31
dengan  adanya  klausul  baku  dalam  perjanjian  yang  disepakatinya,  sekaligus pula  memberi  masukan  kepada  aparat  hukum  terkait  akan  arti  pentingnya
perlindungan  hukum  terhadap  konsumen  pengguna  jasa  mengingat perkembangan  dunia  telekomunikasi  dewasa  ini  yang  cenderung  terus
meningkat.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan  hasil  penelusuran  sementara  dan  pemeriksaan  yang  telah penulis  lakukan  baik  di  kepustakaan  penulisan  karya  ilmiah  Magister  Hukum,
maupun di Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara USU Medan, dan ditemukan  beberapa  hasil  penelitian  yang  menyangkut  dengan  telekomunikasi
seluler dan klausula baku  yang dikaitkan dengan perlindungan konsumen, antara lain :
1  Tesis  berjudul  “Perlindungan  Hukum  Terhadap  Konsumen  Pengguna Handphone Bergaransi Yang Mengalami Cacat Produk Pasca Transaksi”,
Oleh Edwin Syah Putra, Nim 067011028Mkn, 2  Tesis  berjudul  “Suatu  Kajian  tentang  Klausula  Eksonerasi  Dalam
Perjanjian  Kredit  Bank  di  Kota  Kisaran  Kajian  dari  Profesi  Notaris”,
oleh  Timbang Laut, Nim 002111042MKn,
3 Tesis berjudul “Klausula Baku Dalam Perjanjian Beli Sewa Sesuai Undang- undang  Nomor  8  Tahun  1999  tentang  Perlindungan  Konsumen  Studi
Universitas Sumatera Utara
32
Kasus  Penyelesaian  Sengketa  Konsumen  di  BPSK  Kota  Medan”, Oleh Rosniyani, Nim 067011074MKn.
Namun  demikian  dari  ketiganya  tidak  ada  yang  membahas  permasalahan yang  sama  dengan  penelitian  ini.  Oleh  karena  itu,  sejauh  yang  diketahui,
penelitian  tentang  “Tinjauan  Yuridis  Atas  Hak-Hak  Konsumen  Dalam Klausul  Baku  Perjanjian  Berlangganan  Jasa  Telekomunikasi  Seluler  Pasca
Bayar”,  belum  pernah  dilakukan  sehingga  penelitian  ini  adalah  asli  adanya.
Artinya  secara  akademik  penelitian  ini  dapat  dipertanggung  jawabkan kemurniannya,  karena  belum  ada  yang  melakukan  penelitian  yang  sama  dengan
judul penelitian ini.
F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1. Kerangka Teori
Ilmu  hukum  dalam  perkembangannya  tidak  terlepas  dari  ketergantungan pada  berbagai  bidang  ilmu  lainnya.  Hal  ini  sebagamana  dikemukakan  oleh
Soerjono  Soekanto  bahwa  perkembangan  ilmu  hukum  selain  bergantung    pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh
teori.
11
Teori  adalah  untuk  menerangkan  atau  menjelaskan  mengapa  gejala spesifik  atau  proses  tertentu  terjadi.  Suatu  teori  harus  diuji  dengan
11
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum,  UI-Press, Jakarta 1986, halaman. 6.
Universitas Sumatera Utara
33
menghadapkannya  pada  fakta-fakta yang  dapat  menunjukkan  ketidak
benarannya.
12
Menurut  Bintoro  Tjokroamijoyo  dan  Mustofa  Adidjoyo  “teori  diartikan
sebagai  ungkapan  mengenai  kausal  yang  logis  diantara  perubahan  variabel
dalam  bidang  tertentu,  sehingga  dapat    digunakan  sebagai  kerangka  fikir frame of thingking dalam memahami serta menangani permasalahan yang timbul
didalam bidang tersebut“.
13
Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahanpetunjuk dan meramalkan  serta menjelaskan gejala yang diamati.
