Uji efek Antihiperglikemia ekstrak n-Heksan dari Lumut Hati(Mastigophora diclados) dengan metode Induksi Aloksan

(1)

UJI EFEK ANTIHIPERGLIKEMIA EKSTRAK

n-HEKSAN DARI LUMUT HATI(Mastigophora diclados)

DENGAN METODE INDUKSI ALOKSAN

SKRIPSI

ARESTYA OTARI

NIM. 109102000035

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA 2013


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Nama : Arestya Otari

Program Studi : Farmasi

Judu : Uji Efek Antihiperglikemia Ekstrak n-heksan dari Lumut Hati Mastigophora diclados dengan Metode Induksi Aloksan

Tumbuhan lumut Mastigophora diclados telah diketahui mengandung senyawa-senyawa fenolik seskuiterpen yang memiliki aktivitas sistotoksik, antioksidan dan antimikrobial. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak n-heksan dari Mastigophora diclados dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode induksi aloksan secara intraperitoneal dengan dosis 100mg/kg BB. Penelitian ini dibagi menjadi 6 kelompok yaitu kelompok I (kontrol normal) tanpa perlakuan, kelompok II (kontrol negatif) yang hanya diinduksikan aloksan, kelompok III (kontrol positif) diberikan glibenklamid, kelompok IV dosis 1mg/kg BB Mastigophora diclados, dosis sedang (10mg/kg BB) dan dosis tinggi (100mg/kg BB). Obat yang digunakan adalah glibenklamid sebagai pembanding dari ekstrak n-heksan Mastigophora diclados. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan sebelum pemberian ektrak dan sesudah pemberian ekstrak pada hari ke 7, 14, 21 dan 28. Pada dosis 100mg/kg BB menunjukkan efek penurunan glukosa tertinggi dengan presentase sebesar 64,2%. Dengan uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa dosis 100mg/kg BB tidak berbeda secara bermakna dengan kontrol positif (p≥0,05).


(6)

v

ABSTRACT

Name : Arestya Otari

Program Study : Pharmacy

Title : Antihyperglycemic effect of n-hexane Extract of the Liverwort Mastigophora diclados on alloxan-induced.

The liverwort Mastigophora diclados has been reported to contain phenolic sesquiterpene, which have cytotoxic, antioxidant, and antimicrobial properties. The purpose of this research was to discover the effect of n-hexane-extract of Mastigophora diclados in lowering blood glucose levels in rats. The method used in this research is alloxan inducing intraperitoneally a dosage of 100mg/kg BB. The experiment consisted of three control and three treatment groups: group I (normal control), group II (negative control), in which diabetes was induced with alloxan but to which no further treatment was given, group III (positive control) which was given glibenclamide, and groups IV-VI, which were given low (1mg/kg BB), medium (10mg/kg BB), and high (100mg/kg BB) doses of Mastigophora diclados extract, respectively. Glibenclamide was used in group III as standard treatment against which to compare the effectiveness of n-hexane extract of Mastigophora diclados. Measurements of blood glucose levels were taken before and after administration of the extract on days 7, 14, 21, and 28 of the experiment. The high (100mg/kg BB) dosage proved most effective in reducing glucose levels, reducing them by 64.2%. ANOVA analysis reveals that results for the high-dosage (100mg/kg BB) group did not differ significantly from that of the positive control group (p≥0,05).


(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi. Serta shalawat dan salam untuk baginda Nabi Muhammad SAW yang membawa petunjuk bagi umat manusia, semoga kelak kita mendapatkan syafaat beliau.

Skripsi dengan judul “Uji Antihiperglikemia Ekstrak n-heksan dari Lumut Hati Mastigophora diclados dengan Metode Induksi Aloksan” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini terasa sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si Apt selaku pembimbing pertama dan Ibu Ismiarni Komala, M.Sc.,Ph.D.Apt selaku pembimbing kedua, yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian skripsi saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan bapak dan Ibu mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.

2. Prof. Dr. (hc) dr. M.K. Tadjudin, Sp. And. selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Drs. Umar Mansur, M.Sc.,Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitar Islam Negerri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Soesetyo Adie, MM panutan dalam keluarga dan Ibu Siti Aminah wanita terhebat dalam hidup ini yang selalu memberikan doa, dukungan serta


(8)

vii

nasihat. Serta Kakak - kakaku tercinta kk ida dan mba diat yang selalu memberikan doa dan motivasi.

6. Reza indra yang selalu memberikan semangat, motivasi, doa dan keceriaan kepada penulis.

7. Teman-teman Farmasi 2009, teman-teman “GK”, terkhusus untuk sahabat -sahabat terbaik Nida, Migi, Ummu, Qori, Tuty A, Ayu, Isti, Liza, Agung, Dina, Asiffa, Desi, Devi yang selalu memberikan keceriaan, semangat, bantuan yang luar biasa tanpa pamrih kepada penulis.

8. Dan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Saya menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Oleh Karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Saya berharap semoga skripsi ini bermanfaat dan dapat member sumbangan pengetahuan khususnya di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan, Universtas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan pembaca pada umumnya.

Jakarta, 16 September 2013


(9)

(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Perumusan Masalah ... 2

1.3Hipotesis ... 2

1.4Tujuan Penelitian ... 2

1.5Manfaat Penelitian ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1Lumut hati (Mastigophora diclados) ... 4

2.1.1 Klasifikasi... 4

2.1.2 Sinonim ... 4

2.1.3 Kandungan Kimia ... 4

2.1.4 Aktifitas Biologis ... 5

2.2Simplisia ... 5

2.3Ekstrak ... 5

2.3.1 Ekstraksi ... 6

2.3.2 Penyaring/Pelarut ... 6

2.3.3 Frezze drying ... 8

2.4Diabetes Mellitus ... 8

2.4.1 Definisi ... 8

2.4.2 Klasifikasi... 9

2.4.3 Gejala Klinik ... 10

2.4.4 Diagnosis ... 10

2.4.5 Terapi ... 11

2.4.5.1 Terapi Non Farmakologi ... 11

2.4.5.2 Terapi Farmakologi ... 12

2.5Aloksan ... 13

2.6Glibenklamid ... 14 Halaman


(11)

2.7 Metode Pengujian Diabetes ... 15

2.7.1 Metode Induksi Aloksan ... 15

2.7..2 Metode toleransi Glukosa ... 15

2.8 Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa darah ... 16

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

3.2Alat dan Bahan ... 17

3.2.1 Alat ... 17

3.2.2 Bahan ... 17

3.3Cara Kerja ... 18

3.3.1 Pembuatan Simplisia ... 18

3.3.2 Ekstraksi ... 18

3.3.3 Penapisan Fitokimia ... 18

3.3.4 Pengujian Parameter Non Spesifik ... 20

3.3.5 Pengujian Parameter Spesifik ... 21

3.4Rancangan Percobaan ... 21

3.5Pembuatan Sediaan Dosis Uji ... 22

3.6Pengambilan Darah dan Pengaruh Kadar Glukosa ... 22

3.7Uji Statistik Glukosa Darah... 22

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

4.1Penyiapan Bahan ... 24

4.2 Ekstraksi ... 24

4.3 Hasil Penapisan Fitokimia... 24

4.4 Pengukuran Kadar Glukosa Darah ... 25

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 31

DAFTAR PUSTAKA ... 32


(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Aloksan . ... .... 13

Gambar 2. Struktur Glibenklamid ... .... 14

Gambar 3. Grafik Pengukuran Darah ... .... 28

Gambar 4. Penyuntikan Secara Intraperitoneal ... .... 35

Gambar 5. Pengukuran Glukosa Darah Pada Hewan Uji. ... .... 35

Gambar 6. Pemberian Sediaan Uji Secara Oral ... .... 35

Gambar 7. Alkaloid ( Dragendroff) . ... .... 36

Gambar 8. Alkaloid ( Mayer ) . ... .... 36

Gambar 9.Fenolik . ... .... 36

Gambar 10.Flavonoid . ... .... 36

Gambar 11 Saponin . ... .... 37

Gambar 12.Terpenoid ... .... 37 Halaman


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Perlakuan Metode Induksi Aloksan ... 21

Tabel 2. Hasil Karateristik Ektrak n-Heksan ... 25

Tabel 3. Hasil Penapisan Fitokimia ... 25

Tabel 4. Nilai Rerata dan Standar Deviasi ... 26

Tabel 5. Hasil Presentase Penurunan Kadar Glukosa Darah ... 27

Tabel 6. Uji Normalitas ... 48

Tabel 7. Uji Homogenitas ... 49

Tabel 8. Uji Kruskal Wallis ... 50

Tabel 9. Uji ANOVA ... 51

Tabel 10.Uji BNT. ... 52 Halaman


(14)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Perlakuan Hewan Uji ... 35

Lampiran 2. Penapisan Fitokimia ... 36

Lampiran 3. Sertifikat Glibenkamid ... 38

Lampiran 4. Determinasi ... 39

Lampiran 5. Alur Pembuatan Ekstrak ... 40

Lampiran 6. Alur Aklimatisasi Hewan Uji ... 41

Lampiran 7. Alur Kerja Uji Metode Aloksan ... 42

Lampiran 8. Perhitungan Dosis ... 43

Lampiran 9. Perhitungan Perolehan Kembali Ekstrak Yang Didapat ... 45

Lampiran 10. Hasil Pengukuran Pada Metode Induksi Aloksan ... 46

Lampiran 11. Perhitungan Presentase Kadar Glukosa Darah ... 47

Lampiran 12. Hasil Statistik Dosis Ekstrak Mastigophora diclados ... 48 Halaman


(15)

1.1 Latar Belakang

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel β Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Depkes RI, 2005).

Penyakit diabetes mellitus memerlukan pengobatan jangka panjang dan biaya yang mahal, sehingga perlu mencari obat antidiabetes yang relatif murah dan terjangkau masyarakat. Sebagai salah satu alternatif adalah penggunaan obat tradisional yang mempunyai efek hipoglikemia. Pada tahun 1980 WHO merekomendasikan agar dilakukan penelitian terhadap tanaman yang memiliki efek menurunkan kadar gula darah karena pemakaian obat modern kurang aman (Kumar. et al, 2005).

