BAB II KONSEP NEGARA ISLAM
A.  Hubungan Agama dan Negara
Sebelum masuk ke dalam pembahasan agama dan negara, serta perdebatan diantara  tokoh  yang  menginginkan  penyatuan  agama  terhadap  negara  dengan
tokoh yang mengkehendaki adanya pemisahan agama dari urusan kenegaraan, ada baiknya  kita  mengetahui  terlebih  dahulu  pengertian  dari  agama  serta  negara  itu
sendiri. Agama yang berasal dari bahasa Sanskrit, selalu hadir di dalam kehidupan
kita  sehari-hari, tidak  hanya ada di dalam satu  individu namun  agama  juga hadir di dalam  ruang  lingkup  kemasyarakatan  tak terkecuali juga hadir di dalam ruang
politik. Agama tersusun dari dua kata, a yang artinya tidak dan gama artinya pergi.
Jadi   tetap   diam   di   tempat,   diwarisi   turun-temurun.   Ada   lagi  pendapat   yang mengatakan   bahwa   agama   berarti   teks   atau   kitab   suci
13
.   Jadi   bisa   ditarik kesimpulan   disini  agama  adalah   suatu  ikatan   spiritual  serta   yang  dinamakan
agama memiliki suatu pedoman hidup tersendiri secara tekstual. Sedangkan  di  dalam  tekstual  semit  sendiri  agama  merupakan  terjemahan
dari  kata  din  yang  artinya  undang-undang  atau  hukum.  Dalam  bahasa  Arab  kata ini mengandung  arti  menguasai,  menundukkan,  patuh,  hutang,  balasan,
kebiasaan
14
.  Jadi  agama  disini  adalah  suatu  peraturan  yang  dimana  orang-orang
13
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jakarta: UI Press 1985, h. 9.
14
Ibid., hal. 9.
yang  mengikuti ajarannya harus patuh  terhadap  aturan  yang ada dengan  kata lain terikat oleh hukum agama tersebut.
Sedangkan   negara   adalah   suatu   wilayah   di   permukaan   bumi   yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh
pemerintahan yang berada di wilayah tersebut
15
. Masih dari sumber Wikipedia, negara adalah
p
engorganisasian masyarakat yang  mempunyai  rakyat  dalam  suatu  wilayah  tersebut,  dengan  sejumlah  orang
yang menerima keberadaan organisasi ini
16
. Negara  ini  merupakan  suatu  wilayah  yang  dalam  menjalankannya  seperti
bentuk  organisasi  yang  bertujuan  untuk  mengakomodir  cita-cita  anggotanya  yang dalam  hal  ini  adalah  rakyat  sehingga  sampai  kepada  tujuan  bersama.  Tujuan
bersama  ini  kemudian  dicantumkan  dalam  sebuah  konstitusi  yang  disebut  juga dengan undang-undang.
Dalam  lingkup  perpolitikan, negara adalah  satu  komunitas politik  tersusun yang menaklukan  suatu  kawasan dan  mempunyai kedaulatan luar dan dalam yang
dapat menguasai monopoli terhadap penggunaan kekerasan yang secara wajar
17
. Menurut Robert M. Mac Iver, yang dikutip dalam buku Ilmu Negara, yang
ditulis  oleh  Mohammad  Kusnadi  dan  Bintan  R  Saragih,  negara  adalah  asosiasi yang   menyelenggarakan   penertiban   di   dalam   suatu   masyarakat   dalam   suatu
15
“Negara”, artikel
diakses pada
12 Agustus
2009 dari
http:id.wikipedia.orgwikiNegara.
16
Ibid .
17
“Negara Politik”,
artikel diakses
pada 12
Agustus 2009
dari http:ms.wikipedia.orgwikiNegara_politik.
wilayah   dengan   berdasarkan   sistem   hukum   yang   diselenggarakan   oleh  suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa
18
. Masuk ke dalam pembahasan, dalam teori politik yang sudah ada pada saat
ini, hubungan  agama dan negara, seperti yang terdapat pada pendahuluan  terdapat dua konsep menurut beberapa aliran, yaitu paham teokrasi, dan paham sekuler.
