Pembahasan Hasil Penelitian Pembahasan .1 Keterbatasan Penelitian

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gejala sisa berupa defisit neurologik paresisparalisis, pergerakan koreoatetoid, hidrosefalus maupun gangguan mental sering terjadi. Komplikasi pada bayi biasanya berupa hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP berat. Komplikasi yang terjadi pada Ensefalitis adalah pasien dapat mengalami ketidakmampuan permanen akibat Ensefalitis, dapat timbul kejang, kerusakan otak atau meninggal. 16 5. Distribusi Pasien Ensefalitis Berdasarkan Jenis Komplikasi atau Penyakit Penyertanya di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 Menurut data yang telah diambil penyakit penyerta atau komplikasi yang terjadi pada pasien dengan Ensefalitis di RSUP fatmawati bermacam-macam. TB Paru merupakan penyakit penyerta atau komplikasi yang paling banyak dialami oleh pasien penderita Ensefalitis di RSUP Fatmawati dengan nilai persentase sebesar 10 dan umumnya menyerang anak-anak. Hal tersebut sama dengan yang diungkapkan oleh Antoni Lamini 2002 bahwa TB paru pada anak – anak dapat mengenai otak lapisan pembungkus otak dan disebut sebagai meningitis radang selaput otak. Gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan kejang. 22 Selanjutnya, komplikasi atau penyakit penyerta yang paling banyak dialami oleh pasien Ensefalitis adalah Pheumonia 10. Bahkan pada pasien penderita Ensefalitis di RSUP Fatmawati ada yang sampai menyebabkan kematian, dan paling banyak menyerang anak – anak dengan kelompok umur 0 – 5 tahun. Jenis pneumonia tersering di RSUP Fatmawati adalah pneumonia aspirasi. Pneumonia merupakan salah satu masalah kesehatan dan penyumbang terbesar penyebab kematian anak usia di bawah lima tahun anak-balita. Pneumonia membunuh anak lebih banyak daripada penyakit lain apapun, mencakup hampir 1 dari 5 kematian anak-balita, membunuh lebih dari 2 juta anak-balita setiap tahun yang sebagian besar terjadi di negara berkembang. Oleh karena itu pneumonia disebut sebagai pembunuh anak no 1 the number one killer of children. 23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pada bayi baru lahir, pneumonia seringkali terjadi karena aspirasi, infeksi virus Varicella-zoster dan infeksi berbagai bakteri gram negatif seperta bakteri Coli, TORCH, Streptokokus dan Pneumokokus. Pada Bayi, pneumonia biasanya disebabkan oleh berbagai virus, yaitu Adenovirus, Coxsackie, Parainfluenza, Influenza A or B, Respiratory Syncytial Virus RSV, dan bakteri yaitu B. streptococci, E. coli, P. aeruginosa, Klebsiella, S. pneumoniae, S. aureus, Chlamydia. Pneumonia pada balita dan anak pra-sekolah disebabkan oleh virus, yaitu: Adeno, Parainfluenza, Influenza or B, dan berbagai bakteri yaitu: S. pneumoniae, Hemophilus influenzae, Streptococci A, Staphylococcus aureus, Chlamydia. Pada anak usia sekolah dan usia remaja, pneumonia disebabkan oleh virus, yaitu Adeno, Parainfluenza, Influenza A or B, dan berbagai bakteri, yaitu S. pneumoniae, Streptococcus A dan Mycoplasma. 24 6. Distribusi Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Ensefalitis Berdasarkan Gejala Klinis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 Dari 58 pasien 86.5 Ensefalitis terbanyak mengalami gejala klinis seperti kejang 53 pasien 79.1. 45 pasien menggunakan Fenitoin untuk mengatasi kejang dengan 2 dosis terbagi. Fenitoin adalah obat pilihan pertama untuk serangan tonik-klonik, tonik atonik dan parsial kompleks dan sederhana dan juga dapat untuk serangan mioklonik. Obat ini merupakan kontra indikasi untuk serangan umum lena, tetapi kadang-kadang bermanfaat untuk mengobati serangan lena atipik. Obat ini digunakan untuk mengobati epilepsi oleh berbagai etiologi dan pada berbagai umur. Banyak ahli penyakit saraf di Indonesia lebih menyukai penggunaan fenobarbital karena Fenitoin memiliki batas keamanan yang sempit, efek samping dan efek toksik ringan tapi cukup menganggu teruama pada anak. Fenitoin juga bermanfaat terhadap bangkitan parsial kompleks. Pada sebagian besar pasien dewasa, Fenitoin dapat diberikan sekali sehari dan biasanya paling baik pada malam hari. Pada sejumlah pasien terutama pada dosis tinggi, dianjurkan pemberian 2 kali sehari. Untuk anak sebaiknya diberikan 2 kali sehari. Dosis awal obat ini dapat dimulai dengan 200mg malam hari dan dinaikkan sebanyak 20 – 100mg setiap minggu. 25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Dari 40 pasien Ensefalitis 59.7, 45 pasien menggunakan Parasetamol dalam mengatasi demam. Obat-obatan yang dipakai dalam mengatasi demam antipiretik adalah parasetamol asetaminofen. Parasetamol cepat bereaksi dalam menurunkan panas. Pada anak-anak, dianjurkan untuk pemberian parasetamol sebagai antipiretik. Penggunaan OAINS tidak dianjurkan dikarenakan oleh fungsi antikoagulan dan resiko sindrom Reye pada anak-anak. Selain pemberian antipiretik juga perlu diperhatikan mengenai pemberian obat untuk mengatasi penyebab terjadinya demam. Antibiotik dapat diberikan untuk mengatasi infeksi bakteri. Pemberian antibiotik hendaknya sesuai dengan tes sensitivitas kultur bakteri apabila memungkinkan. 