BAHAN AJAR HUKUM KEUANGAN NEGARA PROGRAM DIPLOMA III KEUANGAN SPESIALISASI AKUTANSI TIM PENYUSUN SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA TAHUN 2011

(1)

BAHAN AJAR

HUKUM KEUANGAN NEGARA

PROGRAM DIPLOMA III KEUANGAN

SPESIALISASI AKUTANSI

TIM PENYUSUN

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

TAHUN 2011


(2)

KATA PENGANTAR

Materi bahan ajar ini merupakan kutipan dari Buku HKN yang sedang dalam proses penyelesaian; yang diharapkan dapat menjadi acuan bagi bapak/ibu dosen yang mendapat tugas memberikan kuliah Hukum Keuangan Negara (HKN). Pada awalnya mata kuliah HKN ini bernama HAKN atau Hukum Administrasi Keuangan Negara. Seiring dengan berjalannya waktu materi mata kuliah HAKN nampak semakin menitik beratkan kearah permasalahan teknis Administrasi Keuangan, sementara bobot pembelajaran Hukum Keuangannya sendiri semakin jauh berkurang. Keadaan yang demikian tentu segera dicari jalan pemecahannya mengingat pula kebutuhan pemahaman masalah hukum keuangan bagi lulusan STAN semakin menjadi tuntutan para user; sehingga mulai tahun akademik 2010/2011 HAKN dipisahkan menjadi dua mata kuliah yakni HKN dan AKN atau Hukum Keuangan Negara dan Administrasi Keuangan Negara yang materi muatannya sangat jauh berbeda.

Melihat latar belakang proses kelahiran mata kuliah HKN seperti tersebut diatas, maka bagi para Dosen sangat diharapkan pemahamannya terhadap ilmu hukum; khususnya HAN/HTUN, HTN maupun bidang hukum Pidana/Perdata. Hal ini agar memudahkan dalam proses pembelajarannya, misalnya seorang lawyer (yang kebetulan merelakan waktunya untuk kegiatan mengajar) tidak perlulah “terlalu asyik” menerangkan proses beracara di Pengadilan; seperti teknik membuat surat gugatan dan sebagainya tetapi bisa memanfaatkan pengetahuannya tentang “teknik” pembuatan kontrak yang benar dengan pihak III dalam kegiatan PBJ Pemerintah, maupun tentang kelemahan-kelemahan yang sering dilakukan aparat dalam menghadapi kasus-kasus di Pengadilan.

Bahan ajar ini sengaja dibuat sangat singkat dan tidak pula disertai power point

dengan maksud para dosen untuk lebih mudah berimprovisasi dalam proses pembelajarannya, termasuk membuat ppt versi masing-masing; tentu saja setelah mencermati dengan baik setiap session materi bahan ajar ini. Sebagai contoh ketika pemberian materi kuliah “Pengelolaan BMN” angkatlah suatu kasus dimana dalam suatu DIPA SATKER tidak ditemukan kegiatan pembuatan Lapangan tennis, yang ada adalah pembuatan Lapangan Parkir, tetapi Kepala Satker berkeinginan kuat untuk membuat Lapangan Tenis; sementara untuk revisi DIPA diprediksi tidak memungkinkan. Bagaimana hal ini bisa terlaksana tanpa melanggar hukum dan lulus tehadap LHP dari APIP?. Tentu saja semua jawabannya ada pada materi kuliah “Pengelolaan BMN” tersebut. Sekali lagi kejelian dan kecermatan dalam memahami materi bahan ajar serta disertai pengalaman para Dosen akan membuat perkuliahan menjadi menarik dan selalu ditunggu para mahasiswa.


(3)

Materi kuliah HKN adalah suatu materi kuliah yang dinamis dalam arti apa yang menjadi topik di media atau di masyarakat harus bisa dijawab oleh HKN, begitu juga laju perkembangan tata pemerintahan harus bisa diantisipasi oleh HKN; menyikapi hal ini para dosen dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan-perkembangan tersebut.

Jakarta, Agustus 2011


(4)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... iii

PENDAHULUAN... vii

A Deskripsi Singkat... vii

B Prasyarat Kompetensi... vii

C Standar Kompetensi... vii

D Kompetensi Dasar... vii

E Relevansi Dasar... vii

BAB I KEUANGAN NEGARA

1

A Definisi Keuangan Negara...

1

B Ruang Lingkup Keuangan Negara...

4

C Pengertian-Pengertian Lain...

5

BAB II KEKUASAAN PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

7

A Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan Keuangan Negara...

7

B Pelaksanaan Keuangan Daerah...

9

C Pelaksanaan Keuangan Negara...

11

D Hubungan Kekuasaan Negara dengan Tujuan Bernegara...

16

E Aktualisasi Fungsi Hukum Administrasi Negara dalam Mewujudkan Pemerintahan yang Baik...

18

BAB III PENGERTIAN DAN SITILAH-ISTILAH KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG

21

A Pengertian Keuangan Negara...

21

B Pengertian Perusahaan Milik Negara/Daerah...

22

C Pengertian APBN...

22

D Pengertian Penerimaan, Pengeluaran, Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan……….

23

E Pengertian Tahun Anggaran...

23

F Pengertian Surplus Penerimaan ...

24

BAB IV KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

25


(5)

Keuangan Negara...

B Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara...

26

C Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Daerah...

26

BAB V KETENTUAN MENGENAI PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF DAN GANTI RUGI (1)

29

A Aspek Pidana pada Pengelolaan Keuangan Negara...

29

B Pengenaan Pidana berdasarkan Paket Undang-Undang Keuangan Negara...

30

C Pengenaan Pidana berdasarkan KUHP...

31

BAB VI KETENTUAN MENGENAI PIDANA, SANKSI ADMINISTRATIF DAN GANTI RUGI (2)

36

A Pengertian Sanksi Administratif………...

36

B Ketentuan Mengenai Sanksi Administratif...

37

C Prosedur Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian Keputusan Hukuman...

38

D Pengertian Ganti Rugi dan Tuntutan Ganti Rugi berdasar UU No.1/2004...

39

E Prosedur dan Ketentuan Ganti Rugi...

39

F Prosedur dan Ketentuan Ganti Rugi...

40

BAB VII Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum

42

A Pengertian Badan Layanan Umum...

43

B Tujuan dan Asas...

44

C Persyaratan, Penetapan, dan Pencabutan Status BLU...

45

D Standar dan Tarif Layanan...

48

E Pengelolaan Keuangan BLU...

49

F Tata Kelola, Pembinaan, dan Pengawasan...

57

BAB VIII PENGELOLAAN BMN

68

A Pengertian Barang Milik Negara...

68

B Dasar Hukum Pengelolaan BMN...

68

C Asas dan Lingkup Pengelolaan BMN...

62

D Pejabat Pengelola BMN...

62

E Perencanaan Kebutuhan dan Penganggaran...

62

F Pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, Pengamanan dan Pemeliharaan…

63

G Peniaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan...

73


(6)

H Pengendalian dan Pengawasan serta Pembinaan...

87

I Ganti Rugi dan Sanksi...

88

BAB IX ASPEK LEGAL PENGADAAN BARANG DAN JASA (1)

97

A Penunjukkan kepada Pengguna Barang/Jasa...

97

B Pembentukan Panitia/Pejabat Pengadaan...

98

C Pemaketan Pekerjaan...

100

D Penetapan Sistem Pengadaan yang dilaksanakan Penyedia Barang/Jasa….

101

BAB X PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA (1)

105

A Pengertian Umum...

105

B Lingkup Pemeriksaan...

105

C Standar pemeriksaan Keuangan Negara...

106

D Pelaksanaan Pemeriksaan...

107

E Pelaksanaan Tugas Pemeriksaan...

108

F Investigasi dan Temuan Kasus Pidana...

