Salah satu upaya perbaikan lingkungan khususnya lingkungan sekolah yaitu dengan meningkatkan kualitas ruang terbuka hijau RTH. Menurut Nurisjah
dan Pramukanto 1995 adanya RTH di kawasan perkotaan merupakan salah satu bagian dari kota yang sangat penting nilainya, tidak hanya ditinjau dari segi fisik
dan sosial, tetapi juga dari nilai ekonomi dan ekologis. Selanjutnya dikatakan pula bahwa secara fungsional, tersedianya RTH di perkotaan merupakan “paru-paru”
bagi lingkungannya dan “penyembuhan psikis” bagi pemakainya, memperlihatkan adanya keseimbangan antara tata hijau yang menyegarkan dan struktur bangunan
yang bersifat kaku, juga berfungsi untuk menghasilkan suatu nilai estetika yang tinggi bagi lingkungan sekitarnya.
2. Tujuan
Tujuan dari studi ini adalah sebagai berikut : 1.
Menginventarisasi kondisi ruang terbuka di SMA Negeri Jakarta Timur dan penggunaannya.
2. Menginventarisasi elemen ruang terbuka hijau RTH di SMA Negeri Jakarta
Timur 3.
Mengetahui persepsi dan preferensi pengguna terhadap ruang terbuka hijau RTH di SMA Negeri Jakarta Timur dan pemanfaatannya
4. Membuat model lanskap sekolah dan rekomendasi pemanfaatan ruang
terbuka hijau RTH sekolah
3. Manfaat
Hasil dari studi ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi pengelola sekolah khususnya dan pihak-pihak yang terkait dengan dunia
pendidikan pada umumnya dalam hal perbaikan dan menjadi rujukan dalam perencanaan tapak untuk pembangunan sekolah.
TINJAUAN PUSTAKA 1.
Lanskap Sekolah
Menurut Eckbo 1964 lanskap adalah ruang di sekeliling manusia mencakup segala hal yang dapat dilihat dan dirasakan. Menurut Hubbard dan
Kimball 1917 dalam Laurie 1986, arsitektur lanskap adalah bidang seni yang menitik beratkan pada fungsi kreasi dan pelestarian keindahan lingkungan di
sekitar tempat tinggal manusia dan pada lingkup alam yang lebih luas lagi selain itu berkaitan dengan peningkatan kenyamanan, kemudahan dan kesehatan
penduduk perkotaan. Senada dengan Rachman 1984, arsitektur lanskap adalah bidang ilmu dan seni yang mempelajari pengaturan ruang dan massa di alam
terbuka tata ruang luar dengan mengkomposisikan elemen-elemen lanskap alami maupun buatan manusia, beserta segenap kegiatan di dalamnya, agar tercipta
kepuasan jasmaniah dan rohaniah manusia beserta makhluk hidup lainnya, selaras dengan faktor ruang, waktu dan geraknya.
Flemming dan Tscharner 1981 dalam Titidarmila 1999 berpendapat bahwa penataan tempat pendidikan akan melekat dalam ingatan, ada tempat-
tempat atau objek khusus yang menjadi kenangan tersendiri bagi guru atau para murid dimana diharapkan akan didapat kenangan yang positif. Menurut Gagne
dan Briggs 1979 dalam Suparno 2000 menambahkan, bahwa perencanaan pengajaran harus berdasarkan pada pengetahuan tentang bagaimana individu
belajar agar diketahui bagaimana kondisi-kondisi harus ditata. Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi
pelajaran. Menurut tingkatannya, sekolah dibagi menjadi tingkat dasar SD, menengah SMP, lanjutan SMA dan tinggi. Dinas Pekerjaan Umum 2002
menyebutkan, sekolah adalah tempat dimana berlangsung kegiatan guru mengajar dan murid belajar. Suparno 2000 memberikan pengertian belajar secara umum
merupakan suatu aktivitas yang menimbulkan perubahan yang relatif permanen sebagai akibat dari upaya-upaya yang dilakukannya. Bloom 1974 dalam
Suparno 2000 menyatakan, terdapat tiga kategori belajar yang dikenal, antara lain domain atau ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotorik. Ranah-
ranah ini merupakan perilaku yang diniatkan untuk ditunjukkan oleh pelajar dalam cara-cara tertentu, misalnya bagaimana mereka berpikir ranah kognitif,
bagaimana mereka bersikap dan merasakan sesuatu ranah afektif serta bagaimana mereka berbuat ranah psikomotorik.
Block 1974 dalam Suparno 2000 mengatakan konsep belajar tuntas berdasarkan pikiran bahwa siswa dapat mencapai penguasaan yang integral bila
kepadanya disediakan kondisi belajar yang sesuai. Suparno 2000 menambahkan, bahwa dalam menumbuhkan situasi yang mendukung proses belajar, hakikat dan
kualitas interaksi belajar menjadi sangat penting. Struktur kooperatif dibanding dengan struktur kompetisi dan usaha individual lebih menunjang komunikasi
diantara siswa yang lebih efektif dan pertukaran informasi yang saling membantu tercapainya hasil belajar yang baik.
Pada umumnya SMA berprestasi memiliki sarana dan prasarana yang baik, yakni luas tanah yang cukup luas, tempat parkir, lapangan olah raga, tempat
bermain atau jenis kegiatan lain, ruang kelas, laboratorium, perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang tata usaha, alat bantuperaga mata pelajaran,
serta berbagai macam alat elektronik untuk menunjang mata pelajaran. Pengadaan sarana dan prasarana untuk memungkinkan terlaksananya proses pembelajaran,
seperti pusat sumber belajar merupakan salah satu alternatif yang harus dikembangkan baik di sekolah, perguruan tinggi, maupun di lembaga
kemasyarakatan. Fasilitas tersebut harus disertai dengan pengaturan yang tertib dan benar-benar memberikan kemudahan untuk belajar Suparno, 2000.
2. Ruang Terbuka Hijau