19
a              b c           d
Gambar 2.2. a Penampang Potongan A-A ; b Diagram Regangan ; c Diagram Tegangan ; d Gaya-Gaya
II.8. Tegangan Lentur Pada Balok II.8.1. Umum
Telah  kita  ketahui ketika  sebuah  balok  lurus  yang  memikul beban-beban  lateral pada setiap penampangnya mengalami momen lentur dan gaya geser dimana besaran yang
terjadi ini dapat dihitung secara manual. Contoh yang sederhana. dimana sebuah balok kantilever yang terjepit pada salah
satu ujungnya dan diberi beban terpusat W pada ujung yang bebas seperti pada gambar 2.3. Pada  kejadian  seperti  ini  maka  serat  atas dari  balok  tersebut akan  mengalami  tarik
sedangkan serat bawah akan mengalami tekan.
Gambar 2.3. Regangan lentur akibat pembebanan pada kantilever
20
II.8.2. Lentur Murni Pada Balok
Masalah  lentur  ini  ditinjau  pada  elemen  balok  dengan  penampang  persegi  dan diberi  gaya  lentur  pada  kedua  ujungnya.  Balok  ini  memiliki  lebar  penampang  b  ,
ketinggian penampang h seperti gambar 2.4. dengan sumbu simetri dari penampang adalah Cx, Cy.
Sepanjang  balok  dibengkokkan terhadap  bidang  yz,  gambar  2.5. dimana  sumbu Cz pada pertengahan balok tidak mengalami tarikan sehingga membentuk jari-jari kurvatur
R. Kita menganggap panjang elemen balok , pada keadaan tidak terbebani, AB dan FD
yang  merupakan  bagian  melintang  dari  sumbu  memanjang  balok  dan  saling  sejajar.  Pada saat dibengkokkan kita menganggap AB dan FD tetap datar, A’B’ dan F’D’ pada gambar
2.5 adalah penampang dari balok yang dibengkokkan yang sudah tidak saling sejajar. Pada bentuk yang dibengkokkan, beberapa serat memanjang seperti A’F’ tertarik
dan B’D’ tertekan. Bagian tengah dari balok yang tidak mengalami tarik dikenal sebagai Gambar 2.4. Penampang dari balok
persegi Gambar 2.5. Balok melengkung
pada jari-jari kurvatur bidang yz
21
garis netral dan sumbu Cx disebut sebagai sumbu netral. Sekarang kita tinjau serat HJ pada balok yang sejajar sumbu memanjang Cz seperti gambar 2.5, serat sejauh y dari garis netral
dan berada pada daerah tarik. Panjang awal dari serat HJ sebelum dibengkokkan adalah δz dimana panjang setelah di bengkokkan adalah
′ ′
=  + 2.3
ketika sudut  diantara  A’B’  dan  F’D’  pada  gambar  2.5. dan  2.6. adalah  δzR. Maka selama pembengkokkan HJ tertarik sebesar
′ ′
=  + =
2.4 Regangan longitudinal dari serat HJ  adalah
= =
2.5
Kemudian  regangan  longitudinal  pada  setiap  serat  adalah  sebanding  terhadap jarak serat itu dari garis netral. Pada daerah tekan yang berada di sisi sebelah bawah dari
permukaan normal memiliki nilai regangan negatif. Jika  material  dari  balok  tetap  berada
dalam  keadaan  elastis  selama pembengkokkan maka tegangan longitudinal pada serat HJ adalah
Gambar 2.6. Tegangan pada balok lentur
22
= =
2.6 Penyaluran  dari  tegangan  longitudinal  pada  setiap  penampang  seperti  pada
gambar 2.7., karena penyaluran yang simetris dari tegangan terhadap cumbu Cx maka tidak terjadi  dorongan  longitudinal  pada  penampang  dari  balok.  Resultan  dari  momen  yang
terjadi adalah =
2.7 Dengan mensubstitusikan σ pada persamaan 2.7 maka didapat
= =
2.8
dimana I adalah  momen  kedua  dari  luas  dari  penampang  terhadap  sumbu  Cx.
Dari persamaan 2.6 dan 2.8 didapat = =
2.9 Dapat  disimpulkan  bahwa  jari-jari  yang  seragam,  R,  dari  tengah  dari  sumbu  Cz
dapat  terbentuk  dari  momen  yang  terjadi  pada  kedua  ujung  dari  balok.  Persamaan 2.9 menunjukkan  hubungan  yang  linear  antara  M  dan  kelengkungan  dari  balok  1R.
Konstanta  seperti EIx  dalam  hubungan  yang  linear  ini  disebut  bending  stiffness  atau Gambar 2.7. Persebaran tegangan lentur
23
kadang disebut flexural stiffness dari balok. Kekakuan ini adalah hasil dari modulus Young E dan momen kedua dari luas Ix dari penampang terhadap sumbu pembengkokkan.
24
BAB III EKSPERIMENTAL
III.1. Perhitungan Benda Uji Balok Beton Bertulang III.1.1. Perhitungan Beban Mati Terpusat
Gambar 3.1. Sketsa Perencanaan Balok Beton Bertulang Direncanakan :
b = 15 cm h = 20 cm
selimut beton = 4 cm mutu beton K-225 f’c = 18.7 MPa
mutu tulangan baja BJTP 30 fy = 3.000 kgcm
2
= 300 MPa q = 0.2 x 0.15 x 24 = 0.72 kNm
As = 2D20 628 mm
2
As’ = 2D12 226,.08 mm
2