Memeriksa fundi, kardiak, neurologik, pulsasi dan pemeriksaan untuk aneurisma serta edema, ronkhi pada paru, tekanan vena jugularis.
3. Pemeriksaan yang relevan dengan hipertensi sistolik Memeriksa tiroid, apakah ada tremor, pucat, dan insufisiensi aorta.
c. Evaluasi laboratorium
Evaluasi laboratorium dilakukan untuk menilai panel kimiawi serta menilai abnormalitas elektrolit. Menilai apakah hiperkalsemia, yang biasanya ada
pada hiperparatiroidisme, neoplasia endokrin multiple, feokromositoma, hiperglikemia, sindroma cushing feokromositoma, akromegali, dan bersama-
sama dengan diabetes melitus primer. Menilai abnormalitas elektrolit, seperti pemeriksaan urinanalisis,
elektrokardiogram, radiografi dada, pemeriksaan hematokrit. Evaluasi minimum absolut harus mencakup pemeriksaan carik celup urine, pemeriksaan hematokrit,
pemeriksaan kalium, kreatinin dan pemeriksaan elektrokardiogram.
d. Uji laboratorium tambahan
Pemeriksaan ekokardiogram tidak diperlukan secara rutin tapi mungkin berguna dalam mengambil keputusan untuk memberikan terapi.
Melakukan pemantauan tekanan darah di rumah yang dikerjakan sendiri oleh pasien yang terutama berguna pada pasien dengan riwayat keluarga negatif
dan hipertensi labil serta mereka dengan intoleransi pengobatan yang jelas. Pemantauan rawat jalan ini berguna pada kasus tertentu contoh, sinkop nokturnal
tanpa pemantauan abnormalitas Holter. Melakukan pemeriksaan ultrasonogarfi renal pada semua anak hipertensi,
yang mana mereka dengan gejala obstruksi termasuk frekuensi urinaria atau poliuria, dan mereka dengan kreatinin serum meningkat.
Melakukan pemeriksaan hipertensi sekunder: “pemicu” evaluasi lanjutan. Awitan pada usia 25 tahun atau 50 tahun menyarankan pemeriksaan untuk
hipertensi sekunder, khususnya apabila ada Bruit abdomen.
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Penatalaksanaan Hipertensi 1. Terapi tanpa obat
a. Penurunan stress Penurunan stress dapat dilakukan dengan menghindari stress yang tidak
perlu. Kasus jarang yang membutuhkan perubahan pekerjaan. Tidak ada bukti keuntungan jangka panjang dari biofeedback.
b. Diet Pengaturan diet dengan resrtriksi garam secara moderate= 2 gm Natrium
5 gm NaCl. Setidaknya 50 dari pasien memberikan respons walaupun tanpa memberi terapi obat, setidaknya secara terpisah berkisar 4 mmHg. Walaupun
pada yang tidak “memberi respons”, sering kali secara nyata memperkuat efek pengobatan. Penilaian pemenuhan dengan natrium urine 24 jam sahih walaupun
dengan diuretik, jika mereka sudah mulai tiga minggu sebelumnya. Efek paling besar pada pasien- pasien yang sudah tua, Afro-Amerika, dan mereka dengan
hipertensi berat. Diet kalsium yang lebih tinggi masih kontroversial. Kebanyakan dapat
dibenarkan pada pasien- pasien dengan resiko osteoporosis dan mungkin memperburuk batu ginjal kalsium. Pencapaian berat badan ideal menurunkan
tekanan darah, bahkan tanpa pembatasan asupan garam. Diet rendah kolesterol, rendah asam lemah jenuh. Melakukan olahraga isotonik dalam batas kewajaran.
Penurunan asupan etanol. Diet tinggi kalium cukup untuk pemeliharaan serum K normal, asupan sebaiknya
≥ 60 mEq hari. Diet ini telah direkomendasikan oleh JNC-V saat ini. Sebaiknya tidak direkomendaikan pada pasien dengan
hiperkalemik sebelum terapi karena mungkin dapat menurunkan tekanan darah lebih lanjut pada pasien dengan antihipertensi. Meningkatkan asupan seledri 6- 8
batang sehari mungkin menurunkan tekanan arteri yang meningkat lebih dari 20 .
Hindarkan obat- obat yang memperparah hipertensi seperti nonsteroidal anti- inflammatory drugs
NSAIDs, steroid, pil KB, obat simpatomimetik dan kurangi pemakaian tembakau karena dapat menurunkan resiko penyakit koroner,
Universitas Sumatera Utara
stroke, perdarahan subarakhnoid, hipertensi maligna, kanker, kematian mendadak, dan emfisema.
2. Terapi dengan Obat
a. Diuretik misalnya chlortalidone [Hygrotone®], bendroflumethiazide
[Aprinox®], menurunkan tekanan darah dengan bekerja di ginjal. Diuretik menyebabkan ginjal mengeluarkan kelebihan garam dalam darah melalui
urine. Hal ini mengurangi volume cairan dalam sirkulasi dan kemudian menurunkan tekanan darah.
b. Alpha blocker misalnya doxazosin [Cardura®], terrazosin [Hytrin®],
menurunkan tekanan darah dengan memblokade reseptor pada otot yang melapisi pembuluh darah. Jika reseptor tersebut diblokade, pembuluh
darah akan melebar berdilatasi, sehingga darah mengalir dengan lebih lancar dan tekanan darah menurun.
c. Beta blocker misalnya atenolol [Tenormin®], bisoprolol [Concor®,
Emcor®], menurunkan tekanan darah dengan memperlambat denyut dan mengurangi kekuatan kontraksi jantung. Dengan demikian, tekanan yang
disebabkan oleh pompa jantung juga berkurang. Beta blocker juga memperlebar mendilatasi pembuluh darah dengan mempengaruhi
produksi hormon renin yang mengurangi resistensi sistemik, sehingga jantung dapat bekerja lebih ringan.
d. Calcium channel blocker misalnya amlodipine [Tensivask®, Istin®],
felodivine [Plendil®], menurunkan tekanan darah dengan memblokade masuknya kalsium ke dalam sel. Jika kalsium memasuki sel otot, maka
otot akan berkontraksi. Dengan menghambat kontraksi otot yang melingkari pembuluh darah, pembuluh akan melebar sehingga darah
mengalir dengan lancar dan tekanan darah menurun. e.
ACE-Inhibitor angiotensin-converting enzyme misalnya, captopril [Capoten®], ramipril [Triatec®], perindopril [Coversyl®], menurunkan
tekanan darah dengan memblokade produksi hormon angiotensin II yang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan konstriksi pembuluh darah. Dengan demikian, obat ini dapat memperlebar pembuluh darah dan mengurangi tekanan darah.
f. Angiotensin receptor blocker, misalnya losartan [Cozaar®], irbesartan
[Aprovel®], bekerja dengan cara yang sama seperti ACE-Inhibitor, yaitu dengan memblokade efek konstriksi dari angiotensin II. Berbeda dengan
ACE-Inhibitor yang memblokade produksi angiotensin II, ARB bekerja
dengan memblokade pengikatan angiotensin ke reseptor spesifiknya, bukannya mengurangi produksi angiotensin. Oleh karena angiotensin tidak
dapat menkonstriksi pembuluh darah, maka pembuluh darah akan melebar berdilatasi dan tekanan dalam sistem sirkulasi berkurang Palmer, 2002.
