buta. Sekolah untuk anak buta, dilengkapi dengan alat tulis braile (huruf untuk orang buta, terdiri dari titik-titik yang dapat diraba), peralatan seperti peta timbul dan lain sebagainya.


(54)

3. SLB Anak Sukar Lihat. Sekolah anak sukar lihat dilengkapi dengan peralatan-peralatan untuk membesarkan huruf, daun meja yang dapat digeser-geser dan lain sebagainya.

4. SLB Anak Tuli. Sekolah ini mengajarkan supaya anak tuli mengerti pembicaraan orang lain dari gerak bibir dan mimik pembicaraan walaupun tidak dapat mendengarkan suara dari lawan bicaranya.

5. SLB Anak Sukar Dengar. Sekolah anak sukar dengar dilengkapi dengan alat bantu dengar (hearing aid). Alat bantu dengar ini dapat diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan parah ringannya kecacatan penderita.

6. SLB Anak Cacat Wicara. Sekolah yang melayani anak cacat wicara diperlengkapi dengan peralatan-peralatan yang diperlukan untuk pembinaan bicara.

7. SLB Anak Debil. Sekolah anak debil banyak menggunakan kurikulum sekolah biasa, tetapi disesuaikan kepada kemampuannya yang lebih terbatas dari anak biasa. Beberapa negara memasukkan anak debil ke kelas-kelas khusus di sekolah biasa. Tetapi ada juga negara yang memindahkan anak debil dari sekolah biasa oleh karena anak debil jauh ketinggalan dari anak normal.

8. SLB Anak Imbesil dan Idiot. Sekolah anak imbesil mengutamakan pendidikan untuk perkembangan jasmani, khususnya perkembangan motoritik, terutama alat indera dan kesehatan. Sekolah ini juga mengutamakan latihan-latihan untuk menolong diri dan berdiri sendiri. Erat hubungannya dengan ini,


(55)

sekolah juga mengutamakan penyesuaian sosial anak didiknya. Jadi latihan-latihan makan, berpakaian, berbibcara, dan sebagainya sangat dianggap penting.

9. SLB Anak Tuna Laras. Sekolah anak tuna laras tidak memerlukan kurikulum tersendiri. Sering juga anak tuna laras disekolahkan di sekolah biasa, yang mereka perlukan adalah bimbingan dari mereka yang mengerti terhadap masalah-masalahnya.

10.SLB Anak Jenius. Sekolah anak jenius sama dengan sekolah biasa. Tetapi anak jenius akan lebih cepat mencapai tingkat pelajaran yang lebih tinggi dari pada temannya yang lain. Di Indonesia sampai sekarang masih belum terdapat sekolah khusus atau SLB untuk anak ini

2.2. Pembelajaran Keterampilan 2.2.1. Pengertian Belajar

Sebagian orang beranggapan belajar adalah semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran. Disamping itu pula, sebagian orang yang memandang belajar sebagai latihan belaka seperti pada latihan membaca dan menulis.

Berikut beberapa defenisi belajar oleh ahli Skinner seperti dikutip Barlow (Syah, 2005 : 64) dalam bukunya Educational Psychology :

The Teaching-Leaching Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses


(56)

Berdasarkan eksperimen B.F. Skinner percaya bahwa prose adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguat (reinforce).

Pavlov & Guthrie juga pakar teori belajar berdasarkan proses conditioning yang pada prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkahlaku itu karena adanya hubungan antara stimulus (rangsangan) dengan respon. Sedangkan Hintzman (1978) berpendapat “Learning is a change in organism due to experience which can affect to organism’s behavior” (belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut). (Syah, 2005 : 65)

2.2.2. Pembelajaran Keterampilan

Keterampilan ialah kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular) yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olahraga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya motorik namun keterampilan itu memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi. Siswa yang melakukan gerakan motorik dengan koordinasi dan kesadaran yang rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil. Sedangkan Reber (dalam Syah 2005 : 121) mengatakan : keterampilan adalah kemampuan melakukan pola-pola tingkahlaku yang kompleks dan tersusun rapi secara mulus dan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu.

Pembelajaran keterampilan merupakan program pilihan yang dapat diberikan kepada peserta didik yang diarahkan kepada penguasaan satu jenis keterampilan atau


(57)

lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat. Pendidikan Keterampilan menurut Sudirman adalah "program pendidikan yang bertujuan untuk memperoleh kecakapan dan keterampilan tertentu yang diperlukan anak didik sebagai bekal hidupnya di masyarakat. Sejalan dengan pengertian di atas, Chaniago dan Sirodjudin (1981 : 1) mengemukakan, bahwa "Keterampilan merupakan kemampuan khusus untuk memanipulasi (memanfaatkan alat, ide, serta keinginan daiam melakukan sesuatu kegiatan yang berguna bagi dirinya sendiri dan banyak orang/masyarakat)". Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan keterampilan merupakan kemampuan khusus yang diselenggarakan agar anak didik memiliki kecakapan (keahlian) yang berguna bagi dirinya sendiri sebagai bekal hidupnya di masyarakat.

Pembelajaran keterampilan adalah belajar menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni berhubungan dengan urat syaraf dan otot-otot/neuromuscular. Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai keterampilan jasmani tertentu. Pada jenis-jenis latihan intensif dan teratur amat diperlukan (Syah, 2005 : 126). Terkait dengan pembelajaran keterampilan terdapat pendekatan lain yang mempunyai pengaruh cukup besar adalah pandangan dari perspektif Behavioral (Behaviorism). Pandangan yang cukup berpengaruh dari perspektif ini antara lain:

Prinsip belajar (learning), dimana aliran ini melihat bahwa perilaku manusia sebagian besar dihasilkan dari proses belajar, dan bukan berasal dari aliran bawah sadar. Belajar yang dimaksud disini adalah proses perubahan tingkah


(58)

laku yang relative, baik yang tidak nyata (covert) ataupun nyata (overt) berdasarkan latihan ataupun pengalaman (Adi, 2013 : 73).

Secara sederhana maka dapat dikaitkan bahwa pembelajaran keterampilan dalam disiplin pekerjaan sosial dan ilmu kesejahteraan sosial memiliki keterkaitan bukan saja pada seting mikro tetapi juga bermanfaat pada seting makro.

Program pengajaran di sekolah yang baik adalah yang mampu meberikan dukungan besar kepada para siswa dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan mereka. Sejalan dengan hal tersebut diperlukan bagi setiap guru sekolah untuk memahami setiap proses dan tugas perkembangan manusia. Ranah psikologis siswa yang terpenting adalah ranah kognitif. ranah kejiwaan yang terletak pada otak sebagai sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, seperti ranah afektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa) (Syah, 2005 : 48). Adapun pemahaman lain menurut Majid (2008) mengenai kecakapan kognitif, kecakapan afektif, dan kecapakan psikomotor antara lain sebagai berikut :

 Mengembangkan kecakapan kognitif (pemahaman atau pengetahuan)

Upaya pengembangan kognitif siswa secara terarah baik oleh orang tua ataupun guru sangan penting. Ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang perlu diamati yaitu strategi belajar memahami isi materi pelajaran dan strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasi serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut.


(59)

Pembinaan sikap mental (mental attitude) yang mantap dan matang serta memiliki kecerdasan. Bersikap adalah merupakan wujud keberanian untuk memilih secara sadar. Setelah itu ada kemungkinan ditindaklanjuti dengan mempertahankan pilihan lewat argumentasi yang bertanggung jawab, kukuh, dan bernalar. Bersikap inilah yang kemudian harus disertai strategi belajar-mengajar yang sudah didahului oleh konsep bermain dan belajar.

 Mengembangkan kecakapan psikomotor

Mampu memberikan manfaat kepada orang lain tentulah harus mempunyai kemampuan/kompetensi dan keterampilan. Hal ini menjadi perhatian di kalangan pendidik orang tua maupun lingkungan sekitarnya. Bertujuan agar proses pembelajaran diarahkan pada proses pembentukan kompetensi dimana diharapkan kelak siswa dapat member manfaat baik untuk dirinya sendiri maupun orang lain. Dan bukan sebaliknya menjadi beban dan tanggungan orang lain.

