Hubungan Perilaku Masyarakat dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur

(1)

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN PENGELOLAAN SANITASI DASAR DI DESA SEUNEUBOK BENTENG

KECAMATAN BANDA ALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Oleh

KAMARULLAH 067004009/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN PENGELOLAAN SANITASI DASAR DI DESA SEUNEUBOK BENTENG

KECAMATAN BANDA ALAM KABUPATEN ACEH TIMUR

TESIS

Oleh

KAMARULLAH 067004009/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT DENGAN PENGELOLAAN SANITASI DASAR DI DESA SEUNEUBOK BENTENG


(3)

TESIS

Untuk memperoleh Gelar Magister Sains

Dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

KAMARULLAH 067004009/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009

Judul Tesis : HUBUNGAN PERILAKU MASYARAKAT

DALAM PENGELOLAAN SANITASI DASAR DI DESA SEUNEUBOK BENTENG KECAMATAN BANDA ALAM KABUPATEN


(4)

ACEH TIMUR Nama Mahasiswa : Kamarullah Nomor Pokok : 067004009

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Chalida Fachruddin Ketua

)

(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Drs. Heru Santosa, MS

Anggota Anggota

)

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., M.S) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc)

Tanggal lulus: 15 Juli 2009

Telah diuji pada Tanggal 15 Juli 2009


(5)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Chalida Fachruddin Anggota : 1. Dr.Dra. Irnawati Marsaulina, MS 2. Drs. Heru Santosa, MS

3. Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc 4. Prof. Dr. Badaruddin, MS


(6)

ABSTRAK

Kondisi kesehatan lingkungan di Indonesia masih memprihatinkan, begitu juga dengan sanitasi dasar di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Terbukti di Desa Seuneubok Benteng, selama satu tahun terakhir banyak ditemukan penyakit berbasis lingkungan yang mengindikasikan bahwa ketersediaan sarana sanitasi dasar dan perilaku masyarakat dalam penggunaan, dan pengelolaannya masih kurang.

Metode penelitian adalah survai bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel perilaku dan karakteristik masyarakat dengan variabel pengelolaan sanitasi dasar. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 65 KK diambil secara

random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden mayoritas diatas 45 tahun (63,1%), laki-laki (78,9%), berpendidikan SD (52,3%), Responden yang bekerja sebagai petani (92,3%), pendapatan bulanan responden Rp.500.000 - Rp.999.999 (56,9%). Responden umumnya berpengetahuan kurang, ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara pengetahuan dengan pengelolaan sanitasi dasar, sedangkan sikap responden menujukkan sikap baik dan dari hasil uji statistik tidak ada hubungan yang signifikan (p>0,05) antara sikap dengan pengelolaan sanitasi dasar. Tindakan responden dikategorikan kurang dan dari hasil uji statistik ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara tindakan dengan pengelolaan sanitasi dasar.

Sebagai kesimpulan, dari hasil uji chi-square diketahui bahwa karakteristik dan sikap masyarakat tidak berhubungan dengan pengelolaan sanitasi dasar, hanya pengetahuan dan tindakan masyarakat yang berhubungan dengan pengelolaan sanitasi dasar di Desa Seuneubok Benteng. Kurangnya pengetahuan dan tindakan masyarakat tentang pengelolaan sanitasi dasar disebabkan karena tidak mendapat informasi dan penyuluhan kesehatan lingkungan dari petugas kesehatan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur untuk dapat menempatkan tenaga sanitarian profesional pada Puskesmas Keude Geureubak yang dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang kesehatan lingkungan, serta menganggarkan program–program untuk peningkatan kualitas kesehatan lingkungan di Kabupaten Aceh Timur.


(7)

ABSTRACT

The condition of the health environment in Indonesia is far below the standard of good and healthy, as well as basic sanitation condition in Province Nanggroe Aceh Darussalam. It is obvious at Seuneubok Benteng village in East Aceh. For almost one recently year this village experiences some environment based diseases. This problem arises from less availability of basic sanitation facility, as well as inappropriate community behavior on its management and utilization

The research methodology applied is analytic descriptive survey with cross sectional approach, while the objective is to discover any correlation between community behavior and characteristics with sanitation basic management. and the sample consists of 65 Individuals, taken randomly.

The result showed that respondents whose age are over 45 year old are 63,1%, male is 78,9%, primary school graduated are 47%, considered as farmers are 92%, and 56,9% of the respondents’ monthly income is Rp. 500.000-Rp. 999.999. The knowledge of the respondents are considered low and there is significant relationship between the knowledge and the basic sanitation management (p<0,05). The attitude of the respondents is considered good and result showed that there is no significant relationship between the attitude with the basic sanitation management (p<0,05). On the other hand, the action of the respondents are characterised as low although the statistical result showed that the action and the basic sanitation management is correlated significantly (p<0,05).

In summary, Chi Square Test showed that characteristic and attitude of the community characteristics are not statistically correlated with basic sanitation management at village Seuneubok Benteng, while knowledge and action of community are . Community less on basic sanitation management knowledge and action affected by minimum information and health campaign of local health departement officer

It’s suggested that the local health department of East Aceh regency to place professional sanitarian expert at Keude Geureubak Community Health Centre who are able to give information for the community on health enviroment. As well as to budget out some programs in order to improve health enviromental in East Aceh Region.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis Panjatkan kehadirat Allah yang Maha Kuasa

karena dengan rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan Tesis ini yang

berjudul ”Hubungan Perilaku Masyarakat dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur”

Dalam penulisan Tesis ini, penulis banyak memperoleh bantuan dan

bimbingan dari berbagai pihak dan pada kesempatan ini penulis menyampaikan

ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Chairuddin P Lubis. DTM & H, Sp.A (K), selaku Rektor

Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Prof. Dr.Ir. T. Chairun Nisa, B.,M.Sc, selaku Direktur Sekolah

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH., M.S, selaku Ketua Program Studi PSL

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

4. Ibu Prof. Dr. Chalida Fachruddin, selaku Ketua Pembimbing yang telah

banyak membantu dalam menyelesaikan tesis ini

5. Ibu Dr. Irnawati Marsaulina, MS, selaku anggota komisi pembimbing penulis

yang telah banyak meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan

bimbingan, saran dan petunjuk dalam penyelesaian tesis ini

6. Bapak Drs. Heru Santosa, MS, selaku anggota komisi pembimbing penulis

yang telah banyak memberikan bimbingan dan saran bagi penulis dalam


(9)

8. Bapak Prof. Dr. Ir. B. Sengli J. Damanik, MSc, selaku Penguji I Program

Studi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

9. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MS, selaku Penguji II Program Studi

Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

10. Bapak dan ibu Dosen beserta staf Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera

Utara yang memberikan arahan, bimbingan dan bantuan selama pendidikan

serta saran dalam penyelesaian tesis ini

11. Bapak Sulaiman, S.Ag, selaku Setcam di Kecamatan Banda Alam yang telah

memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di tempat tersebut

12. Bapak Idris Ismail, selaku Geusyik Gampong Seuneubok Benteng di

Kabupaten Aceh Timur yang telah memberikan ijin melakukan penelitian di

tempat tersebut

13.Teristimewa untuk istri dan anak - anakku tercinta yang telah banyak

memberikan dorongan dan dukungan baik moril maupun materiil dalam

penyelesaian tesis ini

14. Rekan-rekan mahasiswa seperjuangan yang telah banyak memberi dukungan

dan semangat kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih banyak kekurangan,

untuk itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang sifatnya

membangun untuk penyempurnaan dimasa mendatang, harapan saya semoga

tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan terima kasih.

Medan, 15 Juli 2009 Penulis

(Kamarullah)


(10)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kamarullah

Tempat/tanggal lahir : Keude Blang, 11 Juni 1969

Jenis Kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Kawin

Alamat : Desa Keude Blang Idi Rayeuk

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. Tahun 1981 : M.I. Kemuning Idi

2. Tahun 1983 : SMP Negeri Idi

3. Tahun 1989 : SMA Negeri Idi

4. Tahun 1991 : AKPER Depkes RI Banda Aceh

5. Tahun 2004 : SI FKM USU Medan

6. Tahun 2006 - sekarang : Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan USU Medan

RIWAYAT PEKERJAAN

1. Tahun 1992 - 1993 : Staf RSU Langsa

2. Tahun 1993 - 2006 : Puskesmas Keude Geureubak Kecamatan Banda Alam


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

DAFTAR ISI ... ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 7

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Hipotesis ... 7

1.5. Manfaat Penelitian ... 8

1.6. Kerangka Konsep Penelitian ... 9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Sanitasi Dasar ... 10

2.1.1. Pentingnya Sanitasi ... 12

2.1.2. Fakta Penting Air Minum dan Sanitasi ... 16

2.1.3 Sarana Sanitasi ... 17

2.1.4. Penyediaan Air Minum ... 17

2.1.5. Pembuangan Kotoran Manusia ... 18

2.1.6. Pembuangan Air Limbah ... 20

2.1.7. Pembuangan Sampah ... 22

2.1.8 Kesehatan Lingkungan ... 23

2.1.9 Dasar-Dasar Kesehatan Llingkungan ... 25

2.1.10.Upaya dalam Menjaga Kesehatan Lingkungan ... 26

2.2. Perilaku Masyarakat ... 28

2.2.1. Pengetahuan ... 31

2.2.2. Sikap ... 33

2.2.3. Tindakan ... 35

2.3. Karakteristik Masyarakat ... 36

2.3.1. Pendidikan ... 36


(12)

2.3.3. Budaya ... 39

BAB III METODE PENELITIAN ... 42

3.1. Jenis Penelitian ... 42

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

3.2.1. Lokasi Penelitian ... 42

3.2.2. Waktu Penelitian ... 42

3.3. Populasi dan Sampel ... 43

3.3.1. Populasi ... 43

3.3.2. Sampel ... 43

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 44

3.4.1. Data Primer ... 44

3.4.2. Data Sekunder ... 44

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 44

3.6. Aspek Pengukuran ... 46

3.7. Metode Analisis Data ... 47

3.8. Uji Validitas dan Reabilitas Instrumen ... 48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1. Hasil Penelitian ... 51