108

BAB XI PEMERIKSAAN PENGELOLAAN DAN TANGGUNG JAWAB KEUANGAN NEGARA (2)

110

A Hasil Pemeriksaan dan Tindak Lanjut……….

110

B Pengenaan Ganti Rugi………..

112

C Ketentuan Pengenaan Pidana……….

113

D Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)………

115


(7)

PENDAHULUAN

A. Diskripsi Singkat

Hukum Keuangan Negara dalam modul ini membahas materi dari sisi aspek hukumnya APBN mulai dari pengertian keuangan Negara, perencanaan anggaran, penetapan anggaran, pelaksanaan anggaran, pelaporan sampai dengan pertanggungjawabanya yang selama ini dikenal dengan perencanaan anggaran.

B. Prasyarat Kompetensi

Mahasiswa yang mengikuti Mata kuliah HKN terlebih dahulu harus telah menempuh dan lulus mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum (PIH), Pengantar Ilmu Ekonomi (PIE), dan Keuagan Publik.

C. Standar Kompetensi

Mahasiswa yang megikuti mata kuliah HKN sudah memiliki pengetahuan tentang dasar-dasar filosofi pengertian tentang hukum, darimana hukum itu berasal, mengapa hukum itu harus ditaati, sumber-sumber hukum, mahzab-mahzab atau teori-teori tentang hukum, tata hukum, tata urutan perundang-undangan dsb., pengetahuan di bidang ekonomi mahasiswa sudah memiliki pengetahuan dasar-dasar filosofi pengantar ekonomi, da di bidang keuangan public mahasiswa sudah mengatuhi dan mengerti tentang peran Negara dalam kegiatan sekonomi untuk membiayai tugas-tugasnya melaksanakan tugas umum pemerintaha dan pembagunan.

D. Kompetensi Dasar

Kompetensi Dasar yang diperoleh mahasiswa setelah mengikuti kuliah HKN adalah mahasiswa memahami dan mengerti tentang aspek hukum pengelolaan keuangan Negara RI mulai dari perencanaan anggaran, penetapan anggaran, pelaksanaan anggaran, pencatatan dan pelaporan anggaran sampai dengan pertanggungjawaban anggaran.

E. Relevansi Dasar

Mata kuliah Pengantar Ilmu Hukum (PIH), Pengantar Ilmu Ekonomi, Keuangan Publik mempuyai relevansi dasar bagi mahasiswa yang akan mengikuti kuliah Hukum Keuangan Negara…Mata kuliah ini membahas aspek hukum Negara sebagai badan hokum public bagaimana mencari pembiayaan melalui sumber-sumber yang diperkenankan oleh undang-undang, bagaimana mengelolanya, dan akhirnya membelanjakaya serta mempertaggungjawabkan kepada rakyat melalui DPR sebagai pemberi mandat.


(8)

BAB

KEUANGAN NEGARA

A. Definisi Keuangan Negara

Untuk memahami Hukum Keuangan Negara harus berangkat terlebih dahulu dari pengertian Keuangan Negara. Banyak para ahli memberikan terhadap pengertian Keuangan Negara. Disini akan dikutip beberapa pendapat.

1. Menurut M. Ichwan K.N.

Keuangan negara adalah rencana kegiatan secara kuantitatif dengan angka-angka yang antara lain diwujudkan dalam mata uang, yang akan dijalankan untuk masa mendatang, lazimnya satu tahun.

2. Menurut GEODHART, K.N.

Keuangan negara adalah keseluruhan UU yang ditetapkan secara periodik yang memberikan kekuasan pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran mengenai periode tertentu dan menunjukkan alat pembiayaan yang diperlukan untuk menutup pengeluaran tersebut.

Jadi unsur-unsur keuangan menurutnya:

 Periodik

 Pemerintah sebagai pelaksana anggaran

 Pelaksanaan anggaran mencakup dua wewenang yaitu wewenang penerimaan dan wewenang pengeluaran.

 Bentuk anggaran berupa suatu UU

3. Menurut John F. Due K.N. is A Budget is general sense of term, is a financial

plan for specific period time… a government budget, therefore is a statement of

1

Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami definisi keuangan negara, ruang lingkup keuangan negara, dan pengertian lain yang terkait

.


(9)

proposed expenditures and expected revenues for the coming period together

with data of actual expenditures and revenues for current and past period.

Government Budget Adalah suatu pernyataan mengenai pengeluaran atau belanja yang diusulkan dan penerimaan untuk masa mendatang bersama dengan data pengeluaran dan penerimaan yang sebenarnya untuk periode mendatang dan periode yang telah lampau.

Dengan demikian unsur-unsur KN menurut John F. Due adalah:

 Anggaran belanja memuat data keuangan mengenai pengeluaran dan penerimaan dari tahun2 yang sudah lalu.

 Jumlah yang diusulkan untuk tahun yang akan datang.

 Jumlah taksiran untuk tahun yang sedang berjalan.

 Untuk suatu periode tertentu. 4. M. Marsono

Anggaran Negara adalah suatu rencana pekerjaan keuangan yang pada satu pihak mengandung jumlah pengeluaran yang setinggi-ingginya yang mungkin diperlukan untuk membiayai kepentingan Negara pada satu masa depan, dan pada pihak yang lain merupakan perkiraan pendapatan yang mungkin dapat diterima dalam masa tersebut.

5. M. Subagio

Anggaran Negara adalah suatu rencana yang diperlukan untuk membiayai segala kegiatannya, begitu pula biaya yang diperlukan untuk menjalankan pemerintahan disertai taksiran besarnya penerimaan yang didapat dan digunakan membelanjakan pengeluaran tersebut.

Unsur-unsur K.N. menurutnya:

 Kebijakan pemerintah tercermin dalam angka-angka.

 Rencana pemasukan untuk membiayai pengeluaran.

 Memuat data pelaksanaan anggaran satu tahun yang lalu.

 Menunjukkan sektor yang diprioritaskan.

 Menunjukkan maju mundurnya pencapaian sasaran.

 Merupakan petunjuk bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijakannya untuk satu tahun mendatang.


(10)

Dari beberapa defenisi tersebut dapat disimpulkanKeuangan Negara adalah:

1. Semua kekayaan atau harta Negara dan utang Negara begitupun segala hal yang menyangkut dengan harta atau utang tersebut baik yang berwujud atau tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang.

2. Keuangan Negara biasa juga disebut dengan Anggaran Negara (Budget). Bahkan UU No. 17 tahun 2003 menyebutnya dengan istilah APBN/APBD.

Dengan demikian Anggaran Negara dapat kita lihat dari tiga sudut pandang, yaitu: 1. Sudut Administratif, berarti ditinjau dari sudut Penatausahaan Penerimaan dan

Pengeluaran Negara dengan memperhatikan keseimbangan yang logis diantara keduanya.

2. Sudut Konstitusi, berarti hak untuk turut menentukan anggaran Negara dari Badan Perwakilan Rakyat (Volksvertegenwoordiging) yang pada umumnya dicantumkan dalam suatu konstitusi Negara. (Pasal 23 UUD 1945). Hal ini sebagai konsekwensi pelaksanaan ajaran Trias Politika Montesque meskipun tiori tersebut tidak murni lagi dianut.

3. Dari Sudut Undang-Undang/Peraturan Pelaksanaan, berarti Keseluruhan ketentuan UU yang ditetapkan secara priodik, yang memberikan kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan pengeluaran mengenai priode tertentu.

UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara memberikan sebutan dengan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN adalah Rencana Keuangan tahunan pemerintahan Negara yang disetujui oleh dewan perwakilan rakyat. (berarti Anggaran) dipandang dari sudut konstitusi. Menurut UU No. 17 Tahun 2003, Keuangan Negara adalah Semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.