Telah dilaporkan bahwa tumbuhan lumut Mastigophora diclados yang tumbuh di Tahiti mengandung senyawa-senyawa fenolik seskuiterpenoid herbetan. Senyawa-senyawa golongan fenolik seskuiterpenoid herbetan dilaporkan memiliki aktivitas sistoksik, antioksidan, dan antimikrobial (Komala et al, 2010). Antioksidan bekerja dapat menghambat radikal bebas yang diketahui sebagai mediator dari berbagai penyakit diantara lain karsinogenesis, jantung koroner, inflamasi, artritis, diabetes dan penuaan (Ali et al. 2011).

Berbagai penelitian sebelumnya menyatakan bahwa tumbuhan yang mengandung antioksidan dapat menekan terjadinya stress oksidatif dan mampu menurunkan kadar gula darah pada diabetes antara lain jahe (Zingiber officinale), kumis kucing (Orthosiphon aristatus), jeruk purut (Citrus aurantiifolia) (Miyake et al. 1998). Antioksidan dan komponen polifenol dapat menangkap radikal bebas yang mengurangi stres oksidatif. Senyawa fitokimia ternyata mampu


(16)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memanipulasi dengan berbagai mekanisme sehingga dapat mengurangi komplikasi pada diabetes melalui pengurangan stres oksidatif (Widiowati, 2008).

Berdasarkan uraian diatas memberikan alasan bahwa senyawa antioksidan yang mencegah atau menghambat radikal bebas dapat menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes. Hal tersebut mendasari penelitian uji efek antihiperglikimia dari ekstrak n-heksan lumut hati Mastigophora diclados pada hewan coba tikus dengan metode induksi aloksan.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah pemberian ekstrak n-heksan dari Mastigophora diclados dapat menurunkan kadar gula darah tikus putih jantan.

1.3 Hipotesis

Ektrak n-heksan dari lumut hati Mastigophora diclados dapat menurunkan kadar gula darah pada tikus jantan yang telah diinduksi aloksan.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh dan potensi pemberian ekstrak n-heksan Mastigophora diclados terhadap kadar gula darah tikus putih jantan diabetes yang diinduksi dengan aloksan.

1.5 Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam pengembangan ilmu pengetahuan tentang tubuhan lumut Mastigophora diclados yang ada di Indonesia dan digunakan sebagai antihiperglikemia.

2. Secara Metodologi

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengetahui pengujian aktivitas penurunan kadar gula dengan menggunakan metode induksi aloksan yang menyebabkan peningkatan kadar gula pada darah tikus.


(17)

3. Secara Aplikatif

Tumbuhan alam yang ada di Indonesia khususnya lumut hati sebagai bahan obat.


(18)

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Lumut Hati (Mastighopora diclados) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Klasifikasi tanaman lumut hati adalah sebagai berikut (J Nat Med, 2010) Kingdom : Plantae

Phylum : Marchantiophyta

Class : Jungermanniopsida Order : Jungermanniales Suborder : Lophocoleineae Family : Mastigophoraceae

Genus : Mastigophora diclados Nees

Species : Mastigophora diclados (Brid.) Nees 2.1.2 Sinonim Mastigophora

Mastigophora diclados f. confertta (nees) sciffin, Mastigophora diclados f. nana (nees) sciffin, Mastigophora diclados f. rhizobola (nees) sciffin, f. tenerior schiffin (Konrat, 2010)

2.1.3 Kandungan Kimia

Mastigophoraceae dan Herbertaceae memiliki kandungan kimia yang sama karena sama-sama menghasilkan senyawa seskuiterpenoid herbetan sebagai komponen utamanya (Asakawa, 1995; 2004; Harinantenaina & Asakawa, 2007). Dari pemeriksaan GCMS ekstrak eter Mastigophora disclados (Brid. ExF. Weber) Ness dari Borneo menunjukkan adanya senyawa herbertene, herbertenol, herbertene-2,3-diol dan herbertene-1,2-diol. Dalam koleksi sebelumnya dari Mastigophora diclados Malaysia Timur selain herbertane, herbertane dimer juga ditemukan pada mastigophorenes A-D (Asakawa et al,1991). Koleksi Jepang menjabarkan herbetene dan α-herbetenol dengan siklik diklorinasi bis-bibenzyl, dimana tidak ada diterpenoid dan dimer herbertane yang telah telah terditeksi


(19)

(Hashimoto et al, 2000). Data ini menunjukkan bahwa setidaknya ada tiga ras geografis Mastigophora diclados di Asia; tipe bis-bibenzyl di Jepang, jenis mastigoporene di Borneo (Malaysia Timur) dan jenis pimarane serta turunan pimarane trachylobane diterpenoid di Taiwan dan Malaysia Barat (Harinantenaina & Asakawa, 2004) (Agnieszka & Asakawa, 2010).

2.1.4 Aktivitas biologis

Mastighopora diclados memiliki aktivitas sitotoksik terhadap HL-60 dan sel KB, antioksidan dan aktivitas antimikrobial terhadap bacillus subtilis (Komala, 2010; Komala, et al ,2010 ).

2.2 Simplisia

Simplisia adalah bentuk jamak dari kata simpleks yang berasal dari kata simple, berarti satu atau sederhana. Istilah simplisia dipakai untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang masih berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami perubahan bentuk. Departemen kesehatan RI membuat batasan tentang simplisia sebagai berikut. Simplisia adalah bahan alami yang diguakan untuk obat dan belum mengalami perubahan proses apapun, kecuali dinyatakan lain umumnya berupa bahan yang telah dikeringkan. Berdasarkan hal itu maka simplisia dibagi menjadi tiga golongan, yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan/mineral (Depkes RI, 1979).

2.3 Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secara destilasi dengan pengurangan tekanan, agar bahan sedikit mungkin terkena panas (Farmakope Indonesia, 1995). Faktor yang mempengaruhi ekstrak yaitu faktor biologi dan faktor kimia. Adapun faktor biologi meliputi: spesies tumbuhan, lokasi tumbuh, waktu pemanenan, penyimpanan bahan tumbuhan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan. Sedangkan faktor kimia meliputi beberapa hal, yaitu: faktor


(20)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta internal (Jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif, komposisi kuantitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif) dan faktor eksternal (metode ekstraksi, perbandingan ukuran alat ekstraksi, ukuran, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, kandungan pestisida) ( Depkes, 2000).

2.3.1 Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih di mana zat yang diinginkan larut. Bahan mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih lanjut kecuali dikumpulkan dan dikeringkan. Karena tiap-tiap bahan mentah obat, berisi sejumlah unsur yang dapat larut dalam pelarut tertentu, hasil dari ekstraksi, disebut ekstrak (Ansel H, 1985).

2.3.2 Ekstraksi Dengan Menggunakan Penyari ( Depkes RI, 2001).

Cairan penyari yang digunakan dalam proses pembuatan ekstrak adalah penyari yang baik untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau aktif. Penyari tersebut harus dapat dipisahkan dari bahan dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung sebagian besar seyawa kandungan yang diinginkan. Faktor utama yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan penyari adalah selktifitas, ekonomis, dan kemudahan bekerja.

Macam-macam metode penyarian dalam ekstraksi yang dapat dilakukan diantaranya:

1. Ekstraksi Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar) secara teknologi termasuk ekstraksi dengan metode pencapaian konsetrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu, sedangkan remaserasi berarti dilakukan pegulangan penambahan pelarut setelah dilakukana penyaringan meserat pertama dan seterusnya.


(21)

b. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Prinsip perkolasi adalah dengan menentukan serbuk simplisia pada suatu bejana silinder, yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari akan menarik zat aktif dalam sel-sel yang terdapat dalam simplisia.

2. Ekstraksi Cara panas

a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut sampai dengan pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama 3-5 kali seingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna. b. Sokletasi

Soklet adalah ekstraksi menggunakan penyari yang selalu baru yang umumnya dilakukakan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi berlanjut sampai jumlah penyari relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

c. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, secara umum dilakukan pada temperatur 400C-500C.

d. Infus

Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih, temperature terukur 960C-980C selama waktu tertentu (15-20 menit). Infus pada umumnya digunakan untuk menarik atau mengekstraksi zat aktif yang larut dalam air dari bahan-bahan nabati. Hasil dari ekstraksi ini akan menghasilkan zat aktif yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh kuman dan kapang, sehingga ekstrak yang diperoleh dengan infus tidak boleh disimpan lebih dari 24 jam.


(22)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Dekok

Dekok adalah infus yang waktunya lebih lama sampai 30 menit dan temperatur sampai titik didih air.

2.3.3 Freeze Drying

Pengeringan-beku atau lyophilization adalah proses pengeringan dimana pelarut atau media suspensi yang dapat mengkristal pada temperatur rendah dan sesudahnya mensublimasi dari padat langsung ke fase uap. Pengeringan beku mengubah es atau air dalam fase amorf menjadi uap. Karena tekanan uap es rendah, maka volume uap menjadi besar. Tujuan pengeringan beku adalah untuk memproduksi suatu substansi dengan stabilitas yang baik dan tidak berubah setelah rekonstitusi dengan air, meskipun hal ini sangat tergantung juga pada langkah terakhir proses yaitu pengemasan dan kondisi penyimpanan.Keuntungan dari proses pengeringan beku adalah :

1. Pengeringan dengan suhu rendah dapat mengurangi penurunan produk sensitif panas.

2. Produk cair dapat secara akurat terdosiskan.

3. Kandungan air dari produk akhir dapat dikontrol selama proses. 4. Produk obat dapat memiliki bentuk fisik yang menarik.

5. Produk obat dengan luas permukaan spesifik yang tinggi dengan cepat kembali (Oetjen dan Haseley, 2004).

2.4 Diabetes Mellitus 2.4.1 Definisi

Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. Diabetes melitus merupakan suatu sindroma klinik yang ditandai oleh poliuri, polidipsi dan polifagi, disertai dengan peningkatan kadar glukosa darah


(23)

atau hiperglikemia (glukosa puasa ≥ 126 mg/dL atau postprandial ≥ 200 mg/dL atau glukosa sewaktu ≥ 200 mg/dL) (Depkes RI, 2005).

