Manifestasi Klinis Penatalaksanaan TINJAUAN PUSTAKA

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 gkgBB selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam. Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0 mlkgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama. 6 5. Pengobatan Untuk pengobatan dapat dibagi menjadi 2 macam terapi : terapi kausatif dan terapi simptomatis. Tabel 2.1 Terapi kausatif dapat disesuaikan dengan etiologi penyebabnya diadaptasi dari jurnal “The Management of Encephalitis : Clinical Practice Guidelines by The Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 2008 ” Penyebab Nama Rekomendasi Virus Herpes simplex virus Asiklovir dianjurkan A-I Varicella-zoster virus Asiklovir dianjurkan B-III, gansiklovir dapat dijadikan alternatif C-III; Ajuvan kortikosteroid dapat juga dijadikan alternatif C-III Cytomegalovirus Kombinasi gansiklovir ditambah foscarnet dianjurkan B-III, sidofovir tidak dianjurkan, karena kemampuannya untuk menembus penghalang darah-otak sangat buruk Epstein-Barr Asiklovir tidak dianjurkan. Penggunaan kortikosteroid mungkin bermanfaat C-III, tetapi potensi risiko harus dipertimbangkan Human Herpesvirus 6 Gansiklovir atau foscarnet harus digunakan pada pasien immunocompromised B-III. Penggunaan agen ini pada pasien imunokompeten dapat dijadikan alternatif CIII, tetapi tidak ada data yang baik pada efektivitas mereka UIN Syarif Hidayatullah Jakarta B virus Valacyclovir direkomendasikan B-III, agen alternative gansiklovir B-III dan asiklovir C- III Virus Influenza Oseltamivir dapat dipertimbangkan C-III Virus Campak Ribavirin dapat dipertimbangkan C-III; intratekal ribavirin dapat dipertimbangkan pada pasien dengan sub-akut sclerosing panencephalitis C-III Virus Nipah Ribavirin dapat dipertimbangkan C-III West Nile Virus Ribavirin tidak dianjurkan Virus ensefalitis Jepang IFN-a tidak direkomendasikan St. Louis ensefalitis virus IFN-2a dapat dipetimbangkan C-III. HIV ART dianjurkan A-II JC virus Pembalikan imunosupresi A-III atau ART pada pasien yang terinfeksi HIV A-II sangat direkomendasikan Bakteri Bartonella bacilliformis Kloramfenikol, siprofloksasin, doxycycline, ampisilin, atau trimetoprim-sulfametoksazol dianjurkan B-III Bartonella henselae Doxycycline atau azitromisin, dengan atau tanpa rifampisin, dapat dipertimbangkan C-III Listeria monocytogenes Ampisilin ditambah Gentamisin direkomendasikan A-III; trimetoprim- sulfametoksazol merupakan alternative pada pasien alergi penisilin A-III Mycoplasma pneumoniae Terapi antimikroba azitromisin, doxycycline, atau fluorokuinolon dapat dipertimbangkan C-III UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tropheryma whipplei Seftriakson, diikuti dengan baik trimetoprim- sulfametoksazol atau sefiksim, dianjurkan B-III Mycobacteria Mycobacterium tuberculosis Terapi 4-obat anti-tuberkulosis harus dimulai A-III, deksametason ajuvan harus ditambahkan pada pasien dengan meningitis B-I Rickettsioses dan ehrlichiosis Anaplasma phagocytophilum Doxycycline dianjurkan A-III Ehrlichia chaffeensis Doxycycline dianjurkan A-II Rickettsia rickettsii Doxycycline dianjurkan A-II, kloramfenikol dapat dipetimbangkan sebagai alternatif dalam memilih skenario klinis, seperti kehamilan C-III Coxiella burnetii Doxycycline ditambah fluorokuinolon dan rifampisin dianjurkan B-III. Spirochetes Borrelia burgdorferi Seftriakson, sefotaksim, atau penisilin G dianjurkan B-II Treponema pallidum penisilin G dianjurkan A-II, seftriakson merupakan alternatif B-III Jamur Coccidioides spesies Flukonazol dianjurkan AII, alternative yaitu itrakonazol B-II, vorikonazol B-III, dan amfoterisin B intravena dan intratekal C-III. Cryptococcus neoformans Pengobatan awal dengan amfoterisin deoxycholate B ditambah flucytosine A-I atau formulasi lipid amfoterisin B ditambah flucytosine A-II direkomendasikan Histoplasma capsulatum Amfoterisin B liposomal diikuti oleh itrakonazol dianjurkan B-III Protozoa Acanthamoeba Trimetoprim-sulfametoksazol ditambah rifampisin ditambah ketokonazol C-III atau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta flukonazol ditambah sulfadiazine ditambah pirimetamin C-III dapat dipertimbangkan Balamuthia mandrillaris Pentamidin, dikombinasikan dengan macrolide azitromisin atau klaritromisin, flukonazol, sulfadiazin, flusitosin, dan fenotiazin dapat dipertimbangkan C-III Naegleria fowleri Amfoterisin B intravena dan intratekal dan rifampisin, dikombinasikan dengan agen lain, dapat dipertimbangkan C-III. Plasmodium falciparum Kina, quinidine, atau artemeter dianjurkan A- III, atovakuon-proguanil adalah alternatif B- III, transfusi tukar direkomendasikan untuk pasien dengan 110 parasitemia atau malaria serebral B-III kortikosteroid tidak dianjurkan Toxoplasma gondii Pirimetamin lebih baik ditambah sulfadiazin atau klindamisin sangat dianjurkan A-I, Sulfametoksazol trimethoprim B-I dan pirimetamin lebih baik ditambah atovakuon, klaritromisin, azitromisin, atau dapson B-III alternatif Trypanosoma brucei gambiense Eflornithine dianjurkan A-II, melarsoprol merupakan alternatif A-II Trypanosoma brucei rhodesiense Melarsoprol dianjurkan A-II Cacing Baylisascaris procyonis Albendazole ditambah diethycarbamazine dapat dipertimbangkan C-III, kortikosteroid adjunctive juga harus dipertimbangkan B-III. Spesies Gnathostoma Albendazole B-III atau ivermectin B-III dianjurkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Taenia solium Perlu pengobatan harus individual, albendazole dan kortikosteroid direkomendasikan BIII, praziquantel dapat dipertimbangkan sebagai alternatif C-II. Postinfectious atau status post vaccination Akut disebarluaskan Encephalomyelitis kortikosteroid dosis tinggi direkomendasikan B- III; alternatif termasuk pertukaran plasma B-III dan imunoglobulin intravena CIII 9 Tabel 2.2 Ikatan asosiasi infeksi Amerika – US sistem peringkat pelayanan kesehatan masyarakat untuk rekomendasi dalam pedoman klinis Kategori, Tingkatan kelas Definisi A Bukti bagus dalam mendukung sebuah rekomendasi untuk digunakan B Bukti sedang dalam mendukung sebuah rekomendasi untuk digunakan C Bukti kurang untuk mendukung sebuah rekomendasi Kualitas bukti I Bukti ≥1 random, percobaan terkontrol II Bukti ≥1 percobaan klinik dirancang dengan baik, tanpa random, dari kohort atau kasus terkontrol studi analisis lebih dari 1 pusat dari kelipatan time-series atau dari hasil eksperimen yang tidak terkontrol. III Bukti dari pendapat otoritas yang dihormati, berdasarkan eksperimen klinis dan studi deskriptif Catatan. Adaptasi dari Kanada periodik untuk pemeriksaan secara berskala UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pengobatan simptomatis dapat berupa : 1. Oksigen 2. Nutrisi baik enteral maupun parenteral 3. Analgetik dan antipiretik : parasetamol 10 mgkgBBdosis 4. Antikonvulsi : Diazepam supp 0,5-0,75 mgkgBBdosis atau iv 0,3- 0,5 mgkgBBdosis saat kejang. Kemudian apabila tidak berhenti dapat diberikan loading Fenitoin 15-20 mgkgBB dan Fenitoin maintenance 6-8 mgkgBBhari. 6. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh 7. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet. 8. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli anestesi untuk mengantisipasi kebutuhan pernapasan buatan. Perawatannya, yaitu mata : cegah adanya exposure keratitis dengan pemberian BWC atau salep antibiotika. Cegah decubitus dengan merubah posisi penderita tiap 2 jam. Penderita dengan gangguan menelan dan akumulasi sekret lakukan postural drainage dan aspirasi mekanis. 7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.8 Farmakologi Obat Ensefalitis 2.8.1 Obat Ensefalitis Bakteri

2.8.1.1 Golongan Sefalosporin

No Nama Obat Farmakodinamik Farmakokinetik Sefalosporin termasuk antibiotik betalaktam yang bekerja dengan cara menghambat sistesis dinding sel mikroba. Sefalosporin aktif terhadap kuman gram positif dan gram negatif, tapi spektrum antimikroba masing – masing derivate bervariasi. Dari sifat farmakokinetik, sefalosporin seperti sefaleksin, sefradin, sefaklor dan sefadroksil dapat diberikan per oral karena diabsorpsi melalui saluran cerna. Sefalosporin lainnya hanya dapat diberikan parenteral. Sefalotin dan sefapirin umumnya diberikan secara i.v karena menimbulkan iritasi pada pemberian i.m. Beberapa sefalosporin generasi ketiga misalnya moksalaktam, sefotaksim, seftizoksim dan seftriakson mencapai kadar tinggi dalam cairan Serebrospinal, sehingga bermanfaat untuk pengobatan meningitis purulenta. Farmakologi sefalosporin mirip dengan penisilin, ekskresi terutama melalui ginjal dan dapat dihambat oleh probenesid. 1 Sefotaksim Indikasi : Infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Profilaksis pada pembedahan, Epiglotitis karena hemofilus. ESO : Diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotik keduanya karena penggunaan dosis tinggi mual dan muntah. Rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urtikaria, demam dan atralgia, anafilaksis, eritema, multiforme, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta nekrolisis epidermal toksis. Gangguan fungsi hati, hepatitis sementara dan icterus kolestatis Gangguan darah : eosinophilia, trombositopenia, leukopenia, agranulositosis, anemia aplastic, anemia hemolitik, nefritis interstisial reversible, gangguan tidur, hiperaktivitas, bingung, hypertonia dan pusing. Dosis : Pemberian injeksi i.m , iv atau infus : 1 gr tiap 12 jam, dapat ditingkatan sampai 12 gr per hari dalam 3-4 kali pemberian dosis diatas 6 grhari diperlukan untuk infeksi pseudomonas. Neonatus : 50 mgkghari dalam 2-4 kali pemberian. Pada infeksi berat dapat ditingkatkan 150-200 mgkghari. Anak : 100-500 mgkghari dalam 2-4 kali pemberian pada infeksi berat dapat ditingkatkan menjadi 200 mkghari. Gonore : 1gr dosis tunggal. 10 2 Seftriakson Indikasi : Untuk infeksi berat seperti septikemia, pneumonia dan meningitis. ESO : Garam kalsium seftriakson kadang –kadang menimbulkan presipitasi dikandung empedu. Tapi biasanya menghilang bila obat dihentikan. Dosis : Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin yang lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari. Pemberian secara injeksi intramuskuler dalam bolus intravena atau infus 1gr dalam dosis tunggal. Dosis lebih dari 1gr harus diberikan 2x atau lebih. Anak diatas 6 minggu : 20 – 50 mgkghari, dapat naik sampai 80 mgkghari. Diberikan dalam dosis tunggal, bila lebih dari 50 mgkg, hanya diberikan secara infus intravena. Gonore tanpa komplikasi : 250 mg dosis tunggal. Profilaksis bedah : 1gr dosis tunggal. Profilaksis bedah kolorektal. 11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 2.3 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Sefalosporin 3 Sefuroksim Indikasi : Profilaksis tindakan bedah, lebih aktif terhadap bakteri gram negatif. Lebih tahan terhadap penisilinase dan memiliki aktivitas yang lebih besar terhadap H. Influenzae dan N. Gonorrhoaea. ESO : Lihat Sefotaksim Dosis : Oral : untuk sebagian besar kasus termasuk infeksi saluran nafas atas dan bawah : 250mg 2x sehari. Untuk kasus berat, dapat ditingkatkan 2x lipat. Parenteral : Injeksi i.m, bolus iv atau infus : 750mg tiap 6-8 jam, pada infeksi berat : 1,5gr tiap 6-8 jam. Pemberian lebih dari 750mg hanya boleh sacara iv. Anak : 30-100 mgkghari rata-rata 60 mgkghari dibagi dalam 3- 4 dosis. Injeksi i.v : tiap 8 jam anak : 200-240 mgkghari dibagi dalam 3-4 dosis. Dosis diturunkan menjadi 100mgkghari atau setelah adanya perbaikan klinis. Neonates : 100 mgkghari kemudian diturunkan menjadi 50mgkghari. 10 4 Seftazidim Indikasi : Infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Profilaksis pada pembedahan, Epiglotitis karena hemofilus. ESO : Lihat Sefotaksim Dosis : Pemberian injeksi i.m dalam i.v atau infus : 1gr tiap 8 jam, 2gr tiap 12 jam. Pada infeksi berat : 2 gram tiap 8-12 jam, pemberian lebih dari 1gr hanya secara i.v. Usia lanjut : dosis maksimum 3 grhari. Bayi sampai 2 bulan : 25-60 mgkghari dalam 2x pemberian. Diatas 2 bulan : 30-100 mgkghari dibagi 2-3 kali pemberian. Pada meningitis atau imonodefisiensi : maksimum 6 grhari dibagi 3x pemberian. 11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.8.1.2 Golongan Aminoglikosida Nama Obat

Farmakodinamik Farmakokinetik Aminoglikosida bersifat bakterisidal dan aktif terhadap bakteria gram positif dan gram negatif. Amikasin, gentamisin dan tobramisin juga aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa. Streptomosin aktif terhadap Mycobacterium tuberculosis dan penggunaanya sekarang hampir terbatas untuk tuberkulosa. Aminoglikosida tidak diserap melalui saluran cerna, sehingga harus diberikan secara parenteral. Ekskresi terutama melalui ginjal. Pada gangguan fungsi ginjal dapat terjadi akumulasi. Gentamisin Indikasi : Pneumonia, kolesistisis, peritonitis, septikemia, pyelonefritis, infeksi kulit, inflamasi pada tulang panggul, endokarditis, meningitis, listeriosis, tularaemia, brucellosis, pes, pencegahan infeksi setelah pembedahan. ESO : Gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas, hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang, koalitis karena antibiotik. Dosis : Injeksi i.m, i.v lambat atau infus : 2-5 mgkghari dalam dosis terbagi tiap 8 jam. Sesuaikan dosis pada gangguan fungsi ginjal dan ukur kadar dalam plasma. Anak dibawah 2 minggu : 3 mgkg tiap 12 jam : 2 minggu – 2 bulan : 2 mgkg tiap 8 jam. Injeksi intratekal : 1 mghari, dapat dinaikkan sampai 5 mghari disertai pemberian i.m 2-4 mgkghari dalam dosis terbagi tiap 8 jam. Profilaksis endocarditis pada dewasa : 120mg. Anak dibawah 5 th : 2mgkg. Note : kadar puncak 1 jam tidak boleh lebih dari 10 mgliter dan kadar lembah trough tidak boleh lebih dari 2 mgliter. 11 Amikasin Indikasi : Infeksi gram negatif yang resisten terhadap gentamisin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ESO : Gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas, hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang, koalitis karena antibiotik. Dosis : Injeksi i.m, i.v lambat atau infus : 2-5 mgkghari dibagi dalam 2 kali pemberian. Note : kadar puncak 91 jam tidak boleh lebih dari 30 mgliter dan kadar lembah tidak boleh lebih dar 10 mgliter dan kadar lembah tidak boleh lebih dari 10 mgliter Tabel 2.4 Farmakologi Obat Ensefalitis Golongan Aminoglikosida

2.8.1.3 Golongan Penisilin Spektrum Luas Nama Obat

Farmakodinamik Farmakokinetik Ampisilin Mekanisme Kerja : Menghambat sintesa dinding bakteri melalui penghambatan tahap akhir sintesa peptidoglikan dinding protein bakteri. Indikasi : Infeksi saluran kemih, otitis media, sinusitis, bronchitis, kronis, salmonellosis invasi, gonore ESO : Mual, diare, ruam, kadang – kadang terjadi colitis karena antibodi Dosis : Oral : 0,25 – 1 gram tiap 6 jam diberikan 30 mnt sebelum makan untuk gonore : 2 - 3 – 5 gr dosis tunggal, ditambah 1 gr probenesid. Infeksi saluran kemih : 500 mg tiap 8 jam, Infeksi intramuscular, Ampisilin dapat diberikan per oral, tapi yang diabsorpsi tidak lebih dari separuhnya. Absopsi lebih rendah lagi bila ada makanan dalam lambung. Ampisilin yang masuk ke dalam empedu mengalami sirkulasi enterohepatik, tetapi yang diekskresi bersama tinja jumlahnya cukup tinggi. Penetrasi ke CSS dapat mencapai kadar yang efektif pada keadaan peradangan meningen. Ampisilin disekresi ke dalam sputum sekitar 10 kadar serum. Pada bayi prematur dan neonatus, pemberian ampisilin menghasilkan kadar dalam darah yang lebih tinggi dan bertahan