Uji Aktivitas Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees Terhadap Kualitas Sperma dan Densitas Sel Spermatogenik pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley Secara in Vivo

(1)

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT LUMUT

HATI

Mastigophora diclados

(Bird. Ex Web.) Nees

TERHADAP KUALITAS SPERMA DAN DENSITAS

SEL SPERMATOGENIK PADA TIKUS PUTIH

(

Rattus norvegicus

) JANTAN GALUR

SPRAGUE

DAWLEY

SECARA

IN VIVO

SKRIPSI

MAYTA RAVIKA NIM : 1110102000059

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA JULI 2014


(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT LUMUT

HATI

Mastigophora diclados

(Bird. Ex Web.) Nees

TERHADAP KUALITAS SPERMA DAN DENSITAS

SEL SPERMATOGENIK PADA TIKUS PUTIH

(

Rattus norvegicus

) JANTAN GALUR

SPRAGUE

DAWLEY

SECARA

IN VIVO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

MAYTA RAVIKA NIM : 1110102000059

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA JULI 2014


(3)

(4)

(5)

(6)

vi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRAK

Nama : Mayta Ravika Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati

Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees Terhadap Kualitas Sperma dan Densitas Sel Spermatogenik pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

Secara in Vivo

Di Indonesia sebanyak 30% dari kasus fertilitas disebabkan oleh pria. Beberapa antioksidan terbukti efektif dalam pengobatan infertilitas pada pria. Lumut hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan. Dilakukan sebuah penelitian untuk mengetahui pengaruh ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados

(Bird. Ex Web.) Nees yang memiliki aktivitas antioksidan terhadap kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik. Hewan uji yang digunakan 20 ekor tikus jantan galur sprague dawley berumur 7-8 minggu yang dibagi menjadi empat kelompok yaitu kolompok kontrol, kelompok dosis 1 mg/kgBB, 10 mg/kgBB, 100 mg/kgBB. Perlakuan diberikan selama 48 hari. Kualitas sperma dinilai dari konsentrasi dan morfologi spermatozoa, sedangkan densitas sel spermatogenik dinilai dari diameter tubulus seminiferus serta tebal sel germinal. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis one way ANOVA dan Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons. Ada peningkatan konsentrasi spermatozoa secara bermakna (p < 0,05) pada kelompok dosis 10 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB. Hasil pengamatan morfologi sperma didapat ada penurunan persentase sperma yang abnormal secara bermakna pada dosis 1 mg/kgBB, 10 mg/kgBB, dan 100 mg/kgBB. Tidak ada parameter densitas sel spermatogenik yang menunjukkan peningkatan yang signifikan pada semua kelompok bila dibandingkan dengan kontrol (P ≥ 0,05).

Kata kunci: Lumut hati Mastigophora diclados, antioksidan, kualitas sperma, konsentrasi spermatozoa, morfologi sperma, densitas sel spermatogenik, diameter tubulus seminiferus, tebal sel germinal


(7)

vii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ABSTRACT

Name : Mayta Ravika Program Study : 1110102000059

Tittle : In Vivo Study of the Effect of Ethyl Acetate Extract of Liverworts Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.)Nees on Sperm Quality and Spermatogenic Cell Density in Male Rat (Rattus Norvegicus) Strain Sprague Dawley In indonesia, 30% of infertility cases caused by men. Some antioxidant known as the effective reatments for man infertility. From the previous study, Mastigophora diclados (Bird. Web Ex.) Nees had antioxidant activity. This study was aimed to analyze antioxidant effect of ethyl acetate extract liverworts Mastigophora diclados on sperm quality and spermatogenic cell density of male rat. Twenty adult male rats strain Sprague Dawley aged 7-8 weeks were divided into four groups: control group, and three treatment group, the first group received 1 mg/kgBB, the second group received 10 mg/kgBB and the third group received 100 mg/kgBB of Mastigophora diclados ethyl acetate extracts orally for 48 days. Treatment was given for 48 days. Sperm quality was assessed by sperm concentration and morphology of spermatozoa, while spermatogenic cell density was assessed from the diameter of seminiferous tubules and germinal cell layer thickness. Data were analyzed using one-way ANOVA and Kruskal-Wallis test followed by multiple Comparisons. A significant increase of spermatozoa concentration was observed in the treatment group that received 10 mg/kg and 100 mg/kg compared with control (p 0,05). Results showed the percentage of abnormal sperm morphology decrease significantly (p 0,05 all of treatment group ( dose 1mg/kgBB, 10 mg/kgBB, and 100 mg/kgBB) compered with control. While the density of sperm cells neither the seminiferous tubules diameter nor germinal cell thickness showed significant increase in all groups compared with controls (P ≥ 0,05).

Keyword: Liverworts Mastigophora diclados, antioxidant, sperm quality, spermatozoa concentration, sperm morphology, spermatogenic cell density, diameter of seminiferous tubules, germinal cell layer thickness


(8)

viii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkansegala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees Terhadap Kualitas Sperma dan Densitas Sel Spermatogenik pada Tikus (Rattus Norvegicus) Jantan Galur

Sprague Dawley Secara In Vivo”. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah

kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya, khususnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. MK.Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si, Apt sebagai Pembimbing I dan Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi.

3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.

5. Kedua orang tua tercinta, Hasanuddin dan Tuti Ma’arif yang selalu ikhlas memberikan dukungan moral, nasehat-nasehat, serta doanya

6. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi


(9)

ix

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

7. Bang Valzon dan Unang yang selalu memberikan arahan, material dan semangat.

8. Kak Eris, Mba Rani, Kak lisna, Kak Tiwi, Kak Rahmadi, dan Kak Liken yang sangat banyak membantu penulis melakukan penelitian di laboratorium.

9. Teman-teman tim farmakologi: Indah, Julia, Dita, Auva, Maya, dan Chaya. Terimakasih atas segala bantuannya

10.Teman-teman yang selalu memberikan masukan dan semangat: Ipho, Vina,Yeyet, Nissa, Bila, Myra, dan Metha

11.Teman-teman Andalusia yang memberikan semangat dan masukan untuk kelancaran penyusunan skripsi

12.Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis nantikan. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Jakarta, 30 Juni 2014


(10)

(11)

xi

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSTACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... . 1

1.2Rumusan Masalah ... 2

1.3Tujuan Penelitian ... 3

1.4Hipotesis ... 3

1.5Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1Mastigophora diclados ... 5

2.1.1Klasifikasi Tanaman ... 5

2.1.2Kandungan Kimia ... 6

2.1.3Aktivitas Biologi ... 6

2.2Ekstrak ... 6

2.3Tinjauan Hewan Coba ... 7

2.4Sistem Reproduksi Tikus Jantan ... 7

2.5Spermatozoa ... 9

2.6Spermatogenesis Pada Tikus ... 10

2.7Antioksidan ... 11

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ... 13

3.1Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

3.2Bahan ... 13

3.2.1Hewan Uji ... 13

3.2.2Bahan Uji ... 13

3.2.3Bahan Kimia ... 13

3.3Alat ... 13

3.4Rancangan Penelitian ... 14

3.5Kegiatan Penelitian ... 14

3.5.1Persiapan Hewan Uji ... 14

3.5.2Pemberian Perlakuan ... 15

3.5.3Pengukuran Parameter Uji ... 15

3.5.3.1 Pengukuran Bobot Testis ... 15

3.5.3.2 Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa ... 15

3.5.3.3 Pengamatan Morfologi ... 16

3.5.3.4 Pengukuran Densitas Spermatogenik... 17

3.5.4 Analisa Data ... 17

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 18

4.1 Hasil Penelitian ... 18


(12)

xii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.1.2 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 18

4.1.3 Pengamatan Morfologi Spermatozoa ... 19

4.1.4 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 20

4.1.5 Pengukuran Tebal Sel Germinal ... 21

4.2 Pembahasan ... 22

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

5.1 Kesimpulan ... 26

5.2 Saran ... 26

DAFTAR PUSTAKA ... 27


(13)

xiii

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Halaman Gambar 2.1 Lumut hati Mastigophora diclados ... 5 Gambar 2.2 Anatomi sistem reproduksi tikus jantan ... 7 Gambar 2.3 Spermatozoa ... 9 Gambar 4.1 Grafik rerata konsentrasi spermatozoa tikus setelah

diberi perlakuan selama 48 hari ... 19 Gambar 4.2 Grafik rerata persentase sperma yang abnormal tikus

setelah diberi perlakuan selama 48 hari ... 20 Gambar 4.3 Grafik rerata diameter tubulus seminiferus tikus setelah

diberi perlakuan selama 48 hari ... 21 Gambar 4.4 Grafik rerata tebal sel germinal tikus setelah diberi


(14)

xiv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Pembagian kelompok hewan uji berdasarkan perlakuannya ... 14

Tabel 3.2 Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung ... 15

Tabel 3.3 Cara pengenceran spermatozoa... 16

Tabel 3.4 Rumus menghitung konsentrasi spermatozoa ... 16

Tabel 4.1 Rerata bobot testis tikus ... 18

Tabel 4.2 Rerata konsentrasi spermatozoa tikus ... 19

Tabel 4.3 Rerata persentase morfologi sperma yang abnormal ... 20

Tabel 4.4 Rerata diameter tubulus seminiferus ... 21


(15)

xv

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Halaman

Lampiran 1. Surat Keterangan Kesehatan Hewan ... 31

Lampiran 2. Alur Penelitian ... 32

Lampiran 3. Perhitungan Dosis Pada Uji Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados ... 33