14
Kerangka teori yang dimaksud,  adalah  kerangka  pemikiran  atau  butir-butir  pendapat,  teori,  thesis
dari  para  penulis  ilmu  hukum  di  bidang  hukum perlindungan  konsumen,  klausul baku  dan  hukum    perjanjian    antara  pelaku  usaha  dan  konsumen,  yang  menjadi
bahan  perbandingan,  pegangan  teoritis,  yang  mungkin  disetujui  atau  tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal bagi penelitian ini.
15
Teori yang dipakai dalam penelitian ini adalah perubahan masyarakat harus diikuti  dengan  perubahan  hukum.
16
Hukum  berkembang  sesuai  dengan perkembangan  kebutuhan  masyarakat.  Perubahan  masyarakat  di  bidang  hukum
12
J.J.J. M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, jilid I, Penyunting, M. Hisyam, UI Press, Jakarta, , 1996, halaman  203.
13
Bintoro  Tjokroamidjojo  dan  Mustofa  Adidjoyo,  Teori  dan  Strategi  Pembangunan Nasional
, CV. Haji Mas Agung, Jakarta, 1988, halaman 12.
14
Lexy  J.  Moleong,  Metodologi  Penelitian  Kualitatif,  Remaja  Rosdakarya,  Bandung,  1993, halaman  35
15
M.  Solly  Lubis,    Filsafat  Ilmu  dan  Penelitian,    Mandar  Maju,  Bandung  1994, halaman 80.
16
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, 1984, halaman102.
Universitas Sumatera Utara
34
perlindungan  konsumen  harus  berjalan  dengan  teratur  dan  diikuti  dengan pembentukan norma-norma sehingga dapat berlangsung secara harmonis.
17
Teori  perlindungan  konsumen  yang  menjadi  pedoman  dalam  penulisan  ini adalah  segala  upaya  yang  menjamin  adanya  kepastian  hukum  untuk  memberi
perlindungan kepada konsumen.
18
Segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum  adalah  benteng  untuk  menghalangi  kesewenang-wenangan  yang  akan
mengakibatkan ketidak pastian hukum. Oleh  karena  itu  agar  segala  upaya  memberikan  jaminan  akan  kepastian
hukum,  ukurannya  secara  kualitatif  ditentukan  dalam  Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan undang-undang lainnya yang juga dimaksudkan dan
masih  berlaku  untuk  memberikan  perlindungan  hukum  bagi  konsumen,  baik dalam bidang hukum privat Perdata, maupun hukum publik Hukum Pidana dan
Hukum Administrasi Negara.
19
Selanjutnya asas-asas hukum perlindungan konsumen harus bersumber dari Pancasila,  sebagai  asas  idiil  filosofis,  UUD  1945  sebagai  asas  konstitusional
struktural,  Ketetapan  Majelis  Permusyawaratan  Rakyat  sebagai  asas konsepsional  politis  dan  undang-undang  sebagai  asas  operasional  teknis.
Dalam hal ini Mariam Darus Badrulzaman mengatakan bahwa suatu sistem adalah kumpulan  asas-asas  yang  terpadu,  yang  merupakan  landasan,  di  atas  mana
17
Tan  Kamelo,  Hukum  Jaminan  Fidusia,  Suatu  Kebutuhan  Yang  Didambakan,  Alumni, Bandung,  2006,  halaman 18.
18
Ibid.
19
Ahmadi Miru  Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,  Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2007, halaman 1-2
Universitas Sumatera Utara
35
dibangun tertib hukum. Asas-asas tersebut mempunyai tingkat-tingkat dilihat dari gradasi sifatnya yang abstrak,.
20
Dalam  Pancasila,  Hukum  perlindungan  konsumen  memperoleh  landasan idiil  filosifis  hukumnya  pada  sila  kelima  yaitu  :  “Keadilan  sosial  bagi  seluruh
rakyat Indonesia”. Pengertian keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, di dalamnya terkandung  suatu  “Hak”  seluruh  rakyat  Indonesia  untuk  diperlakukan  sama
equality  di  depan  hukum.  Hak  adalah  suatu  kekuatan  hukum,  yakni  hukum dalam  pengertian  subyektif  yang  merupakan  kekuatan  kehendak  yang  diberikan
oleh  tatanan  hukum.  Oleh  karena  hak  dilindungi  oleh  tatanan  hukum,  maka pemilik  hak  memiliki  kekuatan  untuk  mempertahankan  haknya  dari
gangguanancaman dari pihak manapun juga.
21
Apabila  pihak  lain  melanggar  hak  tersebut,  maka  akan  menimbulkan gugatan  hukum  dari  sipemilik  hak,  yang  diajukan  ke  hadapan  aparat  penegak
hukum.
22
Dengan  demikian  dapatlah  dikatakan  bahwa  seluruh  rakyat  Indonesia berhak memperoleh keadilan, yang dalam konteks hukum perlindungan konsumen
terbagi  menjadi  dua  kelompok  yakni  keadilan  sebagai  pelaku  usaha  di  satu  sisi dan keadilan sebagai konsumen di sisi lain.
Bagi  konsumen  sebagai  pribadi,  penggunaan  produk  danatau  jasa  itu, adalah  untuk  memenuhi  kebutuhan  diri  sendiri,  keluarga  atau  rumah  tangganya
20
Mariam Darus Badrulzaman, Op.cit, halaman 18-19.
21
Hans  Kelsen,  Teori  Hukum  Murni,  Dasar-Dasar  Ilmu  Hukum  Normatif,  Terjemahan Raisul Muttaqien,  Nusamedia  Nuansa Bandung, 2006, halaman 152.
22
Ibid
Universitas Sumatera Utara
36
kepentingan  non  komersial,  dimana  penggunaan  produk  tersebut  harus bermanfaat  bagi  kesehatankeselamatan  tubuh,  keamanan  jiwa  dan  harta  benda,
diri,  keluarga  danatau  rumah  tangganya  tidak  membahayakan  atau  merugikan, dan juga membantu mempermudah aktifitas kehidupan konsumen sehari-hari.
Perbedaan  prisipil  dari  kepentingan-kepentingan  dalam  penggunaan produkjasa dan pelaksanaan kegiatan antara pelaku usaha dan konsumen, dengan
sendirinya  memerlukan  jenis  pengaturan  perlindungan  dan  dukungan  yang berbeda pula.
Bagi  kalangan  pelaku  usaha  perlindungan  itu  adalah  untuk  kepentingan komersial  mereka  dalam  menjalankan  kegiatan  usaha,  seperti  bagaimana
mendapatkan  bahan  baku,  bahan  tambahan  dan  penolong,  bagaimana memproduksinya,  mengangkut  dan  memasarkannya,  termasuk  di  dalamnya
bagaimana  menghadapi  persaingan  usaha.  Harus  ada  peraturan  perundang- undangan yang mengatur tentang usaha dan mekanisme persaingan usaha itu.
Persaingan  haruslah  berjalan  secara  wajar  dan  tidak  terjadi  kecurangan- kecurangan,  sehingga  mengakibatkan  kalangan  pelaku  usaha  tidak  saja  tidak
meningkat pendapatannya, bahkan dapat mati usahanya.
23
Sekalipun diakui bahwa persaingan  merupakan  suatu  yang  biasa  dalam  dunia  usaha,  tetapi  persaingan
antar kalangan pelaku usaha itu haruslah sehat dan terkendali.
23
Undang-Undang  Nomor  5  Tahun  1999  Tentang  Larangan  Praktek  Monopoli  Dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Universitas Sumatera Utara
37
Bagi  konsumen  kepentingan  tidak  komersial  mereka  yang  harus diperhatikan  adalah  akibat-akibat  kegiatan  usaha  dan  persaingan  di  kalangan
pelaku  usaha  terhadap  keselamatan  jiwa,  tubuh  atau  kerugian  harta  benda mereka  dalam  keadaan  bagaimanapun,  dengan  tetap  harus  menjaga  keselarasan,
keserasian dan keseimbangan diantara keduanya. Pendekatan  sistem  terhadap  pemecahan  masalah  perlindungan  konsumen
akan  lebih  sempurna  apabila  ditambahkan  unsur  lain  dari  sistem  hukum  yaitu budaya  hukum.
24
Pada  prinsipnya  pengaturan  perlindungan  konsumen  secara umum dalam hukum positif di Indonesia sebelum lahirnya UUPK, terbagi dalam
tiga bidang hukum, yaitu bidang hukum perdata, pidana, dan administrasi negara. Perlindungan  di  bidang  keperdataan  diadakan  bertitik  tolak  dari  tarik-menarik
kepentingan antar sesama anggota masyarakat. Menurut  teori  kedaulatan  konsumen  consumer  sovereignty  theory,
kedudukan  dan  peran  konsumenlah  yang  mengatur  pasar.  Dikatakan  bahwa  “the consumer’s  role  is  the  guide  the  economy  to  production  of  goods  and  services
that  he  wants .”
25
Teori ini percaya bahwa konsumen terlindungi kepentingannya yang didasarkan pada beberapa asumsi, yaitu :
26
24
Satjipto Rahardjo, Op. cit, halaman 67, menerjemahkan legal culture, dengan istilah kultur hukum.  Yang  dimaksud  dengan  kultur  hukum  adalah  ide,  sikap,  keyakinan,  harapan  dan  pendapat
mengenai hukum
25
J.J. Amstrong
Sembiring, Gerakan
Konsumen Sebagai
Pilihan ,
MH. UI
http:www.blogster.comDiakes Januari 2010.
26
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
38
Pertama ,  di  pasar  terdapat  banyak  pembeli  dan  penjual  suatu  produk.  Hal
ini dimaksudkan, tidak satu pun produsen yang menawarkan dan konsumen yang  meminta  produk  dalam  jumlah  tertentu  dapat  mempengaruhi  harga.
Sebagai contoh, apabila ada seorang produsen atau sejumlah kecil produsen secara  bersama-sama  membatasi  jumlah  suatu  jenis  barang  atau  jasa  yang
beredar  di  pasar,  produsen  atau  sekelompok  produsen  tersebut  akan menaikkan harga produk sampai jumlah tertentu. Sebaliknya, apabila hanya
ada  satu  atau  sekelompok  kecil  konsumen,  maka  konsumen  atau sekelompok tersebut dapat memanipulasi pasar.
Kedua
,  penjual  dan  pembeli  bebas  untuk  masuk  atau  keluar  dari  pasar produk  tertentu.  Asumsi  ini,  bermakna  bahwa  tidak  ada  pembatasan  atau
larangan untuk mendirikan perusahaan baru dan menjual produknya dengan harga yang kompetitif.
Ketiga
,  suatu  persaingan  yang  sehat  terjadi  apabila  barang  dan  jasa  yang tersedia sama dan dipasarkan pada harga yang sama.
Keempat ,  pihak  penjual  dan  pembeli  sama-sama  mengetahui  harga  produk
yang  dijual.  Teori  ekonomi  mengenai  hubungan  antara  konsumen  dan produsen  berimplikasi  pada  teori  hukum  yang  berkembang  pada  era
dominasinya  kebebasan  individu  dan  liberalisme.  Kekuatan  konsumen kemudian  melahirkan  teori  dalam  kontrak,  yaitu  kebebasan  berkontrak
freedom  of  contract  dan  hubungan  kontrak  privity  of  contract. Kedaulatan itu akan dapat dicapai bila konsumen telah berdaya.
Jika  seorang  merasa  dirugikan  oleh  warga  masyarakat  lain,  tentu  ia menggugat  pihak  lain  itu  agar  bertanggung  jawab  secara  hukum  atas
perbuatannya.  Dalam  hal  ini  diantara  mereka  mungkin  saja  sudah  terdapat hubungan hukum berupa perjanjian di lapangan hukum keperdataan, tetapi dapat
pula sebaliknya sama sekali tidak ada hubungan hukum demikian. Pasal    1233  KUH    Perdata  mengatakan,  perikatan  itu  dapat  muncul  dari
perjanjian  atau karena undang-undang. Dua pengertian ini sangat mempengaruhi
Universitas Sumatera Utara
39
perlindungan  dan  penyelesaian  sengketa  hukum  yang  melibatkan  kepentingan konsumen di dalamnya.
27
Jika  seseorang  sebagai  konsumen  mempunyai  hubungan  hukum  berupa perjanjian  dengan  pihak  lain,  dan  pihak  lain  itu  melanggar  perjanjian  yang
disepakati  bersama,  maka  konsumen  berhak  menggugat  lawannya  berdasarkan dalih  melakukan  wanprestasi  cideraingkar  janji.  Jika  sebelumnya  tidak  ada
perjanjian,  konsumen  tetap  saja  memiliki  hak  untuk  menuntut  secara  perdata, yakni  melalui  ketentuan  perbuatan  melawan  hukum  onrechtmatigedaad.
Dalam  konsepsi  perbuatan  melawan  hukum,  seseorang  diberi  kesempatan  untuk menggugat,  sepanjang  dipenuhi  tiga  unsur,  yaitu,  adanya  unsur  kesalahan
dilakukan  pihak  laintergugat,  ada  kerugian  diderita  si  penggugat,  dan  ada hubungan  kausalitas  antara  kesalahan  dan  kerugian  itu.
28
Selain  ditinjau  dari bidang-bidang  hukum  yang  mengatur  perihal  perlindungan  konsumen  dan  dua
macam  kebijakan  umum  yang  dapat  ditempuh,  juga  terdapat  prinsip-prinsip pengaturan di bidang perlindungan konsumen.
Penjelasan Pasal 2 UUPK juga menyebutkan lima prinsip pengaturan  yang dikaitkan dengan asas-asas pembangunan nasional, yaitu :
1.  Asas Manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam  menyelenggarakan  perlindungan  konsumen  harus  memberikan
manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
27
Subekti, Hukum Perjanjian,  Intermasa, Jakarta, 1987,  halaman 1
28
Shidarta, Op. cit,  halaman 59.
Universitas Sumatera Utara
40
2.  Asas  Keadilan,  dimaksudkan  agar  partisipasi  seluruh  rakyat  dapat diwujudkan  secara  maksimal  dan  memberikan  kesempatan  kepada
konsumen  dan  pelaku  usaha  untuk  memperoleh  haknya  dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
3.  Asas  Keseimbangan,  dimaksudkan  untuk  memberikan  keseimbangan antara  kepentingan  konsumen,  pelaku  usaha  dan  pemerintah  dalam  arti
materiil dan spiritual. 4.  Asas  Keamanan  dan  Keselamatan  konsumen,  dimaksudkan  untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam  penggunaan,  pemakaian  dan  pemanfaatan  produk  danatau  jasa
yang dikonsumsi atau digunakan.
5.  Asas  Kepastian  Hukum,  dimaksudkan  agar  pelaku  usaha  maupun konsumen
menaati hukum
dan memperoleh
keadilan dalam
menyelenggarakan  perlindungan  konsumen,  serta  negara  menjamin kepastian hukum.
29
Memperhatikan  substansi  Pasal  2  UUPK,  demikian  pula  penjelasannya, tampak bahwa perumusannya mengacu pada filosofi pembangunan nasional yaitu
pembangunan  manusia  Indonesia  seutuhnya  yang  berlandaskan  pada  falsafah negara kesatuan Republik Indonesia yaitu Pancasila.
Kelima  asas  yang  disebutkan  dalam  pasal  tersebut,  bila  diperhatikan substansinya dapat dibagi menjadi 3 tiga asas yaitu :
30
1. Asas  kemanfaatan  yang  di  dalamnya  meliputi  asas  keamanan  dan
keselamatan  konsumen, 2.
Asas keadilan yang di dalamnya meliputi asas keseimbangan, dan 3.
Asas kepastian hukum. Radbruch  menyebut  keadilan,  kemanfaatan  dan  kepastian  hukum  sebagai
“tiga  ide  dasar  hukum”,    yang  berarti  dapat  dipersamakan  dengan  asas  hukum.
