BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian
besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita mengganggap sebagai peristiwa khusus yang
sangat menentukan kehidupan selanjutnya. Perubahan fisik dan emosional yang kompleks, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses
kehamilan yang terjadi. Beberapa penyesuaian tersebut dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu
atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi sebagian
lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala Danuatmaja, 2003.
Kondisi psikososial berdampak pada kesehatan ibu dan bayi. Kondisi ini dapat mempengaruhi integrasi keluarga dan menghambat ikatan emosional dengan bayi.
Beberapa kondisi dapat mengancam keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Masalah kesehatan jiwa dapat mengakibatkan komplikasi selama periode kehamilan,
kelahiran bayi, dan periode pascapartum. Gangguan perkembangan dan kepribadian
Universitas Sumatera Utara
biasanya dimulai pada masa kanak-kanak atau masa remaja. Hal ini biasanya berlangsung sampai dewasa Stuart, Sunden, 1991. Retardasi mental, autisme, dan
gangguan perilaku yang merusak merupakan beberapa contoh gangguan tidur dan bangun, gangguan skizofrenik, gangguan waham paranoid, dan gangguan
kecemasan merupakan beberapa kategori perilaku. Di Indonesia semula diperkirakan bahwa angka kejadiannya rendah atau
setidaknya lebih rendah dari negara-negara lain, ternyata ditemukan bahwa angka kejadiannya 11-30 , suatu jumlah yang tidak sedikit yang tidak mungkin dibiarkan
begitu saja, terlebih bila mengingat berbagai dampak negatif yang menyertainya. Postspartum blues adalah suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan
memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah melahirkan. Suasana hati yang paling utama adalah kebahagiaan, namun emosi penderita menjadi labil. Depresi ini
timbul dua minggu hingga setahun setelah melahirkan. Gejalanya bisa berupa merasa tak berdaya, gelisah, khawatir, kecapaian, sulit berkonsentrasi, tidak nafsu makan,
berat badan menurun, merasa bersalah dan lainnya Wheeler, 2007. Delapan puluh lima persen wanita mengalami gangguan mood atau suasana hati
setelah melahirkan. Postpartum blues merupakan hal yang umum terjadi selama masa pasca-persalinan dengan angka paparan 10-15. Ini merupakan bentuk
depresi yang lebih serius Reiss, 2008. Dalam dekade terakhir ini, banyak peneliti dan klinisi yang memberi perhatian
khusus pada gejala psikologis yang menyertai seorang wanita pasca bersalin, dan telah melaporkan beberapa angka kejadian dan berbagai faktor yang diduga
mempunyai kaitan dengan gejala-gejala tersebut. Berbagai studi mengenai post- partum blues di luar negeri melaporkan angka kejadian yang cukup tinggi dan sangat
Universitas Sumatera Utara
bervariasi antara 26-85, yang kemungkinan disebabkan karena adanya perbedaan populasi dan kriteria diagnosis yang digunakan. Postpartum blues atau gangguan
mental pasca bersalin seringkali terabaikan dan tidak ditangani dengan baik. Banyak ibu yang ‘berjuang‘ sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka
merasakan ada suatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Akan tetapi jika mereka datang untuk
konsultasi pada dokter atau tenaga medis lain para ibu tersebut seringkali hanya mendapatkan saran untuk beristirahat atau tidur lebih banyak, tidak gelisah, minum
obat dan mulai merasa gembira menyambut bayinya. Padahal para ibu tesebut sangat membutuhkan dukungan psikologis seperti kebutuhan fisik lainnya yang harus
dipenuhi Mirza, 2008. Postpartum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang
ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosa dan tidak ditangani dengan baik sehingga dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak
menyenangkan dan dapat membuat perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat berkembang menjadi
keadaan yang lebih berat. Sehingga perlu pengenalan dan penanganan gangguan secara dini adalah sangat esensial Komalasari, 2007.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental setelah melahirkan dan segera
memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut, atau bahkan merujuk pada ahli psikologi atau konseling bila memang diperlukan. Dukungan yang
memadai dari para petugas obstetri yaitu : dokter dan bidan atau perawat sangat diperlukan seperti dengan memberikan informasi memadai atau adekuat tentang
Universitas Sumatera Utara
proses kehamilan dan persalinan, termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut dan bagaimana penanganannya. Dalam penanganan
postpartum blues ini dibutuhkan penanganan yang holistik atau menyeluruh Danuatmaja, 2003.
Oleh sebab itu bidan sebagai salah satu tenaga kesehatan bertanggung jawab dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia. Berdasarkan
uraian diatas maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui Sikap dan Tindakan Bidan Terhadap Penanganan Postpartum Blues di Kecamatan Medan Marelan tahun 2008. Sehingga bidan
mampu mengambil penatalaksanaan yang tepat serta membantu penanganannya.
B. Perumusan Masalah