Dengan demikian Keuangan Negara menurut penulis adalahSemua kekayaan atau harta Negara dan utang Negara begitupun segala hal yang menyangkut dengan harta atau utang tersebut baik yang berwujud atau tidak berwujud yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya semua kekayaan atau harta daerah dan utang daerah karena daerah juga merupakan bagian dari negara (Pasal 18 UUD 1945)


(11)

Dasar hukum Pengelolaan Keuangan Negara dapat ditemui dalam UUD 1945 Pasal 23, terutama ayat (1) yang berbunyi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Ayat (2) RancanganUU APBN diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.Ayat (3) Apabila DPR tidak menyetujui rancangan APBN yang diusulkan oleh Presiden, pemerintah menjalankan APBN tahun yang lalu.

Beberapa Ketentuan di bidang pengelolaan keuangan Negara yang perlu diketahui:

 UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara

 UU No. 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara

 UU No. 15/2004 tentang Pemeriksaan dan Pertanggungjawaban Pengelolaan Keuangan Negara

 UU APBN

 Keppres 80/2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa InstansiPemerintah, Peraturan Pemerintah No. 8/2006 tentang Revisi Keppres 80/2003, terakhir Perpres No. 54 th 2010

 PP 20/2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah

 PP 21/2004 tentang RKA-KL B. Ruang Lingkup Keuangan Negara

Yang termasuk lingkup keuangan negara RI adalah:

1. Hak Negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman.

2. Kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum, Pemerintahan Negara, dan melakukan pinjaman.

3. Penerimaan dan pengeluaran Negara 4. Penerimaan dan pengeluaran daerah

5. Kekayaan Negara dan kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan Negara/daerah.


(12)

6. Kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan umum

7. Kekayaan yang diperoleh pihak lain dengan mempergunakan fasilitas pemerintah.

C. Pengertian-Pengertian Lain

1. Pengertian APBN adalah rencana kerja keuangan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk jangka waktu tertentu biasanya dalam satu tahun anggaran. 2. APBN atau biasa juga disebut perbendaharaan Negara. Perbendaharaan itu

sendiri dapat didekati dari beberapa sudut.:

a. Dari segi obyek, seluruh hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang meliputi: uang, barang, utang-piutang dan investasi.

b. Dari segi subyek, seluruh harta dan utang yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah, termasuk yang dikelola oleh Badan Layanan Umum seperti rumah sakit dan perguruan tinggi negeri.

c. Dari segi proses, seluruh rangkaian kegiatan pengelolaan harta dan utang sesudah APBN/APBD ditetapkan

d. Dari segi tujuan, seluruh kegiatan pengelolaan harta dan utang dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam APBN/APBD.

3. Pengertian Perusahaan Milik Negara/Daerah adalah perusahaan yang didirikan dengan modalnya minimal 51% atau lebih dimiliki oleh negra atau daerah. Perusahaan tersebut merupakan Badan Usaha milik Negara/Daerah yang bersangkutan.

4. Pengertian tahun anggaran adalah tahun pelaksanaan dari suatu anggaran yang telah ditetapkan bersama antara pemerintah dan DPR. Saat ini tahun anggaran sama dengan tahun fiskal yaitu dimulai dario l Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang berjalan.

5. Pengertian Penerimaan adalah semua pendapatan yang diterima negara dan yang akan dipergunakan untjuk membiayai pengeluaran negara. Sedang belanja adalah semua pengeluaran yang dilakukan oleh negara dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sedang Pembiayaan adalah penerimaan yang akan dibayar kembali dan pengeluaran yang akan diterima kembali.


(13)

6. Defisit Anggaran

Defisit anggaran merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi APBN di saat angka belanjanya melebihi jumlah pendapatan. Terdapat empat pilihan cara untuk mengukur defisit anggaran, yang masing-masing dikenal dengan sebutan (i) defisit konvensional; (ii) defisit moneter; (iii) defisit operasional; dan (iv) defisit primer.

7. Defisit Konvensional

Defisit yang dihitung berdasarkan selisih antara total belanja dengan total pendapatan termasuk hibah.

8. Defisit Moneter

Merupakan selisih antara total belanja pemerintah (di luar pembayaran pokok hutang) dengan total pendapatan (di luar penerimaan hutang).

9. Defisit Operasional

Merupakan defisit moneter yang diukur dalam nilai riil dan bukan nilai nominal. 10. Defisit Primer

Merupakan selisih antara belanja ( di luar pembayaran pokok dan bunga hutang) dengan total pendapatan.

11. Pembiayaan

Dalam keadaan defisit tentunya diperlukan tambahan dana agar kegiatan yang telah direncanakan tetap dapat dilaksanakan. Dana tersebut bias berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Upaya untuk menutup defisit disebut sebagai pembiayaan defisit (deficit financing). Upaya ini dapat dilakukan dalam berbagai bentuk misalnya

a. hutang;

b. menjual asset milik negara; dan c. memperoleh hibah.


(14)

BAB

KEKUASAAN PENGELOLAANKEUANGAN NEGARA

A. Presiden Sebagai Pemegang Kekuasaan Keuangan Negara

Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan (Pasal 6 UU No. 17/2003). Kekuasaan ini meliputi kewenangan yang bersifat umum dan khusus.

Kewenangan yang bersifat umum yaitu penetapan arah, kebijakan umum, strategi dan prioritas dalam pengelolaan APBN, antara lain penetapan pedoman pelaksanaan dan pertanggungjawaban APBN, penetapan susunan rencana kerja kementerian Negara/lembaga, penetapan gaji dan tunjangan serta pedoman pengelolaan penerimaan Negara.

Sedangkan yang termasuk kewenangan yang bersifat khusus yaitu keputusan/kebijakan teknis yang berkaitan dengan penelolaan APBN, keputusan rincian APBN, keputusan dana perimbangan, dan penghapusan asset dan piutang Negara.

Sebagian kekuasaan itu diserahkan kepada Menteri Keuangan yang kemudian berperan sebagai pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan negara dalam kekayaan negara yang dipisahkan. Sebagian kekuasaan lainnya diberikan kepada menteri/pimpinan lembaga sebagai pengguna anggaran/pengguna barang lembaga/kementrian yang dipimpinnya.

Dari pernyataan tersebut, maka presiden dapat disebut sebagai Chief Executive Officer (CEO) dimana presiden memiliki kekuasaan paling sentral dan tertinggi dalam mengatur keuangan negara dengan fungsi:

1. Pembinaan dan koordinasi pembagian kekuasaan keuangan negara.

2

Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami tentang pengelolaan keuangan negara baik di pusat maupun di daerah.


(15)

2. Penelitian dan pengembangan tertentu dalam rangka mendukung kebijakan yang telah berlaku dalam UU.

3. Pelaksanaan pembuatan dan pengajuan RAPBN.

Sedangkan, Menteri Keuangan berperan dan berfungsi sebagai Chief Financial Officer (CFO) sedangkan menteri teknis/pimpinan lembaga berperan sebagai Chief Operating Officers (COOs).

Dalam rangka mewujudkan asas desentrailsasi dalam penyelenggaraan Negara, Presiden dapat menyerahkan sebagian kekuasaan tersebut diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku pengelola keuangan daerah. Adapun terkait dengan penetapan dan pelaksanaan kebijakan moneter sebagai bagian dari keuangan Negara dilaksanakan oleh bank sentral.

Berikut adalah rincian pembagian kekuasaan keuangan negara lebih lanjut dari keterangan di atas:

1. Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.

2. Menteri Teknis/Pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran atau pengguna barang kementerian negara atau lembaga yang dipimpinnya.

3. Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah untuk mengelola keuangan

PRESIDEN SEBAGAI CEO

MENTERI TEKNIS SEBAGAI

COO

MENTERI KEUANGAN

SEBAGAI CFO


(16)

daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

Pemisahan fungsi seperti di atas dimaksudkan untuk membuat kejelasan dan kepastian dalam pembagian wewenang dan tanggung jawab. Sebelumnya fungsi-fungsi tersebut belum terbagi secara tegas sehingga seringkali terjadi tumpang tindih antar lembaga. Pemisahan ini juga dilakukan untuk menegaskan terlaksananya mekanisme checks and balances. Selain itu, dengan fokusnya fungsi masing-masing kementrian atau lembaga diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme di dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah.