19 7. Distribusi Profil Penggunaan Obat Pada Pasien Ensefalitis Berdasarkan Faktor Penyebab Ensefalitis di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 Antibiotik sefalosporin digunakan untuk terapi meningitis, pneumonia dan septikemia. Sefalosporin mempunyai mekanisme kerja serta farmakologi yang sama dengan penisilin. Sefalosporin dapat menyebabkan reaksi alergi dan bisa terjadi sensitivitas silang terhadap penisilin. Sefalosporin terutama diekskresikan oleh ginjal dan aksinya dapat diperpanjang dengan probenesid. Semua sefalosporin mempunyai spektrum aktivitas anti bakteri yang sama luas, meskipun obat-obat individual mempunyai aktivitas yang berbeda untuk melawan bakteri tertentu. Sefadroksil diberikan secara oral dan digunakan pada infeksi saluran kemih dimana organisme penyebabnya resisten terhadap antibiotik lain. Sefuroksim diberikan melalui suntikan, seringkali sebagai profilaksis dalam pembedahan biasanya dengan metronidazol untuk melawan bakteri anaerob. Sefuroksim resistensi terhadap inaktivasi oleh ƥ-laktamase bakteri dan digunakan pada infeksi serius dimana antibiotik lain tidak efektif. Seftazidim mempunyai kisaran aktivitas lebih besar dalam melawan bakteri Gram negatif termasuk Pseudomonas aeruginosa, tetapi kurang aktif dibandingkan sefuroksim dalam melawan organisme Gram positif misalnya Staphylococcus aureus. Seftazidim mencapai sistem saraf pusat dan digunakan pada meningitis yang disebabkan oleh organisme Gram negatif. Seftriakson UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mempunyai waktu paruh yang lebih panjang daripada sefalosporin lainnya dan hanya diberikan sekali sehari. Seftriakson merupakan sefalosporin generasi ketiga obat ini sangat direkomendasikan untuk mengatasi Ensefalitis bakteri. Seftriakson memiliki waktu paruh yang lebih panjang dibandingkan sefalosporin yang lain, sehingga cukup diberikan satu kali sehari dengan dosis 20 – 50 mgkghari. Namun bila dosis lebih dari 1gr harus diberikan 2x atau lebih. Seperti pada pedoman pengobatan dalam jurnal “The Management of Encephalitis : Clinical Practice Guidelines by The Infectious Diseases Society of America ” Seftriakson digunakan untuk menangani Ensefalitis bakteri. Seftriakson bekerja dengan tiga prinsip : pertama, obat berikatan dengan penicillin-binding protein PBP pada kuman. Kedua, menghambat reaksi transpeptidase tahap ketiga antar rantai peptidoglikan dalam rangkaian pembentukan dinding sel bakteri. Ketiga, obat mengaktivasi enzim autolisis pada dinding sel bakteri tersebut. Seftriakson merupakan golongan sefalosporin generasi ketiga yang diberikan secara parenteral. 26 Seftriakson merupakan obat yang paling sering digunakan di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015 menandakan bahwa kebanyakan bakteri pada spesimen pus telah resisten terhadap kedua obat tersebut. Sefalosporin generasi ketiga merupakan obat pilihan untuk infeksi serius akibat bakteri enterik gram-negatif sangat resisten terhadap beta-laktamase dan mempunyai aktivitas baik terhadap banyak bakteri. 27 Sefotaksim dan Seftrazidim diindikasikan untuk Infeksi bakteri gram positif dan gram negatif. Profilaksis pada pembedahan, Epiglotitis karena hemofilus. Efek samping kedua obat ini sama berupa diare dan colitis yang disebabkan oleh antibiotik keduanya karena penggunaan dosis tinggi mual dan muntah. Rasa tidak enak pada saluran cerna, sakit kepala, reaksi alergi berupa ruam, pruritus, urtikaria, demam dan atralgia, anafilaksis, eritema, multiforme, nekrolisis epidermal toksis. Gangguan fungsi hati, hepatitis sementara dan ikterus kolestatis Gangguan darah : eosinophilia, trombositopenia, leukopenia, agranulositosis, anemia aplastic, anemia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta hemolitik. Nefritis interstisial reversible. Gangguan tidur, hiperaktivitas, bingung, hypertonia dan pusing. Dosis untuk sefotaksim digunakan dalam 2-4 kali pemberian dengan dosis 100 - 500 mgkghari. Pada infeksi berat dapat ditingkatkan menjadi 200 mgkghari. Dosis untuk seftrazidim digunakan maksimum 6 grhari dibagi 3x pemberian. 28 Penggunaan obat sefotaksim dan seftrazidim pada pasien Ensefalitis di RSUP Fatmawati sama dengan petunjuk pemberian yang telah dijelaskan sebelumnya. Gentamisin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida yang digunakan pada infeksi berat yang disebabkan oleh bakteri negatif aerob terutama aktivitas bakterisidal terhadap Pseudomonas aeroginosa dan spesies Enterobacter. Gentamisin memiliki kisaran terapi sempit dengan rentang konsentrasi puncak 8-10 mgL dan konsentrasi lembah 0,5-2 mgL dimana perubahan sejumlah kecil dosis obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan atau bahkan menimbulkan efek toksik sehingga penggunaan gentamisin memerlukan pengawasan level obat dalam plasma dan penyesuaian dosis untuk mencegah timbulnya efek toksik. 29 Gentamisin diindikasikan untuk septikemia dan sepsis pada neonatus, meningitis dan infeksi SSP lainnya. Infeksi bilier, pioleonefritis karena Str. Viridand atau Str. Faecis bersama penisilin, pneumonia nosokomial, terapi tambahan pada meningitis karena listeria. Pada pemberian obat gentamisin dapat digunakan secara i.m, i.v lambat atau infus : 2-5 mgkghari dalam dosis terbagi tiap 8 jam. Sesuaikan dosis pada gangguan fungsi ginjal dan ukur kadar dalam plasma. Ada 2 pasien di RSUP Fatmawati yang diberikan obat gentamisin sebagai pengobatan dalam mengatasi Ensefalitis bakteri. Dibandingkan golongan aminoglikosida lainnya seperti kanamisin, amikasin, maupun netilmisin, antibiotik gentamisin lebih mudah diperoleh serta harganya lebih terjangkau. 30 Meropenem adalah termasuk golongan Karbapenem suatu struktur yang sama dengan penisilin, tetapi sangat resisten terhadap ƥ-laktamase. Meropenem merupakan antibiotik dengan spektrum luas mencakup kuman gram positif dan gram negatif, aerob dan anaerob. Lebih tahan terhadap enzim diginjal sehingga dapat diberikan tanpa silastatin. Meropenem diberikan melalui suntikan intravena dengan dosis untuk infeksi standar 20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mgkgBBdosis dan untuk infeksi berat 40 mgkgBBdosis pada meningitis yang disebabkan Pseusomonas sp. Meropenem mempunyai spektrum aktivitas yang lebar, tetapi tidak aktif melawan beberapa strain Pseudomonas dan MRSA. Meropenem antibiotik golongan betalaktam yang bekerja melalui cincin monosiklik betalaktam yang resisten terhadap betalaktamase yang mempunyai aktivitas untuk organisme gram negatif dan positif. Menurut Fauziyah at al. 2011, meropenem dan imipenem penggunaannya dibatasi hanya untuk infeksi oleh bakteri yang telah resisten terhadap penisilin misalnya P. aureginosa dan Acinobacter spp. Penelitian yang dilakukan oleh Sugandhi Prasenth 2014 menunjukkan bahwa pola sensitivitas antimikroba meropenem efektif pada bakteri gram negatif seperti P. aureginosa dan E. coli. 31 Kloramfenikol merupakan antibiotik yang memiliki spektra kerja luas terhadap bakteri Gram positif maupun bakteri Gram negatif. Namun, karena memiliki toksisitas yang tinggi dan masalah resistensi maka penggunannya pun kini semakin jarang. Kloramfenikol memiliki mekanisme kerja menginhibisi sintesis protein bakteri yaitu berikatan dengan subunit ribosom 50S. Resistensi kloramfenikol dilaporkan terjadi pada Staphylococcus, S. pneumoniae, E. coli, H.influenzae, N. meningitidis, Salmonella, dan Shigella. Center of Disease Contol and Prevention CDC menyebutkan infeksi yang sering terjadi di rumah sakit, 16 penyebabnya adalah bakteri resisten, dengan bakteri penyebab terbanyak adalah MRSA dan VRE. 32 Kloramfenikol diindikasikan sebagai obat untuk infeksi berat akibat H. Influenzae, demam tiroid, meningitis dan abses otak, bacteremia, dan infeksi berat lainnya. Kloramfenikol merupakan antibiotika pilihan utama yang diberikan untuk demam tifoid anak di Bagian Kesehatan Anak Rumah Sakit Fatmawati periode Januari 2001 – Desember 2002, karena keampuhan kloramfenikol masih diakui berdasarkan efektivitasnya terhadap Salmonella typhi disamping obat tersebut relatif murah. Namun Suharyo dkk. Dalam penelitiannya menunjukkan bahwa angka relaps pada pengobatan demam tifoid dengan menggunakan kloramfenikol lebih tinggi bila dibandingkan dengan penggunaan kotrimoksazol. 33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kloramfenikol bersifat bakteriostatik terhadap kuman yang peka seperti riketsia, klamidia, mikoplasma, dan beberapa strain kuman gram positif dan gram negatif. Dapat diberika secara oral, i.v atau infus dengan dosis 50mgkghari dibagi dalam 4 dosis pada infeksi berat seperti septikemia dan infeksi SSP dosis digandakan dan segera diturunkan apabila terjadi perbaikan. Anak : 50-100 mgkghari dalam dosis terbagi. Bayi dibawah 2 mnggu : 25 mgkghari dibagi dlm 4 dosis 2 minggu – 1 th : 50 mgkghari dibagi 4 dosis. Namun pemakaian kloramfenikol dalam mengatasi Ensefalitis sangat kurang dikarenakan efek samping obat tersebut berupa kelainan darah yang reversible dan ireversibel seperti anemia aplastik dapat berlanjut menjadi leukemia. Amikasin adalah kanamisin semisintetik dan lebih resisten terhadap berbagai enzim yang dapat merusak aminoglikosida lain. Amikasin memiliki spektrum aktivitas antimikroba terluas dari golongan aminoglikosida. Karena keunikan resistensinya terhadap enzim penginaktivasi aminoglikosida, amikasin aktif melawan sebagian besar basilus aerob gram-negatif di lingkungan maupun di rumah sakit. Termasuk adalah sebagian besar galur Serratia, Proteus dan P. aeruginosa. Beberapa rumah sakit membatasi penggunaannya untuk menghindari resistensi. Amikasin aktif terhadap hampir semua galur Klebsiella, Enterobactericeae dan E. coli yang resisten terhadap tobramisin dan gentamisin. 34 Diindikasikan untuk mengatasi infeksi gram negatif yang resisten terhadap gentamisin. Efek samping obat berupa gangguan vestibuler dan pendengaran, nefrotoksisitas, hipomagnesemia pada pemberian jangka panjang, koalitis karena antibiotik. Dapat diberikan secara i.m, i.v lambat atau infus : 2-5 mgkghari dibagi dalam 2 kali pemberian. Namun, kekurangan pada obat ini yaitu apabila kadar puncak 91 jam tidak boleh lebih dari 30 mgliter dan kadar lembah tidak boleh lebih dar 10 mgliter. Ampisilin aktif melawan bakteri Gram positif yang tidak menghasilkan ƥ-laktamase dan karena obat tersebut berdifusi ke dalam bakteri Gram negatif lebih mudah daripada benzilpenisilin. Obat ini juga aktif melawan banyak strain Escherichia coli, Haemophilus influenzae dan Salmonella. Ampisilin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta lebih baik diberikan secara parenteral. Ampisilin diinaktivasi oleh bakteri penghasil penisiline. Organisme yang resisten terhadap amoksisilin meliputi sebagian besar Straphylococcus aureus, 50 strain Escherichia coli dan sampai dengan 15 strain Haemophilus influenzae. Banyak ƥ-laktamase bakteri dihambat oleh asam klavulanat dan campuran inhibitor ini dengan amoksisilin ko-amoksiklav menyebabkan antibiotik menjadi efektif melawan organisme penghasil penisiline. Ko-amoksiklav diindikasikan pada infeksi saluran pernapasan dan saluran kemih yang dikonfirmasi resisten terhadap amoksisilin. Pada penelitian yang dilakukan oleh wirahmi, N dkk di bangsal anak RSUD DR. M. Yunus Bengkulu dikatakan bahwa kombinasi antibiotik gentamisin dan ampisilin banyak digunakan pada berbagai kasus. 35 Kombinasi antibiotika gentamisin dan ampisilin digunakan sebagai antibiotik lini pertama untuk pasien anak. Hal ini disebabkan gentamisin yang dikombinasikan dengan penisilin atau vancomisin menghasilkan efek bakterisid yang kuat, yang sebagian disebabkan oleh peningkatan ambilan obat yang timbul karena penghambatan sintesis dinding sel. Penisilin mengubah struktur dinding sel sehingga memudahkan penetrasi gentamisin kedalam kuman. Gentamisin tidak boleh digunakan sebagai agen tunggal untuk terapi pneumonia sebab buruknya penetrasi jaringan paru-paru yang terinfeksi dan kondisi-kondisi setempat dengan tekanan oksigen yang rendah dan pH yang rendah turut andil terhadap aktivitas yang buruk. 36 Virus adalah parasit intraselular yang tidak mempunyai metabolisme independen dan dapat bereplikasi hanya dalam sel pejamu yang hidup. Obat- obat yang bersifat toksik selektif terhadap virus terbukti sangat sulit dihasilkan karena siklus replika virus berkaitan sangat erat dengan proses metabolik sel pejamu. Untuk alasan tersebut, sampai saat ini vaksin merupakan metode utama untuk mengendalikan infeksi virus misalnya poliomielitis, rabies, demam kuning yellow fever, campak, parotits, rubela. Beberapa obat antivirus yang efektif telah diproduksi dan meskipun penggunaanya terbatas, obat tersebut mengubah terapi beberapa penyakit terutama penyakit yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta disebabkan oleh infeksi virus herpes. Obat yang lebih baru, terutama asiklovir adalah antivirus yang lebih efektif karena tetap inaktif sampai difosforilasi oleh enzim yang cenderung disintesis oleh virus. Interferon alfa adalah suatu protein antivirus yang normalnya dihasilkan oleh leukosit. Interferon alfa rekombinan diberikan melalui suntikan pada terapi hepatitis B kronis persisten dan dalam kombinasi dengan ribavirin pada hepatitis C kronis. Asiklovir asikloguanosin merupakan obat yang menghambat sintesis asam nukleat. Aktif terhadap virus herpes misalnya herpes simplek HSV dan varisella zoster VZV, mengandung timidin kinase yang mengubah asiklovir menjadi bentuk monofosfat. Selanjutnya monofosfat mengalami fosforilasi oleh enzim sel pejamu menjadi asikloguanosin trisfosfat yang menghambat polimerase DNA virus dan sintesis DNA virus. Asiklovir bersifat toksik selektif karena timidin kinase dari sel pejamu yang tidak terinfeksi hanya mengaktivasi sedikit obat dan polimerase DNA dari virus herpes mempunyai afinitas yang lebih besar untuk obat yang diaktivasi daripada polimerase DNA seluler. Asiklovir aktif melawan virus herpes tetapi mengeradikasinya. Asiklovir efektif secara topikal, oral dan parenteral. Jalur pemberian yang tepat tergantung pada lkasi dan keparahan infeksi. Asiklovir banyak digunakan pada terapi infeksi HSV genital dan dosis oral yang tinggi efektif dalam terapi herpes zoster berat. Suatu kondisi sangat nyeri yang disebabkan oleh reaktivasi infeksi VZV sebelumnya yaitu cacar air. 37 Pada penelitian yang dilakukan oleh Yuliantini, T dkk dikatakan bahwa saat ini asiklovir intravena telah terbukti lebih baik dibandingkan vidarabin, dan merupakan obat pilihan pertama mengingat toksisitas vidarabin yang sangat tinggi dalam pemberian intravena. Asiklovir merupakan bahan antivirus yang secara selektif menghambat replikasi