Lampiran 4. Gambar Bahan Dan Alat Penelitian ... 35

Lampiran 5. Kegiatan Penelitian ... 37

Lampiran 6. Pengamatan Perhitungan Konsentrasi Dan Morfologi Spermatozoa ... 38

Lampiran 7. Hasil Pengukuran Berat Badan ... 39

Lampiran 8. Hasil Pengukuran Bobot Testis ... 41

Lampiran 9. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 42

Lampiran 10. Hasil Morfologi Spermatozoa ... 43

Lampiran 11. Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 44

Lampiran 12. Hasil Pengukuran Tebal Sel Germinal ... 45

Lampiran 13. Hasil Analisa Data Bobot Testis... 46

Lampiran 14. Hasil Analisa Data Konsentrasi Spermatozoa ... 48

Lampiran 15. Hasil Analisa Data Morfologi Spermatozoa... 51

Lampiran 16. Hasil Analisa Data Diameter Tubulus Semineferus ... 54


(16)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penurunan kualitas sperma pada pria dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan spermatozoa untuk membuahi sel telur sehingga dapat mengakibatkan terjadinya infertilitas. Infertilitas didefinisikan sebagai tidak terjadinya kehamilan pada pasangan setelah melakukan hubungan seks secara teratur selama 12 bulan tanpa menggunakan alat kontrasepsi (WHO, 2012). Infertilitas masih menjadi permasalahan bagi 15% dari pasangan suami istri (Agarwal dan Said, 2005). Jumlah pria yang mengalami infertil semakin meningkat hampir disetiap belahan dunia (Mathur, 2012). Terdapat 12% atau sekitar 3 juta pasangan infertil di Indonesia. Sebanyak 30% dari semua kasus pasangan infertil disebabkan oleh pria. Belakangan ini persentase pria sebagai penyebab pasangan infertil cenderung meningkat menjadi 40% (Sutyarso dan Hendri, 2003).

Ditemukan 57 penelitian yang berkaitan dengan antioksidan dan fertilitas, dimana 41 penelitian menggunakan satu macam antioksidan dan 11 penelitian lainnya menggunakan kombinasi pemberian beberapa antioksidan (Agarwal et al., 2004). Penggunaan antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, dan karnitin telah terbukti efektif dalam pengobatan infertilitas pada pria (Agarwal dan Lucky, 2010). Antioksidan adalah senyawa yang dapat menekan pembentukan reactive oxygen species (ROS) dan peroksidasi lipid. Produksi ROS di berbagai organ termasuk testis adalah peristiwa fisiologis normal, namun perubahan dalam sintesisnya merangsang terjadinya oksidasi dan kerusakan DNA sel (Sikka, 1996). Membran plasma sperma mengandung asam lemak tak jenuh dalam jumlah tinggi sehingga sangat rentan terhadap kerusakan peroksidatif. Peroksidasi lipid dapat menghancurkan struktur matriks lipid dalam membran spermatozoa, hal ini berkaitan dengan hilangnya motilitas dari sperma. Oleh karena itu, dengan memberikan senyawa yang dapat menekan ROS dapat meningkatkan kualitas dari sperma sehingga meningkatkan fertilitas pada pria (Turk et al., 2008; Khaki et al., 2009).

Banyak tumbuhan di dunia yang digunakan secara tradisional sebagai peningkat fertilitas antara lain adalah buah delima (Punica granatum), semangka


(17)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Citrullus vulgaris), biji koro bengu (M. pnirien), minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) (Khaki et al., 2009; Turk et al., 2008; Winarni et al., 2011;

Musfiroh et al., 2012). Proporsi tumbuhan yang digunakan secara tradisional sebagai peningkat fertilitas masih didominasi oleh tumbuhan dikotil yaitu sebanyak 79%, diikuti oleh tumbuhan monokotil sebanyak 18%, serta 1% masing-masing untuk jamur dan pteridophytes (Mathur dan Sundaramoorthy, 2009). Masih sedikitnya penggunaan tumbuhan tingkat rendah sebagai peningkat fertilitas, hal ini terlihat hanya 1% penggunaan jamur dan pteridophytes.

Tumbuhan tingkat rendah lain yang juga belum banyak dieksplorasi adalah lumut. Lumut merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang belum banyak mendapat perhatian (Windadri, 2007). Salah satu jenis lumut yang berpotensi dijadikan obat adalah lumut hati. Dalam penelitian sebelumnya, Komala et al.(2010) telah melaporkan bahwa tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados yang tumbuh di Tahiti mengandung senyawa-senyawa fenolik seskuiterpenoid herbertan. Senyawa-senyawa golongan fenolik seskuiterpenoid herbertan dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik, antimikroba, dan antioksidan. Herbertenediol dan (-)-mastigophorene D merupakan kandungan Mastigophora diclados yang memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dari vitamin C (Komala

et al., 2010). Namun aktivitas antioksidan yang dimiliki Mastigophora diclados

ini belum diteliti lebih lanjut sebagai peningkat fertilitas pada pria.

Berdasarkan uraian diatas dapat diasumsikan bahwa Mastigophora diclados yang ada di Indonesia memiliki kandungan yang hampir sama dengan yang berasal dari Tahiti dan kemungkinan dapat meningkatkan kualitas sperma sehingga dapat meningkatkan fertilitas pria. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak Mastigophora diclados terhadap kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik pada tikus. Kualitas sperma dinilai dari bobot testis, morfologi sperma, dan konsentrasi spermatozoa sedangkan densitas sel spermatogenik dinilai dari diameter tubulus seminiferus dan ketebalan lapisan sel germinal.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut:

1. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etil asetat lumut hati


(18)

3

yang dinilai dari konsentrasi dan morfologi spermatozoa pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo?

2. Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etil asetat lumut hati

Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap densitas sel spermatogenik yang dinilai dari diameter tubulus seminiferus dan ketebalan lapisan sel germinal pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian uji aktivitas ekstrak etil asetat lumut hati

Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur

Sprague Dawley secara in vivo adalah:

1. Untuk menguji pemberian ekstrak etil asetat lumut hati

Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap kualitas spermatozoa yang dinilai dari konsentrasi dan morfologi spermatozoa pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

2. Untuk menguji pemberian ekstrak etil asetat lumut hati

Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap densitas sel spermatogenik yang dinilai dari diameter tubulus seminiferus dan ketebalan lapisan sel germinal pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian uji aktivitas ekstrak etil asetat lumut hati

Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur

Sprague Dawley secara in vivo adalah:

1. Pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees berpengaruh terhadap kualitas sperma yang dinilai

dari konsentrasi dan morfologi spermatozoa pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.


(19)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees berpengaruh terhadap densitas sel spermatogenik

yang dinilai dari diameter tubulus seminiferus dan tebal lapisan germinal pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara

in vivo.

1.5 Manfaat Penelitian

Memberikan manfaat kepada masyarakat luas mengenai khasiat ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees yang berasal dari gunung Slamet Purwokerto sebagai peningkat kualitas sperma dan dapat memberikan informasi dalam pengembangan ilmu reproduksi yang kemudian dapat digunakan dalam pengobatan infertilitas.


(20)

5 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mastigophora diclados

Lumut hati Mastigophora diclados tersebar di Indonesia, Malaysia, Jepang, Malagasi, Taiwan (Agnieszka dan Asakawa, 2010). Di Indonesia

Mastigophora diclados banyak ditemukan di dataran tinggi yang sejuk dan lembab seperti di hutan Gunung Slamet Purwokerto, hutan pegunungan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah, dan Gunung Patuha Bandung (Gradstein dan Culmsee, 2010; Ida dan Gradstein, 2011; Gradstein et al., 2011).

Mastigophora diclados dikenal dengan berbagai nama diantaranya Jungermannia diclados β calcarata (Reinw., Blume et Nees) Nees nom. Illeg, Jungermannia scorpioides Reinw., Blume et Nees, Lepicolea fissa (Nees) Steph, Mastigophora diclados f. conferta (Nees) Schiffn dan sebagainya (Söderström et al., 2010).

Gambar 2.1 Lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees (Sumber: Purnamasari, 2012).

2.1.1 Klasifikasi tanaman (Crandall-Stotler et al., 2008)

Dalam taksonomi, kedudukan Mastigophora diclados dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Phylum : Marchantiophyta Class : Jungermanniopsida Orde : Jungermanniales Suborde : Lophocoleineae Family : Mastigophoraceae


(21)

Genus : Mastigophora Nees.

Species : Mastigophora diclados (Brid.) Nees

2.1.2 Kandungan Kimia

Ekstrak etil asetat Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees positif mengandung terpenoid (Walidah, 2014). Ekstrak eter Mastigophora diclados

yang berasal dari Tahiti mengandung herbertene, -herbertenol, -herbertenol dan herbertenediol kemudian ekstrak dietil eter dan metanol mengandung

(+)-drimenol, (-)- -herbertenol, (-)-herbertenediol, mastigophorene A, (-)-mastigophorene C, (-)-mastigophorene D, (-)-ent-pimara-8, 15-dien-19-oic

acid, (-)-diplophyllolide A dan (-)-diplophyllin (Komala et al., 2010).

2.1.3 Aktivitas Biologi

Mastigophora diclados memiliki aktivitas sitotoksik terhadap HL-60 dan sel KB, sebagai antimikrobial terhadap Bacillus subtilis dan Staphylococcus aureus, sebagai antifungi untuk Botrytis cinerea dan Rhizoctonia solani serta memiliki aktivitas antioksidan(Komala et al., 2010).

2.2 Ekstrak (Depkes RI, 2000)

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah:

1. Faktor biologi, mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi tumbuhan asal, periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan.

2. Faktor kimia, mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu :

a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.


(22)

7

b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan.

2.3 Tinjauan Hewan Coba

Menurut Krinke (2000), klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah sebagai berikut :

Regnum : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mamalia Orde : Rodenta Family : Murinae Genus : Ratus

Spesies : Rattus norvegicus

2.4 Sistem Reproduksi Tikus Jantan

Sistem reproduksi hewan jantan terdiri atas testis, epididimis, duktus deferens, kelenjar aksesori (kelenjar vesikulosa, prostat dan bulbouretralis), uretra dan penis (William, 2005).

Gambar 2.2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan (Sumber: Suckow, 2006)


(23)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval dan sedikit gepeng. Testis terletak dalam skrotum dan dikelilingi oleh simpai tebal jaringan ikat kolagen, yaitu tunika albuginea. Tunika albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan membentuk mediastinum testis, yaitu tempat penjuluran yang membagi kelenjar menjadi sekitar 250 kompartemen piramid yang disebut lobulus testis. Setiap lobulus dihuni oleh 1-4 tubulus seminiferus (Manika et al., 1991). Testis berfungsi untuk menghasilkan spermatozoa dan menghasilkan hormon (testosteron). Sekitar 80%, testis terdiri dari tubulus seminiferus yang berkelak-kelok, yang didalamnya berlangsung spermatogenesis (Heffner dan Danny, 2008).

Vesikula seminalis terdiri atas tabung berkelok, fungsinya menyekresi mukus yang banyak mengandung fruktosa, selain itu juga menyekresi asam sitrat, prostaglandin dan fibrinogen yang berperan dalam memberikan nutrisi dan melindungi spermatozoa (Guyton, 1997; Sloalen, 2003).

Prostat merupakan kelenjar aksesoria pria yang menyelubungi uretra saat keluar dari kandung kemih. Sekresinya merupakan cairan encer bersifat basa yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisin (Guyton, 1997). Cairan ini berfungsi untuk menetralisir asiditas vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas spermatozoa yang akan optimum pada pH 6,0 – 6,5. Sepasang kelenjar bulboureteral merupakan kelenjar kecil yang ukuran dan bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar ini menyekresi cairan basa yang mengandung mukus ke dalam uretra penis untuk memulasi dan melindungai uretra (Sloalen, 2003).

Tubulus seminiferus merupakan tempat terjadinya spermatogenesis. Tubulus seminiferus dikelilingi oleh membran basal. Di dekat membran basal ini terdapat sel progenitor untuk produksi spermatozoa. Epitel yang mengandung spermatozoa yang sedang berkembang disepanjang tubulus disebut epitel seminiferus atau epitel germinal. Pada potongan melintang testis, spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan. Di antara spermatosit terdapat sel sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel sertoli memfagosit sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan. Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi prekursor androgen menjadi estrogen, suatu produk yang menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel leydig yang memproduksi androgen. Selain itu sel sertoli juga menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus (sel leydig)


(24)

9

yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus-tubulus seminiferus (Heffner, 2008).

Tubulus seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni pada tikus 347±5 μm dan pada manusia 262˃9 μm, tetapi pembatas tubulus pada tikus jauh lebih tipis dibanding manusia yakni 1,4˃1 μm pada tikus dan 15,9˃3,4 μm pada tikus. Epitel seminiferus tikus mengandung 40% lebih sel spermatogenik dari volumenya, dua kali lebih banyak dari epitel seminiferus manusia (Ilyas, 2007).

Epididimis merupakan daerah penumpukan dan penyimpanan spermatozoa setelah meninggalkan testis. Secara umum epididimis memiliki fungsi utama, yaitu transportasi, pemekatan (konsentrasi), pematangan dan penyimpanan spermatozoa (Sherwood, 2001).

Struktur epididimis yaitu berbentuk koma dapat menahan batas posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran berkelok-kelok secara tidak teratur yang disebut duktus epididimis. Duktus epididimis diperkirakan mempunyai tiga regio: kaput (kepala), korpus (badan), dan kauda (ekor). Duktus-duktus epididimis dari setiap testis menyatu untuk membentuk sebuah saluran berdinding tebal dan berotot yang disebut duktus (vas) deferens (Fawcett, 2002).

Duktus (vas) deferens berfungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa yang penting. Hal ini disebabkan karena spermatozoa yang terkemas rapat relatif inaktif dan kebutuhan metabolit mereka juga rendah. Spermatozoa dapat disimpan dalam duktus deferens selama beberapa hari walaupun tidak mendapat pasokan nutrisi dari darah dan hanya mendapat makanan dari gula-gula sederhana yang terdapat disekresi tubulus (Sherwood, 2001).

2.5 Spermatozoa

Spermatozoa merupakan hasil akhir dari proses spermatogenesis. Spermatozoa terdiri atas kepala (berisi inti) dan ekor. Panjangnya sekitar 60 μm dan merupakan sel yang bergerak aktif (motil). Panjangnya sekitar 5 μm dan lebarnya sekitar 3 μm. Kepala terutama terdiri atas inti dengan kromatin yang menggumpal yang dua pertiga anteriornya dibungkus erat oleh akrosom (Finn, 1994).

Gambar 2.3 Spermatozoa tikus (Sumber: Inveresk Research et al., 2000)


(25)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ekor spermatozoa memiliki penjang sekitar 55 μm dan ketebalannya menurun dari sekitar 1 μm dekat kepala menjadi 0,1 μm dekat ujungnya. Dengan menggunakan mikroskop yang baik maka ekor akan tampak terdiri atas leher, bagian tengah (middle piece), bagian utama (principal piece) dan bagian ujung (end piece) (Finn, 1994).

Spermatozoa merupakan hal yang penting dalam pemeriksaan infertilitas pada pria. Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas spermatozoa beserta cairan semen di sekitarnya dilakukan dengan suatu analisis semen. Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa untuk mendiagnosis suatu infertilitas pada pria dapat ditentukan melalui pengukuran konsentrasi, motilitas, dan morfologi dari spematozoa. Batasan untuk subfertil adalah bila konsentrasi spermatozoa kecil dari 13,5x106/mL, sperma yang motil kecil dari 32%, dan kecil dari dari 9% morfologi spermatozoa yang normal. Sedangkan untuk batasan fertil adalah bila konsentrasi spermatozoa lebih dari 48,0x106/mL, sperma yang motil lebih besar 63%, dan lebih dari dari 12% morfologi spermatozoa normal (Guzick et al., 2001).

2.6 Spermatogenesis Pada Tikus

Spermatogenesis adalah proses berkelanjutan dari pembelahan sel germinal untuk menghasilkan spermatozoa yang dimulai dari masa pubertas (Patricia, 2007). Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan seksual aktif sebagai akibat dari rangsangan hormon gonadotropin hipofisis anterior (Guyton, 1996; Junquueira et al., 1997).

Proses spermatogenesis dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu proliferasi mitotik, meiosis, dan spermiogenesis (Sherwood, 2001). Pada tahap awal spermatogenesis, spermatogonia primitif berkumpul di tepi membran basal epitel germinativum yang disebut sebagai spermatogonia tipe A (Guyton, 1996). Spermatogonia tersebut membelah menjadi sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B. Pada tahap ini spermatogonia bermigrasi ke arah sentral di antara sel-sel sertoli. Dalam waktu kira-kira 24 hari setiap spermatogonium yang melewati lapisan pertahanan masuk ke dalam lapisan sel sertoli dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar untuk membentuk spermatozit primer yang besar dengan 46 kromosom. Pada akhir hari ke-24, setiap spermatosit primer terbagi dua menjadi spermatosit sekunder, proses ini disebut sebagai meiosis pertama .


(26)

11

Dua sampai tiga hari meiosis kedua terjadi menghasilkan spermatid yang memiliki 23 kromosom tunggal (Sherwood, 2001; Guyton, 1996). Setelah fase meiosis selesai, tidak lagi terjadi pembelahan sel. Setiap spermatid mengalami modifikasi menjadi sebuah spermatozoa yang disebut sebagai fase spermiogenesis. Selama beberapa minggu berikutnya setelah meiosis, setiap spermatid secara perlahan-lahan berubah menjadi spermatozoa dengan (1) menghilangkan beberapa sitoplasmanya, (2) mengatur kembali bahan kromatin dari inti spermatid untuk membentuk satu kepala yang padat, dan (3) mengumpulkan sisa sitoplasma dan membran sel pada salah satu ujung dari sel untuk membentuk ekor.

Pada tikus ada 14 tahap siklus spermatogenik yang terjadi pada tubulus seminiferus yang membutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap. Sebuah spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus untuk pada akhirnya membetuk spermatozoa, sehingga dibutuhkan waktu 48 hari untuk menyelesaikan langkah spermatogenik secara keseluruhan (Krinke, 2000).

2.7 Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal bebas atau reactive oxygen species (ROS) yang terbentuk sebagai hasil dari metabolisme oksidatif yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi dalam tubuh (Goldberg, 2003). Senyawa antioksidan dapat berfungsi sebagai penangkap radikal bebas, pembentuk kompleks dengan logam-logam peroksida dan berfungsi sebagai senyawa pereduksi (Rajeshwar et al., 2005). Menurut Miller et al. (2000) antioksidan dapat menangkap radikal bebas sehingga menghambat mekanisme oksidatif yang merupakan penyebab penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, katarak, disfungsi otak dan artritis.

Gordon (1990) menjelaskan sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksiden primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida atau mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai


(27)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk yang lebih stabil.

Senyawa yang termasuk dalam kelompok antioksidan primer adalah vitamin E (tokoferol),vitamin C (asam askorbat), β-karoten, glutation dan sistein (Taher, 2003). Sedangkan kelompok antioksidan sekunder adalah etilendiamin tetraasetat (EDTA), asam sitrat dan asam tartrat (Winarno, 1992).