B. Pelaksanaan Keuangan Daerah

1. Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah

Untuk mengakomodasi berbagai perkembangan dalam sistem kelembagaan Negara dan mewujudkan sistem pengelolaan fiskal yang berkesinambungan, pemerintai telah mengeluarkan Undang-undang nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Undang-Undang tersebut menetapkan prinsip-prinsip yang memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah yang telah dimuat dalam UU tersendiri tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan.

Presiden selaku kepala pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan Negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Kekuasaan Presiden tersebut diserahkan kepada Gubernur atau Bupati/Walikota selaku pengelola keuangan daerah. Kekuasaan atas keuangan daerah tersebut diatur dalam UU Keuangan Negara pasal 6 ayat (2) huruf c sebagai berikut:

a) Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku pejabat pengelola APBD

b) Dilaksanakan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah selaku pejabat pengguna anggaran/barang daerah

Pejabat pengelola keuangan daerah mempunyai tugas sebagai berikut: a) Menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan APBD

b) Menyusun Rancangan APBD dan Rancangan Perubahan APBD

c) Melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan Peraturan Daerah


(17)

d) Melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah

e) Menyusun laporan keuangan yang merupakan pertanggung jawaban pelaksanaan APBD

Sedangkan pejabat pengguna anggaran/barang daerah mempunyai tugas sebagai berikut:

a) Menyusun anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya b) Menyusun dokumen pelaksanaan anggaran

c) Melaksanakan anggaran satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya d) Melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak

e) Mengelola utang piutang daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja yang dipimpinnya

f) Mengelola barang milik / kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya

g) Menyusun dan menyampaikan laporan keuangan satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya.

Pemerintah pusat juga membagi keuangannya kepada daerah antara lain tercermin dalam APBN sebagai Belanja Daerah. Bentuk pembagian/transfer pemerintah pusat ke daerahnya dapat dikategorikan sebagai berikut:

a) Pendapatan yang ditunjuk/ diserahkan, meliputi pajak, royalti, pungutan yang semula dikenakan oleh pemerintah pusat, tetapi diserahkan sebagian atau seluruhnya kepada pemerintah daerah.

b) Subsidi, yang dibayarkan pemerintah pusat ke pemerintah daerah tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota

c) Pembiayaan Sektoral, berupa pengeluaran pemerintah pusat untuk proyek-proyek yang dilakukan pemerintah daerah

d) Pinjaman

2. Makna Kekuasaan Atas Pengelolaan Keuangan Daerah

Seluruh kegiatan yang berkenaan dengan pembagian kekuasaan keuangan Negara kepada daerah sesungguhnya merupakan cermin dari berjalannya Otonomi Daerah yang pada dasarnya tercantum pada UUD 1945 pasal 18 ayat 5 yang berbunyi, “Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali


(18)

urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.

Selain itu juga. Pemerintah pusat dalam hal ini berusaha mengadakan pemerataan di setiap daerah seperti halnya yang tercantum pada UU …. yang berbunyi Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta pemerataan antar-Daerah secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi dan kebutuhan Daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya

Penyerahan kekuasaan keuangan Negara dari Presiden/Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah juga mempertimbangkan adanya keanekaragaman kondisi daerah.

C. Pelaksanaan Kekuasan Keuangan Negara

1. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.

Sistem administrasi keuangan negara diatur dengan berbagai ketentuan, diantaranya UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. Kebijakan dan kegiatan APBN diuraikan sejak dari perencanaan anggaran, penyusunan dan penetapan anggaran, pelaksanaan anggaran, pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran, dan pemeriksaan pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran.

Peranan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Sektor Publik menjadi semakin signifikan. Dalam perkembangannya, APBN telah menjadi instrumen kebijakan multi fungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan bernegara. Hal tersebut terutama terlihat dari komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena itu, agar fungsi APBN dapat berjalan secara


(19)

optimal, maka sistem anggaran dan pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.

Sebagai sebuah sistem, pengelolaan anggaran negara telah mengalami banyak perkembangan. Dengan keluarnya tiga paket perundang-undangan di bidang keuangan negara, yaitu UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, dan UU No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, sistem pengelolaan anggaran negara di Indonesia terus berubah dan berkembang sesuai dengan dinamika manajemen sektor publik.

Pemerintah telah menerapkan pendekatan anggaran berbasis kinerja, anggaran terpadu dan kerangka pengeluaran jangka menengah pada tahun anggaran 2005 dan 2006. Ternyata masih banyak kendala yang dihadapi, terutama karena belum tersedianya perangkat peraturan pelaksanaan yang memadai, sehingga masih banyak terjadi multi tafsir dalam implementasi di lapangan. Dalam periode itu pula telah dikeluarkan berbagai peraturan pemerintah, peraturan menteri keuangan, peraturan dirjen dan sebagainya guna menutup kelemahan-kelemahan tersebut.

Dalam rangka merespon perubahan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara itu, makalah Sistem Administrasi Keuangan Negara perlu direvisi dan disempurnakan. Hal ini akan sangat membantu para peserta diklat untuk memahami secara lebih mudah materi peraturan yang baru.

Fungsi perencanaan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional tidak dibahas secara rinci. Akan tetapi, pembahasan mengenai keuangan negara lebih difokuskan pada fungsi pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian sesuai dengan ketentuan undang-undang di bidang keuangan negara.

Dalam pengelolaan keuangan negara, fungsi perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian di bidang keuangan harus dilakukan secara sistematis dalam rangka mencapai tujuan pembangunan nasional.

Pembangunan nasional adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen bangsa dalam rangka mencapai tujuan bernegara, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945, yaitu:


(20)

 Memajukan kesejahteraan umum.

 Mencerdaskan kehidupan bangsa.

 Ikut serta mewujudkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial

2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, atau disingkat APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, Perubahan APBN, dan Pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang.

3. Fungsi APBN

APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.

APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.

 Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.

 Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah


(21)

dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.

 Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.

 Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.

 Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan

 Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.

4. Prinsip penyusunan APBN

Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:

 Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.

 Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.

 Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.

Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:

 Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.

 Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.

 Semaksimah mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.

5. Azas penyusunan APBN

APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:

 Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.

 Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.

 Penajaman prioritas pembangunan


(22)

6. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah di Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. APBD ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Tahun anggaran APBD meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember.

APBD terdiri atas:

a. Anggaran pendapatan, terdiri atas:

1) Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang meliputi pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah, dan penerimaan lain-lain

2) Bagian dana perimbangan, yang meliputi Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus

3) Lain-lain pendapatan yang sah seperti dana hibah atau dana darurat.

b. Anggaran belanja, yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah.

c. Pembiayaan, yaitu setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

7. Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara:

a. Fungsi otorisasi bermakna bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk merealisasi pendapatan dan belanja pada tahun bersangkutan. Tanpa dianggarkan dalam APBD sebuah kegiatan tidak memiliki kekuatan untuk dilaksanakan.

b. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. c. Fungsi perencanaan bermakna bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi

manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. d. Fungsi pengawasan mengandung makna bahwa anggaran daerah menjadi

pedoman untuk menilai keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan pemerintah daerah.

e. Fungsi alokasi mengandung makna bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, dan pemborosan sumberdaya, serta meningkatkan efisiensi dan efektifitas perekonomian daerah.


(23)

f. Fungsi distribusi memiliki makna bahwa kebijakan-kebijakan dalam penganggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.

g. Fungsi stabilitasi memliki makna bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekono-mian daerah.