virus tanpa merusak sel normal dengan mengadakan kompetisi dengan guanoside untuk DNA polimerase virus. Asiklovir dikatakan mempunyai efek ikutan minimal. Obat ini diekskresi melalui ginjal dan dosis harus diturunkan pada penderita dengan disfungsi ginjal. Asiklovir diberikan selama 14-21 hari, kalau terbukti bukan EHS pengobatan dihentikan walaupun belum 14 hari. Pemeriksaan PCR ulangan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dari spesimen CSS diindikasikan untuk penderita yang tidak memberikan respon klinis seperti yang diharapkan setelah pengobatan dengan asiklovir selama 21 hari, jika hasilnya positif terapi antivirus harus diteruskan. Pemberian asiklovir selama 21 hari dibandingkan dengan pemberian asiklovir selama 14 hari terbukti lebih efektif menurunkan kejadian efek samping neurologis dan risiko rekurensi pada EHS. 38 Flukonazol obat Anti jamur golongan Triazol ini bekerja dengan mempengaruhi aktifitas Cytochrome P450, menurunkan sintesa ergosterol sterol utama pada membran sel jamur dan menghambat pembentukkan membran sel. Anti jamur ini dapat diberikan secara oral atau intravena dan telah berhasil digunakan pada mikosis superfisial dan sistemik bukan Aspergillus spektrum luas. Tidak seperti ketokonazol, flukonazol tidak hepatotoksik dan tidak menghambat sistesis steroid adrenal. Itrakonazol diabsorpsi secara oral dan tidak seperti imidazol dan flukonazol, itrakonazol aktif melawan Aspergillus. Varikonazol merupakan obat baru spektrum luas yang digunakan untuk infeksi yang mengancam nyawa. Dosis untuk Meningitis septikemia karena kandida Bayi 3 bulan : 5-6 mgkgBBhari, diberikan secara oral atau IV drip 1 jam. Kriptokokus Inisial 12 mgkgBBhari pada hari pertama, selanjutnya 6 mgkgBBhari sekali sehari. Dapat ditingkatkan sampai 12mgkgBBhari jika diperlukan tergantung kondisi dan respons pasien. Terapi perlu diteruskan sampai 10-12 minggu setelah kultur cairan serebrospinal menjadi negatif. Amfoterisin B adalah obat anti jamur spektrum luas yang digunakan untuk mengobati infeksi sistemik yang berpotensi fatal yang disebabkan oleh aspergillus, kandida atau kriptokokus. Amfoterisin kurang baik diabsopsi secara oral dan diberikan melalui infus intravena atau intratekal, bila sistem saraf pusat terlibat. Efek samping sangat sering terjadi dan sebagian pasien mengalami demam, menggigil dan mual. Terapi jangka panjang menyebabkan kerusakan ginjal yang hampir tidak dapat dielakkan, yang reversibel hanya jika dideteksi sejak dini. Amfoterisin yang diformulasi dalam liposom agak kurang toksik. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Mikonazol Nitrat topikal diindikasikan sebagai terapi tinea pedis, tinea kruris, dan tinea korporis yang disebabkan oleh T. mentagrophytes, T. rubrum, atau Epidermophyton floccosum Terapi pityriasis versicolor yang disebabkan oleh Malassezia furfur, serta untuk terapi kandidiasis kutaneus moniliasis. Untuk Kandidiasis kutan diberikan 2 kali perhari. Mikonazol nitrat topikal tidak boleh digunakan pada anak 2 tahun kecuali atas perintah dan supervisi dokter. Penggunaan obat ini pada anak 2-11 tahun perlu diawasi oleh orang dewasa. Jika terjadi iritasi atau kulit pasien tidak membaik dalam 2 minggu untuk tinea kruris atau 4 minggu untuk tinea pedis atau korporis, obat harus dihentikan dan pasien perlu diperiksa dokter. Untuk kandidiasis kutan dan tinea kruriskorporis perlu dipakai selama 2 minggu, dan tinea pedis selama 1 bulan. Jika perbaikan klinis tidak terlihat setelah penggunaan 1 bulan maka diagnosis perlu dievaluasi kembali. Karena kekurangan tersebut penggunaan anti jamur ini sangatlah kurang dipakai sebagai pengobatan. Fosfomisin Na merupakan antibiotik yang bekerja dengan menghambat tahap awal sintesis dinding sel bakteri. Transport obat ke dalam dinding sel melalui sistem transpor gliserofosfat atau glukosa 6-fosfatase. Fosmosin aktif terhadap bakteri grampositif dan gram-negatif. Secara in vitro, kombinasi fosfomisin dengan antibiotik beta-laktam, aminoglikosida atau florokuinolon memberikan efek sinergi. 39 Ditujukan sebagai pencegahan infeksi pada pembedahan abdomen. Dosis pada pasien dewasa 2-4gr, pada anak 100-200 mgkgBB. Keduanya dengan drip infus IV terbagi dlm 2 dosis. Inj i.v Sama dengan drip infus IV, tetapi diberikan terbagi dlm 2-4 dosis. Fosfomisin. Selain itu, dalam kasus pemberian dosis besar dapat menyebabkan kejang. Parasitisme adalah suatu hubungan dimana spesies biologis hidup dalam ketergatungan terhadap spesies lain. Meskipun mikroorganisme seperti bakteri diduga hidup dalam hubungan seperti ini, tetapi hanya protozoa dan helmintes yang secara umum disebut sebagai parasit. Parasit secara khusus adalah eukariot dan mempunyai siklus hidup yang kompleks. Pada daerah tropis dan subtropis dimana banyak air dan temperatur tinggi memberikan lingkungan yang optimal untuk larva dan pejamu vektor intermediat misalnya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta nyamuk. Penyakit karena parasit banyak terjadi dan tersebar luas. Kepadatan penduduk, malnutrisi dan kurangnya sanitasi memudahkan penyebaran penyakit dan sebanyak 100 juta orang dapat terinfeksi parasit. Obat-obatan memegang bagian penting dalam terapi dan pengendalian penyakit karena parasit, tetapi metode lain, misalnya kontrol vektor oleh insektisida dan drainase tanah juga penting. Salah satu obat yang digunakan dalam mengatasi Ensefalitis dengan faktor penyebab parasit di RSUP Fatmawati yaitu Klindamisin dan Pirimetamin . Klindamisin adalah obat pelengkap komplemen bila penisilin tidak dapat diberikan. Klindamisin bersifat bakteriostatik yang aktif terhadap aerob gram-positif dan spektrum anaerob yang luas. Penggunaannya terbatas karena efek samping kolitis sering terjadi dan dapat berakibat fatal. Paling umum terjadi pada wanita selama atau setelah pengobatan dengan klindamisin. Pirimetamin adalah skizontisida yang efektif, tetapi kerjanya terlalu lambat untuk mengobati serangan akut. 12 Pada beberapa penelitian Klindamisin sering dikombinasikan dengan Pirimetamin dalam mengatasi parasit, terutama untuk mengobati Ensefalitis yang disebabkan oleh toxoplasma gondii. Kotrimoksazol Trimetoprim – Sulfametoksazol diindikasikan infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas bronkitis, pneumonia, infeksi pada fibrosis sistik, melioidosis, listeriosis, brucellosis, otitis media, infeksi kulit, pneumonia Pneumocystis jiroveci. Mekanisme kerja obat ini yaitu Sulfametoksazol menghambat sintesis asam dihidrofolat bakteri berkompetisi dengan asam para amiobenzoat. Trimetoprim menghambat produksi asam tetrahidrofolat dengan menghambat enzim dihidrofolat reduktase. Dosis untuk pengobatan pneumonia diberikan secara oral atau infus IV : Sulfametoksazol hingga 100 mgkgBBhari + trimetoprim hingga 20 mgkgBBhari dalam 2-4 dosis terbagi selama 14-21 hari. Profilaksis pneumonia Oral : Sulfametoksazol 25 mgkgBB + trimetoprim 5 mgkgBB dalam 2 dosis terbagi selang sehari 3 kali seminggu Pemberian Oral : Dapat diberikan dengan air pada keadaan perut kosong. Parenteral : Infus IV dalam 60-90 menit, harus diencerkan 1:25. Pada pasien dengan restriksi cairan yang ketat, pengenceran 1:15 atau 1:10. 37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Pasien Ensefalitis paling banyak yang menggunakan obat golongan kortikosteroid yaitu Deksametason 50,7 dan obat golongan antiviral yaitu Asiklovir 40,2. Hal tersebut sama seperti yang dikutip dalam buku Infeksi Susunan Saraf Pusat dan Gangguan Imunologis, google books. EGC. Dimana dinyatakan bahwa dalam penatalaksanaan Ensefalitis virus digunakan 2 pengobatan yaitu obat golongan kortikosteroid Deksametason digunakan untuk pengobatan pasca-Ensefalitis dan obat golongan antiviral yaitu Asiklovir yang bermanfaat untuk meringankan gejala klinis, mencegah komplikasi, dan mencegah timbulnya gejala sisa. 28 Deksametason antibiotik golongan Kortikostreoid merupakan anti- inflamasi yang bekerja dengan mekanisme menghambat enzim fosfolipase A2 sehingga akan mencegah pelepasan asam arakidonat yang memproduksi enzim cyclooxygenase COX. Enzim COX inilah yang bertanggung jawab atas pembentukan prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi dan nyeri. 40 Deksametason merupakan kortikosteroid dari golongan glukokortikoid yang mempunyai efek anti-inflamasi yang adekuat. Pemberian deksametason akan menekan pembentukan bradikinin dan juga pelepasan neuropeptida dari ujung- ujung saraf, hal tersebut dapat menimbulkan rangsangan nyeri pada jaringan yang mengalami proses inflamasi. Penekanan produksi prostaglandin oleh deksametason akan menghasilkan efek analgesia melalui penghambatan sintesis enzim cyclooksigenase di jaringan perifer tubuh. Deksametason juga menekan mediator inflamasi seperti tumor necrosis factor- α TNF-α, interleukin 1- IL-1 , dan interleukin-6 IL-6. 41 Diindikasikan untuk inflamasi dan alergi, syok, diagnosis sindroma Cushing, hiperplasia adrenal kongenital, edema serebral. Intranasal : alergi atau inflamasi nasal dan polip Inhalasi oral : pengontrol asma bronkial persisten. Tidak diindikasikan untuk menghilangkan bronkospasme akut. Sistemik dan lokal inflamasi kronik, alergi, hematologi, neoplastik, penyakit autoimun, boleh digunakan untuk menangani edema serebral, syok septik, dan diagnostik. Pada neonatus sebagai terapi chronic lung disease CLD displasia bronkopulmoner untuk fasilitasi penyapihan ventilasi mekanik. Deksametason UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat pula digunakan untuk mengatasi edema trakea sebelum dan setelah ekstubasi pipa endotrakeal dan sebagai terapi penguat ajuvan. Dosis untuk Deksametason sebagai Anti inflamasi dapat diberikan secara oral, im, iv : 0,08-0,3 mgkgBBhari atau 2,5-10 mgm2dosis dalam dosis terbagi setiap 6- 12 jam. Meningitis bakterial : 2 tahun diberikan secara iv 0,6 mgkgBBhari dibagi setiap 6 jam selama 4 hari pertama. Deksametason diberikan bersamaan dengan dosis pertama antibiotik. 