4.1.1. Daerah Lokasi Penelitian ... 51

4.1.2. Analisis Univariat ... 55

4.1.2.1. Karakteristik Responden ... 55

4.1.2.2. Perilaku Responden ... 59

4.1.3. Pengelolaan Sanitasi Dasar ... 60

4.1.4. Analisis Bivariat ... 61

4.1.5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 66

4..2. Pembahasan ... 68

4.2.1. Karakteristik Responden ... 68

4.2.2. Hubungan Pengetahuan dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar ... 69

4.2.3. Hubungan Sikap dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar ... 71

4.2.4. Hubungan Tindakan dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1. Kesimpulan ... 75

5.2. Saran ... 76


(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Data 10 Penyakit Terbesar di Kecamatan Banda Alam

Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007 ... 6

3.1. Variabel dan Definisi Operasio... ... 45

4.1. Distribusi Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur ... 52

4.2. Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Sarana Air Bersih di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam

Kabupaten Aceh Timur ... 53

4.3. Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Jamban Keluarga di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur ... 53

4.4. Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Sarana Pembuangan Air Limbah di Desa Seuneubok Benteng

Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur ... 54

4.5. Distribusi Frekuensi Responden dalam Penggunaan Sarana Pembuangan Sampah di Desa Seuneubok Benteng

Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur ... 54

4.6. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok Umur di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam Kabupaten

Aceh Timur ... 55

4.7. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam Kabupaten

Aceh Timur ... . 56

4.8. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam

Kabupaten Aceh Timur ... 56

4.9. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam

Kabupaten Aceh Timur ... 57


(14)

di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam

Kabupaten Aceh Timur ... 58

4.11. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan Masyarakat dalam Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam Kabupaten AcehTimur ... 59

4.12. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sikap Masyarakat dalam Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam Kabupaten AcehTimur ... 60

4.13. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tindakan Masyarakat dalam Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam Kabupaten AcehTimur ... . 60

4.14. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan BandaAlam Kabupaten AcehTimur ... 61

4.15. Hubungan Karakteristik Responden Dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan BandaAlam Kabupaten AcehTimur... 62

4.16. Hubungan Pengetahuan Masyarakat Dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan BandaAlam Kabupaten AcehTimur... 64

4.17. Hubungan Sikap Masyarakat Dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan BandaAlam Kabupaten AcehTimur... 64

4.18. Hubungan Tindakan Masyarakat Dengan Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan BandaAlam Kabupaten AcehTimur ... 65

4.19. Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Pertama... 66

4.20. Hasil Perhitungan Pengujian Validitas Kedua... 67


(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Hubungan Perilaku Masyarakat Dalam Pengelolaan Sanitasi Dasar di Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda Alam

Kabupaten Aceh Timur Tahun 2008 ... 81

2. Frequency Table ... 92

3. Master Data ... 109

4. Surat Izin Penelitian dari Fakultas ... 112

5. Surat Pernyataan Telah Mengadakan Penelitian dari Desa Seuneubok Benteng dan Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur... 114

6. Peta Lokasi Penelitian... 116

7. Gambar Lokasi Penelitian... 118

8. Jadwal Penelitian ... 122


(17)

ABSTRAK

Kondisi kesehatan lingkungan di Indonesia masih memprihatinkan, begitu juga dengan sanitasi dasar di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Terbukti di Desa Seuneubok Benteng, selama satu tahun terakhir banyak ditemukan penyakit berbasis lingkungan yang mengindikasikan bahwa ketersediaan sarana sanitasi dasar dan perilaku masyarakat dalam penggunaan, dan pengelolaannya masih kurang.

Metode penelitian adalah survai bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel perilaku dan karakteristik masyarakat dengan variabel pengelolaan sanitasi dasar. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 65 KK diambil secara

random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur responden mayoritas diatas 45 tahun (63,1%), laki-laki (78,9%), berpendidikan SD (52,3%), Responden yang bekerja sebagai petani (92,3%), pendapatan bulanan responden Rp.500.000 - Rp.999.999 (56,9%). Responden umumnya berpengetahuan kurang, ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara pengetahuan dengan pengelolaan sanitasi dasar, sedangkan sikap responden menujukkan sikap baik dan dari hasil uji statistik tidak ada hubungan yang signifikan (p>0,05) antara sikap dengan pengelolaan sanitasi dasar. Tindakan responden dikategorikan kurang dan dari hasil uji statistik ada hubungan yang signifikan (p<0,05) antara tindakan dengan pengelolaan sanitasi dasar.

Sebagai kesimpulan, dari hasil uji chi-square diketahui bahwa karakteristik dan sikap masyarakat tidak berhubungan dengan pengelolaan sanitasi dasar, hanya pengetahuan dan tindakan masyarakat yang berhubungan dengan pengelolaan sanitasi dasar di Desa Seuneubok Benteng. Kurangnya pengetahuan dan tindakan masyarakat tentang pengelolaan sanitasi dasar disebabkan karena tidak mendapat informasi dan penyuluhan kesehatan lingkungan dari petugas kesehatan.

Disarankan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur untuk dapat menempatkan tenaga sanitarian profesional pada Puskesmas Keude Geureubak yang dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang kesehatan lingkungan, serta menganggarkan program–program untuk peningkatan kualitas kesehatan lingkungan di Kabupaten Aceh Timur.


(18)

ABSTRACT

The condition of the health environment in Indonesia is far below the standard of good and healthy, as well as basic sanitation condition in Province Nanggroe Aceh Darussalam. It is obvious at Seuneubok Benteng village in East Aceh. For almost one recently year this village experiences some environment based diseases. This problem arises from less availability of basic sanitation facility, as well as inappropriate community behavior on its management and utilization

The research methodology applied is analytic descriptive survey with cross sectional approach, while the objective is to discover any correlation between community behavior and characteristics with sanitation basic management. and the sample consists of 65 Individuals, taken randomly.

The result showed that respondents whose age are over 45 year old are 63,1%, male is 78,9%, primary school graduated are 47%, considered as farmers are 92%, and 56,9% of the respondents’ monthly income is Rp. 500.000-Rp. 999.999. The knowledge of the respondents are considered low and there is significant relationship between the knowledge and the basic sanitation management (p<0,05). The attitude of the respondents is considered good and result showed that there is no significant relationship between the attitude with the basic sanitation management (p<0,05). On the other hand, the action of the respondents are characterised as low although the statistical result showed that the action and the basic sanitation management is correlated significantly (p<0,05).

In summary, Chi Square Test showed that characteristic and attitude of the community characteristics are not statistically correlated with basic sanitation management at village Seuneubok Benteng, while knowledge and action of community are . Community less on basic sanitation management knowledge and action affected by minimum information and health campaign of local health departement officer

It’s suggested that the local health department of East Aceh regency to place professional sanitarian expert at Keude Geureubak Community Health Centre who are able to give information for the community on health enviroment. As well as to budget out some programs in order to improve health enviromental in East Aceh Region.


(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Lingkungan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status

kesehatan masyarakat. Derajat kesehatan masyarakat yang optimal dapat

diwujudkan jika masyarakat Indonesia hidup dalam lingkungan dan perilaku yang

sehat termasuk rumah sehat. Hal ini merupakan salah satu indikator Indonesia

Sehat 2010 dan target Millenium Development Goal (MDGs) tahun 2015. Upaya

mewujudkan lingkungan yang sehat tersebut melalui peningkatan sanitasi

lingkungan (Kelompok Kerja Air Minum Penyehatan Lingkungan, 2004).

Sanitasi lingkungan adalah pengawasan lingkungan fisik, biologis, sosial

dan ekonomi yang mempengaruhi kesehatan manusia, dimana lingkungan yang

berguna ditingkatkan dan diperbanyak sedangkan yang merugikan diperbaiki atau

dihilangkan (Entjang, 2000). Sejalan dengan perubahan iklim dunia telah terjadi

perubahan lingkungan secara besar-besaran berdampak terhadap pola hidup

makhluk, semakin banyaknya mutasi-mutasi pathogen penyebab penyakit.

Berdasarkan hasil penyelidikan Word Health Organitation dalam Sanitasi

Yang Terabaikan (Percik Vol. 4 I/Juni 2004) , beberapa daerah di belahan dunia

terjadi peningkatan kasus dan potensi penularan penyakit berbasis lingkungan

yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan dan kematian yang menyerang

semua kelompok umur. Begitu besarnya pengaruh lingkungan terutama terhadap

kesehatan, maka perlu dilakukan upaya kesehatan lingkungan dan sanitasi


(20)

Menurut Entjang (2000), bahwa sanitasi lingkungan merupakan unsur yang

mempunyai peran penting. Kondisi lingkungan dan hygiene sanitasi yang buruk

mengakibatkan berkembangnya populasi nyamuk, lalat dan vektor penular

penyakit lainnya. Perkembangan tersebut didapati pada daerah-daerah kumuh, dan

sumber air yang tidak sehat akibat tidak adanya pengelolaan lingkungan yang

baik. Lebih lanjut WHO melaporkan kondisi lingkungan yang tidak sehat justru

banyak ditemukan di daerah-daerah negara berkembang termasuk Indonesia.

Demikian juga dengan perkembangan pola penyakit berbasis lingkungan yang

disebabkan oleh buruknya sanitasi lingkungan, dan adanya kontak langsung

dengan sumber air yang tercemar, perumahan yang tidak layak huni, serta

penyakit-penyakit menular lain yang bersumber dari binatang.

Berdasarkan hal tersebut, Pemerintah Indonesia melalui Departemen

Kesehatan Republik Indonesia mengambil langkah-langkah strategis guna

mencegah dan menanggulangi penyakit-penyakit berbasis lingkungan melalui

pengelolaan sanitasi dasar dan lingkungan hidup. Upaya tersebut terimplementasi

melalui program-program kesehatan baik dalam sistem kesehatan nasional

maupun dalam rencana jangka menengah dan panjang. Beberapa program

prioritas tersebut antara lain (1) penyediaan sumber air minum yang sehat, (2)

pengelolaan limbah industri dan limbah rumah tangga, (3) peningkatan dan

pengawasan rumah sehat, (4) pemberantasan sarang-sarang nyamuk dan

pengendalian populasi nyamuk, serta penanggulangan penderita penyakit yang

berbasis lingkungan dan (5) pemantauan kualitas udara.

Beberapa indikator sanitasi lingkungan yang direkomendasikan oleh


(21)

sehat mencapai 80%, sanitasi tempat-tempat umum 80%, penyediaan air bersih,

pelayanan kesehatan lingkungan institusi yang dibina sebesar 70%, rumah tangga

yang mempunyai jamban keluarga sebesar 90%, adanya sarana pembuangan air

limbah (Departemen Kesehatan RI, 2000). Menurut Soemirat (2000), masalah

kesehatan lingkungan misalnya perumahan, pembuangan kotoran (faeces),

penyediaan air bersih, pembuangan sampah, dan pembuangan air limbah,

berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat terutama pada masalah kesehatan

lingkungan rumah tangga.

Secara keseluruhan kondisi kesehatan lingkungan di Indonesia masih sangat

memprihatinkan. Berdasarkan Profil Indonesia tahun 2006, diketahui bahwa

kondisi rumah yang memenuhi syarat sehat untuk tingkat nasional adalah 43,89%.

Kondisi sarana pembuangan limbah yang memenuhi syarat sebanyak 62,11% dan

kondisi jamban yang memenuhi syarat 46,54 %, persediaan air bersih (air minum)

baru mencapai 75 %, akses terhadap jamban (WC) yang sehat 61,8 %, sarana

pembuangan air limbah domestik (SPAL) baru mencapai 25% dan pengelolaan

sampah rumah tangga 18% (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Implikasi dari rendahnya kualitas lingkungan tersebut adalah terjadinya

peningkatan angka kesakitan dan kematian yang menyerang semua kelompok

umur khususnya bayi dan balita. Berdasarkan data Kesehatan Nasional tahun

2004, bahwa Angka Kematian Bayi 35 per setiap kelahiran hidup. Penyebab

kematian utama tersebut antara lain oleh penyakit-penyakit berbasis lingkungan

seperti ISPA (22,8%), dan diare (13,2%) (Wilopo, S.A, 1998). Hasil Survei

Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) (1995), menunjukkan bahwa penyakit infeksi


(22)

penyebab kematian bayi dan anak balita. Berdasarkan 25 penyebab kematian

balita menurut survei, disebabkan oleh keadaan sosial ekonomi yang masih

rendah, serta tingkat higienis dan sanitasi lingkungan rumah yang belum optimal

(Departemen Kesehatan RI, 1996).

Berdasarkan Profil Kesehatan Nanggroe Aceh Darussalam, diketahui

masalah perumahan sehat masih merupakan masalah utama dalam pembangunan

kesehatan di NAD, data menunjukkan kondisi rumah sehat 54,22%, kondisi

sarana pembuangan limbah yang memenuhi persyaratan sehat sebanyak 67,12%

dan 49,20% untuk kondisi jamban (Dinkes Provinsi NAD, 2006).

Jumlah penduduk Kecamatan Banda Alam 7.102 jiwa yang terdiri dari

laki-laki 3.482 jiwa dan perempuan 3.620 jiwa (BPS dan BAPEDA Kabupaten Aceh

Timur, 2008). Desa Seuneubok Benteng dengan 183 kepala keluarga terdapat 812

jiwa yang terdiri dari 391 jiwa laki-laki dan 421 jiwa perempuan. Jumlah dan

kondisi sanitasi dasar Desa Seuneubok Benteng sangat kurang dan

memprihatinkan bila dibandingkan dengan jumlah KK yang ada di desa tersebut.

Hal ini dapat dilihat, hanya 17 (tujuh belas) kepala keluarga yang memiliki

jamban (WC), 28 (dua puluh delapan) kepala keluarga yang memiliki sumur

cincin, 16 (enam belas) kepala keluarga yang mempunyai sistem pembuangan air

limbah dan 18 (delapan belas) kepala keluarga yang memiliki sarana pembuangan

sampah (Puskesmas Keude Geureubak, 2007). Data 10 penyakit terbesar di

Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur tahun 2007, secara umum

keluhan yang mereka hadapi adalah penyakit-penyakit yang berbasis lingkungan


(23)

Adapun data 10 penyakit terbesar di Kecamatan Banda Alam dapat dilihat

pada Tabel 1.1. berikut:

Tabel 1.1. Data 10 Penyakit Terbesar di Kecamatan Banda Alam Kabupaten Aceh Timur Tahun 2007

No Nama Penyakit Jumlah

Kunjungan Persen (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 ISPA

Penyakit Kulit Infeksi Diare

Kelainan pada Lambung Hipotensi

Penyakit Kulit Alergi Common Cold Hipertensi

Gingivitis dan Periodental

Penyakit sistem pada jaringan otot pengikat

2.063 791 646 630 565 503 362 251 242 190 33,0 12,7 10,3 10,1 9,1 8,1 5,7 4,0 4,0 3,0

Total 6.243 100,0

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Keude Geureubak (2007)

Tabel di atas dapat kita simpulkan bahwa penyakit yang teratas didominasi

oleh penyakit yang berbasis lingkungan seperti ISPA, penyakit kulit, diare dan

kelainan pada lambung. Kenyataan ini berarti menunjukkan keadaan kesehatan

lingkungan dan sanitasi dasar masyarakat Kecamatan Banda Alam sangat kurang,

masih banyak dijumpai masyarakat yang membuang air besar ke sungai, irigasi

dan semak-semak, mereka bahkan membiarkan air limbah tergenang di

pekarangan belakang rumahnya yang dapat menimbulkan penyakit yang berbasis

lingkungan.

Sanitasi dasar erat kaitannya dengan perilaku masyarakat. Berdasarkan

analisis situasi kesehatan lingkungan yang dilakukan oleh petugas kesehatan

lingkungan Puskesmas Keude Geureubak pada desa Seuneubok Benteng

ditemukan rendahnya pengelolaan sanitasi dasar. Diduga hal ini disebabkan oleh


(24)

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti

tentang perilaku masyarakat Seuneubok Benteng dalam pengelolaan sanitasi

dasar.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka perumusan masalah

yang akan diteliti adalah: sejauhmana hubungan perilaku masyarakat Desa

Seuneubok Benteng dengan pengelolaan sanitasi dasar.

1.3. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan perilaku berdasarkan pengetahuan, sikap,

tindakan masyarakat Desa Seuneubok Benteng dalam pengelolaan sanitasi dasar.

1.4. Hipotesis

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan masyarakat dengan

pengelolaan sanitasi dasar.

2. Ada hubungan yang signifikan antara sikap masyarakat dengan pengelolaan

sanitasi dasar.

3. Ada hubungan yang signifikan antara tindakan masyarakat dengan

pengelolaan sanitasi dasar.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan dan literatur pada Perpustakaan


(25)

2. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan masyarakat bagaimana

mengelola sanitasi dasar yang baik guna meningkatkan taraf kesehatan

masyarakat.

3. Untuk mengembangkan wawasan dan keterampilan peneliti, yang berguna

dalam pelaksanaan tugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur.

4. Untuk memberikan masukan dan informasi yang berguna bagi instansi

kesehatan di NAD dalam merumuskan kebijakan tentang masalah pengelolaan

sanitasi dasar.

1.6. Kerangka Konsep Penelitian

Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 1.1. Kerangka Konsep Penelitian Karakteristik Masyarakat

1. Umur

2. Jenis Kelamin 3. Pendidikan 4. Pekerjaan 5. Pendapatan 6. Budaya

Pengelolaan Sanitasi Dasar

1. Air Minum 2. Jamban (WC) 3. Air Limbah 4. Sampah

Perilaku :

1 Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini menjelaskan mengenai sanitasi, sarana sanitasi, kesehatan

lingkungan dan perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) serta karakteristik

masyarakat dalam pengelolaan sanitasi dasar.

2.1.Sanitasi Dasar

Pernyataan Mahatma Gandhi mewakili akan arti pentingnya sanitasi, yaitu:

“Sanitation is more importance than independence”. Kesadaran pentingnya

sanitasi di masyarakat modern dimulai dengan revolusi sanitasi pada abad 19

di London, tepatnya tahun 1852, ketika Metropolitan Water Act mensyaratkan

penyediaan air minum melalui proses penyaringan (filterisasi). Setelah itu,

John Snow membuktikan bahwa dengan menghentikan penggunaan pompa

air sungai Thames di Broad Street, maka epidemik kolera di London tahun

1855 akan reda (Kelompok Kerja Air Minum Penyehatan Lingkungan, 2004).

Menurut Kusnoputranto (1986), sanitasi lingkungan (Environmental

sanitary) sebagai usaha pengendalian dari semua factor-faktor lingkungan fisik

manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang

merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia.

Kesadaran pentingnya sanitasi baru bermula pada pertengahan abad 19.

Walaupun kesadaran tersebut tidak langsung disertai dengan langkah nyata.

Sebagai ilustrasi, di Amerika Serikat, pemerintah federal baru menyediakan dana

pendamping bagi kegiatan sanitasi setelah era tahun 1950-an. Namun kegiatan


(27)

Agency (EPA) dan diluncurkannya Water Pollution Control Act di awal tahun

1970-an.

Pada awal tahun 1980-an PBB menetapkan tahun 1981-1990 sebagai

Dekade Air yang menunjukkan bahwa urusan air minum dan sanitasi telah diakui

penting oleh dunia. Mulai saat itu air minum dan sanitasi bukan lagi hanya urusan

negara saja, melainkan sudah menjadi tanggung jawab individu. Walaupun

Dekade Air telah lama berlalu, tetapi ternyata sanitasi tidak mendapat perhatian

oleh para pengambil keputusan di tingkat dunia. Dalam penetapan awal target

Millennium Development Goals (MDGs) pada tahun 2000, sanitasi belum

menjadi target yang eksplisit tetapi hanya menjadi bagian dari target penanganan

permukiman kumuh. Melalui kampanye yang intensif dari berbagai aktivis air dan

sanitasi, diantara Water Sanitation, and Hygiene (WASH) Campaign, maka baru

pada Pertemuan Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg tahun 2002

sanitasi menjadi salah satu target utama bersama dengan air minum (Kelompok

Kerja Air Minum Penyehatan Lingkungan, 2004).

2.1.1. Pentingnya Sanitasi

Peran sanitasi terhadap peningkatan kualitas kesehatan masyarakat telah di

sepakati oleh semua pihak. Tingkat kematian bayi baru lahir sebagian terbesar

disebabkan oleh kualitas air dan sanitasi yang kurang memadai. Demikian pula

dengan tingginya kejadian diare di suatu lokasi banyak disebabkan oleh kurang

diperhatikannya kondisi sanitasi, demikian halnya yang terjadi di Desa Seuneubok

Benteng Kecamatan Banda Alam.

Secara global, WHO memperkirakan 1,8 juta penduduk meninggal setiap


(28)

disebabkan air dan makanan yang terkontaminasi. Tingkat kematian bayi daerah

kumuh di Indonesia mencapai 121 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2001.

Diperkirakan kerugian secara ekonomi baik langsung maupun tidak

langsung dari kondisi sanitasi yang kurang memadai di Indonesia mencapai 2,4

persen dari total Produk Domestik Bruto tahun 2001 (sekitar Rp. 65 Triliun) atau

sekitar

misalnya dengan dana yang disediakan untuk pendidikan yang hanya Rp. 15,34

Triliun per tahun (Kelompok Kerja Air Minum Penyehatan Lingkungan, 2004).

Suatu studi dampak sanitasi terhadap perekonomian dengan kasus Kota Yogya

dan Medan tahun 2000 menunjukkan angka yang relatif kecil. Besaran kerugian

mencapai Rp. 100 ribu/kapita/tahun di Yogya, dan Rp. 90 ribu/ kapita/tahun di

Medan. Jika sanitasi dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis, maka tentu

saja ini juga berarti pertumbuhan ekonomi dapat terpengaruh. Secara empiris

beberapa penelitian telah membuktikan bahwa sanitasi yang memadai merupakan

salah satu persyaratan pertumbuhan ekonomi.

Mungkin yang kurang disadari adalah bahwa penyediaan air minum dan

sanitasi dapat meningkatkan pendapatan secara langsung melalui pengurangan

pengeluaran untuk air minum dan sanitasi. Kondisi air minum dan sanitasi yang

memadai juga dapat mengurangi pengeluaran untuk penanganan kesehatan dan

obat-obatan akibat penyakit. Selain itu produktivitas juga meningkat dengan

berkurangnya jumlah hari sakit.

Secara umum Program Penyehatan Air bertujuan untuk meningkatkan

kualitas air untuk berbagai kebutuhan dan kehidupan manusia untuk seluruh


(29)

kesadaran, kemauan dan kemampuan masyarakat dalam memakai air. Secara

khusus program penyehatan air bertujuan meningkatkan cakupan air bersih pada

masyarakat dan meningkatkan kualitas air yang aman untuk konsumsi masyarakat

(Arsyad, 2007).

Sederhananya, peningkatan kondisi pelayanan sanitasi diharapkan akan

me-ngurangi tingkat kemiskinan, meningkatkan derajat kesehatan, meningkatkan

produktivitas, meningkatkan daya saing, dan pada akhirnya pertumbuhan

ekonomi. Diperkirakan pada tahun 2015 akan terdapat 7 miliar penduduk

dunia, dan sebagian besar pertambahan tersebut berada di negara

berkembang. Peningkatan tersebut akan menambah jumlah penduduk yang

belum mempunyai akses terhadap sanitasi yang memadai menjadi 3,4 miliar

pada tahun 2015. Untuk memenuhi target Millenium Development Goal

(MDGs), WHO memperkirakan setiap tahun sebanyak 150 juta tambahan

penduduk yang harus mendapatkan akses terhadap sanitasi. Memperhatikan

kemampuan bangsa Indonesia, maka target Millenium Development Goal

(MDGs) baru akan tercapai pada tahun 2025.

Pencantuman sanitasi dalam MDGs merupakan langkah besar namun ini

tantangan berat bagi pemerintah dan institusi internasional untuk mencapai target

tersebut. Bahkan disadari juga bahwa target tersebut sebenarnya merupakan target

yang paling ambisius di antara target Millenium Development Goal (MDGs)

lainnya. Hanya 16 persen dari negara berkembang (bandingkan dengan target air

minum yang mencapai 37 persen) yang pada saat ini dianggap dapat mencapai

target tersebut. Dengan tingkat investasi sekarang, target MDGs di Afrika baru


(30)

kemauan politis dan komitmen nyata, target tersebut tidak akan tercapai.

Tantangan bagi bangsa Indonesia adalah bagaimana agar keberhasilan

mempromosikan target air minum dan sanitasi di tingkat internasional dapat juga

menjangkau dan menyebar di seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) di

Indonesia (Kelompok Kerja Air Minum Penyehatan Lingkungan, 2004).

Pada saat ini 80 persen penduduk dunia (1,9 miliar) yang tidak mempunyai

akses terhadap sanitasi berada di pedesaan. Namun disadari bahwa pertambahan

penduduk terbesar akan berada diperkotaan khususnya di daerah permukiman

kumuh, maka perhatian terhadap daerah kumuh perkotaan sama pentingnya

dengan daerah pedesaan.

Sanitasi yang memadai diperlukan untuk melindungi kesehatan manusia dan

lingkungan. Untuk itu, telah disepakati dalam Johannesburg Summit 2002 untuk

mengurangi setengah, pada tahun 2015, proporsi penduduk yang tidak

mempunyai akses ke sanitasi dasar, yang akan mencakup kegiatan pada setiap

tingkatan untuk:

1. Membangun dan melaksanakan sistem sanitasi rumah tangga yang efisien.

2. Meningkatkan sanitasi di institusi publik, khususnya sekolah.

3. Mempromosikan praktek higinitas yang aman.

4. Mempromosikan pendidikan pada kanak-kanak sebagai agen perubahan.

5. Mempromosikan praktek dan teknologi yang dapat diterima secara sosial

budaya dan terjangkau.

6. Menyatukan sanitasi ke dalam strategi pengelolaan sumber daya air


(31)

2.1.2. Fakta Penting Air Minum dan Sanitasi

Adapun yang menjadi fakta penting dari air minum dan sanitasi adalah

sebagai berikut:

1. Tahun 2000: 2,4 miliar penduduk dunia kekurangan akses terhadap sanitasi

yang memadai, dan 81 % berada di pedesaan. Selain itu, 1,1 miliar penduduk

dunia kekurangan akses terhadap air minum, dan 86 % berada di pedesaan.

2. Lebih dari 2,2 juta penduduk meninggal setiap tahun di negara berkembang,

yang sebagian besar kanak-kanak disebabkan oleh penyakit terkait dengan

kekurangan akses terhadap air minum, sanitasi yang tidak layak dan higienitas

buruk.

3. Setiap harinya 6.000 anak meninggal karena sanitasi buruk. Angka ini sama

dengan jumlah korban kecelakaan 20 pesawat Boeing setiap hari.

4. Penyediaan air dan sanitasi yang layak mengurangi kejadian berjangkitnya

wabah kolera sebesar 26 %.

5. Sanitasi buruk di sekolah mempengaruhi tingkat kehadiran khususnya anak

perempuan.

Kondisi ekonomi negara diperburuk oleh perlunya penyediaan alokasi dana

untuk penanganan kesehatan dan obat-obatan, dan hilangnya hari kerja

diakibatkan penyakit dari air minum dan sanitasi yang tidak layak (Kelompok

Kerja Air Minum Penyehatan Lingkungan, 2004).

2.1.3. Sarana Sanitasi

Di negara-negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, masalah


(32)

ketersediaan sanitasi berupa penyediaan air minum, jamban (WC), pembuangan

air limbah (air kotor), serta pembuangan sampah (Entjang, 2000).

2.1.4. Penyediaan Air Minum

Sesuai dengan ketentuan badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)

maupun Departemen Kesehatan R.I serta ketentuan peraturan lain yang berlaku

seperti APHA (American Public Health Association) atau Asosiasi Kesehatan

Publik Amerika Serikat, layak tidaknya air untuk kehidupan manusia ditentukan

berdasarkan persyaratan kualitas secara fisik, secara kimia dan secara biologis.

Menurut perhitungan WHO, di negara-negara maju tiap orang memerlukan

air antara 60-120 liter perhari. Untuk negara-negara berkembang termasuk

Indonesia tiap orang hanya memerlukan air 30-60 liter perhari (Notoatmodjo,

2003b). Di antara kegunaan-kegunaan air tersebut, yang sangat penting adalah

kebutuhan untuk minum. Oleh karena itu, untuk keperluan minum (termasuk

untuk memasak) air harus mempunyai persyaratan khusus agar air tersebut tidak

menimbulkan penyakit bagi manusia.

Agar air minum tidak menyebabkan penyakit, maka air tersebut hendaknya

diusahakan memenuhi persyaratan-persyaratan kesehatan sebagaimana

disyaratkan oleh Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 407 Tahun 2002 tentang

Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air, yaitu:

1. Syarat fisik, artinya air minum yang sehat adalah bening (tak berwarna), tidak

berasa dan tidak berbau.

2. Syarat bakteriologis, artinya air yang sehat harus bebas dari bakteri, terutama


(33)

3. Syarat kimia, artinya air minum yang sehat harus mengandung zat-zat tertentu

seperti sulfat, fluoride dan zat organik.

Sesuai dengan teknologi tepat guna di pedesaan, maka air minum yang

berasal dari mata air dan sumur adalah dapat diterima sebagai air yang sehat dan

memenuhi ketiga persyaratan di atas, asalkan tidak tercemar oleh kotoran-kotoran

manusia dan binatang. Oleh karena itu, mata air atau sumur air yang ada di

pedesaan harus mendapatkan pengawasan dan perlindungan agar tidak tercemar

dan dapat digunakan oleh penduduk (Permenkes RI, 2002).

2.1.5. Pembuangan Kotoran Manusia

Kotoran manusia adalah semua benda atau zat yang tidak dipakai lagi oleh

tubuh dan harus dikeluarkan dari dalam tubuh. Zat-zat yang harus dikeluarkan

dari dalam tubuh ini berbentuk tinja (faeces), air seni (urine) dan CO2 sebagai

hasil dari proses pernafasan (Notoatmodjo, 2003).

Dengan bertambahnya penduduk yang tidak sebanding dengan area

pemukiman, masalah pembuangan kotoran manusia meningkat. Dilihat dari segi

kesehatan masyarakat, masalah pembuangan kotoran manusia merupakan masalah

pokok untuk sedini mungkin diatasi. Hal ini karena kotoran manusia (faeces)

adalah sumber penyebaran penyakit yang kompleks.

Syarat pembuangan kotoran yang memenuhi aturan kesehatan adalah:

1. Tidak boleh mengotori tanah permukaan.

2. Tidak boleh mengotori air permukaan.


(34)

4. Kotoran tidak boleh terbuka sehingga dapat dipakai tempat lalat bertelur atau

perkembangan vector penyakit lainnya.

5. Jamban (WC) harus terlindung dari penglihatan orang lain, dan

6. Pembuatannya mudah dan murah (Entjang, 2000).

Dari hal tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk mencegah atau

sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan, maka

pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya

pembuangan kotoran harus di tempat tertentu atau jamban yang sehat. Teknologi

pembuangan kotoran manusia untuk daerah pedesaan sudah barang tentu berbeda

dengan teknologi jamban di daerah perkotaan, di daerah pedesaan disamping

harus memenuhi persyaratan jamban sehat juga harus didasarkan pada

sosiobudaya dan ekonomi masyarakat pedesaan (Notoatmodjo, 1997).

2.1.6. Pembuangan Air Limbah

Menurut Entjang (2000), air limbah (sewage) adalah excreta manusia, air

kotor dari dapur, kamar mandi dan WC, dari perusahaan-perusahaan termasuk

pula air kotor dari permukaan tanah dan air hujan. Sewage dapat dibedakan

menjadi: domestic sewage, yaitu air limbah yang berasal dari rumah-rumah, dan

industrial sewage yaitu air limbah yang berasal dari sisa-sisa proses industri.

Sebelumnya Kusnoputranto (1986), menjelaskan bahwa air limbah atau air

buangan adalah air yang tersisa dari kegiatan manusia, baik yang berasal dari

rumah tangga, maupun kegiatan lain seperti industri, perhotelan, dan sebagainya.

Maksud pengaturan pembuangan air limbah rumah tangga adalah untuk mencegah

pengotoran sumber air rumah tangga, serta menghilangkan bau-bauan dan


(35)

Secara garis besar air limbah yang berasal dari berbagai sumber dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Air buangan yang bersumber dari rumah tangga (domestic waste water), yaitu

air limbah yang berasal dari pemukiman penduduk. Pada umumnya air limbah

ini terdiri dari exscreta (tinja dan air seni), air bekas cucian dapur dan kamar

mandi, dan umumnya terdiri dari bahan-bahan organik.

2. Air buangan industri (industrial waste water), yang berasal dari berbagai jenis

industri akibat proses produksi. Zat-zat yang ada di dalamnya sangat

bervariasi sesuai dengan bahan baku yang dipakai oleh masing-masing

industri, antara lain nitrogen, sulfide, amoniak, lemak, garam-garam, zat

pewarna, mineral, logam berat, zat pelarut dan sebagainya.

3. Air buangan Kota Praja (munipical waste water), yaitu air buangan yang

berasal dari daerah: perkantoran, perdagangan, hotel, restoran, tempat-tempat

umum, tempat-tempat ibadah dan sebagainya. Pada umumnya zat-zat yang

terkandung dalam jenis air limbah ini sama dengan air limbah rumah tangga.

Proses pengolahan limbah cair dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu:

a. Penyaringan (screening), yaitu penyaringan dengan mempergunakan jalinan

kawat atau lempeng logam yang berlubang-lubang untuk menangkap

benda-benda yang terapung di atas permukaan air misalnya: kayu-kayu, kertas,

ataupun kain-kain rombeng.

b. Pengendapan (sedimentation), yaitu air limbah dialirkan ke dalam bak yang

besar (sandtraf) sehingga alirannya menjadi lambat yang menyebabkan


(36)

c. Proses biologis, dalam hal ini dipergunakan mikroba-mikroba untuk

memusnahkan zat-zat organik yang terdapat di dalam air limbah baik secara

aerob maupun an-aerob.

d. Disaring dengan saringan pasir (sand filter), kemudian sewage ini dalam

alirannya dialirkan ke dalam saringan pasir.

e. Desinfeksi yaitu untuk membunuh mikroba-mikroba pathogen yang terdapat

dalam air limbah, dilakukan desinfeksi dengan kaporit (10 kg/1 juta liter

sewage).

f. Pengenceran (pembuangan), dimana pada akhirnya air limbah dibuang ke laut,

ke sungai, atau danau sehingga mengalami pengenceran (Notoatmodjo, 2003).

Dengan memperhatikan hal-hal tersebut di atas, pengolahan air limbah

dimaksudkan untuk melindungi lingkungan hidup terhadap pencemaran air

limbah, karena secara ilmiah lingkungan mempunyai daya dukung yang cukup

besar terhadap gangguan yang timbul terhadap pencemaran air limbah.

2.1.7. Pembuangan Sampah

Sampah adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi

oleh manusia atau benda yang sudah tidak digunakan lagi dalam suatu kegiatan

manusia dan dibuang. Para ahli kesehatan masyarakat Amerika membuat batasan,

sampah (waste) adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak

disenangi, atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia

(Notoatmodjo, 2003).

Sampah mengandung prinsip-prinsip, yaitu adanya sesuatu benda atau

bahan padat, adanya hubungan langsung atau tak langsung dengan kegiatan


(37)

pemukiman (domestic wastes), yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan padat

sebagai hasil kegiatan rumah tangga yang sudah dipakai dan dibuang, seperti

sisa-sisa makanan, baik yang sudah dimasak maupun belum, bekas pembungkus

maupun kertas, plastik, daun dan sebagainya.

Entjang (2000), mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sampah adalah

semua zat/benda yang sudah tidak terpakai lagi baik berasal dari rumah-rumah

maupun sisa-sisa proses industri. Lebih lanjut dikatakan bahwa sampah dapat

dibagi dalam 2 (dua) jenis, yaitu:

1. Garbage, adalah sisa-sisa pengolahan ataupun sisa makanan yang mudah

membusuk.

2. Rubbish, adalah bahan-bahan sisa pengolahan yang tidak membusuk.

Rubbish ini ada yang mudah terbakar, misalnya kayu, kertas, dan ada yang

tidak bisa terbakar misalnya, kaleng, kawat dan sebagainya.

2.1.8. Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya

status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan

tersebut antara lain mencakup : perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja),

penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah),

rumah hewan ternak (kandang), dan sebagainya. Adapun yang dimaksud dengan

usaha kesehatan lingkungan adalah suatu usaha untuk memperbaiki atau

mengoptimalkan lingkungan hidup manusia agar merupakan media yang baik

untuk terwujudnya kesehatan yang optimum bagi manusia yang hidup didalamnya


(38)

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan segala benda, daya,

keadaan dan makhluk hidup dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan

dan kesejahteraan serta makhluk hidup lainnya. Batasan ini menunjukkan bahwa

lingkungan hidup itu merupakan suatu sistem lingkungan yang meliputi aspek

lingkungan alam hayati, lingkungan alam non hayati, lingkungan buatan dan

lingkungan sosial yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya (Hardjosumantri, 2005).

Lingkungan di sekitar manusia dikategorikan dalam lingkungan fisik

termasuk di dalamnya tanah, air dan udara, lingkungan biologi termasuk semua

organisme baik binatang, timbuh-tumbuhan maupun mikroorganisme dan

lingkungan sosial termasuk interaksi antara manusia dari makhluk sesamanya

yang meliputi factor-faktor sosial, ekonomi, kebudayaan psiko-sosial dan lain-lain

(Kusnoputranto, 1986).

Sedangkan WHO dalam Akademi Kesehatan Lingkungan (1992),

mendefinisikan Ilmu Kesehatan Lingkungan sebagai ilmu dan ketrampilan yang

memusatkan perhatiannya pada usaha-usaha pengendalian semua faktor yang ada

dalam lingkungan fisik manusia yang diperkirakan akan menimbulkan hal-hal

yang merugikan fisik manusia, kesehatan manusia serta kelangsungan hidupnya.

Pernyataan WHO tersebut di atas juga menegaskan tentang pentingnya

peranan gatra lingkungan dalam mempengaruhi kesehatan manusia. Pengelolaan

sanitasi lingkungan oleh masyarakat sangat berhubungan dengan kondisi

masyarakat itu sendiri yang antara lain ialah faktor predisposisi yang terdiri dari

unsur pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai tradisi, pendidikan dan


(39)

2.1.9. Dasar-dasar Kesehatan Lingkungan

Gordon dan Le Riche yang merintis Medical Ecology menuliskan bahwa

dasar-dasar kesehatan lingkungan adalah sebagai berikut:

a. Penyakit itu merupakan hasil dari keadaan yang tidak seimbang antara

penyebab penyakit dan manusia.

b. Keadaan alami dan kelanjutan dari ketidakseimbangan tersebut di atas

tergantung kepada karakteristik dan sifat alami dari host dan agent.

c. Karakteristik dan sifat-sifat alami dari host dan agent secara langsung

akan saling berhubungan dan tergantung kepada sifat-sifat lingkungan

fisik, biologi, sosial dan ekonomi (Moeljohardjo, 1995).

Ryadi (1984), mengatakan bahwa kesehatan lingkungan itu merupakan

bagian dari dasar-dasar kesehatan masyarakat modern yang meliputi semua aspek

manusia dalam hubungannya dengan lingkungan, yang terikat dalam

bermacam-macam ekosistem dengan tujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan

nilai-nilai kesehatan manusia (atau semua organisme) pada tingkat yang

setinggi-tingginya dengan jalan memodifikasi tidak hanya faktor sosial dan lingkungan

fisiknya saja namun juga terhadap semua sifat-sifat dan kelakuan-kelakuan

lingkungan yang dapat membawa pengaruh terhadap ketenangan, kesehatan dan

keselamatan organisme hidup atau umat manusia.

2.1.10.Upaya Dalam Menjaga Kesehatan Lingkungan

Secara umum, lingkungan atau environment adalah tempat pemukiman

dengan segala sesuatunya di mana organisme-organisme hidup. Seringkali

lingkungan didefinisikan sebagai kumpulan dari kondisi eksternal dan


(40)

manusia atau masyarakat. Lingkungan juga merupakan semua yang berada di

wilayah eksternal jasmani manusia, di antaranya adalah keadaan fisik, biologis,

sosial, budaya, dan semua hal yang dapat mempengaruhi status kesehatan dalam

suatu populasi.

Sedangkan sanitasi lingkungan (enviromental sanitation) adalah bagian dari

general public health/kesehatan masyarakat secara umum (Sutomo, 1995) yang

meliputi prinsip-prinsip usaha untuk meniadakan atau menguasai faktor-faktor

lingkungan yang dapat menimbulkan penyakit melalui kegiatan-kegiatan yang

ditujukan untuk: (1) Sanitasi air (Water sanitation). (2) Sanitasi makanan (Food

sanitation), (3) Pembuangan sampah (Sewage and excrets disposal), (4) Sanitasi

udara (Air sanitation), dan (5) Pengendalian vector dan binatang mengerat (Vector

and rodent controle).

Secara umum dalam bidang kesehatan telah dikenal konsep hygiene dan

sanitasi. Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh

kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya

penyakit karena pengaruh lingkungan tersebut dan membuat kondisi kesehatan

lingkungan sedemikian rupa sehingga pemeliharaan kesehatan menjadi terjamin.

Sanitasi adalah usaha kesehatan masyarakat yang menitikberatkan pada

pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat

kesehatan manusia, jadi sanitasi itu lebih mengutamakan upaya pencegahan.

Sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan cara mengeliminasi atau mengontrol

faktor-faktor lingkungan (Entjang, 2000).

Bertolak dari pemikiran-pemikiran tersebut di atas, maka dapatlah


(41)

derajat kesehatan masyarakat apabila konsep tentang higiene dan sanitasi

(lingkungan) tidak diterapkan secara tepat. Oleh karena itu, maka Martopo et.al,

(1992) menyatakan bahwa yang terpenting adalah mengutamakan sanitasi

lingkungan sebagai jawaban alternatif terhadap dampak lingkungan pada

kesehatan. Tindakan-tindakan itu antara lain berupa upaya-upaya preventif

terhadap berbagai macam faktor lingkungan yang mempengaruhi derajat

kesehatan manusia.

Keadaan kesehatan lingkungan dewasa ini masih belum mencapai kondisi

yang diharapkan, karena belum terpenuhinya kebutuhan sanitasi dasar, yaitu

sanitasi yang minimal diperlukan untuk menyehatkan lingkungan pemukiman,

misalnya penyediaan air bersih, sarana pembuangan kotoran manusia dan

lain-lain. Kemajuan teknologi sering kali mengakibatkan penurunan dari kualitas

lingkungan hidup manusia (Kusnoputranto, 1986).

2.2. Perilaku Masyarakat

Perilaku manusia pada hakekatnya merupakan aktifitas dari manusia itu

sendiri. Perilaku merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan, seperti

pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap dan lain-lain.

Gejala-gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh pengalaman, keyakinan, fasilitas

dan faktor-faktor sosial budaya yang ada di lingkungannya (Notoatmodjo, 2003).

Perilaku menurut Skinner dalam Notoatmodjo, (2000) merupakan hasil

hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon. Secara lebih operasional,


(42)

stimulus atau rangsangan dari luar subjek tersebut. Respon tersebut dapat berupa

respon pasif ataupun respon aktif.

Menurut Blum (1994) dalam Notoatmodjo (2003), bahwa perilaku dapat

dikelompokkan menjadi tiga, yakni knowledge (pengetahuan), attitude (sikap),

practice (tindakan). Perilaku dalam bentuk pengetahuan penduduk dapat

berpengaruh terhadap suatu kejadian penyakit, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Sikap adalah suatu keadaan mental atau kecenderungan seseorang untuk

bereaksi terhadap suatu tindakan atau lingkungannya, sikap yang muncul antara

individu terhadap sesuatu sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan pengalaman

serta latar belakang pendidikan, perilaku dalam bentuk practice berupa respons

terhadap segala bentuk kegiatan yang pernah diberikan. Pengetahuan dalam

bentuk practice (tindakan) atau dapat disebut dengan istilah matra psikomotor

yang biasanya berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual dan motorik.

Menurut Kwik (1974) dalam Notoatmodjo (1993), mengatakan bahwa

perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan

dipelajari. Pada dasarnya bentuk perilaku itu hanya dapat dilihat dari sikap dan

tindakan saja, namun demikian tidak berarti bahwa perilaku tersebut hanya dapat

dilihat dari sikap dan tindakan saja. Sedangkan perilaku manusia adalah hasil

pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungan yang terwujud dalam

bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dapat juga diartikan sebagai suatu

kegiatan yang dapat diamati secara langsung maupun dengan menggunakan alat.

Batasan perilaku menurut Notoatmodjo (2003), dari pandangan biologis

merupakan suatu kegiatan atau aktifitas organisme yang bersangkutan. Jadi


(43)

kepentingan analisis perilaku perlu diketahui apa yang dikerjakan oleh organisme

tersebut, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Pada

dasarnya di alam ini perilaku dapat dibedakan menjadi dua, yaitu perilaku tidak

bersyarat atau pembawaan, dan perilaku bersyarat yang diperoleh dari

pengalaman atau didapat, atau karena adanya proses pendidikan. Perilaku tidak

bersyarat pada umumnya berlatarbelakang genetik/keturunan.

Menurut Green (1980) yang dikutip Notoatmodjo (1993), beberapa faktor

yang mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap kesehatan antara lain faktor

pendukung, yaitu karakteristik individu, seperti umur, jenis kelamin, pekerjaan

dan pendapatan, pengetahuan dan sikap, faktor pemungkin yaitu ketersediaan

sarana dan prasarana pelayanan kesehatan, sarana kesehatan lingkungan, dan

faktor penguat yaitu kebijakan, pengawasan dan pemantauan.

Perilaku masyarakat merupakan respons masyarakat terhadap stimulus yang

berupa materi atau objek dan selanjutnya setelah objek diketahui dan disadari

sepenuhnya akan menimbulkan respons yang lebih jauh lagi, yang berupa

tindakan (action) terhadap objek tadi. Namun di dalam kenyataannya stimulus

yang diterima oleh objek dapat langsung menimbulkan tindakan Artinya

seseorang dapat bertindak atau berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu

terhadap makna stimulus yang diterimanya. Jadi perilaku masyarakat pada

hakekatnya adalah suatu aktivitas dari pada masyarakat itu sendiri.

Di dalam berperilaku, masyarakat diperlukan proses belajar sehingga akan

terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih

dewasa, lebih baik dan lebih matang pada diri individu atau mayarakat. Sanitasi


(44)

mencegah penyakit yang terjadi di masyarakat. Sanitasi dasar sangat diperlukan

untuk menyehatkan lingkungan pemukiman seperti penyediaan air bersih, sarana

pembuangan kotoran manusia dan lain-lain.

Secara teori perubahan perilaku atau seseorang menerima atau mengadopsi

perilaku baru dalam kehidupannya melalui 3 (tiga) tahap :

2.2.1 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan ini

terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Sebagian

besar pengetahuan manusia diperoleh melalui penglihatan dan pendengaran (mata

dan telinga). Beberapa pengalaman dan penelitian menyatakan perilaku tidak

didasari pengetahuan dan kesadaran seseorang tidak akan berlangsung lama.

Pengetahuan juga dapat diartikan sebagai kumpulan informasi yang dipahami,

yang diperoleh dari proses belajar selama hidup dan dapat dipergunakan

sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri, baik terhadap diri sendiri maupun

lingkungannya (Supriyadi, 1993).

Pengetahuan tentang objek dapat diperoleh dari pengalaman, guru, orang

tua, teman, buku dan media masa (WHO, 1992 dalam Wachidanijah, 2002).

Pengetahuan seseorang terhadap suatu objek dapat berubah dan berkembang

sesuai dengan kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi rendahnya

mobilitas informasi tentang objek tersebut di lingkungannya.

Pengetahuan adala

oleh seseorang. Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang


(45)

ketika seseorang menggunakan indra atau akal budinya untuk mengenali benda

atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.

Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman seseorang

tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang menyebabkan seseorang

tersebut bertindak untuk mengatasi masalah sakitnya dan bertindak untuk

mempertahankan kesehatannya atau bahkan meningkatkan status kesehatannya.

Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan domain yang paling

penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behavior) dan pengetahuan

dapat diukur dengan melakukan wawancara, perilaku yang didasari dengan

pengetahuan dan kesadaran akan lebih bertahan lama dari pada perilaku yang

tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran. Pengetahuan yang di dalamnya

mencakup 6 (enam) tingkatan, yaitu:

1. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya.

2. Memahami (Comprehention) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui.

3. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk mempergunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis (Analysis) diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi suatu objek terhadap komponen-komponennya.

5. Sintesis (Syntesis) menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang


(46)

6. Evaluasi (evaluation) hal ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek (Notoatmodjo,

2003).

Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang

menyatakan tentang isi materi yang diukur dari objek penelitian. Kedalaman

pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkatan

tersebut di atas (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2 Sikap

Brigham dalam Wachidanijah, (2002) memberikan gambaran bahwa

terbentuknya sikap melalui adanya proses belajar mengajar dengan cara

mengamati orang lain, melalui pengamatan, hubungan yang terkondisi,

pengalaman langsung dan mengamati perilaku diri sendiri. Sikap yang terbentuk

dengan mengamati orang lain dapat menimbulkan sikap yang positif apabila

menyenangkan atau dapat sebaliknya.

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap adalah reaksi atau respon yang masih

tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak

langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku

yang tertutup. Menurut Notoatmodjo (2003) bahwa sikap merupakan kesiapan

seseorang untuk bertindak sebagai objek di lingkungan tertentu sebagai suatu

penghayatan terhadap objek.

Allport (dalam Notoatmodjo, 2003) mengemukakan sikap dapat bersifat

positif dan dapat bersifat negatif. Pada sikap positif kecenderungan tindakan

adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan objek tertentu, sedangkan sikap


(47)

menyukai objek tertentu. Sikap tersebut mempunyai 3 (tiga) komponen pokok,

yaitu:

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek.

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c. Kecenderungan untuk bertindak.

Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh

dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan emosi

memegang peranan penting. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung

atau tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan pendapat atau

pernyataan responden terhadap suatu objek, secara tidak langsung dapat

dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis, kemudian dinyatakan

pendapat responden.

2.2.3 Tindakan

Menurut Notoatmodjo (2003) tindakan adalah gerakan/perbuatan dari tubuh

setelah mendapat rangsangan ataupun adaptasi dari dalam tubuh maupun luar

tubuh atau lingkungan. Tindakan seseorang terhadap stimulus tertentu akan

banyak ditentukan oleh bagaimana kepercayaan dan perasaannya terhadap

stimulus tersebut.

Secara logis sikap akan dicerminkan dalam bentuk tindakan namun tidak

dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis.

Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (over behavior). Untuk

terwujudnya sikap menjadi suatu tindakan diperlukan faktor pendukung atau suatu


(48)

berbagai pihak (Notoatmodjo, 2003). Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap,

tindakan juga terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

1. Persepsi (perception) diartikan mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon terpimpin (guided response) diartikan sebagai suatu urutan yang

benar sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (mechanism) diartikan apabila seseorang telah dapat melakukan

sesuatu dengan benar secara optimis atau sesuatu itu merupakan kebiasaan.

4. Adaptasi (adaptation) suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang

dengan baik, artinya tindakan itu juga sudah dimodifikasi tanpa mengurangi

keberadaan tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2003).

2.3. Karakteristik Masyarakat 2.3.1. Pendidikan

Pendidikan merupakan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk

meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dalam mewujudkan

masyarakat maju, adil dan makmur, serta memungkinkan masyarakat

mengembangkan diri baik dari aspek jasmaniah dan rohaniah berdasarkan

Pancasila dan UUD 1945. (UUD, 1945).

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui

kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya di masa yang

akan dating. ( pasal 1 ayat 1 UU No. 2 1989 ). Pendidikan harus dapat menyentuh


(49)

utuh, terpadu dan dinamis. Dengan demikian yang dimaksud pendidikan nasional

adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang

berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945 ( pasal 1 ayat 2 ).

Sistem pendidikan nasional adalah satu keseluruhan yang terpadu dari

semua satuan kegiatan pendidikan yang berkaitan satu dengan lainnya untuk

mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional (pasal 1 ayat 3 ). Hal ini

perlu diikuti dengan jenis pendidikan yang dikelompokkan sesuai dan kekhususan

baik informal maupun formal.

Pendidikan formal adalah suatu proses penyampaian bahan/materi

pendidikan oleh pendidik kepada sasaran didik guna mencapai perubahan tingkah

laku (Notoatmodjo, 1993). Tingkat pendidikan formal merupakan dasar

pengetahuan, semakin tinggi tingkat pendidikan akan semakin besar kemampuan

untuk menyerap dan menerima infomasi, sehingga pengetahuan dan wawasannya

lebih luas. Selain itu tingkat pendidikan merupakan salah satu factor yang

melatarbelakangi pengetahuan, yang selanjutnya akan mempengaruhi prilaku

seseorang.

Pendidikan secara umum adalah sama, yang membedakan batasan

pendidikan menjadi spesifik adalah materi pendidikannya. Tingkat pendidikan

masyarakat, khususnya masyarakat di pedesaan memiliki peranan penting dalam

proses penyehatan lingkungan serta proses perubahan sikap, menuju hidup

berdaya guna dan berhasil guna untuk mencapai tujuan hidup yang sehat.

Seseorang yang ingin hidup maju dan berkembang dalam usahanya haruslah

memiliki pengetahuan, ketrampilan serta sikap rasional yang diperolah melalui


(50)

dengan msyarakat sekitarnya, serta sulit menerima dan menyesuaikan diri dengan

perubahan dan tidak mempu memantau lebih jauh kedepan. Semakin tinggi

pendidikan seseorang, semakin rasional orang itu dalam memberikan tanggapan

terhadap tantangan yang ada.

Hal ini dikatakan Husin (1993) bahwa dengan pendidikan formal yang

terbatas orang kurang mampu berfikir kritis, tidak mempunyai tujuan dan masa

depan yang baik, memiliki daya abstraksi yang terbatas, serta sikap mental yang

terikat oleh sikap kesederhanaan. Selanjutnya menambahkan bahwa secara

rasional ada kecendrungan bahwa orang yang memiliki pendidikan yang memadai

lebih cepat menerima ide baru melalui berbagai media yang ada serta dapat

beradaptasi dengan perkembangan yang timbul di tengah masyarakat. Orang yang

berpendidikan juga tidak akan tertinggal oleh perkembangan informasi yang

semakin melaju dengan perkembangan zaman.

2.3.2 Pendapatan.

Pendapatan yang dimaksud disini adalah jumlah penghasilan bersih dari

kepala keluarga yang merupakan penerimaan kotor rumah tangga dari berbagai

incame per bulan dikurangi dengan biaya-biaya riil. Bagi kepala keluarga yang

berstatus pegawai, disamping gaji yang diperoleh setiap bulan, juga termasuk

pendapatan yang diperoleh melalui usaha-usaha lainnya.

Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan masyarakat

diperlukan adanya dana, yang tentunya dapat bersumber dari pemerintah dan

masyarakat. Tingginya biaya kesehatan akan menjadi beban berat bagi


(51)

dalam upaya pembangunan pengelolaan kesehatan lingkungan masyarakat itu

sendiri. Pada dasarnya, sasaran utama pembangunan bidang kesehatan ditujukan

kepada masyarakat yang berpenghasilan rendah baik masyarakat desa maupun

masyarakat perkotaan. Masyarakat yang tergolong dalam kelompok

berpenghasilan rendah adalah penduduk yang kurang memperoleh kebutuhan

pokok dalam jumlah yang cukup yaitu; pakaian, air minum, pendidikan, angkutan

dan fasilitas kesejahteraan lainnya. Kemiskinan atau rendahnya penghasilan ini

sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rata-rata per jiwa penduduk dalam

ruang lingkup sosial budaya masyarakat.

Bila ditinjau dari factor sosial ekonomi, maka pendapatan merupakan salah

satu factor yang mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai sanitasi

dasar. Faaktor lain yang mempengaruhi yaitu : jenis pekerjaan, pendidikan formal

kepala keluarga.

2.3.3 Budaya

Manusia sebagai makhluk hidup, dalam melakukan aktivitas kehidupan

sehari-hari selalu melakukan hubungan satu dengan lainnya, sehingga

kepribadian, kecakapan dan ciri-ciri kegiatannya menjadi kepribadian individu

yang sebenarnya. Dengan demikian kehidupan manusia dalam masyarakat

memiliki 2 fungsi yaitu berfungsi sebagai obyek dan subjek. Berkaitan dengan

proses hubungan antara satu individu dengan individu yang lain, biasanya tidak

terlepas dari sosial budaya masyarakat setempat. Menurut Kontjaraningrat (1996)

bahwa budaya masyarakat mempunyai wujud yaitu tata kelakuan, komplek


(52)

Aktivitas sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau lebih

dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki

kelakuan individu yang lain atau sebaliknya. Bentuk-bentuk aktivitas sosial yang

dilakukan oleh individu, dapat berupa organisasi formal, organisasi non formal

maupun tanpa suatu organisasi apa pun. Namun semua bentuk aktivitas sosial

tersebut, merupakan suatu gambaran dari interaksi sosial individu dengan

lingkungan sekitarnya.

Aktivitas sosial individu dipengaruhi oleh aspek sosial budaya yang dapat

mempengaruhi status kesehatan antara lain umur, jenis kelamin, pekerjaan, sosial

ekonomi. Selanjutnya Notoatmodjo (2005), mengatakan “model-model aktivitas

sosial yang sering dilakukan oleh masyarakat desa adalah aktivitas sosial tanpa

organisasi antara lain dapat berupa, perkumpulan desa, acara keagamaan, arisan

perkumpulan suku, pesta adat perkawinan, berjualan, bersawah, berkebun”,

sedangkan aktivitas sosial yang organisasi non formal adalah seperti PKK dan

karang taruna.

Manusia sebagai makhluk berakal dan berbudaya selalu berupaya untuk

mengadakan perubahan-perubahan. Dengan sifatnya yang kreatif dan dinamis

manusia terus berevolusi meningkatkan kualitas hidup yang semakin terus maju.

Kenyataan menunjukkan bahwa pada zaman purbakala manusia hidup di

pohon-pohon atau gua-gua. Hidupnya bergantung dengan alam. Alamlah yang


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis survai bersifat deskriptif analitik dengan

pendekatan cross-sectional yaitu penelitian sesaat yang dilakukan pengamatan

variabel bebas (perilaku masyarakat) dan variabel terikat (pengelolaan sanitasi

dasar) pada saat bersamaan.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada Desa Seuneubok Benteng Kecamatan Banda

Alam Kabupaten Aceh Timur. Alasan pemilihan lokasi penelitian ini adalah:

1. Desa Seuneubok Benteng merupakan daerah yang buruk dalam

pengelolaan sanitasi dasar, misalnya membuang kotoran/hajat di saluran

irigasi, sungai dan semak-semak.

2. Belum diketahui seberapa besar hubungan faktor perilaku masyarakat

terhadap pengelolaan sanitasi dasar, karena masyarakat belum mengetahui

tentang pengelolaan sanitasi dasar.

3.2.2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September s/d November 2008, sesuai

jadwal.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga di Desa


(54)

3.3.2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan cara random sampling, populasi

yang berjumlah 183 KK, diambil secara acak agar setiap populasi mempunyai

kesempatan yang sama untuk menjadi sampel.

Untuk menentukan besar sampel dipergunakan rumus dari Notoatmodjo,

(2003) :

N

n =

Nd ² + 1

n = 64,66

1 ) 1 . 0 )( 183 (

183

2 + = digenapkan 65

Keterangan :

N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan (0,1 %).

Jadi sampel dalam penelitian ini adalah 65 orang.

3. 4 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan dua cara :

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh dengan wawancara langsung kepada responden

dengan berpedoman pada kuesioner penelitian.

3.4.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Timur,

Puskesmas Keude Geureubak serta data dari Kantor Kecamatan Banda Alam,


(55)

3.5 Variabel dan Definisi Operasional

Yang menjadi variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengelolaan

sanitasi dasar, sedangkan variabel independen yaitu pengetahuan, sikap dan

tindakan responden dalam pengelolaan sanitasi dasar.

Tabel 3.1. Variabel dan Definisi Operasional No

Variabel Definisi Operasional

Cara dan

Alat Ukur Hasil Ukur

Skala Ukur

DEPENDEN 1. Pengelolaan

sanitasi dasar

Upaya untuk mengelola sanitasi dasar dengan baik, yang meliputi penyediaan sarana air bersih, sarana

pembuangan kotoran/WC, sarana pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah.

Wawancara (kuesioner)

1.Keadaan

pengelolaan sanitasi dasar baik, bila nilai skor 24 – 32. 2.Keadaan

pengelolaan sanitasi dasar kurang baik, bila nilai skor 16 – 23.

Ordinal

INDEPENDEN

1. Pengetahuan Pengetahuan responden

tentang pengelolaan penyediaan sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran/WC, sarana pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah.

Wawancara (kuesioner)

1. Pengetahuan baik, bila nilai skor 24 - 32.

2. Pengetahuan kurang baik, bila nilai skor 16 - 23.

Ordinal

2. Sikap Reaksi atau respon dari

responden terhadap pengelolaan penyediaan sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran/WC, sarana pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah.

Wawancara (kuesioner)

1. Sikap baik, bila nilai skor 24 - 32.

2. Sikap kurang baik, bila nilai skor 16 – 23.

Ordinal

3. Tindakan Perbuatan atau aktivitas yang nyata dari responden tentang pengelolaan penyediaan sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran/WC, sarana pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah.

Wawancara (kuesioner)

1. Tindakan baik,bila nilai skor 24 - 32.

2. Tindakan kurang

baik, bila nilai skor 16 – 23.


(56)

3.6 Aspek Pengukuran

Dalam penelitian ini menggunakan aspek pengukuran bertujuan untuk

mengukur perilaku masyarakat (pengetahuan, sikap, tindakan) dan semua

variabel, dimana variabel pengukuran dijabarkan menjadi sub variabel dan

kemudian sub variabel dijabarkan menjadi komponen yang dapat diukur

berdasarkan nilai yang diberikan setiap pertanyaan.

1.Pengelolaan sanitasi dasar

• Kriteria penilaian

i. Keadaan pengelolaan sanitasi dasar baik diberi nilai 2.

ii. Keadaan pengelolaan sanitasi dasar kurang baik diberi nilai 1.

2.Pengetahuan diukur dengan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan

sanitasi dasar yaitu, penyediaan sarana air bersih, sarana pembuangan

kotoran/WC, sarana pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah.

• Kriteria penilaian

i. Pengetahuan baik tentang pengelolaan sanitasi dasar diberi nilai 2.

ii. Pengetahuan kurang baik tentang pengelolaan sanitasi dasar diberi

nilai 1.

3.Sikap adalah tanggapan responden terhadap sarana sanitasi dasar yang meliputi

penyediaan sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran/WC, sarana

pembuangan air limbah dan sarana pembuangan sampah.

• Kriteria penilaian:

i. Jawaban setuju berarti sikap baik diberi nilai 2.


(57)

4.Tindakan adalah bentuk perbuatan atau aktivitas yang nyata dari responden

terhadap sanitasi dasar.

• Kriteria penilaian

i. Jawaban ya berarti tindakan baik diberi nilai 2.

ii. Jawaban tidak berarti tindakan kurang baik diberi nilai 1.

3.7. Metode Analisis Data

Untuk menunjang kegiatan analisis sebagai pembuktian hipotesis, maka

dilakukan tahapan analisis sebagai berikut:

a. Analisa Univariat

Digunakan untuk melihat distribusi frekuensi dan proporsi variabel yang

diteliti yaitu variabel pengetahuan, sikap, tindakan dan karakteristik masyarakat

serta variabel pengelolaan sanitasi dasar.

b. Analisa Bivariat

Dilakukan analisa hubungan antara variabel independen (pengetahuan, sikap

dan tindakan ), karakteristik masyarakat dengan variabel dependen (pengelolaan

sanitasi dasar) untuk melihat apakah ada hubungan yang bermakna secara statistik

dengan menggunakan uji statistik Chi Square.(p<0,05).

Dengan rumus:

ij ij ij B

j i

K j

E E O

X ( )/

1

2 =

∑∑

= =

Di mana Eij =(nioxnio)/n


(58)

2

X = harga Chi Square hitung dibandingkan dengan Chi Square tabel

ij

O = banyak pengamatan yang terjadi karena taraf ke I faktor ke I dan taraf ke j faktor ke II.

Eij = frekuensi teoritik atau banyak gejala yang diharapkan terjadi.

Dari hasil uji statistik akan diperoleh nilai p-value. Untuk nilai

p< 0,05, berarti terdapat hubungan yang bermakna antara variabel yang diteliti.

3.8. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Instrumen yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk

mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Uji validitas dan reliabilitas

kuesioner dilakukan untuk menguji apakah kuesioner layak digunakan sebagai

instrument penelitian atau tidak. Valid berarti alat ukur yang digunakan untuk

mendapatkan data itu valid dan dapat digunakan untuk mengukur apa yang

seharusnya diukur (Sugiyono, 2005).

a. Uji Validitas

Pengujian validitas untuk mengetahui apakah kuesioner yang kita susun

tersebut mampu mengukur apa yang hendak kita ukur, maka perlu diuji dengan uji

korelasi antara skor (nilai) tiap-tiap item (pertanyaan) dengan total kuesioner

tersebut. Seluruh pertanyaan harus memenuhi korelasi yang bermakna (construct

validity). Dengan bantuan software SPSS 12.0 for windows. Koefisien korelasi

disimbolkan dengan r (huruf r kecil). Untuk mengetahui lebih tepat besar/derajat

hubungan dua variabel digunakan Koefisien Pearson Product Moment dengan


(59)

n (∑XY) – (∑X∑Y) r =

√ { n∑X² - (∑X)² } { n∑Y² - (∑Y)² } r = 0 → tidak ada hubungan linier

r = - 1 → hubungan linear negatif sempurna r = + 1 → hubungan linear positif sempurna

Adapun syarat sebuah instrument dapat dinyatakan valid yaitu :

a. Korelasi tiap faktor positif

b. Nilainya ≥ 0,3

Bila hasil korelasi di bawah 0,3, maka dapat disimpulkan bahwa butir

instrument tersebut tidak valid, sehingga harus diperbaiki atau dibuang. Pengujian

dilakukan kepada 20 responden dengan mengajukan kuesioner yang berisi 16

pertanyaan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4.19. :

b. Uji Reliabilitas

Pengujian reliabilitas instrument dilakukan dengan internal consistency

dengan Teknik Belah Dua (split half) yang dianalisis dengan rumus Spearman

Brown yaitu :

2.

r

b

r

1 =

1 +

r

b

Untuk keperluan itu maka butir-butir instrumen dibelah menjadi dua

kelompok, yaitu kelompok instrumen ganjil dan kelompok genap. Selanjutnya


(1)

Lampiran 7. Gambar Lokasi Penelitian

Gambar Lampiran 1: Tempat Mencuci Pakaian Masyarakat Seuneubok Benteng


(2)

Gambar Lampiran 3: Lokasi Pemandian Umum Masyarakat Seuneubok Benteng

Gambar Lampiran 4 : Jamban Keluarga yang terletak diatas irigrasi Desa Seuneubok Benteng


(3)

Gambar Lampiran 5 : Jamban Keluarga Yang Terletak Diatas Irigrasi Desa Seuneubok Benteng

Gambar Lampiran 6: Jamban Keluarga Yang Terletak Diatas Irigrasi Desa Seuneubok Benteng


(4)

Gambar Lampiran 7 : Keadaan Pembuangan Sampah Masyarakat Seuneubok Benteng

Gambar Lampiran 8 : Keadaan Pembuangan Air Limbah Rumah Tangga Masyarakat Seuneubok Benteng


(5)

(6)