D. Hubungan Kekuasaan Negara dengan Tujuan Bernegara 1. Pengertian Tujuan dan Fungsi Negara Secara Universal

Antara tujuan dan fungsi negara merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Namun demikian keduanya memiliki arti yang berbeda yaitu:

No. Tujuan Fungsi

1.

2.

3.

Berisi sasaran–sasaran yang hendak dicapai yang telah ditetapkan.

Menunjukkan dunia cita yakni suasana ideal yang harus dijelmakan/diwujud kan.

Bersifat abstrak – ideal.

Mencerminkan suasana gerak, aktivitas nyata dalam mencapai sasaran.

Merupakan pelaksanaan atau penafsiran dari tujuan yang hendak dicapai.

Bersifat riil dan konkrit.

Apabila kita hubungkan dengan negara, maka:

Tujuan menunjukkan apa yang secara ideal hendak dicapai oleh suatu negara, sedangkan Fungsi adalah pelaksanaan cita–cita itu dalam kenyataan.

a. Tujuan Negara

Rumusan tujuan sangat penting bagi suatu negara yaitu sebagai pedoman:

 Penyusunan negara dan pengendalian alat perlengkapan negara.

 Pengatur kehidupan rakyatnya.

 Pengarah segala aktivitas–aktivitas negara.

Setiap negara pasti mempunyai tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan Undang–Undang Dasarnya. Tujuan masing–masing negara sangat dipengaruhi oleh tata nilai sosial, kondisi geografis, sejarah pembentukannya serta pengaruh politik dari penguasa negara. Secara umum negara mempunyai tujuan antara lain sebagai berikut:


(24)

 Menyelenggarakan ketertiban umum

 Mencapai kesejahteraan umum b. Fungsi Negara

Secara umum terlepas dari ideologi yang dianutnya, setiap negara menyelenggarakan beberapa fungsi minimum yang mutlak harus ada. Fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

 Melaksanakan penertiban (Law and order): untuk mencapai tujuan bersama dan mencegah bentrokan–bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban. Dalam fungsi ini negara dapat dikatakan sebagai

stabilisator.

 Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya.

 Pertahanan: fungsi ini sangat diperlukan untuk menjamin tegaknya kedaulatan negara dan mengantisipasi kemungkinan adanya serangan yang dapat mengancam kelangsungan hidup bangsa (negara). Untuk itu negara dilengkapi dengan alat pertahanan.

 Menegakkan keadilan: fungsi ini dilaksanakan melalui lembaga peradilan. Keseluruhan fungsi negara tersebut di atas diselenggarakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Fungsi negaradapat juga diartikan sebagai tugas organisasi negara. Secara umum tugas negara meliputi:

 Tugas Essensial adalah mempertahankan negara sebagai organisasi politik yang berdaulat, meliputi: (a). Tugas internal negara yaitu memelihara ketertiban, ketentraman, keamanan, perdamaian dalam negara serta melindungi hak setiap orang; dan (b). Tugas eksternalyaitu mempertahankan kemerdekaan/kedaulatan negara.

 Tugas Fakultatif adalah menyelenggarakan dan memperbesar kesejahteraan umum.

Beberapa pendapat para ahli tentang tujuan negara:

 Plato: tujuan negara adalah memajukan kesusilaan manusia.

 Roger H Soltau: tujuan negara adalah mengusahakan agar rakyat berkembang serta mengembangkan daya cipta sebebas mungkin.

 John Locke: tujuan negara adalah menjamin suasana hukum individu secara alamiah atau menjamin hak–hak dasar setiap individu.


(25)

 Harold J Laski: tujuan negara adalah menciptakan keadaan agar rakyat dapat memenuhi keinginannya secara maximal.

 Montesquieu: tujuan negara adalah melindungi diri manusia sehingga dapat tercipta kehidupan yang aman, tentram dan bahagia.

 Aristoteles: tujuan negara adalah menjamin kebaikan hidup warga negaranya. UUD 1945 Alinea ke IV dari Pembukaan Undang‐undang Dasar 1945, yang menyatakan “Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang (i) melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, (ii) meningkatkan kesejahteraan umum, (ii) mencerdaskan kehidupan bangsa, dan (iv) ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian yang abadi, dan keadilan sosial”.

E. Aktualisasi fungsi hukum administrasi negara dalam mewujudkan pemerintahan yang baik.

1. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik

Meskipun diketahui bahwa penyelenggaraan negara dilakukan oleh beberapa lembaga negara, akan tetapi aspek penting penyelenggaraan negara terletak pada aspek pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden memiliki dua kedudukan, sebagai salah satu organ negara yang bertindak untuk dan atas nama negara, dan sebagai penyelenggara pemerintahan atau sebagai administrasi negara. Sebagai administrasi negara, pemerintah diberi wewenang baik berdasarkan atribusi, delegasi, ataupun mandat untuk melakukan pembangunan dalam rangka merealisir tujuan-tujuan negara yang telah ditetapkan. Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah berwenang untuk melakukan pengaturan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Agar tindakan pemerintah dalam menjalankan pembangunan dan melakukan pengaturan serta pelayanan ini berjalan dengan baik, maka harus didasarkan pada aturan hukum. Di antara hukum yang ada ialah Hukum Administrasi Negara termasuk dalam pengelolaan keuangan negara, yang memiliki fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Adanya Hukum Keuangan Negara secara khusus memberikan kepastian adanya kepercayaan publik (public trust) bahwa para penyelenggara Negara melakasankan tugas dan fungsi bersumber hokum dan aturan. Disisi lain memberikan kepastian hukum bagi pengelenggara Negara


(26)

dalam melaksanakan tugas kedepan dipayungi oleh hukum. Seperti telah disebutkan di atas, fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah berkaitan dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat.

Ketika pemerintah akan menjalankan pemerintahan, maka kepada pemerintah diberikan kekuasaan, yang dengan kekuasaan ini pemerintah melaksanakan pembangunan, pengaturan dan pelayanan. Agar kekuasaan ini digunakan sesuai dengan tujuan diberikannya, maka diperlukan norma-norma pengatur dan pengarah. Dalam Penyelenggaraan pembangunan, pengaturan, dan pelayanan, pemerintah menggunakan berbagai instrumen yuridis. Pembuatan dan pelaksanaan instrumen yuridis ini harus didasarkan pada legalitas dengan mengikuti dan mematuhi persyaratan formal dan metarial. Dengan didasarkan pada asas legalitas dan mengikuti persyaratan, maka perlindungan bagi administrasi negara dan warga masyarakat akan terjamin. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi-fungsi Hukum Keuangan Negara adalah dengan membuat penormaan kekuasaan, mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga memberikan jaminan perlindungan baik bagi administrasi negara maupun warga masyarakat.

2. Implementasi pemikiran tersebut antara lain:

a. Tercermin dalam pasal 2 dan pasal 7 ayat 1 UU 17 Tahun 2003. Hal ini karena tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, hanya dapat direalisasikan melalui tugas layanan umum pemerintahan (kewajiban negara, pasal 2 UU KN) yang dapat dijalankan melalui kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara.

b. Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara oleh Presiden didelegasikan kepada:

 Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;

 Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;


(27)

 Diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.


(28)

BAB

PENGERTIAN DAN ISTILAH-ISTILAH

KEUANGAN NEGARA DALAM UNDANG-UNDANG

A. Pengertian Keuangan Negara 1. Menurut UUD 1945

a. APBN sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (pasal 23: ayat 1)

b. Hal-hal lain mengenai keuangan negara diatur dengan undang-undang. Catatan:Pengelolaan Keuangan Negara adalah keseluruhan kegiatan pejabat pengelola keuangan negara sesuai dengan kedudukan dan kewenangannya, yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pertanggungjawaban. (Pasal 1 ayat 8; UU 15 Tahun 2006 tentang BPK) 2. Menurut Undang-undang:

a. Keuangan Negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat dijadikan milik negara berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut. (UU 17/2003; Pasal 1 ayat 1)

b. Keuangan Negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.( UU 17/2003; pasal 3 ayat 1)

3

Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan dapat mengerti dan memahami mengenai pengertian keuangan negara, pengertian perusahaan miliki negara/daerah, pengertian APBN, pengertian tahun anggaran, dan pengertian surplus penerimaan.