(28)

13 BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian 1 dan 2, Laboratorium Farmakologi serta Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga bulan Juni 2014.

3.2 Bahan 3.2.1 Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley berumur 7-8 minggu dengan berat badan 250-350 gram yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada.

3.2.2 Bahan Uji

Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak etil asetat lumut hati

Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees yang telah diteliti oleh Walidah (2014). Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees diperoleh dari dari Gunung Slamet Purwokerto dan dideterminasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bogor.

3.2.3 Bahan Kimia

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus berupa pellet, aquadest, natrium karboksi metil selulosa (BLANOSE® 7M1F), eter, natrium klorida (NaCl) fisiologis, larutan eosin Y 1%, larutan George, dan formalin buffer 10%.

3.3 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: pot, gelas ukur, kaca arloji, timbangan analitik (AND GH-202), kandang hewan, tempat makan dan minum tikus, timbangan hewan (ohauss), sonde, wadah pembiusan, beaker glass, lumpang dan alu, cawan penguap, spatula, kaca objek, kaca penutup, seperangkat


(29)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta alat bedah, Hemositometer improved neubeur (NESCO), mikro pipet (Eppendorf research plus), miskroskop motic B1 series dan miskroskop optik (motic

BA310).

3.4 Rancangan penelitian

Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan rancangan acak lengkap (RAL) dengan beberapa kondisi perlakuan. Perlakuan dikelompokkan menjadi 4 bagian dengan masing-masing 5 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley (WHO, 2000). Empat kelompok tersebut terdiri kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados

dengan 3 dosis yang berbeda.

Tabel 3.1. Pembagian kelompok hewan uji berdasarkan perlakuannya

Kelompok Jumlah

Tikus Perlakuan

Lama Perlakuan Bagian yang Digunakan I

(Kontrol) 5 Kelompok I, diberi air suling 48 Hari

Kauda epididimis dan testis II (Dosis Rendah) 5

Kelompok II, diberi ekstrak

suspensi ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 1 mg/kgBB

48 Hari Kauda epididimis dan testis III (Dosis Sedang) 5

Kelompok III, diberi ekstrak suspensi ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 10 mg/kgBB

48 Hari Kauda epididimis dan testis IV (Dosis Tinggi) 5

Kelompok IV, diberi ekstrak

suspensi ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 100 mg/kgBB

48 Hari

Kauda epididimis dan testis

3.5 Kegiatan penelitian 3.5.1 Persiapan hewan uji

Hewan coba yang di gunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley berumur 7-8 minggu dengan berat badan 200-350 gram diaklimatisasi selama tiga minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama proses adaptasi, dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan.


(30)

15

3.5.2 Pemberian perlakuan

Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang diberikan 4 perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados disuspensikan dalam pembawa natrium karboksi metil selulosa (NaCMC) 0,5% dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral dengan menggunakan sonde. Pemberian ekstrak diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis (Krinke, 2000).

3.5.3 Pengukuran parameter uji

Tikus jantan putih galur Sprague Dawley yang digunakan pada hari ke-49 dibius dengan eter, kemudian dibedah diambil testis dan kauda epididimis.

3.5.3.1 Pengukuran Bobot Testis (Arini, 2012)

Pengukuran ini dilakukan dengan cara menimbang testis menggunakan timbangan analitik. Hasil bobot testis tikus yang diberi perlakuan dibandingkan dengan bobot testis tikus kontrol.

3.5.3.2 Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa (Ilyas, 2007)

Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada kaca arloji yang berisi cairan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 500 μL. Spermatozoa dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer (Hemasitometer) sampai bilik hitung Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu bilik hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.2)

Tabel 3.2. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung

No. Jumlah spermatozoa dalam

satu kotak Pengenceran

Kotak yang dihitung

1. 40 50 kali 5

2. 15-40 20 kali 10

3. 15 10 kali 25

Dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung.


(31)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 3.3. Cara pengenceran spermatozoa (Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan hanya salah satu yang dipilih)

No. Pengenceran Pembuatan pengenceran 1. 50 kali

a. 980 μL larutan George + 20 μL spermatozoa b. 2.450 μL larutan George + 50 μL

spermatozoa

2. 20 kali Larutan George + 50 μL spermatozoa 3. 10 Kali

a. 900 μL larutan George + 100 μL spermatozoa

b. 450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa Perhitungan spermatozoa dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel diatas. Pengukuran spermatozoa sesuai rumus di bawah ini:

Keterangan: n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000 merupakan volume bilik hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran yang dilakukan sedangkan k merupakan jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan. Angka 25 menunjukkan total kotak kecil yang terdapat dalam bilik hitung Neubauer. vNaCl merupakan banyaknya volume NaCl (mL) fisiologis yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari kauda epididimis. Perhitungan konsentrasi spermatozoa (Juta/mL) dapat terlihat dari tabel 3.4 berikut :

Tabel 3.4. Rumus konsentrasi spermatozoa

No. Jumlah kotak yang dihitung Rumus konsentrasi spermatozoa

1. 5 n x 10.000 x 50 x 5 x0,5

2. 10 n x 10.000 x 20 x 5 x0,5

3. 25 n x 10.000 x 10 x 5 x0,5

3.5.3.3 Pengamatan Morfologi (Inveresk Research et al., 2000)

Morfologi sperma dapat diamati pada sediaan apus dengan pewarnaan eosin Y 1%. Suspensi sperma sebanyak 50 μL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 300 μL eosin Y 1% kemudian dikocok perlahan. Sperma diinkubasi pada suhu kamar selama sekitar 45-60 menit kemudian diresuspensikan dengan pipet tetes.


(32)

17

Pemeriksaan morfologi sperma dilakukan dengan membedakan bentuk sperma normal dan abnormal dari 200 sperma yang diamati. Pengamatan dilakukan dibawah miskroskop dengan pembesaran 400-1000 kali.

3.5.3.4 Pengukuran Densitas Spermatogenik (Arini, 2012; Turk et al., 2008) Pembuatan preparat histologi testis tikus dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Untuk menentukan perubahan densitas sel spermatogenik, preparat histologi testis diamati di bawah miskroskop dengan perbesaran 100 kali (10x10). Dua puluh tubulus seminiferus diperiksa secara acak per bagian diameter dan ketebalan lapisan sel germinal (dari membran basal menuju lumen tubulus) diukur menggunakan mikrometer okuler pada mikroskop dan dihitung ukuran rata-rata tubulus seminiferus dan ketebalan lapisan germinal.

3.5.4 Analisa Data (Arini, 2012)

Hasil penelitian yang diperoleh diolah dengan menggunakan program pengolahan data statistik SPPS 20 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik (one way ANOVA), atau uji non parametrik (Kruskal Wallis). Jika hasil dari uji ANOVA maupun Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang signifikan (p 0,05) maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji


(33)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Pengukuran Bobot Testis

Hasil pengukuran bobot testis tikus setelah pemberian ekstrak etil asetat

Mastigophora diclados selama 48 hari dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1. Rerata bobot testis tikus

No Kelompok Rerata Bobot Testis Tiap Kelompok (gram) ±SD

1. Kontrol 1,65±0,09

2. Dosis Rendah (1 mg/kgBB) 1,60±0,18 3. Dosis Sedang (10 mg/kgBB) 1,62±0,08 4. Dosis Tinggi (100 mg/kgBB) 1,62±0,20

Data bobot testis yang diperoleh dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data bobot testis terdistribusi normal(p ≥ 0,05) dan homogen (p ≥ 0,05).Kemudian dilakukan analisis dengan uji one way

ANOVA, hasilnya menunjukkan nilai signifikan 0,937 (p ≥ 0,05) artinya perbedaan bobot testis tidak berbeda secara bermakna. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 13.

4.1.2 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa

Data konsentrasi spermatozoa yang diperoleh dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan homogen (p ≥ 0,05). Kemudian dilakukan analisis dengan uji one way ANOVA, hasilnya menunjukkan bahwa nilai signifikan 0,000 (p 0,05). Selanjutnya dilakukan uji LSD dengan Post Hoc test

yang hasilnya terdapat

perbedaan bermakna (p 0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang dan dosis tinggi serta juga terdapat perbedaan bermakna antara kelompok dosis rendah terhadap kelompok dosis sedang dan dosis tinggi. Analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 14.


(34)

19

Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa tikus setelah pemberian ekstrak etil asetat Mastigophora diclados selama 48 hari dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.2. Rerata konsentrasi spermatozoa tikus

No Kelompok Rerata Konsentrasi Spermatozoa Tiap Kelompok (Juta/mL) ± SD

1. Kontrol 50,00±2,46

2. Dosis Rendah (1 mg/kgBB) 50,50±2,84 3. Dosis Sedang (10 mg/kgBB) 61,50±2,82 4. Dosis Tinggi (100 mg/kgBB) 90,75±3,40

Gambar 4.1. Grafik rerata konsentrasi spermatozoa tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari

4.1.3 Pengamatan Morfologi Spermatozoa

Persentase morfologi tikus yang abnormal yang diperoleh dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas

Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data persentase sperma yang abnormal terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan homogen (p ≥ 0,05). Kemudian dilakukan analisis dengan uji one way ANOVA, hasilnya menunjukkan menunjukkan nilai signifikan 0,001 (p 0,05). Selanjutnya dilakukan uji LSD dengan Post Hoc test yang hasilnya terdapat perbedaan bermakna (p 0,05)

antara kelompok kontrol dengan kelompok yang diberikan ekstrak, namun tidak terdapat perbedaan bermakna antar kelompok yang diberikan ektrak

Mastigophora diclados dengan berbagai dosis (p ≥ 0,05). Analisis statistik dapat

dilihat pada Lampiran 15.

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 mg/kgBB 1 mg/kgBB 10 mg/kgBB 100 mg/kgBB

K o ns ent ra si Sperm a to zo a (m L /j uta )


(35)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Hasil pengamatan morfologi spermatozoa tikus setelah pemberian ekstrak etil asetat Mastigophora diclados selama 48 haridapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3. Rerata persentase morfologi sperma yang abnormal

No Kelompok Rerata sperma abnormal tiap

kelompok (%) ±SD

1. Kontrol 9,08±1,02

2. Dosis Rendah (1 mg/kgBB) 6,66±1.00

3. Dosis Sedang (10 mg/kgBB) 6,58±0,80 4. Dosis Tinggi (100 mg/kgBB) 5,48±1,22

Gambar 4.2. Grafik rerata persentase sperma yang abnormal tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari

4.1.4 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus

Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus tikus setelah pemberian ekstrak etil asetat Mastigophora diclados selama 48 hari dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4.4. Rerata diameter tubulus seminiferus

No Kelompok Rerata Diameter Tubulus

Seminiferus (μm) ˃SD

1. Kontrol 178,33±8,83

2. Dosis Rendah (1 mg/kgBB) 165,74±34,71 3. Dosis Sedang (10 mg/kgBB) 180,08±20.22 4. Dosis Tinggi (100 mg/kgBB) 188,32±17,59

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0 mg/kgBB 1 mg/kgBB 10 mg/kgBB 100 mg/kgBB

P er sent a se m o rf o lo g i sperm a y a ng a bn o rm a l


(36)

21

Gambar 4.5. Grafik rerata diameter tubulus seminiferus tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari

Data diameter tubulus seminiferus yang diperoleh dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas

Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data diameter tubulus seminiferus tidak terdistribusi normal (p 0,05) dan tidak homogen (p 0,05) sehingga data diuji lebih lanjut dengan uji Kruskal Wallis. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,05) karena nilai signifikansi 0,574. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 16.

4.1.5 Pengukuran Tebal Sel Germinal

Hasil pengukuran tebal sel germinal tikus setelah pemberian ekstrak etil asetat Mastigophora diclados selama 48 haridapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5. Rerata tebal sel germinal

No Kelompok Rerata Tebal Sel Germinal

(μm) ˃SD

1. Kontrol 84,55±3,65

2. Dosis Rendah (1 mg/kgBB) 90,30±7,07 3. Dosis Sedang (10 mg/kgBB) 87,99±10,07 4. Dosis Tinggi (100 mg/kgBB) 92,69±7,99

150 155 160 165 170 175 180 185 190 195

0 mg/kgBB 1 mg/kgBB 10 mg/kgBB 100 mg/kgBB

Dia m et er t ub ulu s sem ini fer us ( μ m)


(37)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 4.5. Grafik rerata tebal sel germinal tikus setelah diberi perlakuan

selama 48 hari

Data tebal sel germinal yang diperoleh dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data tebal sel germinal terdistribusi normal(p 0,05) dan homogen (p 0,05). Kemudian dilakukan analisis dengan uji one way ANOVA, hasilnya menunjukkan bahwa nilai signifikan 0,396. Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,05). Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 17.

4.2 Pembahasan

Penelitian ini menggunakan ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados. Ekstrak ini digunakan karena Mastigophora diclados memiliki kandungan sesquiterpenoid yaitu herbertenediol dan (-)-mastigophorene D. yang mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin C (Komala et al., 2010). Pemberian vitamin C sebagai antioksidan pada mencit setelah pemberian tembakau dapat memperbaiki spermatogenesis dan meningkatkan kualitas sperma (Nugraheni et al., 2003).

Sperma merupakan hasil perkembangan spermatogonia. Proses ini disebut spermatogenesis. Jika proses spermatogenesis terganggu, maka hasil dari spermatogenesis juga akan terganggu. Salah satu penyebab terganggunya proses ini adalah adanya radikal bebas.

Banyak senyawa, ketika dimetabolisme oleh sel-sel dapat menyebabkan meningkatnya radikal bebas, yang akan bereaksi dengan oksigen sehingga

80 82 84 86 88 90 92 94

0 mg/kgBB 1 mg/kgBB 10 mg/kgBB 100 mg/kgBB

T eba l sel g er m ina l ( μ m)


(38)

23

menimbulkan reactive oxygen spesies (ROS). ROS biasanya disintesis dalam beberapa proses metabolisme penting untuk sel termasuk spermatozoa. Namun, ketika ROS diproduksi berlebihan dapat menginduksi pembentukan peroksida lipid (Turk et al., 2007).

ROS dapat bereaksi dengan banyak molekul intraseluler, terutama asam lemak tak jenuh (fosfolipid, glikolipid, gliserida, dan sterol) dan protein transmembran yang mempunyai asam amino yang mudah teroksidasi. Oksidasi molekul-molekul ini menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sel. ROS dapat menyerang ikatan tak jenuh membran lipid. Dengan demikian, kenaikan radikal bebas dalam sel dapat menginduksi peroksidasi lipid oleh kerusakan oksidatif asam lemak tak jenuh dalam membran sel (Turk et al., 2007).

Hal ini yang menyebabkan spermatozoa sangat rentan terhadap kerusakan peroksidatif karena mengandung asam lemak tak jenuh. Peroksidasi lipid sperma akan menghancurkan struktur matriks lipid dalam membran spermatozoa, yang berhubungan dengan cepat hilangnya ATP intraseluler yang menyebabkan peningkatan morfologi sperma yang abnormal, serta dapat menghambat spermatogenesis pada kasus yang ekstrem (Turk et al., 2007).

Pembentukan ROS dapat ditekan dengan antioksidan. Oleh karena itu, dengan memberikan senyawa yang dapat menekan ROS dapat meningkatkan kualitas dari sperma sehingga meningkatkan fertilitas pada pria (Turk et al., 2008; Khaki et al., 2009).

Untuk melihat hubungan antara pengaruh aktivitas antioksidan yang terkandung dalam ekstrak dengan kemampuan meningkatkan kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang berusia 7-8 minggu dengan bobot 200-350 gram. Galur ini dipilih karena pada penelitian Wilkison et al. (2000) menyatakan bahwa Sprague Dawley memiliki konsentrasi spermatozoa pada epididimis lebih tinggi dibandingkan tikus lain.

Hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan ekstrak Mastigophora diclados dengan dosis 1 mg/kgBB, 10 mg/kgBB, serta 100 mg/kgBB. Kelompok kontrol diberikan suspensi NaCMC 0,05% dan kelompok yang diberikan ekstrak, diberikan ekstrak yang telah tersuspensi dalam NaCMC 0,5%. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor. Penentuan jumlah tikus yang digunakan dalam satu kelompok berdasarkan


(39)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Medicines (WHO, 2000) yang menyatakan bahwa untuk hewan pengerat masing-masing kelompok perlakuan setidaknya terdiri dari 5 ekor. Hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 3 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru.

Pemberian ekstrak dilakukan secara peroral dengan menggunakan sonde kepada hewan uji setiap hari selama 48 hari, sesuai dengan tahapan spermatogenesis. Sebelum pemberian suspensi, dilakukan penimbangan tikus, hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa banyak suspensi yang akan diberikan.

Parameter diamati pada penelitian ini adalah kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik. Kedua faktor tersebut merupakan indikator untuk mengontrol fertilitas dari suatu individu (Solihati et al., 2013). Kualitas spermatozoa ditentukan berdasarkan pada konsentrasi, motilitas, dan morfologi spermatozoa (Akmal et al., 2008). Pada penelitian ini parameter kualitas sperma yang diukur adalah konsentrasi dan morfologi spermatozoa. Densitas sel spermatogenik dinilai dari diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal. Pada penelitian ini indikator lain yang diukur adalah bobot testis dengan tujuan untuk melihat adanya aktivitas pertumbuhan sel dan aktivitas sekresi endokrin.

Pada hari ke 49 hewan uji dikorbankan dengan cara membiusnya menggunakan eter. Kemudian dilakukan pembedahan dan diambil testis serta kauda epididimisnya sehingga pada akhirnya didapatkan data konsentrasi spermatozoa, morfologi sperma yang abnormal, diameter tubulus seminiferus, tebal sel germinal, dan bobot testis. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan SPSS 20, dimana dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dan Kruskal Wallis yang selanjutnya dilakukan uji LSD.

Kualitas sperma dilihat melalui parameter konsentrasi dan morfologi. Hasil analisis data konsentrasi spermatozoa menunjukkan ada perbedaan bermakna (p 0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang dan dosis tinggi serta juga terdapat perbedaan bermakna antara dosis rendah terhadap dosis sedang dan dosis tinggi. Artinya dengan pemeberian ekstrak Mastigophora diclados dapat meningkatkan konsentrasi spermatozoa pada dosis sedang dan tinggi.

Analisis data morfologi sperma yang abnormal menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p 0,05) antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan ekstrak Mastigophora diclados baik dosis rendah, dosis sedang maupun


(40)

25

dosis tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian ekstrak

Mastigophora dapat menurunkan persentase sperma yang abnormal. Sejalan dengan bertambahnya dosis ekstrak yang diberikan semakin kecil persentase sperma yang abnormal. Persentase morfologi sperma yang abnormal pada kelompok kontrol sebesar 9,08%. Batasan fertil adalah bila lebih dari 12% morfologi spermatozoa yang normal (Guzick et al., 2001). Jadi, kelompok kontrol masih termasuk kedalam kategori fertil sehingga dapat dijadikan acuan, yang mana lebih dari 12% morfologi spermatozoa yang normal.

Pada penilaian densitas sel spermatogenik, parameter yang dinilai adalah diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan diameter tubulus seminiferus dari kelompok kontrol ke kelompok dosis tinggi dan sedang tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,05). Pada tebal sel germinal terdapat peningkatan antar setiap kelompok. Peningkatannya berbanding lurus dengan dosis yang diberikan namun peningkatan ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,05). Pada hasil analisis diameter dan tebal sel germinal ada peningkatan tetapi tidak bermakna, hal ini mungkin dikarenakan belum tercapainya dosis ekstrak Mastigophora diclados yang paling optimal untuk meningkatkan parameter ini secara bermakna. Selanjutnya, hasil analisis dari data bobot testis menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna (p ≥ 0,5) antara bobot testis kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok yang diberikan ekstrak.

Jadi, dengan pemberian ekstrak Mastigophora diclados selama 48 hari terdapat perbaikan dalam konsentrasi dan morfologi sperma, diameter tubulus seminiferus, serta tebal sel germinal hal ini diduga disebabkan adanya pencegahan produksi radikal bebas oleh antioksidan yang dimiliki oleh lumut hati

Mastigophora diclados. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Turk

et al. (2007) bahwa dengan pemberian jus delima yang memiliki aktivitas antioksidan, dapat meningkatkan kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik. Sedangkan pada bobot testis tidak ada perbedaan bermakna antara setiap kelompok, hal ini didukung oleh penelitian Wu et al. (1873) yang mengatakan bahwa senyawa antioksidan kemungkinan kurang berpengaruh terhadap bobot testis, tetapi lebih berpengaruh pada struktur spermatozoa.


(41)

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan, diantaranya:

1. Pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados

berpengaruh terhadap konsentrasi spermatozoa yang dibuktikan dengan meningkatnya konsentrasi spermatozoa secara bermakna (p 0,5) pada dosis 10mg/kgBB dan 100 mg/kgBB dibandingkan kelompok kontrol. 2. Pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados

berpengaruh terhadap morfologi sperma yang dibuktikan dengan menurunnya persentase sperma yang abnormal secara bermakna (p 0,5) pada dosis 1 mg/kgBB, 10mg/kgBB dan 100 mg/kgBB dibandingkan kelompok kontrol

3. Pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados tidak berpengaruh terhadap diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal. Hal ini terlihat tidak adanya perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,5) antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan ekstrak.

4. Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados berpotensi sebagai peningkat kualitas sperma.

5.2 Saran

Adapun saran untuk penelitian yang lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan penelitian mengenai motilitas spermatozoa yang

merupakan parameter untuk menetukan kualitas sperma.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa yang bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas sperma.


(42)

27

DAFTAR PUSTAKA

Agarwal A., Said, TM. (2005). Oxidative Stress, DNA Damage And Apoptosis In Male Infertility: a clinical approach. BJUI; 95: 503-7.

Agarwal, A et al. (2004). Role Antioxidants In Treatment Of Male Infertility: an overview of the literature. Reproductive biomedicine online; 8(6): 616-627.

Agarwal, A., Lucky, H. Sekhon. (2010). The Role Of Antioxidant Therapy In The Treatment Of Male Infertility. Human Fertility; 13(4): 217–225.

Agnieszka, L., Asakawa, Y. (2010). Chemosystematics of selected liverworts collected in Borneo. Tropical Bryology; 31: 33-42.

Akmal, Muslim et al. (2008). Efek Paparan Dekok Biji Pinang (Areca Catechu) Terhadap Motilitas Spermatozoa Tikus (Rattus Norvegicus): Upaya Menemukan Kandidat Antifertilitas Pria. J. Ked. Hewan Vol. 2 No. 2 Arini, W. D. (2012). Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar

(Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo. Uin Jakarta. Skripsi.

Crandall-Stotler, B., Stotler, RE., Long, DG. (2008). Morphology and classification of the Marchantiophyta. In Bryophyte Biology, Goffinet, B., Shaw AJ. (Eds). Cambridge University Press, Cambridge, 1-54.

Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Hal : 3-5, 10-12.

Fawcett, Don W. (2002). Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC 423-501

Finn, G. (1994). Textbook Histology. Diterjemahkan oleh Gunawijaya A. Buku Teks Histologi Jilid 2. Jakarta: Binapura Akasara.

Goldberg, G. (2003). Plants: Diet and Health. I Owa State Press, Blackwell Publishing Company, 2121 State Avenue, Ames, USA.

Gordon, M. H. (1990). The Mechanism of Antioksidants Action in Vitro. In: Hudson, B.J.F. (ed). Food Antioksidants. Elsevier Applied Science. London- New York.

Gradstein., Culmsee. (2010). Bryophyte diversity on tree trunks in montane forests of Central Sulawesi, Indonesia. Tropical Bryology; 31: 95-105


(43)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gradstein et al. (2011). Bryophytes of Mount Patuha, West Java, Indonesia Reinwardtia, A journal on Toxonomic Botany Plant sociology and ecology; 13(2): 107-123

Guyton, AC, Hall JE. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta.

Guzick, D.S et al. (2001). Sperm morphology, motility, and concentration in fertile and infertile men. N Engl J Med; 345(19).

Heffner, L. J., Danny, J. S. (2008). At A Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Hal 24, 25, 26, 37.

Ida, H., Gradstein, S.R . (2011). Liverworts and hornworts of Mt. Slamet, Cebtral Java (indonesia). Hikobia; 16: 61-66.

Ilyas, S. (2007). Azoospermia dan Pemulihannya Melalui Regulasi Apoptosis Sel Spermatogenik Tikus (Rattus sp) Pada Penyuntikan Kombinasi TU & MPA. Disertasi.

Inveresk Research., Huntingdon Life Sciences., Sequani., Glaxo Wellcome. (2000). Rat Sperm Morphological Assessment Guideline Document. Junquueira, L.C., Carneiro., J, Kelley R.O. Basic Histology. 8th ed.

Diterjemahkan oleh Dr. Jan Tambayang. Histologi dasar. Ed 8. Jakarta: EGC, 1997.

Khaki A, et al. (2009). Effects of Danae racemosa on Spermatogenesis in Rat. Journal of Medicinal Plants; 8(31).

Komala, I., Ito, T., Nagashima, F. (2010). Cytotoxic,Rradical Scavenging, and Antimicrobial Activities of Sesquiterpenoids from Tahitian Liverworth

Mastigophora diclados (Brid). Nees (Mastigophoracee). J .Nat. Med; 64:417-422.

Krinke, G. J. (2000). The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal : 150-152. Program doktor Ilmu Biomedik. FKUI.

Manika W., Tomaszewska., I, Ketut Sutama., I, Gede Putu., Thamrin, D Chaniago. (1991). Reproduksi, Tingkah Laku Dan Reproduksi Ternak Di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Mathur, M. (2012). Herbal Aphrodisiac their Need, Biology and Status: Global and Regional Scenario. Journal of Natural Products; 5:131-146.

Mathur, M., Sundaramoorthy, S. (2009). plants with aphrodisiac potential-the knowledge and the gaps. in: trivedi, P.C., (Ed), indian medicinal plants. Aavishkar publisher, Jaipur, india.pp.1-31; sood. S. K., Rana, S.,


(44)

29

Lakhnpal, T.N., (2005): ethic aphrodisiac plant scientific, Jodhpur; pp.190.

Miller, H. E., F. Rigelholf, L. Marquart, A. Prakash, M. Kanter. (2000). Antioxidant Content of Whole Grain Breakfast Cereals, Fruits and Vegetabels. Journal of The American College of Nutrition;19(3): 312S-319S.

Musfiroh, M., Rifki M., Noor W. (2012). Pengaruh Minyak Nigella sativa

terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Wistar yangTerpapar Asap Rokok. J Indon Med Assoc; 62(5).

Nugraheni, Titisari et al. (2003). Pengaruh Vitamin C Terhadap Perbaikan Spermatogenesis Dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus Musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Tembakau (Nicotiana Tabacum L.).

Biofarmasi 18 1 (1): 13-19

Patricia E. Lange. (2007). Endocrine Physiology 2nd Edition. Available from: pf MED:CINE.

Purnamasari, E. (2013). Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lumut Hati

Mastigophora Diclados (Bird. Ex Web.) Nees Secara In Vivo. Uin Jakarta. Skripsi.

Rajeshwar, Y., G. P. S. Kumar, M. Gupta, U. K. Mazumder. (2005). Studies on in Vitro Antioxidant Activities of Methanol Extract of Mucuna pruriens

(Fabaceae) Seeds. European Bulletin of Drug Research; 13(1).

Sherwood, L. (2001). Fisiologis manusia ; dari sel ke sistem ed. 2. Jakarta : EGC. Hal. 691-705.

Sikka, S.C. (1996). Oxidative stress and role of antioxidants in normal and abnormal sperm function. Front Biosci; 1: 78-86

Sloalen, E. (2003). Anatomy and Phsyology An Easy Learner. Diterjemahkan oleh Veldam J. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC. Söderström, Lars., S. Robbert Gradstein & Anders Hagborg. (2010). Monograph

Checklist Of The Hornworts And Liverworts Of Java. Phytotaxa; 9: 53– 149.

Solihati et al. (2013). Perkembangan Sel-Sel Spermatogenik dan Kualitas Sperm. Pascapemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica). JITV Vol. 18 No 3 Th. 2013:192-201

Suckow, M.A., Steven H. W., Craig L. F. (2006). The Laboratory Rat Second Edition. USA : American College of Laboratory Animal Medicine Series.


(45)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Sutyarso., Hendri, Busman. (2003). Hubungan Keadaan Hormon Testosteron Terikat Dengan Jumlah Dan Kualitas Spermatozoa Pria Infertil Idiopatik. J. Sains Tek; 9(3): 29 – 34

Taher, A. (2003). Peran Fitoestrogen Kedelai Sebagai Antioksidan dalam Penanggulangan Aterosklerosis. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Turk et al. (2008). Effects of pomegranate juice consumption on sperm quality,

spermatogenic cell density, antioxidant activity and testosterone level in male rats. Clinical Nutrition; 27: 289-296.

Walidah, ChurmatuL. (2014). Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados Secara In Vivo. Uin Jakarta. Skripsi.

Wilkinson, J.M., Halley, S., Towers, P.A. (2000). Comparison of male repductive parameters in three rat strains : Dark Agouti, Sprague-Dawley and Wistar. Australia: Laboratory Animals Ltd. Laboratory Animal 34, 70-75

William, O. R. (2005). Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals Third Edition. USA : Baltimore, Maryland. Male Reproduction chapter 13 hal 379-399.

Winarni, S., Rina J., Bambang, P., Alfiah, H. (2011). Fraksi Etanol 96% Bui Koro Benguk ( Mucuna Pruriens L. ) Sebagai Peningkat Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus Musculus). Jurnal Kesehatan Reproduksi; 1(2) : 60 – 66 Winarno, F.G. (1989). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.

Windadri, F. I. (2007). Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Jurnal Biodiversitas 8(3): 197-203. Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong.

World Health Organization. (2000). General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: World Health Organization.

World Health Organization. (2012).

http://www.who.int/genomics/gender/en/index6.html diakses pada tanggal

8 November jam 21.00.

Wu et al. (1973). Effect of Selenium, Vitamin E, and Antioxidants on Testicular Function in Rats. Biology Of Reproduction 8, 625-629


(46)

31


(47)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 2. Alur Penelitian

Ekstrak kental etil asetat lumut hati Mastigophora diclados(Bird.Ex Web.)

Nees

Pemberian ekstrak pada tikus secara peroral

selama 48 hari Dikelompokkan secara acak

(@dosis 5 ekor)

- Dosis tinggi (100 mg/KgBB) - Dosis sedang (10 mg/KgBB) - Dosis rendah (1 mg/KgBB)

Pada hari ke 49 tikus dikorbankan dan diambil organ reproduksinya

Kauda epididimis

Testis

Ditimbang berat testis Pengukuran

konsentrasi spermatozoa

Pengamatan morfologi spermatozoa

Dibuat preparat histologi

Pengukuran diameter

tubulus seminiferus

Pengukuran tebal sel germinal Aklimatisasi selama 3 minggu

Hewan uji tikus janta galur

Sprague Dawley

Analisis data Kelompok


(48)

33

Lampiran 3. Perhitungan Dosis Pada Uji Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados

( ) Dosis rendah (1 mg/kgBB)

Konsentrasinya = 0,25 mg/mL

Akan dibuat larutan untuk 5 ekor tikus untuk dosis rendah maka sediaan dibuat sebanyak 5 mL. sehingga ekstrak yang harus ditimbang sebanyak 1,25 mg sesuai dengan perhitungan dibawah ini.

Ekstrak = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL) Ekstrak = 0,25 mg/mL x 5mL

Ekstrak = 1,25 mg

Dosis sedang (10 mg/kgBB)

Konsentrasinya = 2,5 mg/mL

Akan dibuat larutan untuk 5 ekor tikus untuk dosis sedang maka sediaan dibuat sebanyak 5 mL. sehingga ekstrak yang harus ditimbang sebanyak 12,5 mg sesuai dengan perhitungan dibawah ini.

Ekstrak = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL) Ekstrak = 2,5 mg/mL x 5mL

Ekstrak = 12,5 mg

Dosis tinggi (100 mg/kgBB)

Konsentrasinya = 25 mg/mL


(49)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan)

Akan dibuat larutan untuk 5 ekor tikus untuk dosis tinggi maka sediaan dibuat sebanyak 5 mL. sehingga ekstrak yang harus ditimbang sebanyak 125 mg sesuai dengan perhitungan dibawah ini.

Ekstrak = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL) Ekstrak = 25 mg/mL x 5mL


(50)

35

Lampiran 4. Gambar Bahan dan Alat Penelitian

Gambar 1. Ektrak etil asetat lumut hati Mastigophora

diclados

Gambar 2. Tikus putih jantan galur Sprague Dawley

Gambar 3. NaCMC

Gambar 4. Suspensi ekstrak lumut hati Mastigophora diclados dalam NaCMC 0,5%

Gambar 5. Eter Gambar 6. Larutan George

Gambar 7. Larutan eosin Y 1% Gambar 8. Sonde Gambar 9. Seperangkat alat

bedah

Gambar 10. Timbangan analitik

Gambar 11.


(51)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan)

Gambar 13. Miskroskop optic


(52)

37

Lampiran 5. Kegiatan Penelitian Uji Aktivitas Esktrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados

Gambar 1. Pembuatan suspensi

Gambar 2. Penimbangan berat badan hewan uji

Gambar 3. Pemberian suspensi secara oral

Gambar 4. Pembiusan hewan uji

Gambar 5. Pembedahan hewan uji

Gambar 6. Testis

Gambar 7. Cauda epididimis

Gambar 8. Penimbangan organ testis

Gambar 9. Spermatozoa pada kamar hemasitometer

Gambar 10. Pengamatan dibawah miskroskop

Gambar 11. Pewarnaan spermatozoa menggunakan

larutan eosin y 1%

Gambar 12. Pembuatan pereparat apus sperma


(53)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 6. Pengamatan Perhitungan Konsentrasi dan Morfologi Spermatozoa

Perhitungan konsentrasi spermatozoa Sperma yang normal

Leher patah Tanpa kepala


(54)

39

Lampiran 7. Hasil Pengukuran Berat Badan No Tanggal Hewan

Uji

Berat Badan Tikus Per Kelompok (Gram) Kontrol Dosis

Rendah

Dosis Sedang

Dosis Tinggi

1 12-03-2014 Tikus 1 272 279 288 293

Tikus 2 294 295 240 250

Tikus 3 293 230 256 213

Tikus 4 252 288 275 265

Tikus 5 214 213 216 236

2 18-03-2014 Tikus 1 278 296 300 305

Tikus 2 295 309 240 272

Tikus 3 305 241 274 224

Tikus 4 265 291 270 274

Tikus 5 233 225 226 248

3 24-03-2014 Tikus 1 281 292 299 292

Tikus 2 292 302 238 256

Tikus 3 291 242 274 208

Tikus 4 259 289 273 261

Tikus 5 228 224 223 233

4 30-03-2014 Tikus 1 302 304 325 317

Tikus 2 314 307 253 285

Tikus 3 304 251 270 221

Tikus 4 264 300 283 280

Tikus 5 246 238 231 253

5 05-04-2014 Tikus 1 299 304 326 319

Tikus 2 314 310 256 286

Tikus 3 300 250 268 223

Tikus 4 273 302 287 275

Tikus 5 250 240 230 254

6 11-04-2014 Tikus 1 310 312 334 325

Tikus 2 312 318 258 286

Tikus 3 311 257 272 224

Tikus 4 275 316 288 279


(55)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Lanjutan)

7 17-04-2014 Tikus 1 322 316 337 338

Tikus 2 332 326 263 295

Tikus 3 318 262 289 234

Tikus 4 287 322 297 291

Tikus 5 269 244 240 272

8 23-04-2014 Tikus 1 320 315 332 341

Tikus 2 327 323 263 294

Tikus 3 314 261 284 233

Tikus 4 286 320 290 280


(56)

41

Lampiran 8. Hasil Pengukuran Bobot Testis No Kelompok Hewan

Uji

Bobot Testis Rerata Bobot Testis Tiap Tikus

Rerata Bobot Testis Tiap Kelompok ± SD Kanan Kiri

1 Kontrol Tikus 1 1,52 1,52 1,52 1,65±0,09 Tikus 2 1,66 1,80 1,73

Tikus 3 1,64 1,59 1,62 Tikus 4 1,63 1,72 1,67 Tikus 5 1,75 1,71 1,73 2 Dosis Rendah

(1 mg/kg BB)

Tikus 1 1,56 1,52 1,54 1,60±0,18 Tikus 2 1,88 1,87 1,88

Tikus 3 1,45 1,49 1,47 Tikus 4 1,62 1,69 1,66 Tikus 5 1,45 1,42 1,44 3 Dosis sedang

(10 mg/kg BB)

Tikus 1 1,57 1,53 1,55 1,62±0,08 Tikus 2 1,56 1,67 1,61

Tikus 3 1,59 1,66 1,62 Tikus 4 1,75 1,74 1,75 Tikus 5 1,55 1,56 1,56 4 Dosis sedang

(100 mg/kg BB)

Tikus 1 1,57 1,59 1,58 1,62±0,20 Tikus 2 1,90 1,98 1,94

Tikus 3 1,66 1,59 1,62 Tikus 4 1,50 1,49 1,50 Tikus 5 1,41 1,47 1,44


(57)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 9. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa

No Kelompok Hewan Uji Jumlah Spermatozoa Dalam 5 Kotak (Ekor) Jumlah Spermatozoa (Juta/mL) Rerata Konsentra si Tiap Tikus (Juta/mL) Rerata Konsentras i Tiap Kelompok (Juta/mL)± SD Kanan kiri Kanan Kiri

1 Kontrol Tikus 1 41 45 51,25 56,25 53,75

50,00±2,46 Tikus 2 39 41 48,75 51,25 50,00

Tikus 3 34 41 42,50 51,25 46,87 Tikus 4 38 42 47,50 52,50 50,00 Tikus 5 38 41 47,50 51,25 49,37 2 Dosis

Rendah (1 mg/kg BB)

Tikus 1 42 39 52,50 48,75 50,62

50,50±2,84 Tikus 2 36 40 45,00 50,00 47,50

Tikus 3 38 43 47,50 53,75 50,75 Tikus 4 38 40 47,50 50,00 48,75 Tikus 5 42 46 52,50 57,50 55,00 3 Dosis

sedang (10 mg/kg BB)

Tikus 1 54 51 67,50 63,75 65,62

61,51±2,82 Tikus 2 47 49 58,75 61,25 60,00

Tikus 3 46 48 57,50 60,00 58,75 Tikus 4 48 48 60,00 60,00 60,00 Tikus 5 35 66 43,75 82,58 63,16 4 Dosis

tinggi (100 mg/kg BB)

Tikus 1 61 88 76,25 110,0 92,50

90,75±3,41 Tikus 2 72 75 90,00 93,75 91,87

Tikus 3 70 75 87,50 93,75 90,62 Tikus 4 67 69 83,75 86,25 85,00 Tikus 5 78 72 97,50 90,00 93,75


(58)

43

Lampiran 10. Hasil Morfologi Spermatozoa No Kelompok Hewan

Uji Jumlah Sperma Abnormal (Dalam 6x Pengulangan)

% Sperma Abnormal (Dalam 6x Pengulangan) Rerata Sperma Abnormal Tiap Tikus (%) Rerata Sperma Abnormal Tiap Kelompok (%) ±SD Kanan kiri Kanan Kiri

1 Kontrol Tikus 1 13,30 22,80 6,65 11,40 9,03

9,08±1,01 Tikus 2 19,30 18,00 9,65 9,00 9,33

Tikus 3 20,00 22,60 10,00 11,30 10,65 Tikus 4 12,30 19,83 6,15 9,92 8,04 Tikus 5 18,00 15,50 9,00 7,75 8,38 2 Dosis

Rendah (1 mg/kg BB)

Tikus 1 18,16 13,66 9,80 6,83 8,32

6,67±1,00 Tikus 2 15,00 11,80 7,50 5,90 6,70

Tikus 3 12,50 10,80 6,25 5,40 5,83 Tikus 4 11,50 14,83 5,75 7,42 6,59 Tikus 5 15,00 9,60 7,50 4,30 5,90 3 Dosis

sedang (10 mg/kg BB)

Tikus 1 17,30 11,66 8,65 5,83 7,24

6,58±0,8 Tikus 2 11,50 15,16 5,75 7,58 6,67

Tikus 3 12,66 12,50 6,33 6,25 6,29 Tikus 4 18,16 10,16 9,80 4,90 7,35 Tikus 5 10,33 11,16 5,17 5,58 5,38 4 Dosis

tinggi (100 mg/kg BB)

Tikus 1 13,33 10,66 6,67 5,33 6,00

5,48±5,48 Tikus 2 8,33 12,33 4,17 6,17 5,17

Tikus 3 13,66 15,50 6,83 7,75 7,29 Tikus 4 7,50 8,83 3,75 4,42 4,09 Tikus 5 9,83 8,16 4,92 4,80 4,86


(1)

Keputusan: Uji homogenitas morfologi spermatozoa yang abnormal seluruh kelompok homogen (p ≥ 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA 2. Uji analisis varian (ANOVA) satu arah terhadap morfologi spermatozoa yang

abnormal kelompok hewan uji

Tujuan: untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data morfologi spermatozoa yang abnormal

Hipotesis:

Ho: Data morfologi spermatozoa yang abnormal tidak berbeda secara bermakna

Ha: Data morfologi spermatozoa yang abnormal berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima  Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak

ANOVA Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between

Groups 33.380 3 11.127 10.264 .001

Within Groups 17.345 16 1.084

Total 50.725 19

Test of Homogeneity of Variances Levene

Statistic

df1 df2 Sig.


(2)

Ho: data morfologi spermatozoa yang abnormal tidak berbeda secara bermakna

Ha: data morfologi spermatozoa yang abnormal berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima  Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak

Multiple Comparisons LSD (I) kelompok (J) kelompok Mean Difference (I-J) Std. Error

Sig. 95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound

kontrol

dosis rendah 2.34950* .65850 .003 .9535 3.7455 dosis sedang 2.43350* .65850 .002 1.0375 3.8295 dosis tinggi 3.54700* .65850 .000 2.1510 4.9430

dosis rendah

kontrol -2.34950* .65850 .003 -3.7455 -.9535 dosis sedang .08400 .65850 .900 -1.3120 1.4800 dosis tinggi 1.19750 .65850 .088 -.1985 2.5935

dosis sedang

kontrol -2.43350* .65850 .002 -3.8295 -1.0375 dosis rendah -.08400 .65850 .900 -1.4800 1.3120 dosis tinggi 1.11350 .65850 .110 -.2825 2.5095

dosis tinggi

kontrol -3.54700* .65850 .000 -4.9430 -2.1510 dosis rendah -1.19750 .65850 .088 -2.5935 .1985 dosis sedang -1.11350 .65850 .110 -2.5095 .2825 *. The mean difference is significant at the 0.05 level.

Keputusan: morfologi spermatozoa yang abnormal seluruh kelompok perlakuan berbeda secara bermakna dengan kontrol (p 0,05).


(3)

Lampiran 16. Hasil Analisa Data Diameter Tubulus Semineferus

1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap diameter tubulus semineferus. a. Uji normalitas Shapiro-Wilk

Tujuan: untuk melihat distribusi data diameter tubulus semineferus tikus Hipotesis:

Ho: Data diameter tubulus semineferus terdistribusi normal Ha: Data diameter tubulus semineferus tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima  Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak Tests of Normality

kelompok Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

kontrol .850 5 .196

dosis rendah .917 5 .511

dosis sedang .813 5 .102

dosis tinggi .746 5 .028

Keputusan: Uji normalitas diameter tubulus seminiferus seluruh kelompok tidak terdistribusi normal (p ≥ 0,05)

b. Uji Homogenitas Levene

Tujuan: untuk melihat data diameter tubulus seminiferus tikus homogen atau tidak

Hipotesis:

Ho: Data diameter tubulus seminiferus homogen Ha: Data diameter tubulus seminiferus tidak homogen Pengambilan keputusan:


(4)

2. Uji analisis Kruskal Wallis diameter tubulus seminiferus kelompok hewan uji Tujuan: untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data diameter tubulus seminiferus

Hipotesis:

Ho: Data diameter tubulus seminiferus tidak berbeda secara bermakna Ha: Data diameter tubulus seminiferus berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima  Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak Test Statistics

Chi-Square 1.994

df 3

Asymp.

Sig. .574


(5)

Lampiran 17. Hasil Analisa Data Tebal Sel Germinal

1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap tebal sel germinal. a. Uji normalitas Shapiro-Wilk

Tujuan: untuk melihat distribusi data tebal sel germinal tikus Hipotesis:

Ho: Data tebal sel germinal terdistribusi normal Ha: Data tebal sel germinal tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima  Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak Tests of Normality

kelompok Shapiro-Wilk

Statistic df Sig.

kontrol .868 5 .260

dosis rendah .955 5 .776

dosis sedang .971 5 .881

dosis tinggi .810 5 .098

Keputusan: Uji normalitas tebal sel germinal seluruh kelompok terdistribusi normal (p≤0,05)

b. Uji Homogenitas Levene

Tujuan: untuk melihat data tebal sel germinal homogen atau tidak Hipotesis:

Ho: Data tebal sel germinal homogen Ha: Data tebal sel germinal tidak homogen Pengambilan keputusan:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima  Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak


(6)

2. Uji analisis varian (ANOVA) satu arah terhadap tebal sel germinal kelompok hewan uji

Tujuan: untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data tebal sel germinal Hipotesis:

Ho: Data tebal sel germinal tidak berbeda secara bermakna Ha: Data tebal sel germinal berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:

 Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima  Jika nilai signifikansi 0,05 maka Ho ditolak

ANOVA Sum of

Squares

df Mean

Square

F Sig.

Between

Groups 180.542 3 60.181 1.054 .396

Within Groups 913.731 16 57.108

Total 1094.273 19

Keputusan: Tebal sel germinal tidak berbeda secara bermakna (p ≥ 0,05).


Dokumen yang terkait

Pengaruh Hormon Testosteron Undekanoat (TU) Dan Medroksiprogesteron Asetat (MPA) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa dan Histologi Spermatogenesis Tikus Jantan (Rattus Novergicus L) Galur Sprague Dawley

4 46 157

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi (Ocimum americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenik Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo

2 24 100

Uji efek Antiinflamasi ekstrak n-heksan lumut hati Mastigophora diclados terhadap tikus putih jantan Strain Sprague Dawley

8 37 85

Uji Aktivitas Ekstrak Air Herba Kemangi (Ocimum Americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenesis Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo

4 13 96

Uji Antifertilitas Ekstrak Etil Asetat Biji Jarak Pagar (Jatropha Curcas L.) Pada Tikus Putih Jantan (Rattus novergicus) Galur Sprague Dawley Secara In Vivo

4 25 111

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. ex Web.) Nees secara In Vivo

0 12 94

Uji efek Antiinflamasi Ekstrak etil Asetat lumut hati Mastigophora diclados secara IN VIVO

1 23 100

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Herba Kemangi (Ocimum americanum L.) terhadap Kualitas Sperma Dan Densitas Sel Spermatogenik Tikus Sprague-Dawley Jantan secara In Vivo

1 12 100

Isolasi Senyawa Metabolit Sekunder dari Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados (Brid. Ex Web) Nees

3 22 57