2.4.2 Klasifikasi Diabetes Mellitus 1. Diabetes Mellitus Tipe 1

DM tipe 1 merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel pulau Langerhans (Depkes RI, 2005). Destruksi dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defisiensi sekresi insulin. Defisiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Sekitar 20% dan 40% dari pasien mengalami diabetes ketoasidosis setelah beberapa hari dari poliuria, polidipsi, polifagia, dan penurunan berat badan (Dipiro et al. 2009). Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, namun pada penderita DM Tipe 1 hal ini tidak terjadi, sekresi glukagon tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia. Hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM Tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapat terapi insulin (Depkes RI, 2005).

2. Diabetes Mellitus Tipe 2

Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Pada DM tipe 2 terjadi letargi, poliuria, nokturia, polidipsia dapat terjadi pada diagnosis, penurunan berat badan yang signifikan dapat terjadi (Dipiro et al. 2009). DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel Langerhans secara otoimun sebagaimana yang terjadi pada DM Tipe 1. Dengan demikian


(24)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta defisiensi fungsi insulin pada penderita DM Tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut (Depkes RI, 2005).

3. Diabetes Mellitus Gestasional

Diabetes Mellitus Gestasional (GDM = Gestational Diabetes Mellitus) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Sekitar 4-5% wanita hamil diketahui menderita GDM, dan umumnya terdeteksi pada atau setelah trimester kedua. Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang dikandung. Akibat buruk yang dapat terjadi antara lain malformasi kongenital, peningkatan berat badan bayi ketika lahir dan meningkatnya risiko mortalitas perinatal. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes dimasa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut (Depkes RI, 2005).

2.4.3 Gejala Kilinik

Gejala yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar) (Depkes RI, 2005).

1. Pada DM Tipe 1 gejala klasik yang umum dikeluhkan adalah poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat badan, cepat merasa lelah (fatigue), iritabilitas, dan pruritus

2. Pada DM Tipe 2 gejala yang dikeluhkan umumnya hampir tidak ada. DM Tipe 2 seringkali muncul tanpa diketahui, dan penanganan baru dimulai beberapa tahun kemudian ketika penyakit sudah berkembang dan komplikasi sudah terjadi. Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf .


(25)

2.4.4 Diagnosis

Diagnosis klinis DM umumnya dipikirkan apabila ada keluhan khas DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya . Jika terdapat keluhan khas serta hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dL, maka hal tersebut sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Selain itu, jika hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dL, maka hasil ini juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM (Depkes RI, 2005).

Apabila tidak terdapat keluhan yang khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah yang abnormal tinggi satu kali saja tidak cukup kuat untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapatkan minimal satu kali lagi kadar gula darah sewaktu yang abnormal tinggi (> 200 mg/dL) pada hari lain dan kadar glukosa darah puasa yang abnormal tinggi (> 126 mg/dL) (Depkes RI, 2005).

2.4.5 Terapi Diabetes Mellitus

2.4.5.1Terapi Non Farmakologi (Depkes RI, 2005). a. Pengaturan Diet

Pengaturan diet merupakan salah satu kunci keberhasilan penatalaksanaan DM. Diet yang dianjurkan ialah makanan dengan kecukupan gizi baik yang terdiri dari karbohidrat 60-70%, protein 10-15%, lemak 20-25%. Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan memperbaiki respon sel-sel terhadap stimulus glukosa. Selain jumlah kalori, masukan kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Masukan serat diusahakan paling tidak 25 g per hari yang dapat menolong menghambat penyerapan lemak, membantu mengatasi rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM

b. OlahRaga

Olah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap normal. Olahraga akan memperbanyak jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan penggunaan glukosa


(26)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2.4.5.2 Terapi Farmakologi (Depkes RI, 2005).

a. Terapi Insulin

Insulin merupakan obat utama untuk penderita DM tipe 1. Pada DM tipe 1, sel-sel Langerhans kelenjar pankreas penderita rusak, sehingga tidak lagi dapat memproduksi insulin, sebagai penggantinya maka penderita DM tipe 1 harus mendapatkan insulin eksogen untuk membantu agar metabolisme karbohidrat tetap berjalan dengan normal.

b. Terapi Obat Hipoglikemik Oral 1. Golongan Sulfonilurea

Obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea merupakan obat pilihan untuk diabetes mellitus. Bekerja dengan merangsang sekresi insulin di kelenjar pankreas, sehingga hanya efektif bila sel-sel Langerhans pankreas masih dapat berproduksi. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian sulfonilurea terjadi karena perangsangan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Adapun yang termasuk kedalam golongan sulfonilurea yakni glibenklamida, glipizida, glikazida, glimepirida, serta glikuidon.

2. Golongan Meglitinida dan Turunan Fenilalanin

Bekerja dengan meningkatkan sekresi insulin oleh kelenjar pankreas. Umumnya senyawa obat hipoglikemik oral golongan ini dipakai dalam bentuk kombinasi dengan obat-obat antidiabetik oral lainnya. Obat hipoglikemik oral golongan meglitinida dan turunan fenilalanin meliputi repaglinida, serta nateglinida.

3. Golongan Biguanida

Golongan ini bekerja langsung pada hati (hepar), menurunkan produksi glukosa hati. Senyawa-senyawa golongan biguanida tidak merangsang sekresi insulin, dan hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemi. Satu-satunya senyawa biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral saat ini ialah metformin.


(27)

4. Golongan Tiazolidindion (TZD)

Golongan tiazolidindion bekerja dengan meningkatkan kepekaan tubuh terhadap insulin dengan jalan berikatan dengan PPAR (peroxisome proliferator activated receptor-gamma) di otot, jaringan lemak, dan hati untuk menurunkan resistensi insulin. Senyawa-senyawa TZD juga menurunkan kecepatan glikoneogenisis. Obat hipoglikemik oral golongan TZD meliputi rosiglitazone serta pioglitazone.

5. Golongan Inhibitor α-Glukosidase

Golongan inhibitor α-glukosidase bekerja dengan menghambat enzim alfa glukosidase yang terdapat pada dinding usus halus. Enzim-enzim α-glukosidase (maltase, isomaltase, glukomaltase, dan sukrase) berfungsi untuk menghidrolisis oligosakarida pada dinding usus halus. Inhibisi kerja enzim ini secara efektif dapat mengurangi pencernaan karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial pada penderita diabetes. Senyawa inhibitor α-Glukosidase juga menghambat enzim α-amilase pankreas yang bekerja menghidrolisis polisakarida di dalam lumen usus halus. Obat hipoglikemik oral golongan ini meliputi akarbose dan miglitol.

2.5 Aloksan

Gambar 1. Struktur Aloksan

Sinonim : Alloxan;

2,4,5,6-Tetraxohexahydropyrimidine;mesoxalyurea; Mesoxalylcarbamide

Rumus molekul : C4H2N2O4


(28)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Injeksi aloksan ke dalam hewan menyebabkan penurunan dari sel pada pulau langerhans yang sangat kecil. Sejak sel ini disintesis oleh hormon insulin, aloksan sering digunakan untuk induksi diabetes pada percobaan hewan (Halliwel et al, 1999).

Aloksan terdapat dalam tiga bentuk senyawa yaitu aloksan anhidrat, aloksan monohidrat dan aloksan tetrahidrat. Aloksan mempunyai bentuk hablur kristal, tidak berair, warna merah muda pada suhu 2300C dan tidak stabil pada suhu 2560C. LD50 pada dosis 200 mg/kg BB secara intravena. Sebagai diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena, intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65mg/kg BB, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Szkudelsi, 2001).

Mekanisme aksi dalam menimbulkan perusakan yang selektif belum diketahui dengan jelas. Beberapa hipotesis tentang mekanisme aksi yang telah diajukan antara lain adalah pembentukan kelat terhadap Zn, interfersi dengan enzim-enzim sel pulau langerhans pankreas secara selektif oleh aloksan belum banyak diketahui (Suharmiati, 2003).

Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara in vitro menunjukan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria sel

pankreas sehingga proses oksidasi sel tersebut terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokodria menyebabkan gangguan homeostatis yang merupakan awal dari matinya sel pankreas sehingga tidak dapat memproduksi insulin (Suharmiati, 2003).

2.6 Glibenklamid (Paffitt, 1983)

Gambar 2. Struktur glibenklamid

Sinonim : Glibenklamid, glyburide, glybenclamide


(29)

Berat molekul : 494.01

Deskripsi : Bewarna putih atau hampir putih, berbentuk serbuk kristal.

Dosis : Dosis 5 mg/hari selama 7 hari, dosis 2,5 mg - 5 mg/hari sampai 15 mg/hari.

Absorpsi : Glibenklamid diabsorpsi dari lambung dan sangat bagus di protein plasma, dikeluarkan lewat feses dan di metabolisme di urin. Glibenklamid adalah golongan sulfonilurea yang mempunyai aksi sama dengan kloporpamid. Setelah diberikan dosis tunggal dari glibenklamid, gula darah turun 3 jam dan konsentrasi berkurang kira-kira 15 jam. Pasien yang usia lanjut membutuhkan dosis yang lebih kecil. Sebagian pasien dikontrol dengan insulin dan dapat juga dikontrol dengan glibenklamid.

2.7 Metode Pengujian Diabetes 2.7.1 Metode Induksi Aloksan

Keadaan diabetes pada hewan uji ini dapat dilakukan dengan cara pankreotomi dan juga secara kimia. Zat-zat kimia sebagai induktor diabetogen antara lain aloksan dan steptrozosin yang pada umumnya dapat diberikan secara parenteral. Zat diatas mampu menginduksi hiperglikemi yang permanen dalam waktu dua sampai tiga hari (Depkes, 1993).

Prinsip metodenya adalah kepada hewan uji dilakukan dengan memberikan suntikan aloksan monohidrat secara intravena dengan dosis 65 mg/kg BB. Perembangan hiperglikemia diperiksa setiap hari. Pemberian antidiabetes secara oral dapat menurunkan kadar glukosa darah dibandingkan terhadap hewan uji positif (Depkes, 1993).

2.7.2 Metode Toleransi Glukosa

Kemampuan tubuh untuk menggunakan karbohidrat disebut toleransi karbohidrat (toleransi glukosa). Dengan memberikan glukosa secara oral, kadar glukosa darah akan naik, tetapi tetap dalam keadaan normal tidak pernah melebihi


(30)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 170mg/100 mL. Puncak kadar glukosa dalam ½ atau 1 jam dan kembali normal setelah 2-3 jam.

Prinsip metodenya adalah kepada hewan uji yang telah dipuasakan lebih kurang 20 sampai 24 jam, diambil darah melalui intravena lalu diberikan bahan uji obat antidiabetes dan diberi larutan glukosa per-oral. Kemudian cuplikan darah diambil lagi setelah interval waktu tertentu ( Depkes RI, 1993).

2.8 Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa Darah (Widijanti, 2009)

Pemeriksaan kadar glukosa darah dapat ditentukan dengan 4 macam metode , yaitu metode oksidasi reduksi, metode kondensasi, metode enzimatik, metode dengan glukometer.

a. Metode Oksidasi Reduksi

Pengukuran glukosa berdasarkan pada sifatnya sebagai zat pereduksi dalam larutan alkali panas. Metode ini tidak spesifik karena adanya zat- zat non glukosa lain juga bersifat mereduksi.

b. Metode Enzimatik

Metode ini menggunakan enzim-enzim yang bekerja secara spesifik pada glukosa, sehingga memberikan hasil yang relatif lebih tepat dibandingkan metode lainnya. Beberapa metode enzimatik yang digunakan antara lain metode glukosa oksidase dan metode heksokinase

c. Glucose Test (glukometer)

Pengukuran kadar glukosa darah tikus putih dilakukan dengan glucose test (glukometer). Alat ini merupakan alat yang digunakan untuk memonitor tingkat glukosa didalam darah. Tes ini merupakan spesifik untuk glukosa. Tes tersebut menggunakan oksidasi glukosa dan berdasarkan pada kemajuan teknologi biologi sensor.


(31)

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Penapisan Fitokimia dan Laboratorium Hewan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Berlangsung mulai dari bulan Maret 2013 sampai dengan Juli 2013.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Timbangan hewan, kandang tikus beserta tempat makan dan minum, sonde oral, jarum suntik, blender, glukometer (easy touch), vacuum rotary evaporator, oven, timbangan analitik, kertas saring, kapas, sarung tangan, masker, alumunium foil, lumpang, label dan alat-alat gelas.

3.2.2 Bahan

1. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih jantan galur Wistar yang berumur 2 – 3 bulan dengan berat badan 150 – 250 g yang diperoleh dari Institut Pertanian Bogor.

2. Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak n-heksan dari lumut hati Mastigophora diclados (Mastigoporaceae), glibenklamid (BPOM) sebagai obat pembanding dan aloksan monohidrat sebagai penginduksi.

3. Bahan Kimia

Bahan-bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah n-heksan (Brataco), NaCMC, Kloroform, H2SO4 pekat , amonia encer, etil asetat, FeCl3, pereaksi Mayer, pereaksi Dragendroff, asam klorida, NaOH, aquadest.


(32)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3 Cara Kerja

3.3.1 Pembuatan Simplisia

Pembuatan simplisia yang memenuhi standar terdiri dari tahap-tahap sebagai berikut : pengumpulan simplisia yang diambil dari Gunung Slamet Purwokerto pada bulan September 2012, kemudian disortasi bertujuan agar memudahkan pencucian dan agar dapat memisahkan simplisia dengan pengotornya, pencucian dilakukan dengan menggunakan air yang mengalir, setelah itu dilakukan pengeringan dengan cara diangin-anginkan setelah benar-benar kering dilakukan kembali sortasi untuk memastikan simplisia bebas dari pengotor, kemudian simplisia ditimbang dan digiling hingga menjadi serbuk lalu dilakukan pengayakan.

3.3.2 Ekstraksi

Ditimbang serbuk simplisia 2100 gram, kemudian dimasukkan ke dalam wadah, lalu diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut non polar, semi polar, dan polar yaitu pelarut n-heksan, etil asetat dan metanol sampai seluruh serbuk terendam oleh pelarut, disimpan ditempat yang gelap dan sesekali diaduk hingga tidak ada lagi senyawa yang terekstrak dengan ditandai warna pelarut yang jernih. Filtrat yag diperoleh diuapkan dengan rotary evaporator hingga didapat ekstrak yang kental. Jika masih ada air yang tersisa dikentalkan menggunakan freeze dryer.

3.3.3 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan dengan menguji adanya golongan senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, saponin, tanin dan fenolik. Prosedur pengujiannya adalah sebagai berikut.

a. Identifikasi Alkaloid

Untuk mengidentifikasi alkaloid, ekstrak dilarutkan dengan etanol 96% kemudian ditambahkan asam klorida encer 2N. Filtrat yang diperoleh disaring kemudian diidentifikasi menggunakan pereaksi Mayer LP, Bouchardat LP, Dragendorff LP. Pada penambahan Mayer LP, hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih atau kuning. Hasil positif Dragendorff LP ditunjukkan dengan terbentuknya endapan berwarna merah bata. Penambahan


(33)

Bouchardat LP memberikan hasil positif jika terbentuk endapan coklat sampai hitam (Ayoola et al, 2008).

b. Identifikasi Saponin

Ekstrak ditambahkan 5 ml aquadest panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 menit. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya buih yang stabil selama tidak kurang dari 10 menit setinggi 1-10 cm dan pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (Ayoola et al, 2008). c. Identifikasi Flavonoid

Tiga metode yang digunakan untuk menguji flavonoid. Pertama, amonia encer (5 mL) ditambahkan ke sebagian filtrat encer dari ekstrak. Kemudian asam sulfat pekat (1 mL) ditambahkan. Hilangnya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid. Kedua, beberapa tetes larutan aluminium 1% ditambahkan ke sebagian dari filtrat, terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid. Ketiga, sebagian dari ekstrak dipanaskan dengan 10 mL etil asetat yang telah diuapkan selama 3 menit. Campuran kemudian disaring dan 4 mL filtrat dikocok dengan penambahan 1 mL larutan amonia encer, terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid (Ayoola et al, 2008).

d. Identifikasi Terpenoid

Sejumlah 0,5 g ekstrak masing-masing ditambahkan dengan 2 mL kloroform. Kemudian dengan hati-hati ditambahkan (3 mL) H2SO4 pekat sampai membentuk lapisan. Terbentuknya warna merah kecoklatan pada permukaan menunjukkan adanya terpenoid (Ayoola et al, 2008).

e. Identifikasi Tanin

Sebanyak 0,5 g ekstrak dipanaskan dalam 10 ml air dalam tabung reaksi dan kemudian disaring. Ditambahkan beberapa tetes FeCl3 0,1% dan diamati perubahan warna menjadi hijau kecoklatan atau biru kehitaman (Ayoola et al, 2008).

f. Identifikasi Fenolik

Sejumlah ekstrak ditambahkan 3-4 tetes larutan besi klorida, terbentuknya warna biru-hitam menunjukkan adanya fenolik ( Tiwari et al, 2011 ).


(34)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.4 Pengujian Parameter Non spesifik Ekstrak ( Depkes RI, 2000).

a. Susut Pengeringan

Ektrak ditimbang dengan seksama sebanyak 1-2 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050 C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbangan dengan menggoyang- goyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, kemudian dimasukkan kedalam oven, buka tutupnya. Pengeringan dilakukan pada suhu penetapan yaitu 1050 C hingga diperoleh bobot tetap lalu ditimbang. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar.

b. Kadar Air

Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara kurang lebih 3 gram ekstrak dimasukkan dan ditimbang seksama dalam wadah yang telah ditara. Ekstrak dikeringkan pada suhu 1050 C selama 5 jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut- turut tidak lebih dari 0,25%.

c. Kadar Abu

Lebih kurang 2-3 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukkan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, lalu ekstrak diratakan. Dipijarkan pelahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, ditambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa abu dan kertas saring dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap berat ekstrak dan dinyatakan dalam % b/b.

3.3.5 Pengujian Parameter Spesifik ( Depkes RI, 2000).

Uji parameter spesifik hanya dilakukan uji parameter organoleptik ekstrak dengan menggunakan pancaindera mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa.


(35)

3.4 Rancangan Percobaan

Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan galur Wistar, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 150 – 250 gram diaklimatisasi selama dua minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama proses adaptasi, dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan.

Hewan uji dipilih sebanyak 30 ekor tikus putih jantan secara acak untuk dibagi menjadi 6 kelompok, masing- masing terdiri dari 5 ekor. Penentuan tikus tiap kelompok mengacu pada syarat WHO.

Tabel 1. Tabel Perlakuan Metode Induksi Aloksan Kelompok Jumlah Perlakuan

I 5 Kontrol normal, diberi air suling.

II 5 Kontrol negatif, diinduksi aloksan & diberi Na CMC 0,5%. III 5 Kontrol positif, diinduksi aloksan kemudian diberi suspensi

glibenklamid 0,1mg/200 BB.

IV 5

Diinduksi aloksan & diberi suspensi Na CMC 0,5 % ektrak lumut hati Mastigophora diclados dalam dosis 1mg/kg BB.

V 5

Diinduksi aloksan & diberi suspensi Na CMC 0,5% ekstrak lumut hati Mastigophora diclados dalam dosis 10mg/kg BB.

VI 5

Diinduksi aloksan & diberi suspensi Na CMC 0,5 % ekstrak lumut hati Mastigophora diclados dalam dosis 100 mg/kg BB.