(29)

B. Pengertian Perusahaan Milik Negara/Daerah

1. Perusahaan Negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. (Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.<Pasal 1 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003>) 2. Perusahaan Daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya

dimiliki oleh Pemerintah Daerah.

Catatan:Apakah asset PT. BUMN (Persero) adalah termasuk keuangan negara?Pasal 1 ayat (2) UU No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara menyatakan bahwa Perusahaan Persero, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.

Selanjutnya Pasal 11 menyebutkan terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2000 tentang Perseroan Terbatas.

3. Kekayaan Negara yang dipisahkan adalah kekayaan negara yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada Persero dan/atau Perum serta perseroan terbatas lainnya.

C. Pengertian APBN

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, selanjutnya disebut APBN, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, selanjutnya disebut APBD, adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

2. APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN setiap tahun ditetapkan dengan undang-undang.

3. APBD, perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah.


(30)

4. APBN/APBD mempunyai fungsi-fungsi: otorisasi, perencanaan (lihat PP 20 dan 21 Th 2004 tentang RKP dan RKAKL), pengawasan (lihat UU N0. 15 Tahun 2004, UU No.15 Tahun 2006, Peraturan BPK No.1 Tahun 2007 dsb), alokasi, distribusi, dan stabilisasi.

5. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN. (lihat PP 39 Th 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah)

6. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD.

D. Pengertian Penerimaan, Pengeluaran, Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan.

1. Penerimaan negara adalah uang yang masuk ke kas negara.

2. Pengeluaran negara adalah uang yang keluar dari kas negara. (lihat PP 39 Th 2007 tentang Pengelolaan Uang Negara/Daerah).

3. Penerimaan daerah adalah uang yang masuk ke kas daerah. 4. Pengeluaran daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.

5. Pendapatan negara adalah hak pemerintah pusat yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

6. Pendapatan daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.

7. Belanja negara adalah kewajiban pemerintah pusat yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

8. Belanja daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.

9. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau

pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang

bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.

E. Pengertian Tahun Anggaran.

Tahun Anggaran meliputi masa satu tahun, mulai dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. (pasal 4 UU 17/2003)


(31)

Catatan:

Tahun Anggaran (TA) yang berlaku dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember diperkenalkan mulai Tahun Anggaran 2000 dimana sebelumnya TA adalah mulai tanggal 1 April sampai dengan tanggal 31 Maret tahun berikutnya. Pada masa peralihan yaitu pada tahun 2000, TA berlaku dari 1 April sd 31 Desember.

F. Pengertian surplus penerimaan.

1. Surplus penerimaan negara/daerah dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara/daerah tahun anggaran berikutnya.

2. Penggunaan surplus penerimaan negara/daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (diatas) untuk membentuk dana cadangan atau penyertaan (modal/saham pemerintah) pada Perusahaan Negara/Daerah harus memperoleh persetujuan terlebih dahulu dari DPR/DPRD.

Catatan:

Surplus Penerimaan Negara tersebut dimungkinkan bilamana Pendapatan > Belanja


(32)

BAB

KEKUASAAN ATAS PENGELOLAAN

KEUANGAN NEGARA

A. Fungsi Presiden sebagai Pemegang Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara

1. Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.

(Pengertian Kekuasaan Pemerintahan adalah sebagaimana tertuang dalam: (i) pasal 4 ayat 1 UUD 1945: “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”[kewenangan atributif] dan (ii) pasal 5 ayat 2 UUD 1945 yakni “Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya” dan pasal-pasal tentang “Kementerian Negara, Pemerintahan Daerah”); [hal ini bermakna Presiden selaku pemegang kekuasaan Pemerintahan, maka berkewajiban menjalankan Undang-undang].

Catatan: Pernyataan bahwa “kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan” …… mengandung makna: siapapun yang menguasai Pemerintahan berarti mengusai Keuangan Negara.

2. Presiden secara otomatis karena perannya dalam Pemerintahan yang bila dikaitkan dengan Keuangan Negara haruslah sebagai “penguasa” atas Keuangan Negara tersebut, karena HAL KEUANGAN (pasal 23 UUD 1945) dipergunakan sebagai sarana untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia SERTA mencapai kesejahteraan umum dan

4

Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu mengerti dan memahami mengenai Fungsi Presiden sebagai Pemegang Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara, Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara, dan Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Daerah.


(33)

untukkemakmuran rakyat sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Dasar disatu sisi dan keharusan seorang Presiden sebagai kepala pemerintahan yang mendapat tugas untuk melaksanakan hal tersebut.

B. Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara.

1. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara digunakan untuk mencapai tujuan bernegara.

2. Tujuan bernegara tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:”……….melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa…..”

3. Tujuan Negara (tujuan bernegara) yang tercermin dalam pembukaan UUD 1945 tersebut yakni “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa” diperlukan adanya biaya atau dana yang memadai, karena wujud “perlindungan bangsa” tersebut bisa berupa peningkatan anggaran “Hankam” maupun “Kepolisian”; begitu juga wujud “mencerdaskan kehidupan bangsa” dapat berupa peningkatan anggaran “pendidikan” dsb.

4. Dalam rangka penyelenggaraan fungsi pemerintahan untuk mencapai tujuan bernegara sebagaimana dimaksud dalam ayat (diatas) setiap tahun disusun APBN dan APBD.

C. Pengertian Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Daerah.

1. Kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara oleh Presiden sebagian diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.

2. Hubungan Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara dan Tujuan bernegara

a. Pokok-pokok pikiran:

1) Tujuan bernegara (pengertian, definisi dsb)…..alinea IV Pembukaan UUD 1945.


(34)

2) Siapa yang harus menjalankan/yang mempunyai kewajiban menjalankan/mencapai “tujuan bernegara” tersebut……..

(benarkah)

Pemerintah.

3) Dengan cara bagaimana untuk mencapai “tujuan bernegara” tersebut…

Kewenangan dan Penyediaan Dana

4) Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara………(harus) dikuasai oleh Pemerintah.

b. Aplikasinya bisa berupa:

1) Tercermin dalam pasal 2 dan pasal 7 ayat 1 UU 17 Tahun 2003. Hal ini karena tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, hanya dapat direalisasikan melalui tugas layanan umum pemerintahan (kewajiban negara, pasal 2 UU KN) yang dapat dijalankan melalui kekuasaan atas pengelolaan keuangan negara.

2) Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara oleh Presiden didelegasikan*) kepada:

 Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan;

 Menteri/pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang dipimpinnya;

 Diserahkan**) kepada Gubernur/Bupati/Walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. CATATAN:

*) “didelegasikan” merupakan konsep pelimpahan wewenang dalam HAN atau HTUN dimana si penerima delegasi mengambil alih seluruh tugas dan tanggung jawab dari si pemberi delegasi. Keika pendelegasian sedang berlangsung, si pemberi delegasi tidak berhak lagi turut campur terhadap apa yang sudah di delegasikannya sepanjang belum/tidak ada pencabutannya.

**) Istilah “diserahkan” mengacu kepada kaidah OTONOMI DAERAH. [UUD 1945 pasal 18 ayat 5:”.. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.**)…” dan psl 18A ayat 2:”… Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara


(35)

pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. **….”

