Rasa Memiliki Stagnasi Program NUSP-2

109

2. Budaya

Kebersihan merupakan budaya yang penting untuk dibiasakan di masyarakat. Karena permasalahan kumuh yang terjadi di Gedong Pakuon adalah akibat dari kebiasaan masyarakat yang masih kumuh. Seperti yang diungkapkan oleh Koordinator LKM, bahwa kebiasaan membuang sampah sembarangan masih menjadi budaya yang sulit ditinggalkan BAB III, h.94. Maka diperlukan penyadaran yang terus menerus terkait kebiasaan hidup bersih, mengingat sebagian besar warga Gedong Pakuon beragama Islam yang sangat memperhatikan urusan kebersihan. Jika umat Islam mengamalkan ajaran Islamnya tentu akan sangat memperhatikan kebersihan. Bukankah salah satu syarat sah sholat adalah suci dari hadits maupun hadats? Sehingga tidak mungkin umat Islam yang diwajibkan sholat 5 waktu dalam sehari-semalam tidak akan memperhatikan kebersihan baik lingkugan, tempat tinggal, pakaian apalagi kebersihan diri sendiri. Maka dari itu, program pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas lingkungan menjadi lingkungan yang jauh dari kekumuhan maka harus lebih serius untuk menyadarkan masyarakat kepada pola hidup bersih. Sehingga tidak perlu lagi program yang sama diimplementasikan pada lokasi yang sama setiap periodenya. Jika kebersihan sudah menjadi budaya yang sangat melekat di masyarakat, maka dapat mengurangi anggaran pemerintah untuk membiayai program-program penuntasan kekumuhan. Begitu pula ketika kebersihan belum menjadi budaya yang mengakar di masyarakat, bisa jadi berapa pun dana yang dikeluarkan untuk 110 membiayai kegiatan-kegiatan tersebut, maka kekumuhan akan kembali lagi. Sehingga jangan sampai program yang dibiayai oleh pemerintah dengan dana yang besar apalagi dana berasal dari pinjaman asing hanya memberikan efek sementara dan hanya menyisakan hutang yang terus berbunga.

3. Ekonomi

Pembanguan yang cenderung bergantung kepada pemerintah sehingga ketika dana belum sampai maka pembangunan menjadi terhambat, padahal permasalahan kekumuhan harus segera dituntaskan agar tidak membawa dampak yang lebih buruk lagi bagi kesehatan masyarakat. Hal ini dikerenakan pembangunan memerlukan dana yang cukup besar, sehingga mengharapkan kemandirian masyarakat yang sebagian besar berprofesi sebagai buruh mencapai 73,95, sedangkan penghasilan rata-rata berada pada angka dibawah 1 juta masih mendominasi, mencapai 55,16 akan sulit tercapai. Sehingga, jika dana dari pemerintah belum sampai kepada masyarakat maka pembangunan tidak akan terlaksana, karena untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saja mengandalkan penghasilan Rp 1 juta, bagaimana bisa masyarakat akan memikirkan pembangunan di lingkungannya. Oleh karena itu, selain peningkatan kualitas pemukiman juga diperlukan peningkatan kualitas ekonomi. Pada dasarnya perbaikan infrastruktur akan berdampak pada peningkatan ekonomi, tetapi tidak secara langsung. Misalnya bagi masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang, maka infrastruktur yang baik akan mempengaruhi secara langsung terhadap kelancaran distribusi barang. Tetapi bagi masyarakat yang bekerja sebagai 111 buruh, pembangunan infrastruktur tidak secara langsung memperoleh manfaat secara ekonomi. Tetapi setidaknya dapat bermanfaat untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dengan menjadikan lingkungan bersih, bebas dari kekumuhan. Sedangkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan fisik tidak jauh berbeda dari cara mengalihkan masyarakat dari profesinya. Masyarakat yang awalnya bekerja sebagai buruh dialihkan sementara menjadi pekerja atau tukang untuk pembangunan lingkungan tempat tinggalnya sendiri, kemudian mendapatkan upah dari hasil usahanya. Setelah proyek selesai maka masyarakat kembali lagi kepada profesinya sebagai buruh. Tidak ada keberlanjutan secara ekonomi bagi masyarakat yang berprofesi sebagai buruh. Maka perlu adanya peningkatan etos kerja bagi masyarakat. Bukan sekedar bekerja dan bekerja tanpa ada upaya perubahan dari cara kerjanya. Dalam hal ini dibutuhkan kembali peran edukasional dari pendamping masyarakat atau dari LKM itu sendiri untuk membangkitkan etos kerja masyarakat, mengingat memiliki etos kerja tinggi merupakan ajaran Islam. Penting untuk ditegaskan, bahwa masyarakat Gedong Pakuon bukanlah masyarakat yang malas dalam bekerja. Mereka sibuk bekerja sejak pagi hingga sore hari, ada yang berprofesi sebagai tukang becak, kuli dan buruh harian lepas. Hal ini dibuktikan dari sempat atau tidaknya masyarakat untuk hadir dalam agenda, sehingga dapat dipastikan bahwa mereka adalah pekerja keras. Akan tetapi kerja keras saja tidak cukup untuk meningkatkan kualitas ekonomi, perlu adanya kerja cerdas bukan sekedar kerja keras. Hal ini adalah makna yang sebenarnya dalam etos kerja.