3.5 Pembuatan Sediaan Dosis Uji

1. Dosis ekstrak lumut hati Mastigophora diclados

Dosis yang digunakan pada ekstrak n-heksan Mastigophora diclados adalah dosis 1 mg/kg BB, 10 mg/kg BB dan 100 mg/kg BB yang kemudian di konversikan ke dalam dosis tikus masing-masing menjadi 0,2 mg/200 g BB, 2 mg/200 g BB dan 20 mg/200 g BB.

2. Dosis Glibenklamid Sebagai Kontrol Positif

Glibenklamid diberikan dalam bentuk suspensi dengan Na CMC sesuai dosis oral efektif pada manusia 5 mg/60kg BB yang dikonversikan berdasarkan


(36)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta perhitungan menggunakan luas permukaan tubuh (HED), yaitu dosis untuk setiap 200 g BB tikus menjadi 0,1 mg/200g BB.

3. Dosis Aloksan

Dosis aloksan monohidrat yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah 100 mg/kg BB dilakukan secara intraperitoneal untuk tikus dengan berat badan 200g adalah 20 mg/200g BB (Nandhagopal et al , 2013) adapun dalam penelitian lain menggunakan dosis 150mg/kg BB secara interperitoneal (Kharkar et al 2013).

3.6 Pengambilan Darah dan Pengaruh Kadar Glukosa Darah

Pengambilan darah dilakukan dengan cara tikus dimasukkan ke dalam kandang kecil. Kemudian ekor tikus dibersihkan dengan alkohol 70%. Selanjutnya darah diambil secara intravena melalui ujung ekor dilakukan pemijatan perlahan terhadap ekor agar darah keluar, dan di ukur kadar gula darah dengan alat glukometer.

3.7 Uji Statistik Terhadap Kadar Glukosa Darah

a. Pengelohan Data

Data yang diperoleh diolah secara statistik menggunakan SPSS. Analisis yang dilakukan yaitu uji normalitas dan uji homogenitas, selanjutnya dilakukan analisis varian satu arah (ANOVA) untuk melihat ada atau tidaknya perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dengan kelompok kontrol. Bila terdapat perbedaan bermakna, maka untuk mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT).

Hipotesis :

Ho : tidak ada perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok. Ha : terdapat perbedaan yang bermakna antara setiap kelompok. Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima. Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak.


(37)

b. Presentase Penurunan Kadar Glukosa Darah dengan Rumus Sebagai berikut : (Farida dkk, 2011)

Presentase penurunan kadar glukosa darah =

Keterangan :

Go: gula darah puasa sebelum diberikan sediaan uji. Gt: gula darah setelah diberikan sediakan uji.


(38)

24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penyiapan Bahan

Tumbuhan lumut hati yang digunakan diperoleh dari Gunung Slamet Purwokerto. Kemudian dilakukan determinasi di Pusat Penelitian Bogoriense (LIPI) Cibinong Bogor yang bertujuan untuk mengetahui keaslian tumbuhan yang akan digunakan dan untuk menghindari terjadinya kesalahan dalam pemilihan tumbuhan. Hasil determinasi yang diperoleh menunjukan bahwa tumbuhan lumut hati yang digunakan merupakan spesies Mastighopora diclados (Brid.) Nees. Tumbuhan lumut yang diperoleh, disortasi untuk memisahkan antara tumbuhan dengan kotoran dan kontaminan lainnya. Proses pengeringan dilakukan dengan cara diangin-anginkan yang bertujuan untuk meminimalisir adannya pemanasan yang dapat merusak senyawa yang terkandung, penghalusan dilakukan untuk memperkecil ukuran partikel tanaman, yang bertujuan untuk memaksimalkan dalam proses ekstraksi, karena semakin kecil ukuran partikel, semakim besar luas permukaannya, sehingga kontak antara pelarut dengan partikel tanaman semakin besar dan proses ekstaksi dapat berjalan maksimal. Simplisia disimpan dalam wadah tertutup rapat.

4.2 Ekstraksi

Tumbuhan lumut hati diekstraksi dengan menggunakan metode maserasi. Cara ini dipilih untuk meminimalisir kerusakan senyawa termolabil. Proses maserasi ini menggunakan teknik maserasi bertingkat dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang berbeda yaitu n-heksan, etil asetat dan metanol. Alasan menggunakan teknik maserasi bertingkat ini yaitu untuk memaksimalkan proses ekstraksi dimana senyawa akan terekstraksi berdasarkan tingkat kepolarannya.

Sebuk simplisia lumut yang digunakan untuk maserasi sebanyak 2103 gram yang kemudian diperoleh ekstrak n-heksan sebanyak 46 gram dengan randemen 2,18%.


(39)

Tabel 2. Hasil Karateristik Ektrak n- heksan dari Mastigophora diclados

No Parameter Ektrak n-heksan

1. Organoleptis Warna : hitam

Bau : jamu

Bentuk : gumpalan kasar

2. Kadar air 0,048%

3. Kadar abu 0,636%

4.3 Hasil Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengidentifikasi komponen apa saja yang terkandung dalam tanaman sehingga memungkinkan untuk megetahui senyawa yang berpotensi sebagai antidiabetes. Penapisan fitokimia yang dilakukan meliputi uji senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, terpenoid, saponin, tanin dan fenol. Berdasarkan uji fitokimia yang dilakukan diketahui bahwa ekstrak n-heksan Mastighopora diclados hanya mengandung terpenoid.

Tabel 3. Hasil Penapisan Fitokimia

No. Metabolit Sekunder Hasil

1. Alkaloid -

2. Flavonoid -

3. Saponin -

4. Steroid -

5. Terpenoid +

6. Tanin -

7. Fenol -

Keterangan : (+) Memberikan reaksi positif, (-) Memberikan reaksi negatif

4.4 Pengukuran Kadar Glukosa Darah Dengan Metode Induksi Aloksan Pada penelitian ini tikus diaklimatisasi selama 2 minggu agar tikus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya dengan pemberian makan dan minum. Setelah aklimatisasi, tikus kemudian ditimbang. Sebelum dilakukan pengukuran


(40)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta darah, seluruh tikus dipuasakan selama 18 jam untuk meniadakan pengaruh zat-zat lain pada pengukuran kadar glukosa darah.

Tikus diinduksi melalui interperitoneal dengan dosis 100mg/kg BB atau setara dengan 20mg/200g BB dipilih untuk membuat diabetes tipe 2 dalam penelitian ini, karena diharapkan diabetes yang timbul berupa resistensi insulin yang masih dapat diobati oleh penggunaan obat hipoglikemik. Setelah diinduksi dengan aloksan kemudian tikus dipelihara selama 7 hari sebelum diberi perlakuan dengan sampel uji untuk membuat hiperglikemia yang stabil.

Setelah tikus hiperglikemia oleh induksi aloksan, tikus kemudian dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan untuk kelompok yang akan diberikan terapi. Adapun 1 kelompok untuk kelompok kontrol normal tanpa diinduksi aloksan. Pemberian ekstrak n-heksan Mastigophora diclados dan glibenklamid sebagai terapi hiperglikemik diberikan secara oral pada tikus selama 28 hari. Glibenklamid dilipilih sebagai terapi pembanding ekstrak n-heksan Mastigophora diclados karena glibenklamid diabsorpsi dari lambung dan sangat bagus di protein plasma, dikeluarkan lewat feses dan di metabolisme di urin (Paffitt, 1983). Adapun pemberian glibenklamid dan ekstrak n-heksan diberikan dalam sediaan suspensi dengan penambahan NaCMC 0,5 % sebagai agen pensuspensi.

Setelah pengukuran glukosa darah didapatkan hasil, kemudian dapat dihitung nilai rerata dan standar deviasi yang dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rerata dan Standar Deviasi Kadar Glukosa Darah Tikus

Kelompok Perlakuan

Hari ke 0 sebelum pemberian

ekstrak

Hari ke 7 setelah pemberian

ekstrak

Hari ke 14 setelah pemberian

ekstrak

Hari ke 21 setelah pemberian

ekstrak

Hari ke 28 setelah pemberian

ekstrak

Kontrol normal 58,8±15,31 60,6±15,38 59,2±12,85 60±15,41 60,2±12,35

Kontrol negatif 161,8±12,67 165±13,54 169,6±13,12 189,8±8,61 171,4±23,43 Kontrol positif 136,2±14,75 107,6±15,09 93,8±17,12 78,4±18,76 65,8±19,51 Dosis 1mg/kg BB 149,75±7,41 124,5±3,51 111,25±4,97 104,5±4,04 105±4,35

Dosis 10mg/kg BB 143±7 142±6 126,75±14,43 115±15,76 109±12,72


(41)

Hasil penelitian ini didapat bahwa rerata kadar glukosa darah pada kelompok perlakuan lebih tinggi dari pada kelompok kontrol dan hasil ini tidak bermakna secara statistik. Untuk membandingkan lebih jelas efek antihiperglikemik antara kelompok, dapat dilihat pada presentase penurunan kadar glukosa pada tabel 5.

Tabel 5. Presentase Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus

Kelompok Perlakuan Hari ke 7 Hari ke 14 Hari ke 21 Hari ke 28

Kontrol positif 20,99% 31,13% 42,43% 51,68%

Dosis 1mg/kg BB 16,8% 25,71% 30,21% 29,88%

Dosis 10mg/kg BB 0,6% 11,36% 19,58% 23,77%

Dosis 100mg/kg BB 40,2% 55,8% 57,7% 64,2 %

Untuk penelitian antihiperglikemik ini menggunakan dosis bertingkat secara teratur pada tikus. Ekstrak di siapkan dalam 3 besaran dosis kelipatan 10 untuk tiap kelompok. Besarnya dosis ditentukan dari hasil penelitian tahun sebelumnya yang mengacu pada penelitian Endah Purnamasari, yang menunjukkan efek paling baik pada pemberian dosis 100mg/kg BB.

Dilihat dari hasil presentase kadar penurunan glukosa darah seluruh dosis perlakuaan dari dosis rendah sampai dosis tinggi mengalami penurunan glukosa darah namun dari data tersebut dapat dilihat dosis yang dapat menurunkan glukosa secara maksimal terdapat pada dosis tinggi (100mg/kg BB) adapun dosis rendah (1mg/kg BB) lebih besar presentase penurunannya dibandingkan dosis sedang (10mg/kg BB). Dari presentase kadar penurunan tersebut dapat dibuat kurva hubungan antara kadar glukosa darah (mg/dL) terhadap waktu (hari) untuk semua kelompok perlakuan dapat dilihat pada gambar 3.