Latihan Soal:

1. Presiden secara otomatis karena perannya dalam Pemerintahan haruslah sebagai “penguasa” atas Keuangan Negara tersebut. Jelaskan jawaban Saudara. 2. Buatlah analisa (secara) menyeluruh tentang “pokok-pokok pikiran” Hubungan

Kekuasaan atas Pengelolaan Keuangan Negara dan Tujuan bernegara

3. Apapengertian “didelegasikan” dan “diserahkan”, dalam konteks kekuasaan

Pengelolaan Keuangan Negara berada ditangan Presiden yang telah dalam


(36)

BAB

KETENTUAN MENGENAI PIDANA,

SANKSI ADMINISTRATIF DAN GANTI RUGI (1)

A.

Aspek Pidana pada Pengelolaan Keuangan Negara

Undang-Undang tentang APBN/APBD merupakan pedoman pengelolaan keuangan dan ketentuan-ketentuan yang harus dipatuhi oleh setiap pejabat pengelola keuangan dan setiap penyimpangan akan dikaitkan dengan adanya sanksi hukum.

Sanksi hukum yang dikenakan berupa pemidanaan maupun sanksi administratif.Setiap pejabat pengelola keuangan yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.

5

Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu mengerti dan memahami mengenai Aspek Pidana pada Pengelolaan Keuangan Negara, Pengenaan Pidana berdasarkan Paket Undang-Undang Keuangan Negara, Pengenaan Pidana berdasarkan KUHP, Pengenaan Pidana berdasarkan Undang-Undang TIPIKOR


(37)

Catatan:

PENYIMPANGAN --- SANKSI HUKUM

PEMIDANAAN SANKSI ADMINISTRATIF

“pejabat pengelola keuangan”

KEGIATAN laks APBN

Penyimp> kegiatan ANGGARAN pidana penjara

denda

B.

Pengenaan Pidana berdasarkan Paket Undang-Undang Keuangan Negara 1. Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota yang terbukti melakukan

penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.(Pasal 34 ayat 1 UU 17/2003) 2. Pimpinan Unit Organisasi Kementerian Negara/Lembaga/ Satuan Kerja

Perangkat Daerah yang terbukti melakukan penyimpangan kegiatan anggaran yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang. (Pasal 34 ayat 2 UU 17/2003)

3. Apabila dalam pemeriksaan kerugian negara/daerah sebagaimana dimaksud pada uraian: “Pengenaan ganti kerugian negara/daerah terhadap bendahara ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan”, ditemukan unsur pidana, Badan


(38)

Pemeriksa Keuangan menindaklanjutinya sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku.Putusan pidana tidak membebaskan dari tuntutan ganti rugi.

4. Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara, dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenai sanksi administratif dan/atau sanksi pidana.

C.

Pengenaan Pidana berdasarkan KUHP

Pasal-pasal pemidanaan dalam KUHP adalah: 209, 210, 387, 388, 415, 416,417, 418, 419, 420, 423, dan 435 KUHP; dan tentang gratifikasi yakni pada pasal 418, 419 dan 420 K.U.H.P.

Catatan: Pasal 209

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:

1. barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang pejabat dengan maksud menggerakkannya untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

2. barang siapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Pasal 210

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

1. barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentang perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;

2. barang siapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang yang menurut ketentuan undang-undang ditentukan menjadi penasihat atau adviseur untuk menghadiri sidang atau pengadilan, dengan maksud untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili.


(39)

(2) Jika pemberian atau janji dilakukan dengan maksud supaya dalam perkara pidana dijatuhkan pemidanaan, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 415

Seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu,Yang dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

*)Selanjutnya Pasal-pasal dalam KUHP tersebut: Pasal 387

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun seorang pemborong atau ahli bangunan atau penjual bahan-bahan bangunan, yang pada waktu membuat bangunan atau pada waktu menyerahkan bahan-bahan bangunan, melakukan sesuatu perhuatan curang yang dapat membahayakan amanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa yang bertugas mengawasi pemhangunan atau penyerahan barang-barang itu, sengaja membiarkan perbuatan yang curang itu.

Pasal 388

(1) Barang siapa pada waktu menyerahkan barang keperluan Angkatan Laut atau Angkatan Darat melakukan perbuat.an curang yang dapat membahayakan kesempatan negara dalam keadaan perang diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa yang bertugas mengawasi penyerahan barang-barang itu, dengan sengaja membiarkan perbuatan yang curang itu.

Pasal 416

Seorang pejabat atau orang lain yang diheri tugas menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja membuat secara palsu atau memalsu buku buku-buku daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.


(40)

Pasal 417

Seorang pejabat atau orang lain yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum terus-menerus atau untuk sementara waktu yang sengaja menggelapkan, menghancurkan. merusakkan atau membikin tak dapat dipakai barang-barang yang diperuntukkan guna meyakinkan atau membuktikan dimuka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang dikuasai nya karena jabatannya, atau memhiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau memhikin

tak dapat di pakai barang-barang itu, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

Pasal 418

Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya harus diduganya., hahwa hadiah atau janji itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji itu ada hubungan dengan jabatannya diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Pasal 419

Diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun seorang pejabat:

1. yang menerima hadiah atau janji padahal diketahuinya bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkannya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

2. yang menerinia hadiah mengetahui bahwa hadiah itu diberikan sebagai akibat. Atau oleh karena si penerima telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

Pasal 420

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun:

1. seorang hakim yang menerima hadiah atau janji. padahal diketahui bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang menjadi tugasnya;

2. barang siapa menurut ket.entuan undang-undang ditunjuk menjadi penasihat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal


(41)

diketahui bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk mempengaruhi nasihat tentang perkara yang harus diputus oleh pengadilan itu.

(2) Jika hadiah atau janji itu diterima dengan sadar bahwa hadiah atau janji itu diberikan supaya dipidana dalam suatu perkara pidana, maka yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 421

Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Pasal 422

Seorang pejabat yang dalam suatu perkara pidana menggunakan barana paksaan, baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk mendapatkan keterangan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

Pasal 423

Seorang pejabat dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun.

Pasal 435

Seorang pejabat yang dengan langsung maupun tidak langsung sengaja turut serta dalam pemborongan, penyerahan atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian, dia ditugaskan mengurus atau mengawasinya, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak delapan belas ribu rupiah.

D.

Pengenaan Pidana berdasarkan Undang-Undang TIPIKOR( UU Tindak Pidana Korupsi / UU No.31 Th 1999 diubah dengan UU No.20 Th 2001 )

1. barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain, atau suatu korporasi, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; dipidana penjara dengan penjara


(42)

seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah) (Pasal 2 ayat 1 UU No.31/1999)

2. barang siapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara; dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah). (Pasal 3 UU No.31/1999)

3. Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana

Latihan Soal

1. Apa pengertian PENYIMPANGAN KEBIJAKAN, yang telah ditetapkan dalam undang-undang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD.

Jelaskan bentuk dan jenis dari Penyimpangan Kebijakan tsb.disertai contoh. 2. Apa pengertian PENYIMPANGAN KEGIATAN ANGGARAN

Jelaskan bentuk dan jenis dari Penyimpangan Kegiatan Anggaran tsb., disertai contoh.

3. Apa syarat seseorang dapat dipidana?

4. Bagaimana “menarik” seseorang untuk dapat dikenai sanksi pidana dengan dakwaan melakukan “kegiatan penyimpangan anggaran?”


(43)

BAB

KETENTUAN MENGENAI PIDANA,

SANKSI ADMINISTRATIF DAN GANTI RUGI (2)

A. Pengertian Sanksi Administratif

Hukuman yang dijatuhkan kepada Pegawai Negeri Sipil dan atau Calon Pegawai Negeri Sipil karena melanggar Peraturan perundangan, antara lain:

1. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil;

2. menyalahgunakan wewenangnya;

3. tanpa izin Pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk negara asing; 4. menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik negara; 5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan

barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah;

6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara;

7. melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadapbawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya;

8. menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau

6

Tujuan Instruksional Khusus:

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mengerti dan memahami menganai Pengertian Sanksi Administratif, Ketentuan mengenai Sanksi Administratif, Prosedur Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian Keputusan Hukuman, dan Ganti Rugi dan Tuntutan Ganti Rugi.