12 Penggunaan obat untuk pasien Ensefalitis yang menerima perawatan di RSUP Fatmawati Jakarta periode tahun 2012 – 2015 menurut peneliti telah dilakukan sesuai dengan pedoman pengobatan yang paling dianjurkan. Dimana dalam penggunaan antibiotik pihak rumah sakit telah memberikan pengobatan yang tepat sesuai dengan gejala klinis yang dialami oleh pasien Ensefalitis. Pedoman pengobatan merupakan petunjuk terapi yang mengacu pada berbagai penelitian mengenai masing-masing penyakit dan hanya memuat pilihan- pilihan terapi yang paling dianjurkan untuk masing-masing penyakit tersebut. 42 Pedoman pengobatan disusun untuk setiap tingkat unit pelayanan kesehatan seperti pedoman diagnosa dan terapi di Rumah Sakit yang bertujuan untuk membantu dokter dalam menegakkan diagnosa dan pengobatan yang optimal penyakit tertentu sehingga dapat meningkatkan mutu pelayanan pengobatan. 8. Distribusi Kondisi Pasien Ensefalitis Pada Saat Setelah Melakukan Pengobatan di RSUP Fatmawati Jakarta Periode Tahun 2012 – 2015 Pasien yang sembuh atau melakukan berobat jalan setelah menjalani rawat inap berjumlah 49 pasien 73,1. Dapat dilihat pada rentang umur 0 –5 th didapat 28 pasien, rentang umur 6 –15 th didapat 10 pasien dan rentang umur 15 th didapat 11 pasien. Penderita yang sembuh atau berobat jalan bearti kondisi kesehatannya membaik dan akan melanjutkan pengobatan setelah keluar dari rumah sakit untuk memulihkan kondisi penderita. Berobat jalan yang paling sering dirujuk oleh dokter di RSUP Fatmawati adalah poli anak. Dikarenakan penyakit Ensefalitis terbanyak yang menderita Ensefalitis di RSUP Fatmawati adalah pasien dengan kelompok umur dibawah 5 tahun. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Penderita yang meninggal setelah dilakukan perawatan dan upaya pengobatan dengan jumlah 17 pasien 25,4. Dapat dilihat pada rentang umur – 5 th didapat 10 pasien, rentang umur 6 – 15 th didapat 1 pasien dan rentang umur 15 th didapat 6 pasien. Ini menunjukkan penderita atau keluarga mencari pertolongan pengobatan sudah dalam keadaan parah karena gejala Ensefalitis seperti gejala biasa seperti gejala flu sehingga terlambat untuk didiagnosa dan terlambat untuk diobati secara cepat dan tepat. Prognosis Ensefalitis bergantung pada kecepatan dan ketepatan pertolongan, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat. Pasien yang pulang atas permintaan sendiri hanya 1 pasien 1,5, pasien menghentikan pengobatan di rumah sakit dan sudah menganggap bahwa pelayanan apapun tidak akan dapat menolong atau menyembuhkan penderita. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

a. Umur yang paling banyak menderita Ensefalitis adalah pasien dengan kelompok umur 5 tahun 53,8. b. Latar belakang pasien Ensefalitis paling banyak dengan latar belakang pendidikan belum sekolah dengan jumlah 53,8. c. Gejala klinis yang paling banyak terjadi pada pasien Ensefalitis di RSUP Famawati adalah kejang 79,1 dan demam 59,7. d. Pasien dengan komplikasi atau penyakit penyerta 68,5 dan pasien tanpa komplikasi atau penyakit penyertanya 31,4. e. Komplikasi atau penyakit penyerta tersering adalah TB paru dan pneumonia yang pada umumnya menyerang anak-anak 10. f. Penggunaan obat yang paling banyak digunakan dalam mengatasi gejala klinis adalah Fenitoin 79,1 dan Parasetamol 45. g. Penggunaan obat yang paling banyak digunakan dalam mengatasi Ensefalitis adalah Seftriakson 45, Asiklovir 40,2 dan Deksametason 50,7. h. Hasil setelah melakukan pengobatan : pasien sembuh atau berobat jalan 73,1, pasien yang meninggal 25,4 dan pasien yang pulang atas permintaan sendiri 1,5. 69 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

6.2 Saran Berdasarkan pada penelitian, saran yang dapat diberikan adalah:

a. Perlu dilakukan perbaikan kelengkapan dan kejelasan dalam penulisan data-data yang tercantum dalam rekam medik agar pihak yang berkepentingan dapat lebih mudah mendapatkan data yang lengkap. b. Penelitian ini dilakukan secara retrospektif dengan analisis berdasarkan data rekam medik pasien. Peneliti tidak mengetahui atau melihat kondisi pasien secara langsung. Karenanya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai profil penggunaan obat pada pasien penderita Ensefalitis berdasarkan faktor penyebabnya di RSUP Fatmawati Jakarta dengan menggunakan metode penelitian yang lainnya, seperti pengambilan data secara prospektif. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR PUSTAKA 1. Stephen J. Falchek, MD. 2012. Encephalitis in the Pediatric Population. Volume 33 No. 3 March 2012. Downloadded from http:pedsinreview.aapublications.org diakses tanggal 23 maret. 2. Paul lewis, Carol A. Glaser. 2005. Encephalitis. Volume 26 No. 10 October 2005. Downloadded from http:pedsinreview.aapublications.org diakses tanggal 23 maret. 3. Dirjen P2MPL, Subdit Zoonosis, 2003. Laporan serosurvey Japanese Encephalitis. Depkes. 4. I Sendow, S Bahri. 