29
Pasal 2  UUPK  beserta penjelasannya
30
Ahmadi Miru  Sutarman Yodo, Op. cit, halaman 26
Universitas Sumatera Utara
41
Di antara ketiga asas tersebut yang sering menjadi sorotan utama adalah masalah keadilan,  dimana  Friedman  menyebutkan  bahwa  :  “In  terms  of  law,  justice  will
be judged as how law treats people and how it distributes its benefits and cost ,”
dan  dalam  hubungan  ini  Friedman  juga  menyatakan  bahwa:  “every  function  of law, general or specific, is allocative
”.
31
Sebagai  asas  hukum,  dengan  sendirinya  menempatkan  asas  ini  menjadi rujukan  pertama  baik  dalam  pengaturan  perundang-undangan  maupun  dalam
berbagai  aktivitas  yang  berhubungan  dengan  gerakan  perlindungan  konsumen oleh  semua  pihak  yang  terlibat  di  dalamnya.  Keseimbangan  perlindungan
hukum  terhadap  pelaku  usaha  dan  konsumen  tidak  terlepas  dari  adanya pengaturan tentang hubungan-hubungan hukum yang terjadi antara para pihak.
Pada perjanjian berlangganan jasa telekomunilasi seluler pasca bayar, antara pelaku usaha dan konsumen telah terjadi suatu perikatan yang lahir dari butir-butir
perjanjian  yang  telah  tertulis  pada  blangko  perjanjian  yang  telah  disediakan secara sepihak oleh pelaku usaha. Dalam hal ini konsumen hanya menandatangani
atau tidak sebagai bentuk persertujuan  atas berbagai klausul  yang termuat dalam perjanjian.
Dengan  adanya  perjanjian  yang  terdapat  pada  blangko  perjanjian  tersebut, mengikat  pelaku  usaha  dan  konsumen,  bukan  hanya  pada  saat  transaksi
31
Peter Mahmud Marzuki, The Need for the Indonesian Economic Legal Framework, Dimuat dalam Jurnal Hukum Ekonomi, Edisi IX, Agustus, 1997,  halaman 28.
Universitas Sumatera Utara
42
berlangsung  tetapi  juga  pada  pasca  transaksi,  sampai  jangka  waktu  perjanjian berakhir atau dengan kata lain salah satu pihak memutuskan perjanjian.
Mengenai  aspek  perlindungan  hukum    bagi  konsumen  jasa  berlangganan telepon  seluler  pasca  bayar  yang  juga  menggunakan  perjanjian  baku  standar
yang memuat klausul baku dapat ditinjau dari Undang-undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Tujuan  dibuatnya  perjanjian  standar  untuk  memberikan  kemudahan Kepraktisan  bagi  para  pihak  yang  bersangkutan.  Oleh  karena  itu,  bertolak
dari  tujuan  itu,  Mariam  darus  Badruzzaman  lalu  mendefinisikan  perjanjian standar  sebagai  perjanjian  yang  isinya  dibakukan  dan  dituangkan  dalam  bentuk
formulir.
32
Dalam ilmu hukum dikenal dua macam subyek hukum yaitu subyek hukum pribadi  orang  perorangan  dan  subyek  hukum  berupa  badan  hukum.  Terdapat
masing-masing  subyek  hukum  berlaku  ketentuan  hukum  yang  berbeda  satu dengan  yang  lainnya,  meskipun  dalam  hal  tersebut  keduanya  dapat  diterapkan
suatu  aturan  yang  berlaku  umum.  Dalam  Kitab  Undang-undang  Hukum  Dagang KUHD  tidak  satupun  pasal  yang  menyatakan  bahwa  perseroan  adalah
badan  hukum,  tetapi  dalam  Undang-undang  Perseroan  Terbatas  dengan  secara tegas  dinyatakan  bahwa  perseroan  adalah  badan  hukum.
33
Ini  berarti  perseroan
32
Mariam  Darus  Badruzzaman,  Perlindungan  Terhadap  Konsumen  Dilihat  dari  Perjanjian Baku Standar,
Bina Cipta, 1986, hal 58  dalam Sidarta, halaman 119.
33
Lihat  Pasal  1,  ayat  1  Undang-undang  Nomor  40  Tahun  2007,  Tentang  Perseroan Terbatas
.
Universitas Sumatera Utara
43
tersebut  memenuhi  syarat  keilmuan  sebagai  pendukung  kewajiban  dan  hak, antara  lain  memiliki  harta  kekayaan  sendiri  terpisah  dari  harta  kekayaan  pendiri
atau  pengurus.  Dalam  Undang-undang  Perlindungan  Konsumen  berasaskan manfaat,  keadilan,  keseimbangan,  keamanan  dan  keselamatan  konsumen,  serta
kepastian hukum. Berdasarkan  keadaan  di  atas  ada  beberapa  teori  hukum  yang  dapat
dipergunakan  untuk  menganalisis  permasalahan  yang  akan  dibahas  pada penelitian ini. Teori kedaulatan Negara yang dikemukakan oleh Jean Boudin dan
George  Jellinek.
34
Menurut  teori  Kedaulatan  Negara,  kekuasaan  tertinggi  ada pada  Negara  dan  Negara  mengatur  kehidupan  anggota  masyarakat.  Negara  yang
berdaulat  melindungi  anggota  masyarakat.  Dalam  hal  ini  negara  mengeluarkan peraturan-peraturan  yang  berfungsi  sebagai  panduan  seluruh  warga  negara
Indonesia  dan  warga  negara  asing  yang  memiliki  kepentingan  terhadap  hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan hukum dan ekonomi di Indonesia.
Pasal  1338  alinea  1  KUH  Perdata,  menentukan  bahwa  “Semua  perjanjian yang  dibuat  secara  sah  berlaku  sebagai  undang-undang  bagi  mereka  yang
membuatnya”.  Ketentuan  ini  merupakan  dasar  hukum  disahkannya  perjanjian dalam  bentuk  apapun  yang  dibuat  secara  sah,  sebagai  undang-undang  bagi  para
pihak  yang  membuatnya.    Dengan  demikian  perjanjian  yang  telah  menjelma menjadi  undang-undang  bagi  mereka  yang  membuatnya  wajib  dipatuhi  oleh
34
Misahardi  Wilamarta,  Hak  Pemegang  Saham  Minoritas  Dalam  Rangka  Good  Corporate Governance,
Program  Pascasarjana  Fakultas  hukum  Universitas  Indonesia  Press,  Jakarta  2002, halaman 11.
Universitas Sumatera Utara
44
kedua  belah  pihak  dengan  itikad  baik  Pacta  Sunt  Servanda.  Pasal  1338  alinea pertama ini merupakan suatu tuntutan kepastian hukum.
35
Tidak  dipatuhinya  perjanjian  yang  telah  dibuat  oleh  para  pihak  tersebut akan  menimbulkan  tuntutangugatan  dari  pihak  yang  merasa  dirugikan.
Kemungkinan  campur  tangan  pihak  ketiga,  dalam  hal  ini  negara  melalui  hakim menjadi  terbuka  bila  salah  satu  pihak  tidak  melaksanakan  perjanjian  tersebut
dengan  itikad  baik.  Disini  hakim  diberikan  kekuasaan  untuk  mengawasi pelaksanaan  suatu  perjanjian,  jangan  sampai  pelaksanaan  perjanjian  tersebut
melanggar  kepatutan  atau  keadilan.  Pasal  1338  alinea  3  mengatakan  :  “  Suatu perjanjian  harus  dilaksanakan  dengan  iktikad  baik.”  Kalau  Pasal  1338  alinea
pertama  dipandang  sebagai  suatu  tuntutan  kepastian  hukum,  maka  Pasal  1338 alinea ketiga sebagaimana tersebut di atas harus dipandang sebagai suatu tuntutan
keadilan bagi pihak yang dirugikan.
36
Sejak  masuknya  paham  negara  kesejahteraan  welfare  state,  negara  telah ikut  campur  dalam  perekonomian  rakyatnya  melalui  berbagai  kebijakan  yang
terwujud dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan, termasuk dalam hubungan  kontraktualperjanjian  antara  pelaku  usaha  dan  konsumen.  Pengaturan
hal-hal  tertentu  yang  berkaitan  dengan  masuknya  paham  negara  modern  melalui welfare  state
,  kita  tidak  menemukan  lagi  pengurusan  kepentingan  ekonomi  oleh rakyat  tanpa  melibatkan  pemerintah  sebagai  lembaga  eksekutif  di  dalam  suatu
35
Subekti, Pembinaan Hukum Nasional, Alumni, Bandung , 1981, halaman 67.
36
Ibid
Universitas Sumatera Utara
45
negara.  Sesuai  fungsi  kehadiran  negara,  maka  pemerintah  sebagai  lembaga eksekutif  bertanggung  jawab  memajukan  kesejahteraan  rakyatnya  yang
diwujudkan  dalam  suatu  pembangunan  nasional.  Campur  tangan  pemerintah  di Indonesia  sendiri  dapat  diketahui  dari  isi  pembukaan  dan  Pasal  33  Undang-
Undang  Dasar  1945,  serta  dalam  berbagai  peraturan  perundang-undangan  yang menjadi  aturan  pelaksanaannya,  termasuk  UUPK.  Dalam  Pasal  2  UUPK  secara
jelas  dapat  diketahui  bahwa  perlindungan  konsumen  diselenggarakan  dalam rangka pembangunan nasional, yang menjadi tanggung jawab pemerintah.
Memperhatikan  uraian  tentang  asas-asas  hukum  perlindungan  konsumen tersebut,  maka  dapat  ditarik  kesimpulan  bahwa  hukum  perlindungan  konsumen
berada dalam lingkup kajian hukum  ekonomi. Hukum ekonomi yang dimaksud, mengakomodasi  dua    aspek  hukum  sekaligus,  yaitu  aspek  hukum  publik  dan
aspek  hukum  privat  perdata,  dalam  hubungan  ini,  maka  hukum  ekonomi mengandung  berbagai  asas  hukum  yang  bersumber  dari  kedua  aspek  hukum
dimaksud di atas. Di  dalam  asas  hukum  tersebut  mengandung  nilai-nilai  untuk  melindungi
berbagai  aspek  kehidupan  kemanusiaan  di  dalam  kegiatan  ekonomi.  Asas-asas utama  dari  hukum  ekonomi  yang  bersumber  dari  asas-asas  hukum  publik  antara
lain;  asas  keseimbangan  kepentingan,  asas  pengawasan  publik,  dan  asas  campur tangan  negara  terhadap  kegiatan  ekonomi.  Sedangkan  asas-asas  hukum  yang
bersumber  dari  hukum  perdata  danatau  hukum  dagang  yaitu  khusus  mengenai
Universitas Sumatera Utara
46
hubungan  hukum  para  pihak  di  dalam  suatu  kegiatan  atau  perjanjian  tertentu atau perbuatan hukum tertentu dimana harus menghormati “hak dan kepentingan
pihak lain”.
37
Dari  uraian  di  atas  dapat  diketahui  bahwa  tujuan  dilaksanakannya “perlindungan konsumen adalah sebagai berikut:
38
a. meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
melindungi diri; b.
mengangkat  harkat  dan  martabat  konsumen  dengan  cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian produk danatau jasa;
c. meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan
menuntut hak-haknya sebagai konsumen; d.
menciptakan  sistem  perlindungan  konsumen  yang  mengandung  unsur kepastian  hukum  dan  keterbukaan  informasi  serta  akses  untuk
mendapatkan  informasi; e.
menumbuhkan  kesadaran  pelaku  usaha  mengenai  pentingnya perlindungan  konsumen  sehingga  timbul  sikap  yang  jujur  dan
bertanggung jawab dalam berusaha; f.
meningkatkan  kualitas  produk  danatau  jasa  yang  menjamin kelangsungan  usaha  produksi  produk  danatau  jasa,  kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen”.
2. Konsepsi