(42)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 3. Kadar Glukosa Darah Pada Metode Induksi Aloksan

Pada grafik diatas dapat dilihat yang menunjukkan efek penurunan kadar glukosa darah yang paling besar adalah perlakuan ektrak n-heksan dari lumut hati Mastigophora diclados dosis tinggi (100mg/kgBB) diikuti perlakuan glibenklamid 0,1mg/200gBB kemudian ekstrak n-heksan dari lumut hati Mastigophora diclados dosis rendah (1mg/kgBB) dan terakhir perlakuan ekstrak n-heksan dari lumut hati Mastigophora diclados dosis sedang (10mg/kgBB).

Grafik pada kontrol negatif dimana tikus hanya diinduksikan oleh aloksan terjadi penurunan pada hari ke 28 hal ini mungkin dikarenakan adanya regenerasi sel beta pankreas, sesuai dengan penelitian (Chaugale et al, 2007) yang mengatakan bahwa regenerasi pankreas dapat terjadi pada waktu 12 hari pada penggunaan aloksan dosis 120mg/kgBB. Dalam penelitian tersebut juga dikatakan bahwa pemberian aloksan dosis 140mgkg BB akan terjadi peningkatan glukosa darah yang dapat kembali normal pada waktu beberapa bulan.

Dari seluruh data diatas memperlihatkan bahwa efek penurunan kadar glukosa darah secara maksimal terdapat pada dosis tinggi (100mg/kg BB). Sedangkan untuk dosis rendah (1mg/kg BB) dan dosis sedang (10mg/kg BB) belum dapat menghasilkan efektifitas dosis yang maksimal perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis yang lebih bervariasi agar diketahui dosis optimal untuk dapat menurunkan glukosa darah pada tikus hiperglikemik.

58.8 60.6 59.2 60 60.2

161.8 165 169.6

189.8 171.4 136.2 107.6 93.8 78.4 65.8 149.75 124.5 111.25

104.5 105

143 142

126.75

115 109

164.6

98.33

72.66 69.5

58.8 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

0 7 14 21 28

Grafik Kadar Glukosa Darah Tikus

Kontrol Normal Kontrol Negatif Kontrol Positif Dosis rendah Dosis Sedang Dosis Tinggi


(43)

Belum terdapat penelitian mengenai aktivitas antidiabetes dari Mastigophora diclados. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekstrak n-heksan dari tumbuhan dapat memiliki aktivitas sebagai antidiabetes antara lain biji jinten hitam yang dilaporkan memiliki dosis 10g/kg BB (Khanam,2009) maka ekstrak n-heksan dari Mastigophora diclados memiliki aktivitas antidiabetes yang lebih besar karena dosis yang digunakan hanya sebesar 100mg/kg BB dengan metode yang sama.

Pada penelitian tersebut dilaporkan juga bahwa metabolit sekunder yang didapat adalah senyawa terpenoid. Dalam penelitian ini ekstrak n-heksan dari lumut hati Mastigophora diclados juga didapatkan metabolit sekunder yang sama yaitu terpenoid. Kandungan senyawa terpenoid dapat sebagai antioksidan yang dimana dapat membantu tubuh dalam proses pemulihan sel-sel tubuh (Nur asda wardiah, 2009).

Berbagai penelitian sebelumnya juga menyatakan bahwa tumbuhan yang mengandung antioksidan dapat menekan terjadinya stress oksidatif dan mampu menurunkan kadar gula darah pada diabetes antara lain jahe (Zingiber officinale), kumis kucing (Orthosiphon aristatus), jeruk purut (Citrus aurantiifolia) (Miyake et al. 1998).

Selanjutnya, untuk melihat kesamaan dan perbedaan nilai rata-rata presentase kadar glukosa darah tikus pada setiap kelompok uji data pengukuran glukosa darah dianalisis secara statistik dengan mengunakan Uji ANOVA satu arah (lampiran 12). Uji statistik awal yakni dilakukan uji normalitas dengan menggunakan kolmogorov-smirnof, dari tabel normalitas diketahui bahwa seluruh hewan uji terdistibusi dengan normal (P≥0,05) baik sebelum maupun setelah perlakuan.

Pada hasil pengujian BNT menunjukkan bahwa kontrol positif, dosis rendah, dosis sedang dan dosis tinggi berbeda signifikan dengan kontrol negatif yang artinya bahwa glibenklamid dan ekstrak n-heksan dari lumut hati Mastighopora diclados dapat memberikan efek antidiabetik terhadap tikus yang di induksi aloksan. Pada hari ke 7, 21 dan 28 kontrol positif tidak terjadi perbedaan secara bermakna dengan dosis tinggi yang artinya bahwa dosis tinggi mempunyai efek yang hampir sama dengan kontrol positif atau bahkan dapat


(44)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memberikan efek yang lebih baik, kemungkinan karena glibenklamid hanya menstimulasi pelepasan insulin pada tikus sedangkan ekstrak lumut hati berkemungkinan dapat memperbaiki kerja sel beta pankreas.


(45)

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan :

1. Ekstrak n-heksan dari Lumut hati Mastigophora diclados dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus putih yang diinduksi dengan aloksan.

2. Presentase kadar penurunan glukosa darah terbesar yaitu pada dosis tinggi (100mg/kgBB) sebesar 64,2% dan tidak berbeda secara bermakna dengan kontrol positif (P≥0,05) dengan dosis 0,1 mg/200g BB.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian tentang toksisitas dari ekstrak n-heksan lumut hati Mastigophora diclados pada hewan uji untuk mengevaluasi batas keamanannya jika digunakan dalam jangka panjang, serta dilakukan penelitian lebih lanjut dengan dosis yang lebih bervariasi agar diketahui dosis optimal untuk menurunkan glukosa darah tikus dan memperhatikan lama perlakuan.


(46)

32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Ali, M., et al., “Phytochemical screening, antioxidant and analgesic activities Of Croton argyratus ethanolic extracts” Journal of Medicinal Plants Research Vol. 6.

Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat. Penerjemah Farida Ibrahim. UI Press : Jakarta.

Asakawa, Y. 2000. Recent Advance in Phytocemistry of Bryophytes Acetogenins Terpenoid and Bis (bibenzil )s from Selected Japans,Taiwanes,New Zeland,Argebtina and European Liverwort. Phytocemistry 56(2001) 297-312. 31 agustus 2000.

Ayoola, GA., et al. 2008. Chemical analysis and antimicrobial activity of the essential oil syzigium aromatikum (clove). African journa of Microbiology Research 2 (1), pp. 162-166

Chougale AD, Panaskar SN, Gurao PM, Arvindeka AU. 2007. Optimization of alloxan dose is essential to induce stable diabetes for prolong period. Conard, h.s redfearn. 1996. How to know the mosses and liverworts. Lowa: wm. C. Brown company publisher.

Departemen Kesehatan RI. 1993. Metode penapisan Farmakologi,Pengujian Fitokimia, Pengujian klinik Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam. DEPKES RI; 15-17

Departemen Kesehatan RI . 1979. Farmakope indonesia, edisi III. Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta

Departemen Kesehatan RI. 1996 Materia Medika Indonesia. Jilid I: Jakarta. Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan

Obat. Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan.Volume 1 : Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 2001. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Badan Pengawasan Obat

danMakanan. DEPKES RI Jakarta ; hal 13.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Militus. Direktorat Bina Farmasi dan Komunitas dan Klinik Jakarta . Hal : 1-27.


(47)

Dipiro, J. T. (2009). Pharmacotherapy Handbook. 7th Edition. The McGraw-Hill. New York.

Halliwel B, Gutterridge, J , M, C. 1949. Free radial in biology and medicine .3nd ed oxford university press. London ;561-563.

Jung, Y.W., T. R. Schoeb., C.T. Waever., D.D. Chaplin. 2006.

Antigen and Lipopolysaccharide Play SynergisticRoles in the Effector Phase of AirwayInflammation in Mice. American Journal of Pathology 168 (5).

Kharkar Ritesh, Pawar .P. Deepak, Shamkuwar .B. Prashant. 2013. Antidiabetic Activity of Sphaeranthus Indicus linn Extracts In Alloxan. Induced Diabetic Rats.Vol (5)

Khanam, Matira and Esmin Fauzia Dewan. 2009. Effects of the crude and the n- hexane Extract Of Nigella Sativa Linn (Kalajira Upon diabetic rats.Banglades h j Pharmacol Vol.4.4 P 17-20.

Komala, I., Ito, T., Nagashima, F. 2010. Cytotoxic,Rradical Scavenging, and Antimicrobial Activities of Sesquiterpenoids from Tahitian Liverworth Mastigophora diclados (Brid). Nees (Mastigophoracee) .J.Nat.Med (2010) 64:417-422.

Kumar, E.K., Ramesh, A., Kasiviswanath, R. (2005). Hypoglicemic and

Antihyperglicemic Effect of Gmelina asiatica Linn. In normal and in alloxan Induced Diabetic Rats. Andhra Pradesh: Departement of Pharmaceutical Sciences.

Laurence D.R., and Bacharach, A.L. 1964. Evaluation Of Drug Activities Pharmacometrics. Academic Press. London and New York. Ludviczuk Agnieska And Asakawa Yoshinori. 2010. Chemosystematics of

Selected Liverwort Collected in Borneo. Tropical Bryology 31: 33-42, 2010 Faculty of Pharmaceutical Sciences, Tokushima Bunri University, Yamashiro-cho;Tokushima 770-8514, Japan.

M.D Rockville. 2002. Guidance for Industry and Reviewers Estimating The Safe Starting Dosein Clinical Trais For The Rapeutics in Adult Healthy Voluntreers Pharmacology and Toxicology.

Miyake, Y., Yamamoto, K. Tsujihara, N., and Osawa, T., 1998.

Protective Effect of Lemon Flavonoids on Oxidative Stress in Diabetic Rats. Lipid, 33 : 689-695

Nandhagopal.K, Kanniyaku Mari M, Anbu and V. Velpandian. 2013. Antidiabetic Activity of Karchure Chooranam On Alloxan Induced


(48)

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Diabetic Rats. International Journal Of Pharma and Bio Sciences.

434-439, India

Oetjen, Georg-Wilhem & Haseley, Peter. 2004. Frezz-Drying. From Germany: WILEY-VCH Verlag Gmbh & Co.Kga.

Pafitt, K. 1983. Martindale the extrapharmacopela. 20th. the parmaceutical. Geneva. London : 854.

Suharmiati. 2003. Pengeujian bioaktivitas anti diabetes militus tumbuhan obat. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan, pusat penelitian pengebangan pelayanan dan teknologi kesehatan. Departemen kesehatan RI Surabaya.

Szkudelski, T. (2001). The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B Cells of the Rat Pancreas. Physiological Research. 50:536-546.

Tiwari, S., Gehlot, S. and Gambhir, I.S. (2011) Centella asiatica: A concise drug review with probable clinical uses. Journal of Stress Physiology & Biochemistry 7, 38-44.

Widijanti A, Ratulangi T.B. 2009. Pemeriksaan Laboratorium Penderita Diabetes Mellitus. Malang.

Widowati, Wahyu. 2008. Potensi Antioksidan Sebagai Antidiabetes. Universitas Kristen maranatha.Bandung. JKM.7(2): 192-202.


(49)

Lampiran 1. Perlakuan Hewan Uji

Gambar 4. Penyuntikan Aloksan Gambar 5. Pemberian Sediaan Uji Secara Intraperitoneal.


(50)

36

UIN Syarif Hidaytullah Jakarta Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia

Gambar 7. Alkaloid (Dragendoff) Gambar 8. Alkaloid (Mayer)


(51)


(52)

38

UIN Syarif Hidaytullah Jakarta Lampiran 3. Sertifikat Glibenklamid


(53)

(54)

40

UIN Syarif Hidaytullah Jakarta Lampiran 5. Alur Pembuatan Ekstrak

Lumut Hati Mastigophora diclados basah.

Determinasi tanaman

Sortasi basah

Dicuci dengan air bersih dan mengalir

Diangin-anginkan

Sortasi kering

Lumut Hati Mastigophora diclados dibelender hingga menjadi serbuk.

Pembuatan Ekstak : 2103gram serbuk di maserasi dengan pelarut dari non polar, semi polar, dan polar, hasil destilasinya disimpan ditempat yang gelap dan sesekali digoyang- goyangkan .pelarut diganti setiap 3 hari dan disaring sampai mendapat filtrat yang bening.

Filtrat dipekatkan menggunakan vacum rotary evaporator, hasil ekstrak yang masih terdapat kandungan air dikentalkan menggunakan freeze dryer


(55)

Lampiran 6. Alur Aklimatisasi Hewan Uji

Disiapkan 30 ekor tikus putih jantan dengan bobot 150-250 g.

Diadaptasikan atau diaklimatisasi selama 14 hari .

Dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok.

5 ekor kelompok kontrol normal

5 ekor kelompok kontrol positif

5 ekor kelompok kontrol negatif

5 ekor kelompok dosis rendah Mastigophora diclados.

5 ekor kelompok dosis sedang Mastigophora diclados.

5 ekor kelompok dosis tinggi Mastigophora diclados.


(56)

42

UIN Syarif Hidaytullah Jakarta Lampiran 7. Alur Kerja Uji Metode Aloksan

Persiapan Tikus puasa selama 18 jam

Kontrol Normal

Kontrol Negatif

Kontrol Positif

Dosis Rendah.

Dosis Sedang.

Dosis Tinggi.

Aquadest Induksi aloksan dosis 20 mg/200g BB tikus

Pekembangan Hewan Uji Selama 7 hari

Pengukuran Kadar Hiperglikemia Awal

Aquadest Suspensi Na CMC 0,5%

Glibenkla mid. 0,1 mg/200g BB

Dosis rendah. 1mg/kg BB

Dosis sedang.10 mg/kg BB

Dosis tinggi.100 mg/kg BB Ukur Kadar Gula Darah pada hari ke 7, 14, 21, 28


(57)

Lampiran 8. Perhitungan Dosis

A. Ekstrak n- heksan Mastigophora diclados dengan Kelompok Dosis :

 Dosis rendah (D1) = 1 mg/kg BB

 Dosis sedang (D2) = 10 mg/kg BB

 Dosis tinggi (D3) = 100 mg/kg BB 1. Dosis Rendah

Untuk satu ekor tikus 200g, maka volume larutan sediaan untuk dosis rendah dalah :

1 mg/kg BB = 0,2 mg/200g BB VAO = Dosis x Berat badan

Konsentrasi

= 0,2 mg/200g BB x 200g 0,2 mg/mL

= 1mL 2. Dosis Sedang

Untuk satu ekor tikus 200g, maka volume larutan sediaan untuk dosis sedang adalah :

10 mg/ kg BB = 2 mg/200g BB VAO = Dosis x Berat badan

Konsentrasi

= 2 mg/200g BB x 200g 2 mg/mL

= 1mL 3. Dosis Tinggi

Untuk satu ekor tikus 200g, maka volume larutan sediaan untuk dosis tinggi adalah :

100 mg/kg BB = 20 mg/200g BB VAO = Dosis x Berat badan Konsentrasi

= 20 mg/200g BB x 200g 20 mg/mL

= 1 mL

B. Glibenklamid

HED (mg/kg) = dosis hewan (mg/kg) x km hewan Km manusia 5 mg/60 kg = dosis hewan (mg/kg) x 6

37 5 mg/60 kg = dosis hewan (mg/kg) x 0,162 Dosis hewan = 0,83 mg/kg

0,162

Dosis hewan = 0,1 mg/200g BB C. Aloksan

Dosis ( 20 mg/200g BB) VAO = Dosis x Berat badan


(1)

Tabel 11. Uji BNT

LSD Dependen t Variable

(I) kelompo k1

(J) kelompo k1

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound Hari 0 Kontrol

normal

Kontrol

negatif -101.40000 *

7.92042 .000 -117.9776 -84.8224 Kontrol

positif -77.40000 *

7.92042 .000 -93.9776 -60.8224 Dosis

rendah -90.95000 *

8.40087 .000 -108.5332 -73.3668 Dosis

sedang -84.20000 *

9.14571 .000 -103.3422 -65.0578 Dosis

tinggi -105.86667 *

9.14571 .000 -125.0089 -86.7245 Kontrol

negatif

Kontrol

normal 101.40000 *

7.92042 .000 84.8224 117.9776 Kontrol

positif 24.00000 *

7.92042 .007 7.4224 40.5776 Dosis

rendah 10.45000 8.40087 .229 -7.1332 28.0332 Dosis

sedang 17.20000 9.14571 .075 -1.9422 36.3422 Dosis

tinggi -4.46667 9.14571 .631 -23.6089 14.6755 Kontrol

positif

Kontrol

normal 77.40000 *

7.92042 .000 60.8224 93.9776 Kontrol

negatif -24.00000

* 7.92042 .007 -40.5776 -7.4224 Dosis

rendah -13.55000 8.40087 .123 -31.1332 4.0332 Dosis

sedang -6.80000 9.14571 .466 -25.9422 12.3422 Dosis

tinggi -28.46667

* 9.14571 .006 -47.6089 -9.3245 Dosis

rendah

Kontrol

normal 90.95000 *

8.40087 .000 73.3668 108.5332 Kontrol

negatif -10.45000 8.40087 .229 -28.0332 7.1332 Kontrol

positif 13.55000 8.40087 .123 -4.0332 31.1332 Dosis

sedang 6.75000 9.56481 .489 -13.2694 26.7694 Dosis

tinggi -14.91667 9.56481 .135 -34.9360 5.1027 Dosis

sedang

Kontrol

normal 84.20000 *

9.14571 .000 65.0578 103.3422 Kontrol

negatif -17.20000 9.14571 .075 -36.3422 1.9422 Kontrol


(2)

Dosis

rendah -6.75000 9.56481 .489 -26.7694 13.2694 Dosis

tinggi -21.66667

* 10.22521 .047 -43.0683 -.2651 Dosis

tinggi

Kontrol

normal 105.86667 *

9.14571 .000 86.7245 125.0089 Kontrol

negatif 4.46667 9.14571 .631 -14.6755 23.6089 Kontrol

positif 28.46667

* 9.14571 .006 9.3245 47.6089 Dosis

rendah 14.91667 9.56481 .135 -5.1027 34.9360 Dosis

sedang 21.66667 *

10.22521 .047 .2651 43.0683 Hari 7 Kontrol

normal

Kontrol

negatif -96.00000 *

7.93129 .000 -112.5444 -79.4556 Kontrol

positif -47.00000 *

7.93129 .000 -63.5444 -30.4556 Dosis

rendah -63.90000

* 8.41240 .000 -81.4480 -46.3520 Dosis

sedang -81.40000 *

8.41240 .000 -98.9480 -63.8520 Dosis

tinggi -37.73333 *

9.15826 .001 -56.8371 -18.6295 Kontrol

negatif

Kontrol

normal 96.00000 *

7.93129 .000 79.4556 112.5444 Kontrol

positif 49.00000

* 7.93129 .000 32.4556 65.5444 Dosis

rendah 32.10000

* 8.41240 .001 14.5520 49.6480 Dosis

sedang 14.60000 8.41240 .098 -2.9480 32.1480 Dosis

tinggi 58.26667 *

9.15826 .000 39.1629 77.3705 Kontrol

positif

Kontrol

normal 47.00000 *

7.93129 .000 30.4556 63.5444 Kontrol

negatif -49.00000 *

7.93129 .000 -65.5444 -32.4556 Dosis

rendah -16.90000 8.41240 .058 -34.4480 .6480 Dosis

sedang -34.40000 *

8.41240 .001 -51.9480 -16.8520 Dosis

tinggi 9.26667 9.15826 .324 -9.8371 28.3705 Dosis

rendah

Kontrol

normal 63.90000 *

8.41240 .000 46.3520 81.4480 Kontrol

negatif -32.10000 *

8.41240 .001 -49.6480 -14.5520 Kontrol

positif 16.90000 8.41240 .058 -.6480 34.4480 dosis

sedang -17.50000 8.86745 .062 -35.9972 .9972 Dosis

tinggi 26.16667 *

9.57794 .013 6.1874 46.1459 Dosis

sedang

Kontrol

normal 81.40000 *


(3)

