Budaya Sekolah X2 Pola Kebiasaan Pola Tindakan Sekolah Efektif Y

Nu’man Yasir, 2013 Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah Dan Budaya Sekolah Terhadap Sekolah Efektif Pada SMA Di Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah DEFINISI DIMENSI INDIKATOR ITEM Kepemimpinan Visioner Kepala sekolah X1 Nanus 2001 : 19 mengatakan bahwa kepemimpinan yang bervisi bekerja dalam empat pilar yaitu penentu arah, agen perubahan, pelatih dan komunikator. Engkoswara dan Aan Komariah 2011:195 Kepemimpinan visioner adalah kemampuan pemimpin dalam mencipta, merumuskan, mengkomunikasikanmensosialisai kanmentransformasikan dan mengimplementasikan pemikiran- pemikiran ideal yang berasal dari dirinya atau berdasar hasil interaksi sosial. 1. Penciptaan Visi Memprediksi perubahan 1,2 Menetapkan Masa Depan 3, 4

2. Rumusan Visi

Leadership conference planning process 5, 6, 7 Menetapkan statement visi 8, 9, 10

3. Transformasi Visi

Shared vision 11, 12 Di fusi visi 13, 14, 15

4. Implementasi Visi

Penentu Arah 16,17,18,19, 20,21 Agen Perubahan 22,23,24,25, 2627,28,29,30 Pelatih 31,32,33,34,35 36, Juru Bicara 37,38,39,40,41, 42

2. Budaya Sekolah X2

Data yang akan dihasilkan dari penyebaran angket tentang Kepemimpinan visioner kepala sekolah berskala pengukuran interval mengingat angket yang disebarkan menggunakan skala Likert dengan kisaran 1 – 5 dengan alternatif jawaban, yaitu: Tabel 3.4 Tabel Skoring Nilai Kriteria Penilaian Skor Penilaian 1 = Tidak Baik 1 2 = Kurang Baik 2 3 = Cukup Baik 3 4 = Baik 4 5 = Sangat Baik 5 Nu’man Yasir, 2013 Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah Dan Budaya Sekolah Terhadap Sekolah Efektif Pada SMA Di Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.5 Kisi-kisi Instrumen Budaya Sekolah DEFINISI DIMENSI INDIKATOR ITEM Budaya Sekolah X2 Deal dan Peterson 2004: Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku, tradisi,kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekan oleh kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa dan masyarakat sekitar sekolah. Preedy dalam Aan Komariah dan Cepi Triatna2008:115: Secara tradisional budaya sekolah merupakan suatu konsensus tingkat tinggi, seringkali didasarkan pada loyalitas yang kuat kepada kepala sekolah yang lebih diharapkan untuk memberikan simbol dan menampilkan budaya sekolah daripada penguasa. Wayne K. Hoy dan Cecil G. Miskel 2008, menyatakan: Budaya sekolah adalah budaya terjadi pada kontek perilaku keseharian pelayanan pendidikan baik formal-informal berdasarkan hal-hal yang tersirat baik secara implisit maupun eksplisit. Implisit, seperti: keyakinan, norma, nilai-nilai, asumsi asumsi. Sedangkan eksplisit, seperti: ritual, serimonial, simbol dan sejarah. 1. Pola Nilai Nilai Yang Merujuk Pada Visi Otonomi 1, 2, 3 Nilai Spiritual 4, 5 Nilai Profesionalisme 6, 7, 8

2. Pola Kebiasaan

Aturan 9, 10, 11, 12 Slogan 13, 14 Upacara 15, 16

3. Pola Tindakan

Cara berkomunikasi 17, 18 Cara Bergaul 19, 20 Pembinaan Pegawai 21, 22, 23, 24

3. Sekolah Efektif Y

Data yang akan dihasilkan dari penyebaran angket tentang Sekolah berskala pengukuran interval mengingat angket yang disebarkan menggunakan skala Likert dengan kisaran 1 – 5 dengan alternatif jawaban, yaitu: Nu’man Yasir, 2013 Pengaruh Kepemimpinan Visioner Kepala Sekolah Dan Budaya Sekolah Terhadap Sekolah Efektif Pada SMA Di Kabupaten Bandung Barat Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Tabel 3.6 Tabel Skoring Nilai Kriteria Penilaian Skor Penilaian 1 = Tidak Baik 1 2 = Kurang baik 2 3 = Cukup Baik 3 4 = Baik 4 5 = Sangat Baik 5 Tabel 3.7 Kisi-kisi instrumen sekolah efektif DEFINISI DIMENSI INDIKATOR ITEM Sekolah Efektif Y T a y l o r d a l a m K o ma r i a h 2 00 4 :9 2 M e nd e fi ni s i ka n s e ko l a h e fe kt i f s e b a ga i s e ko l a h ya n g mengorgansiasikan dan memanfaatkan semua sumber daya yang dimilikinya untuk menjamin semua siswa tanpa memandang ras, jenis kelamin maupun status sosial ekonomi bisa mempelajari materi kurikulum yang esensial di sekolah. Senge Arizona Departement of Education, 2004:49 Learning organization diartikan sebagai the fifth discipline: The Art and Practice of The Learning Organization