Agama dan negara menurut konsep  teokrasi. Dalam paham ini, agama dan negara  tidak  dapat  dipisahkan  dan  senantiasa  harus  bersatu,  kebijakan  publik
sepenuhnya  ditentukan  oleh  denominasi  agama.  Paham  ini  berawal  ketika  masa kekuasaan  gereja  di  Eropa  ketika  ruang  publik  diatur  oleh  gereja  melalui  para
pimpinan  gereja  atau  pastur-pastur.  Pemimpin  Gereja  ini  merupakan  wakil-wakil Tuhan   untuk   mengatur   kehidupan   masyarakat   di   bawah   kekuasaan   gereja.
Berbagai  alasan   dikemukakan   bahwa   pada  dasarnya  agama   selain   membawa peraturan-peraturan   bersifat   moral   yang   berisi  tuntunan   hidup   disamping   itu
agama  juga  mengatur  tentang  cara  mengelola  suatu  masyarakat  yang  disini  bisa diartikan juga sebagai negara. Menurut Peter Berger yang dikutip oleh Mun’im A.
Sirry,   mengatakan   bahwa  agama  sebagai  kekuatan   “world   maintaining”   dan “world  shaking”.  Dengan  dua  kekuatan  itu,  agama  mampu  melegitimasi  atau
menentang kekuasaan dan privilege
19
. Teori  selanjutnya  adalah  yang  dikemukakan  oleh  paham  sekuler.  Paham
ini  mengatakan  bahwa  agama  tidak  dapat  mencampuri  urusan  negara.  Paham  ini juga  menjelaskan  bahwa  negara  merupakan  urusan  manusia  dengan  manusia  lain
atau segala urusan keduniaan, sedangkan agama adalah hubungan manusia dengan
18
Moh Kusnadi  Bintan R Saragih, Ilmu Negara Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, h. 57. Cet IV.
19
Mun’im A. Sirry, Membendung Militansi Agama: Iman dan Politik  dalam Masyarakat Modern
Jakarta: Erlangga, 2003, h. 64.
Tuhan.  Dari  teori  tersebut  sudah  dapat  dijelaskan  bahwa  segala  urusan  dunia merupakan urusan manusia tidak dapat disatukan oleh agama.
Pemisahan  ini  dimaksudkan  untuk  menjaga  keutuhan  nilai-nilai  agama  itu sendiri  sebagai  penjaga  moral  manusia.  Apabila  agama  masuk  dalam  urusan
negara   maka   dikhawatirkan   akan   tejadi  suatu   gesekan   dari  agama   minoritas terhadap  agama  mayoritas  yang  menginginkan  adanya  pelaksanaan  hukum  yang
sesuai   dengan   ajaran   agama   mayoritas.  Namun  walaupun   adanya   pemisahan antara  agama  dan  negara  di  dalam paham  ini,  negara  sekuler  tetap  membebaskan
warga di negara tersebut memeluk agama sesuai dengan keyakinannya dan negara tidak mengintervensi hal tersebut.
Dari  kedua  teori  tersebut  dapat  disimpulkan  bahwa  ada  posisi  yang  tegas terhadap  posisi  agama  dan  negara.  Namun  diluar  kedua  teori  itu  ada  teori  yang
menyatakan  bahwa  agama  dan  negara  saling  berhubungan.  Teori  ini  adalah  teori agama  dan  negara  yang  simbiotik.  Kelompok  ini  menolak  terdapatnya  aturan-
aturan  di  agama  yang  dapat  diselaraskan  ke  dalam  sistem  pemerintahan.  Namun kelompok  ini  juga  menolak  pemahaman  bahwa  agama  hanya  suatu  hubungan
personal antara Tuhan dan makhlukNya secara individu. Agama   memerlukan   negara   untuk   berkembangnya   agama   itu   sendiri
demikian  juga  negara  yang  memerlukan  agama  yang  dapat  berkembang  dalam ruang etika dan moral.
B.   Relasi Agama dan Negara dalam Islam