2.1.7. Biaya Obat Hipertensi
Tujuan pengobatan penderita hipertensi adalah untuk mencegah morbiditas dan mortalitas yang disebabkan oleh gangguan dengan menggunakan cara yang
paling nyaman. Pengobatan utamanya dapat berupa diuretik, beta blocker, calcium channel blocker
, ACE-Inhibitor, atau alpha blocker, bergantung pada berbagai pertimbangan pada pasien, termasuk mengenai 1. Biaya diuretik
biasanya merupakan obat yang paling murah, 2. Karakteristik demografi umumnya Afro-Amerika lebih berespons terhadap diuretik dan calcium channel
blocker dibandingkan terhadap beta blocker atau ACE-Inhibitor, 3. Penyakit
yang terjadi bersamaan beta blocker dapat memperburuk asma, diabetes melitus, dan iskemia perifer tetapi dapat memperbaiki angina, disritmia jantung tertentu,
dan sakit kepala migraine dan 4. Kualitas hidup beberapa obat hipertensi dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan seperti gangguan fungsi
seksual Price Wilson, 2006. Penyakit hipertensi ini merupakan penyakit dengan kategori biaya
pengobatan yang tinggi dikarenakan alasan tingginya angka kunjungan ke dokter, perawatan rumah sakit, dan atau penggunaan obat- obatan jangka panjang. Biaya
untuk mengobati penyakit hipertensi saat ini sudah tidak dapat dikendalikan. Menurut The National Heart, Lung, and Blood Institute NHLBI pada tahun
2002 total biaya kesehatan untuk hipertensi di Amerika telah diperkirakan sekitar
Universitas Sumatera Utara
47,2 milyar per tahunnya. Total pelayanan kesehatan ini sudah termasuk biaya obat yang terhitung bisa lebih dari 70 dari total biaya pelayanan kesehatan untuk
hipertensi Dipiro et al., 2005.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. Kerangka Konsep
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Pasien Hipertensi dengan Jenis Obat, Biaya Obat, dan Lama Hipertensi
3.2 Variabel dan Definisi Operasional
- Pasien hipertensi adalah pasien dengan tekanan darah 140 mmHg
tekanan sistolik dan atau 90 mmHg tekanan diastolik yang sedang berobat jalan di Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan pada
bulan Juli- Agustus 2011. Cara pengukurannya adalah observasi rekam medik. Alat ukurnya adalah rekam medik. Hasil pengukurannya,
hipertensi. Hipertensi jika tekanan darah 140 mmHg tekanan sistolik dan atau 90 mmHg tekanan diastolik. Skala pengukurannya adalah
nominal. -
Jenis obat hipertensi adalah segala jenis golongan obat yang digunakan dalam pengobatan hipertensi, meliputi : diuretik, alpha blocker, beta
blocker , calcium channel blocker, ACE-Inhibitor, dan angiotensin
receptor blocker ARB. Cara pengukurannya adalah dengan observasi
dan analisa rekam medik. Alat ukurnya adalah rekam medik. Hasil pengukurannya adalah mungkin golongan diuretik, alpha blocker, beta
blocker , calcium channel blocker, ACE-Inhibitor, dan angiotensin
receptor blocker ARB. Skala pengukurannya adalah nominal.
- Biaya obat hipertensi adalah biaya yang dikenakan atas pemakaian obat
hipertensi. Cara pengukurannya observasi. Alat ukurnya adalah rekam - Jenis Obat Hipertensi
- Biaya Obat Hipertensi -Lama Hipertensi
Pasien Hipertensi
Universitas Sumatera Utara
medik dan MIMS. Hasil pengukurannya dinyatakan dalam Rupiah. Skala pengukurannya nominal.
- Lama hipertensi adalah waktu sejak pasien dinyatakan hipertensi sampai
saat datang berobat jalan ke Poliklinik Jantung RSUP Haji Adam Malik Medan. Cara ukur nya adalah dengan observasi dan analisa rekam medik
pasien. Alat ukurnya adalah rekam medik. Hasil pengukurannya, dinyatakan pasien hipertensi lama adalah jika pasien telah menderita
hipertensi 3 tahun atau lebih. Skala pengukurannya adalah nominal.
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian