4.5. Keadaan Perekonomian Kota Medan
Pertumbuhan ekonomi pada dasarnya merupakan gambaran dari aktifitas perekonomian masyarakat di suatu daerah, disamping juga dapat digunakan sebagai
salah satu tolok ukur keberhasilan dari pelaksanaan pembangunan itu sendiri. Berdasarkan indikator PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000, pertumbuhan
ekonomi Kota Medan selama periode 2007 – 2009 menunjukkan perlambatan yang berarti. Pada tahun 2007, pertumbuhan ekonomi Kota Medan mencapai 7,78 namun
seiring dengan kecenderungan globalregional yang mempengaruhinya pada tahun 2008 terjadi penurunan menjadi 6,75 dan 6,15 pada tahun 2009. Namun
demikian, selama periode tersebut, rata-rata laju pertumbuhan ekonomi Kota Medan sebesar 6,89 per tahun dan relatif masih lebih tinggi dibandingkan rata-rata laju
pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,72.
Sumber: BPS Kota Medan
29,35 31,21
33,26 7,78
6,75 6,15
1 2
3 4
5 6
7 8
9
27,00 28,00
29,00 30,00
31,00 32,00
33,00 34,00
2007 2008
2009 PDRB ADHK 2000 Rp. triliun
Pertumbuhan Ekonomi
Universitas Sumatera Utara
Gambar 4.5. Pertumbuhan Ekonomi Kota Medan Tahun 2007 – 2009
Selanjutnya apabila dianalisis secara sektoral, perlambatan ekonomi Kota Medan umumnya terjadi pada kelompok sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel
dan restoran yang turun dari 5,94 pada tahun 2007 menjadi 5,04 pada tahun 2009, diikuti sektor transportasi dan telekomunikasi yang turun dari 10,61 menjadi 7,83
pada tahun 2009 serta penurunan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dari 12,82 tahun 2007 menjadi 8,15 pada tahun 2009. Walaupun terjadi
perlambatan ekonomi pada sektor tersier tersebut, akan tetapi untuk penyerapan tenaga kerja pada tahun 2009 terjadi peningkatan dari 70,61 pada tahun 2008
menjadi 73,72 di tahun 2009 atau mengalami peningkatan sebesar 3,11. Sedangkan untuk kelompok sektor sekunder, yang mengalami perlambatan
adalah sektor industri pengolahan yang turun dari 6,08 pada tahun 2007 menjadi 1,71 pada tahun 2009. Penurunan ini umumnya terjadi dihampir semua daerah yang
mengandalkan sektor industri pengolahan dengan produk-produk yang berorientasi ekspor ke negara-negara maju. Seiring dengan menurunnya sektor tersebut,
kemampuan untuk menciptakan lapangan kerja juga menurun dari 24,35 pada tahun 2008 menjadi 22,25 dari total kesempatan kerja yang tercipta pada tahun
2009. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kota Medan Tahun 2007 – 2009 dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4. Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Kota Medan Tahun 2007 – 2009 No
Lapangan Usaha Pertumbuhan
2007 2008
2009
1. Pertanian
5,14 3,61
4,73 2.
Pertambangan Penggalian -10,30
-13,49 0,46
3. Industri Pengolahan
6,08 3,91
1,71 4.
Listrik, Gas dan Air Minum -2,81
3,58 4,01
5. Bangunan
6,43 8,07
8,22 6.
Perdagangan, Hotel Restoran 5,94
5,60 5,04
7. Pengangkutan Komunikasi
10,61 8,15
7,83 8.
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 12,82
9,50 8,15
9. Jasa-Jasa
6,83 7,08
7,42 PDRB
7,78 6,75
6,15
Sumber: BPS Kota Medan, 2010 Sementara itu, sektor ekonomi yang tumbuh secara signifikan dari kelompok
sektor primer adalah sektor pertambangan dan penggalian yang meningkat dari - 10,30 pada tahun 2007 menjadi 0,46 tahun 2009. Sedangkan dari kelompok
sektor sekunder adalah sektor listrik, gas dan air minum yang tumbuh dari -2,81 menjadi 4,01 pada tahun 2009 dan sektor konstruksi yang tumbuh dari 6,43 pada
tahun 2007 menjadi 8,22 pada tahun 2009. Selanjutnya, dari kelompok sektor tersier adalah sektor jasa-jasa yang tumbuh dari 6,83 menjadi 7,42 pada tahun
2009 atau rata-rata tumbuh sebesar 4,23 per tahun. Meningkatnya sektor ekonomi tersebut terutama didorong oleh kebutuhan masyarakat akan perumahan kontruksi
dan kebutuhan utama sehari-hari seperti listrik, gas dan air minum. Peranan atau kontribusi sektor ekonomi menunjukkan besarnya kemampuan
masing-masing sektor ekonomi dalam menciptakan nilai tambah dan menggambarkan
Universitas Sumatera Utara
ketergantungan daerah terhadap kemampuan memproduksi barang dan jasa dari masing-masing sektor ekonomi. Untuk mengetahui struktur perekonomian Kota
Medan dapat dilihat dari kontribusi setiap sektor dalam pembentukan PDRB menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku.
Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa struktur ekonomi Kota Medan
relatif tidak mengalami pergeseran selama periode 2007 – 2009. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan sektor yang paling besar peranannya terhadap
pembentukan PDRB Kota Medan diikuti sektor pengangkutan dan telekomunikasi. Selanjutnya sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan serta sektor jasa-jasa dan sektor bangunan konstruksi. Sedangkan sektor ekonomi yang berkontribusi rendah adalah sektor pertambangan dan penggalian,
diikuti sektor listrik, gas dan air minum serta sektor pertanian.
Tabel 4.5. Struktur Perekonomian Kota Medan Tahun 2007 – 2009
No Kelompok Sektor
Kontribusi terhadap PDRB
2007 2008
2009
1.
Primer
2,85 2,87
2,73 Pertanian
2,84 2,86
2,72 Pertambangan dan Penggalian
0,01 0,01
0,01 2.
Sekunder 27,93
27,26 26,50
Industri Pengolahan 16,28
15,98 15,09
Listrik, Gas dan Air Bersih 1,88
1,73 1,79
Bangunan 9,77
9,56 9,63
3.
Tersier
69,21 69,87
70,76 Perdagangan, Hotel, dan Restoran
25,44 25,94
25,79 Pengangkutan dan Komunikasi
19,02 19,09
19,47 Keuangan, Persewaan Jasa Perusahaan
14,13 14,53
14,73 Jasa-Jasa
10,63 10,30
10,77
Jumlah 100,00
100,00 100,00
Universitas Sumatera Utara
Sumber: BPS Kota Medan, 2010 Apabila dianalisis lebih jauh, struktur perekonomian Kota Medan
menunjukkan bahwa kontribusi sektor primer cenderung semakin menurun selama periode 2007 – 2009, yakni dari 2,86 pada tahun 2007 menjadi 2,73 di tahun
2009 atau turun sebesar 0,13. Begitupun kontribusi sektor sekunder yang mengalami penurunan sebesar 1,43 dari 27,93 pada tahun 2007 menjadi 26,50
di tahun 2009. Namun untuk kontribusi sektor tersier menunjukkan kecenderungan yang meningkat selama periode tersebut yakni dari 69,21 pada tahun 2007 menjadi
70,76 pada tahun 2009 atau mengalami peningkatan sebesar 1,55. Kondisi tersebut memberikan gambaran bahwa struktur atau pola
perekonomian Kota Medan telah bergeser dari sektor pertanian agraris ke sektor sekunder atau sektor jasa yang merupakan ciri spesifik dari daerah perkotaan. Hal ini
sejalan dengan fenomena di daerah perkotaan dimana mata pencaharian penduduk mengarah kepada sektor-sektor non agraris. Gejala ini bisa dipahami karena beberapa
faktor yang menyebabkan antara lain luas lahan pertanian di daerah perkotaan sangat sempit sehingga daya serap tenaga kerja sektor pertanian semakin sedikit dan tidak
memungkinkan bagi penduduk untuk memiliki lahan pertanian yang cukup luas serta lahan diperkotaan merupakan barang berharga dan bernilai sangat tinggi sehingga
dari segi ekonomis dimungkinkan untuk kegiatan sektor lainnya, seperti kawasan industri, pertokoan ataupun permukiman.
Universitas Sumatera Utara
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN