Hasil Analisis Pasien Ensefalitis Berdasarkan Jenis Komplikasi atau

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, dari 67 pasien Ensefalitis yang dirawat di RSUP Fatmawati lebih banyak yang pulang sembuh atau berobat jalan 73.1 dengan rentang umur tertinggi berada pada umur 0-5th dengan jumlah persentasi 41.7. 5.6 Pembahasan 5.6.1 Keterbatasan Penelitian Menjadi keterbatasan dalam penelitian diantara lain : Keterbatasan rekam medik karena banyaknya rekam medik yang tidak ditemukan oleh petugas rekam medik, keterbatasan waktu penelitian, keterbatasan biaya penelitian, dan pengambilan data secara retrospektif sehingga tidak semua informasi dapat diperoleh dengan lengkap.

5.6.2. Pembahasan Hasil Penelitian

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan sampel sebanyak 67 rekam medik yang telah melalui seleksi secara inklusi dan eklusi sehingga didapat hasil dibawah ini : 1. Karakteristik Pasien Ensefalitis Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 Kelompok umur pasien Ensefalitis ini menurut R Malau et al 2012 dimulai pada umur 5 tahun hingga 15 tahun. Berdasarkan usia distribusi pasien penderita Ensefalitis lebih tinggi adalah pada kelompok umur 5 tahun 53.8. Pada umumnya Ensefalitis dapat terjadi pada semua kelompok umur tetapi sering terjadi pada anak usia 5 tahun. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh R Malau et al 2012 dimana pada penelitian tersebut pasien yang paling banyak adalah pasien dengan kelompok umur 5 tahun. 16 Hal ini dikarenakan pada umur tiga bulan pertama, bayi memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terkena infeksi bakteri yang serius. Pada anak dengan usia di antara dua bulan sampai dengan 3 tahun, terdapat peningkatan risiko UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terkena penyakit yang serius akibat berkurangnya IgG yang merupakan bahan bagi tubuh untuk membentuk sistem komplemen yang berfungsi mengatasi infeksi. Pada anak dibawah usia tiga tahun pada umumnya terkena infeksi virus yang berakhir sendiri, tetapi bisa juga terjadi bakteremia yang tersembunyi bakteremia tanpa tanda fokus. Bakteremia yang tersembunyi biasanya bersifat sementara dan dapat sembuh sendiri akan tetapi juga dapat menjadi pneumonia, meningitis, ensefalitis, arthritis dan pericarditis. 17 Sedangkan berdasarkan jenis kelamin peneliti mendapatkan bahwa pasien yang paling banyak menderita Ensefalitis adalah pasien perempuan 52, sedangkan untuk pasien laki – laki 48. Perbandingan yang tidak terlalu jauh antara pasien dengan jenis kelamin perempuan dan pasien dengan jenis kelamin laki – laki. Hal ini tidak sama dengan penelitian yang dilakukan oleh R Malau et al 2012 dimana pada penelitian tersebut yang paling banyak adalah pasien laki – laki. Disebabkan pada penelitian yang dilakukan oleh R Malau et al 2012 mencakup infeksi yang terjadi di jaringan dan meningen Meningoensefalitis pada sistem saraf pusat, sedangkan peneliti hanya mencakup infeksi yang terjadi di jaringan sistem saraf pusat Ensefalitis. Pada dasarkan penyakit Ensefalitis ini tidak dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, sehingga penyakit ini dapat menyerang siapa saja baik laki-laki maupun perempuan. 2. Karakteristik Pasien Penderita Ensefalitis Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 Latar belakang dari pasien penderita Ensefalitis yang dirawat di RSUP Fatmawati terbanyak adalah dengan latar belakang pendidikan belum sekolah sebesar 53,8. Hal ini dikarenakan pasien tersebut masih tergolong balita atau belum cukup mengerti mengenai bakteri dan infeksi yang dapat menyerang sistem saraf pusat SSP dan pada umumnya penyakit Ensefalitis menyerang anak – anak yang memiliki sistem imun yang lemah. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Distribusi Pasien Ensefalitis Berdasarkan Gejala Klinis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 Dari 67 pasien Ensefalitis yang diambil datanya secara retrospektif terlihat hasil gejala klinis yang terjadi pada pasien penyakit Ensefalitis paling banyak adalah yang mengalami gejala klinis seperti kejang, demam dan penurunan kesadaran. Hal ini terjadi karena faktor penyebab Ensefalitis menyerang otak yang mengakibatkan pasien mengalami gejala klinis sebagai tanpa bahwa jaringan otak sudah terserang. Gejala klinis tersebut sama hal nya dengan yang dikemukakan oleh Lin JJ, et al 2008, Ensefalitis adalah infeksi akut pada parenkim otak dengan karakteristik klinis demam tinggi, nyeri kepala, dan penurunan kesadaran. Gejala lain yang mungkin adalah defisit neurologis fokal atau multifokal, dan kejang fokal atau general menyeluruh. 18 Demam yang terjadi pada pasien Ensefalitis merupakan reaksi fisiologis terhadap perubahan titik patokan di hipotalamus. Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur maupun parasit. Infeksi bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak antara lain pneumonia, bronchitis, psteomyelitis, appendicitis, tuberculosis, bakterimia, sepsis, bacterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis, otitis media, infeksi saluran kemih dan lain-lain. 19 Demam yang terjadi pada anak umumnya adalah demam yang disebabkan oleh infeksi virus. Akan tetapi infeksi bakteri yang serius dapat juga terjadi pada anak dan menimbulkan gejala demam seperti bacteremia, infeksi saluran kemih, pneumonia, meningitis, Ensefalitis dan osteomyelitis. Demam merupakan peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5 – 37,2 C. Derajat suhu yang dapat dikatakan demam adalah rectal temperature ≥γ8 C atau oral temperature ≥γ7 C atau axillary temperature ≥γ7,β C. Pernyataan tersebut sangat sesuai dengan gejala klinis yang dialami pasien Ensefalitis yang rata- rata suhu penderita tersebut bisa mencapai ≥γ8 C. 20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selanjutnya, Pasien Ensefalitis paling banyak yang mengalami gejala klinis seperti kejang 86.5 dikarenakan manifestasi abnormalitas kelistrikan pada otak yang menyebabkan perubahan sensorik, motorik, dan tingkah laku. Penyebab terjadinya kejang antara lain trauma terutama pada kepala, Ensefalitis radang otak, obat, birth trauma bayi lahir dengan cara vacuum – terkena kuli kepala – trauma, penghentian obat depresan secara tiba-tiba, tumor, demam tinggi, hipoglikemia, asidosis, alkalosis, hipokalsemia, idiopatik. Mekanisme terjadinya serangan kejang adalah karena adanya sekelompok neuron yang mudah terserang membentuk suatu satuan epileptik fungsional yang disebut fokus. Adanya muatan yang bersama-sama memasuki neuron- neuron tersebut menyebabkan terjadinya sinkronisasi. Sinkronisasi merupakan syarat terjadinya serangan. Jika banyak terjadi sinkronisasi hipersinkronisasi maka akan terjadi penyebaran rangsangan ke daerah-daerah lain di otak, akibatnya terjadi kejang. Ensefalitis biasanya ditandai dengan gejala panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi, diare, nyeri kepala, kekakuan leher, perubahan kesadaran. 21 Kerusakan neurologis permanen pada Ensefalitis dengan aktifitas kejang yang tidak terkontrol dan berkepanjangan dapat disebabkan oleh invasi virus langsung, respon imun pasien yang teraktivasi oleh pathogen, atau kematian neuron yang diinduksi oleh status epileptikus. 18 4. Distribusi Pasien Ensefalitis Berdasarkan Komplikasi atau Penyakit Penyertanya di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di RSUP Fatmawati, pasien penderita Ensefalitis terbanyak adalah pasien dengan komplikasi atau penyakit penyerta 68,57 jika dibandingkan dengan pasien tanpa komplikasi atau penyakit penyerta 31,43. Seperti dikutip dalam buku Neurologi Klinis, Ed. I, gejala sisa maupun komplikasi karena Ensefalitis dapat melibatkan susunan saraf pusat sehingga mengenai kecerdasan, motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan pendengaran, sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain dapat terlibat secara menetap. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gejala sisa berupa defisit neurologik paresisparalisis, pergerakan koreoatetoid, hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi. Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP berat. Komplikasi yang terjadi pada Ensefalitis adalah pasien dapat mengalami ketidakmampuan permanen akibat Ensefalitis, dapat timbul kejang, kerusakan otak atau meninggal. 16 5. Distribusi Pasien Ensefalitis Berdasarkan Jenis Komplikasi atau Penyakit Penyertanya di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 Menurut data yang telah diambil penyakit penyerta atau komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Ensefalitis di RSUP fatmawati bermacam-macam. TB Paru merupakan penyakit penyerta atau komplikasi yang paling banyak dialami oleh pasien penderita Ensefalitis di RSUP Fatmawati dengan nilai persentase sebesar 10 dan umumnya menyerang anak-anak. Hal tersebut sama dengan yang diungkapkan oleh Antoni Lamini 2002 bahwa TB paru pada anak – anak dapat mengenai otak lapisan pembungkus otak dan disebut sebagai meningitis radang selaput otak. Gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang. 22 Selanjutnya, komplikasi atau penyakit penyerta yang paling banyak dialami oleh pasien Ensefalitis adalah Pheumonia 10. Bahkan pada pasien penderita Ensefalitis di RSUP Fatmawati ada yang sampai menyebabkan kematian, dan paling banyak menyerang anak – anak dengan kelompok umur 0 – 5 tahun. Jenis pneumonia tersering di RSUP Fatmawati adalah pneumonia aspirasi. Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun anak-balita. Pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain apapun, mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak-balita, membunuh lebih dari 2 juta anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang. Oleh karena itu pneumonia disebut sebagai pembunuh anak no 1 the number one killer of children. 23