Kontrol

negatif -14.60000 8.41240 .098 -32.1480 2.9480 Kontrol

positif 34.40000

* 8.41240 .001 16.8520 51.9480 Dosis

rendah 17.50000 8.86745 .062 -.9972 35.9972 Dosis

tinggi 43.66667 *

9.57794 .000 23.6874 63.6459 Dosis

tinggi

Kontrol

normal 37.73333 *

9.15826 .001 18.6295 56.8371 Kontrol

negatif -58.26667 *

9.15826 .000 -77.3705 -39.1629 Kontrol

positif -9.26667 9.15826 .324 -28.3705 9.8371 Dosis

rendah -26.16667 *

9.57794 .013 -46.1459 -6.1874 Dosis

sedang -43.66667 *

9.57794 .000 -63.6459 -23.6874 Hari 14 Kontrol

normal

Kontrol

negatif -105.40000 *

7.86920 .000 -121.8149 -88.9851 Kontrol

positif -34.60000 *

7.86920 .000 -51.0149 -18.1851 Dosis

rendah -49.80000

* 8.34655 .000 -67.2106 -32.3894 Dosis

sedang -67.55000 *

8.34655 .000 -84.9606 -50.1394 Dosis

tinggi -13.46667 9.08657 .154 -32.4209 5.4876 Kontrol

negatif

Kontrol

normal 105.40000 *

7.86920 .000 88.9851 121.8149 Kontrol

positif 70.80000 *

7.86920 .000 54.3851 87.2149 Dosis

rendah 55.60000

* 8.34655 .000 38.1894 73.0106 Dosis

sedang 37.85000 *

8.34655 .000 20.4394 55.2606 Dosis

tinggi 91.93333 *

9.08657 .000 72.9791 110.8876 Kontrol

positif

Konrol

normal 34.60000 *

7.86920 .000 18.1851 51.0149 Kontrol

negatif -70.80000 *

7.86920 .000 -87.2149 -54.3851 Dosis

rendah -15.20000 8.34655 .084 -32.6106 2.2106 Dosis

sedang -32.95000 *

8.34655 .001 -50.3606 -15.5394 Dosis

tinggi 21.13333 *

9.08657 .031 2.1791 40.0876 Dosis

rendah

Kontrol

normal 49.80000 *

8.34655 .000 32.3894 67.2106 Kontrol

negatif -55.60000 *

8.34655 .000 -73.0106 -38.1894 Dosis

rendah 15.20000 8.34655 .084 -2.2106 32.6106 Dosis


(4)

Dosis

tinggi 36.33333 *

9.50296 .001 16.5105 56.1562 Dosis

sedang

Kontrol

normal 67.55000

* 8.34655 .000 50.1394 84.9606 Kontrol

negatif -37.85000 *

8.34655 .000 -55.2606 -20.4394 Kontrol

positif 32.95000 *

8.34655 .001 15.5394 50.3606 Dosis

rendah 17.75000 8.79803 .057 -.6024 36.1024 Dosis

tinggi 54.08333 *

9.50296 .000 34.2605 73.9062 Dosis

tinggi

Kontrol

normal 13.46667 9.08657 .154 -5.4876 32.4209 Kontrol

negatif -91.93333 *

9.08657 .000 -110.8876 -72.9791 Kontrol

positif -21.13333 *

9.08657 .031 -40.0876 -2.1791 Dosis

rendah -36.33333 *

9.50296 .001 -56.1562 -16.5105 Dosis

sedang -54.08333 *

9.50296 .000 -73.9062 -34.2605 Hari 21 Kontrol

normal

Kontrol

negatif -121.00000

* 9.39220 .000 -140.5321 -101.4679 Kontrol

positif -18.40000 9.39220 .064 -37.9321 1.1321 Dosis

rendah -44.50000 *

9.96193 .000 -65.2170 -23.7830 Dosis

sedang -55.00000 *

9.96193 .000 -75.7170 -34.2830 Dosis

tinggi -9.50000 9.96193 .351 -30.2170 11.2170 Kontrol

negatif

Kontrol

normal 121.00000

* 9.39220 .000 101.4679 140.5321 Kontrol

positif 102.60000 *

9.39220 .000 83.0679 122.1321 Dosis

rendah 76.50000 *

9.96193 .000 55.7830 97.2170 Dosis

sedang 66.00000 *

9.96193 .000 45.2830 86.7170 Dosis

tinggi 111.50000 *

9.96193 .000 90.7830 132.2170 Kontrol

positif

Kontrol

normal 18.40000 9.39220 .064 -1.1321 37.9321 Kontrol

negatif -102.60000 *

9.39220 .000 -122.1321 -83.0679 Dosis

rendah -26.10000 *

9.96193 .016 -46.8170 -5.3830 Dosis

sedang -36.60000 *

9.96193 .001 -57.3170 -15.8830 Dosis

tinggi 8.90000 9.96193 .382 -11.8170 29.6170 Dosis

rendah

Kontrol

normal 44.50000

* 9.96193 .000 23.7830 65.2170 Kontrol

negatif -76.50000


(5)

Kontrol

positif 26.10000 *

9.96193 .016 5.3830 46.8170 Dosis

sedang -10.50000 10.50079 .329 -32.3376 11.3376 Dosis

tinggi 35.00000 *

10.50079 .003 13.1624 56.8376 Dosis

sedang

Kontrol

normal 55.00000 *

9.96193 .000 34.2830 75.7170 Kontrol

negatif -66.00000 *

9.96193 .000 -86.7170 -45.2830 Kontrol

positif 36.60000 *

9.96193 .001 15.8830 57.3170 Dosis

rendah 10.50000 10.50079 .329 -11.3376 32.3376 Dosis

tinggi 45.50000 *

10.50079 .000 23.6624 67.3376 Dosis

tinggi

Kontrol

normal 9.50000 9.96193 .351 -11.2170 30.2170 Kontro

negatif -111.50000 *

9.96193 .000 -132.2170 -90.7830 Kontrol

posiitf -8.90000 9.96193 .382 -29.6170 11.8170 Dosis

rendah -35.00000

* 10.50079 .003 -56.8376 -13.1624 Dosis

sedang -45.50000 *

10.50079 .000 -67.3376 -23.6624 Hari 28 Kontrol

normal

Kontrol

negatif -111.20000 *

7.99636 .000 -127.7834 -94.6166 Kontrol

positif -5.60000 7.99636 .491 -22.1834 10.9834 Dosis

rendah -44.80000 *

9.23340 .000 -63.9489 -25.6511 Dosis

sedang -48.80000

* 8.48142 .000 -66.3894 -31.2106 Dosis

tinggi 2.20000 7.65593 .777 -13.6774 18.0774 Kontrol

negatif

Kontrol

normal 111.20000 *

7.99636 .000 94.6166 127.7834 Kontrol

positif 105.60000 *

7.99636 .000 89.0166 122.1834 Dosis

rendah 66.40000 *

9.23340 .000 47.2511 85.5489 Dosis

sedang 62.40000 *

8.48142 .000 44.8106 79.9894 Dosis

tinggi 113.40000 *

7.65593 .000 97.5226 129.2774 Kontrol

positif

Kontrol

normal 5.60000 7.99636 .491 -10.9834 22.1834 Kontrol

negatif -105.60000 *

7.99636 .000 -122.1834 -89.0166 Dosis

rendah -39.20000 *

9.23340 .000 -58.3489 -20.0511 Dosis

sedang -43.20000

* 8.48142 .000 -60.7894 -25.6106 Dosis


(6)

Dosis rendah

Kontrol

normal 44.80000 *

9.23340 .000 25.6511 63.9489 Kontrol

negatif -66.40000

* 9.23340 .000 -85.5489 -47.2511 Kontrol

positif 39.20000 *

9.23340 .000 20.0511 58.3489 Dosis

sedang -4.00000 9.65653 .683 -24.0264 16.0264 Dosis

tinggi 47.00000 *

8.94021 .000 28.4591 65.5409 Dosis

sedang

Kontrol

normal 48.80000 *

8.48142 .000 31.2106 66.3894 Kontrol

negatif -62.40000

* 8.48142 .000 -79.9894 -44.8106 Kontrol

positif 43.20000 *

8.48142 .000 25.6106 60.7894 Dosis

rendah 4.00000 9.65653 .683 -16.0264 24.0264 Dosis

tinggi 51.00000 *

8.16125 .000 34.0746 67.9254 Dosis

tinggi

Kontrol

normal -2.20000 7.65593 .777 -18.0774 13.6774 Kontrol

negatif -113.40000

* 7.65593 .000 -129.2774 -97.5226 Kontrol

positif -7.80000 7.65593 .319 -23.6774 8.0774 Dosis

rendah -47.00000 *

8.94021 .000 -65.5409 -28.4591 Dosis

sedang -51.00000 *

8.16125 .000 -67.9254 -34.0746 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Kesimpulan :

Pada hasil uji LSD diatas menunjukkan bahwa kontrol positif, dosis

rendah, dosis sedang dan dosis tinggi berbeda secara bermakna dengan

kontrol negatif yang artinya bahwa glibenclamid dan ekstrak n-Heksan

dari lumut hati mastighopora diclados dapat memberikan efek terhadap

tikus yang di induksi aloksan.

Pada hari ke 7, 21 dan 28 kontrol positif tidak berbeda secara bermakna

dengan dosis tinggi yang artinya bahwa dosis tinggi mempunyai efek yang

hampir sama dengan kontrol positif atau bahkan dapat memberikan efek

yang lebih baik .