2.2.3. Tujuan Pembelajaran Keterampilan

Pendidikan keterampilan bertujuan untuk menumbuh kembangkan berbagai potensi anak didik sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya. Adapun tujuan utama pendidikan keterampilan sesuai dengan tujuan intruksional adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kemampuan, keterampilan dan sikap dasar yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan guna memperoleh pendapatan (nafkah).


(60)

2. Memiliki pengetahuan dasar tentang berbagai bidang pekerjaan yang terdapat di lingkungan masyarakat sekitar.

3. Sekurang-kurangnya mampu menyesuaikan diri di dalam masyarakat dan memiliki kepercayaan diri.

4. Memiliki suatu jenis keterampilan yang sesuai dengan minat, kemampuan dan kebutuhan lingkungan.

Tujuan pendidikan keterampilan menurut Mainord dalam Astati (2001) menyatakan bahwa: "Tujuan pendidikan keterampilan bagi anak tunagrahita ringan adalah untuk mengembangkan keterampilan dan mengadaptasikannya pada suatu pekerjaan". Pernyataan tersebut bisa disimpulkan bahwa pendidikan keterampilan bagi anak tunagrahita ringan adalah untuk mengembangkan potensi yang dimilikinya sesuai dengan bakat dan minat sebagai sikap dasar untuk melakukan suatu pekerjaan didalam masyarakat sehingga dapat memperoleh penghasilan untuk keperluan dirinya dan masyarakat sekitar (Astati, 2001 : 16).

Penyandang disabilitas perlu dibekali pengetahuan mengenai potensi anak disabilitas yang bisa dioptimalkan, juga melalui tingkat keluarga, melalui kerjasama orangtua, anak dan pengasuh sangat penting dalam penanganan anak disabilitas. 2.2.4. Jenis-Jenis Keterampilan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk Sekolah Menengah Atas Luar Biasa (SMALB) Anak Tunagrahita Ringan, keterampilan merupakan pelajaran yang memiliki alokasi waktu paling banyak. Selain itu arah pengembangannya disesuaikan dengan potensi anak tunagrahita dan potensi daerah sehingga penentuan


(61)

keterampilan diserahkan pada sekolah yang bersangkutan. Adapun jenis jenis keterampilan secara umum yang diinstruksikan kurikulum KTSP meliputi: keterampilan pertanian, keterampilan peternakan, keterampilan tata boga, tata busana, pertamanan, perikanan, otomotif, keterampilan musik, keterampilan pertukangan, keterampilan perkantoran, dan keterampilan rekayasa.

Dalam mengembangkan potensi atau bakat penyandang disabilitas, perlu dimulai dengan analisis kebutuhan, potensi/bakat, minat yang dimiliki oleh masing-masing individu. Secara umum penyandang disabilitas memiliki kemampuan yang bias dioptimalkan seperti kekuatan daya ingat, kehalusan perasaan, kemampuan dibidang seni, musik, olahraga, dan lain-lain. (Suyono, 2013: 140)

2.2.5. Kemandirian

Menumbuhkan kemandirian pada individu sejak usia dini sangatlah penting karena dengan memiliki kemandirian sejak dini, anak akan terbiasa mengerjakan kebutuhannya sendiri. Menurut Yusuf (2002) secara naluriah, anak mempunyai dorongan untuk berkembang dari posisi dependent (ketergantungan) ke posisi

independent (bersikap mandiri). Anak yang mandiri akan bertindak dengan penuh

rasa percaya diri dan tidak selalu mengandalkan bantuan orang dewasa dalam bertindak. Kemandirian diartikan sebagai suatu sikap yang ditandai dengan adanya kepercayaan diri dan terlepas dari kebergantungan (Chaplin, 1995), selanjutnya Benson dan Grove (2000) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kemandirian adalah kemampuan individu untuk memutuskan sendiri dan tidak terus menrus berada di bawah kontrol orang lain. Berdasarkan pernyataan di atas maka dapat disimpulkan


(1)