2014. Perkembangan Japanese Encephalitis di Indonesia. Peternakan.litbang.pertanian. Bogor. 5. Balitbangkes Departemen Kesehatan RI. 2008. Riskesdas 2007. http:www.k4health.orgsystemfileslaporanNasional.20Riskesdas.202 007.pdf 6. Anonim, Ensefalitis dalam Arif M, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-3, Medik Aesculapius FK UI, Jakarta, 2000. https:azurama.wordpress.com diakses tanggal 22 maret 2016 7. Soedarmo SS, Garna H, Hadinegoro SR, Satari HI. Malaria. Dalam : Buku ajar infeksi pediatrik tropis. Edisi ke-2. Jakarta: IDAI. 2008. https:azurama.wordpress.com diakses pada tanggal 22 maret 2016 8. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito. Ensefalitis dalam Sutoyo, Standar Pelayanan Medis, Ed. 2, Medika Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta, 2000. 9. Tunkel AR, Glaser CA, Bloch KC, Sejvar JJ, Marra CM, Roos KL et al. The Management of Encephalitis : Clinical Practice Guidelines by The Infectious Diseases Society of America. Clin Infect Dis 2008 10. Sukandar, et al. 2011. ISO Farmakoterapi 2. Jakarta: PT Isfi penerbitan Hal : 722-73, 732-734, 738, 724, 835, 837, 844, 846, 864, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 11. Departemen Farmakologi dan Terapeutik, Farmakologi dan Terapi. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Edisi Kelima. 2009. Hal : 602-604, 616-617, 641-642, 660, 664-674, 667-673, 678-686, 694-700, 700-703, 723-725 12. Tambunan, Prof, T. Dkk, 2013. Formularium Spesialistik Ilmu Kesehatan Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia 13. MIMS Indonesia. Diakses pada tanggal 27 juni 2016 14. Anonim, Ensefalitis dalam Harsono, Neurologi Klinis, Ed. I. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. 1996 15. Anief, M. 1991. Apa yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogjakarta : Gadjah Mada Universiy Press. 16. R, Malau et al, 2012. Karakteristik Penderita Meningoensefalitis Rawat Inap di Rumah Sakit Santa Elisabeth medan Tahun 2007-2011. FKM USU, Medan. Vol. 1 No. 1 17. Jenson, H.B., and Baltimore, R.S., 2007. Infectious Disease : Fever without a focus. In: Kliegman, R.M., Marcdante, K.J. 18. Laili, N et al. 2013. Kejang Berulang dan Status Epileptikus Pada Ensefalitis Sebagai Faktor Risiko Epilepsi Pascaensefalitis. Sari Pediatri, Vol. 15, N. 3 Oktober 2013 19. Graneto, J.W., 2010. Pediatric Fever. Chicago College of Osteopathic Medicine of Midwestern University. Available from: http:emedicine.medscape.comarticle801598- overview. diakses tanggal 20 Maret 2016. 20. Kaneshiro, N.K., and Zieve, D. 2010. Fever. University of Washington. Available. [diakses pada tanggal 23 Maret 2016]. from: http:www.nlm.nih.govmedlineplusencyarticle000980.htm. 21. Tidy, Colin, 2012. Encephalitis and Meningoencephalitis. http:www.patient.co.ukdoctorEncephalitisandMeningoencephalitis. 22. Antoni Lamini 2002 TBC penyakit yang dapat disembuhkan dan bukan penyakit keturunan. http:antonilamini.word press.com UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 23. Prof. Dr. Mardjanis Said, SpA K. Pengendalian Phemonia Anak – Balita dalam Rangka Pencapaian MDG4. Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universits Indonesia. [Departemen Kesehatan RI, Pheumonia Balita. Volume 3, September 2010] 24. Prof. Dr. Cissy B. Kartasasmita, dr, SpA K, M.Sc. Pneumonia Pembunuh Balita. Ka Divisi Respirologi Departemen Kesehatan Anak, Universitas Padjajaran. [Departemen Kesehatan RI, Pheumonia Balita. Volume 3, September 2010] 25. Shorvon SD. Epilepsi. Dalam : Epilepsi Untuk Dokter Umum. Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta : 1 – 32 http:dokmud.wordpress.com.fenitoin diakses tanggal 8 mei 2016. 26. Istiantoro, Y. H, dan Gan V.G.H., 2007. Penisilin, Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam lainnya dalam Farmakologi dan Terapi. Edisi Kelima. Editor Sulistia G. Ganiswara. Jakarta. http:www.scribd.com diakses pada tanggal 10 mei 2016 27. Gilman, Goodman A. 2012, Goodman Gilman Dasar Farmakologi Terapi, Ed 10, Jakarta, EGC 28. Books. Google. Infeksi Susunan Saraf Pusat dan Gangguan Imunologis. Hal : 51. EGC diakses pada tanggal 20 maret 2016. 29. Kang, J.S., dan Lee, M.H., 2009, Overview of Therapeutic Drug Monitoring, The Korean Journal of Internal Medicine. Diakses dari Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. Vol.5 No.1Maret 2015 30. Soegijanto, S., 2010, Kumpulan Makalah Penyakit Tropis Dan Infeksi Di Indonesia, 8th Ed, Airlangga University Press, Surabaya. Diakses dari Jurnal Manajemen dan Pelayanan Farmasi. 2015. Vol.5 No.1 31. Decroli, E., J. Karimi, dkk. 2008. Profil ulkus diabetik pada penderita rawat inap di bagian penyakit dalam RSUP Dr. M Djamil Padang. Diakses dari Jurnal Biologi Papua, 2014. Vol 6, Nomor 2 32. CDC, 2008, Antimicrobial-Resistant Pathogens Associated With Healthcare-Associated Infections: Annual Summary of Data Reported to the National Healthcare Safety Network at the Centers for Disease