4.1.3 Ketenagaan SLB-E Negeri Pembina Medan ... 50

4.1.4 FasilitasSLB-E Negeri Pembina Medan ... 51

4.1.5 Proses BelajarMengajar SLB Negeri Pembina Medan ... 52

4.1.6 StrukturOrganisasi ... 53

BAB V ANALISA DATA 5.1 Kharateristik Responden ... 55

5.1.1 Umur ... 55

5.1.2 Jenis kelamin ... 56

5.1.3 Agama ... 57

5.1.4 Suku ... 58

5.1.5 Pendidikan terakhir ... 59

5.1.6 Pekerjaan ... 60

5.2 Peranan unit pelaksana teknis sekolah luar biasa negeri Pembina medan Dalam Memberikan kegiatan pembelajaran keterampilan bagi penyandang Tunagrahita ... 61

5.2.1 Pengetahuan dan pemahaman (aspek kognitif) pada kegiatan Pembelajaran keterampilan ... 61 5.2.2 Penerapan(aspek afektif) pada kegiatan pembelajaran


(2)

BAB VI PENUTUP

6.1 Kesimpulan ... 89 6.2 Saran ... 91 DAFTAR PUSTAKA ... 96


(3)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan umur ... 55

Tabel 5.2 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ... 56

Tabel 5.3 Distribusi responden berdasarkan agama ... 57

Tabel 5.4 Distribusi responden berdasarkan suku ... 58

Tabel 5.5 Distribusipendidikan orang tuaresponden ... 59

Tabel 5.6 Distribusi pekerjaan orang tua responden ... 60

Tabel 5.7 Distribusi sumber pengetahuan responden tentang tujuan kegiatan dari pembelajaran keterampilan penyandang tuna grahita ... 62

Tabel 5.8 Distribusi pengetahuan dan pemahaman responden tentang manfaat berolahraga ... 63

Tabel 5.9 Distribusi pengetahuan dan pemahaman responden tentang pengetahuan dasar dalam perkembangan teknologi ... 64

Tabel 5.10 Distribusi pengetahuan dan pemahaman tentang kegunaan alat praktek keterampilan ... 66

Tabel 5.11 Distribusi pengetahuan dan pemahaman responden tentang kegunaan alat yang dipakai dalam praktek keterampilan ... 67


(4)

Tabel 5.13 Distribusi penerapan pengetahuan dasar dan

keterampilanresponden dalam kehidupan sehari-hari ... 70 Tabel 5.14 Distribusi peningkatan kepercayaan diri responden selama

mendapatkan pembelajaran keterampilan ... 71 Tabel 5.15 Distribusi kemampuan responden dalam menggunakan alat yang

difasilitasi di SLB ... 72 Tabel 5.16 Distribusi tingkatketergantunganpesertadidikpada orang

terdekatnyadalamkehidupansehari – hari ... 73 Tabel 5.17 Distribusi tata bahasa atau ungkapan responden pada orang

sekitar lingkungannya ... 75 Tabel 5.18 Distribusi penerapan peralatan yang digunakan responden di

UPT dalam menunjang kegiatan pembelajaran keterampilan ... 76 Tabel 5.19 Distribusi kemampuan responden dalam melakukan kegiatan

tanpa bantuan orang terdekat ... 77 Tabel 5.20 Distribusi kemandirian responden dalam melakukan kegiatan

sehari-hari ... 78 Tabel 5.21 Distribusi Distribusi kemampuan responden

dalamMelakukankegiatan pelatihan keterampilan di UPT tanpa

pertolongan orang terdekat ... 79 Tabel 5.22 Distribusi kempuan responden dalam bersosialisasi di


(5)

Tabel 5.23 Distribusi kempuan responden dalam bersosialisasi di luar

lingkungan UPT... 82 Tabel 5.24 Distribusi kemampuan responden berinovasi dari pengetahuan

yang diterima selama pembelajaran keterampilan ... 83 Tabel 5.25 Distribusi perkembangan pembelajaran keterampilan responden

terhadap kegiatan sehari-hari ... 84 Tabel 5.26 Distribusi keterampilan responden membuat karya yang

sederhana ... 85 Tabel 5.27 Distribusi perubahan tingkat kemandirian responden selama

mendapatkan pembelajaran keterampilan di UPT ... 86 Tabel 5.28 Distribusi manfaat kegiatan pembelajaran keterampilan di UPT ... 87


(6)

DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Bagan Alir Pikiran ... 44 Bagan 4.1 Bagan Struktur Organisasi UPT SLB-E Negeri Pembina Tingkat