(44)

mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;

9. memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan;

10. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;

11. melakukan sesuatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani;

12. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;

13. membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;

14. bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Pemerintah;

15. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;

16. memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya tetapi yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan; 17. melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan,

menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina (golongan ruang IV/a) ke atas atau yang memangku jabatan eselon I;

18. melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain;

(Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 1980 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil diubah dengan PP No.53 Th 2010)

B. Ketentuan mengenai Sanksi Administratif

Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan perundangundangan pidana, Pegawai Negeri Sipil yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin oleh pejabat yang berwenang menghukum.


(45)

1. Tingkat hukuman disiplin terdiri dari: a. hukuman disiplin ringan;

b. hukuman disiplin sedang; dan c. hukuman disiplin berat.

2. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari: a. tegoran lisan;

b. tegoran tertulis; dan

c. pernyataan tidak puas secara tertulis. 3. Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari:

a. penundaan kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun;

b. penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala untuk paling lama 1 (satu) tahun; dan

c. penundaan kenaikan pangkat untuk paling lama 1 (satu) tahun. 4. Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari:

a. penurunan pangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah untuk paling lama 1 (satu) tahun;

b. pembebasan dari jabatan;

c. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai Pegawai Negeri Sipil; dan

d. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil.

C. Prosedur Pemeriksaan, Penjatuhan, dan Penyampaian Keputusan Hukuman 1. Sebelum menjatuhkan hukuman disiplin, pejabat yang berwenang menghukum wajib memeriksa lebih dahulu Pegawai Negeri Sipil yang disangka melakukan pelanggaran disiplin itu.

2. Pemeriksaan dilakukan:

a. secara lisan, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan akan dapat mengakibatkan ia dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin, sebagaimana nomor B.3 diatas.

b. secara tertulis, apabila atas pertimbangan pejabat yang berwenang menghukum, pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Negeri Sipil


(1)

D. Badan Pemeriksa Keuangan ( BPK ). 1. Pengertian-pengertian:

a. Badan Pemeriksa Keuangan,: yang selanjutnya disingkat BPK, adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

b. BPK merupakan satu lembaga negara yang bebas dan mandiri dalam memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

2. Keanggotaan:

a. BPK mempunyai 9 (sembilan) orang anggota, yang keanggotaannya diresmikan dengan Keputusan Presiden.

b. Susunan BPK terdiri atas seorang Ketua merangkap anggota, seorang Wakil Ketua merangkap anggota, dan 7 (tujuh) orang anggota.

c. Keputusan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak anggota BPK terpilih diajukan oleh DPR.

d. Anggota BPK memegang jabatan selama 5 (lima) tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

e. BPK memberitahukan kepada DPR dengan tembusan kepada Presiden tentang akan berakhirnya masa jabatan anggota BPK paling lambat 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya masa jabatan anggota tersebut.

3. Tugas-Tugas BPK:

(1) BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.

(2) Pelaksanaan pemeriksaan BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan berdasarkan undang-undang tentang pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

(3) Pemeriksaan BPK mencakup pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu.


(2)

(4) Dalam hal pemeriksaan dilaksanakan oleh akuntan publik berdasarkan ketentuan undang-undang, laporan hasil pemeriksaan tersebut wajib disampaikan kepada BPK dan dipublikasikan.

(5) Dalam melaksanakan pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPK melakukan pembahasan atas temuan pemeriksaan dengan objek yang diperiksa sesuai dengan standar pemeriksaan keuangan negara.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas BPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan BPK.

4. Wewenang BPK:

a. menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyusun dan menyajikan laporan pemeriksaan;

b. meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang, unit organisasi Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara;

c. melakukan pemeriksaan di tempat penyimpanan uang dan barang milik negara, di tempat pelaksanaan kegiatan, pembukuan dan tata usaha keuangan negara, serta pemeriksaan terhadap perhitungan-perhitungan, surat-surat, bukti-bukti, rekening koran, pertanggungjawaban, dan daftar lainnya yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara;

d. menetapkan jenis dokumen, data, serta informasi mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang wajib disampaikan kepada BPK; e. menetapkan standar pemeriksaan keuangan Negara (SPKN) setelah

konsultasi dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah yang wajib digunakan dalam pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;

f. menetapkan kode etik pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara;

g. menggunakan tenaga ahli dan/atau tenaga pemeriksa di luar BPK yang bekerja untuk dan atas nama BPK;


(3)

h. membina jabatan fungsional Pemeriksa;

i. memberi pertimbangan atas Standar Akuntansi Pemerintahan; dan

j. memberi pertimbangan atas rancangan sistem pengendalian intern Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah sebelum ditetapkan oleh Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.

5. Tindak Lanjut LHP BPK:

(1) BPK menyerahkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara kepada DPR, DPD, dan DPRD sesuai dengan kewenangannya.

(2) DPR, DPD, dan DPRD menindaklanjuti hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan peraturan tata tertib masing-masing lembaga perwakilan.

(3) Penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPRD dilakukan oleh Anggota BPK atau pejabat yang ditunjuk.

(4) Tata cara penyerahan hasil pemeriksaan BPK kepada DPR, DPD, dan DPRD diatur bersama oleh BPK dengan masing-masing lembaga perwakilan sesuai dengan kewenangannya.

(5) Hasil pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara yang telah diserahkan kepada DPR, DPD, dan DPRD dinyatakan terbuka untuk umum.

6. Ketentuan Pidana:

(1) Anggota BPK yang memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 UU 15-2006 tentang BPK huruf a (yakni: Anggota BPK dilarang: a. memperlambat atau tidak melaporkan hasil pemeriksaan yang mengandung unsur pidana kepada instansi yang berwenang), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Anggota BPK yang mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi dan/atau dokumen lainnya yang diperolehnya pada waktu melaksanakan tugas BPK dengan melampaui batas wewenangnya sebagaimana dimaksud


(4)

dalam Pasal 28 UU 15-2006 tentang BPK huruf b (yakni: Anggota BPK dilarang: b. mempergunakan keterangan, bahan, data, informasi, atau dokumen lainnya yang diperolehnya pada waktu melaksanakan tugas yang melampaui batas kewenangannya kecuali untuk kepentingan penyidikan yang terkait dengan dugaan adanya tindak pidana), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Rangkuman

Badan Pemeriksa Keuangan adalah lembaga negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Tindak Lanjut LHP (Penyampaian LHP):

(1) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah pusat disampaikan oleh BPK kepada DPR dan DPD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah pusat.

(2) Laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan pemerintah daerah disampaikan oleh BPK kepada DPRD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari pemerintah daerah.

Tindak Lanjut LHP: Pejabat wajib menindaklanjuti rekomendasi dalam laporan hasil pemeriksaan.

Latihan Soal

1. Bagaimana prosedur penetapan ganti rugi? Jelaskan!

2. Bagaimana penerapan sanksi bagi pemeriksa yang dalam pelaksanaan tugasnya melakukan perbuatan melawan hukum?


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Bagian Pertama: Buku Teks

Richard , A. Musgrave dan B. Musgrave Peggy. Keuangan Negara Dalam Teori Dan

Praktik. Edisi Kelima . Jakarta: Erlangga. 1991.

Suparmoko. Keuangan Negara. Edisi 5. Yogyakarta: BPFE, 2000.

Bagian Kedua: Dokumen Publik

Undang-Undang Dasar 1945 Amandemen ke Empat.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi.

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara

Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.

Undang-Undang Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Undang Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara.


(6)

Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah.

Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja

Dan Anggaran Kementrian Negara/Lembaga.

Perauturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan

Layanan Umum.

Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara.

Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Uang

Negara/Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan

Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara.

Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang dan Jasa

Instansi Pemerintah.

Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri

Sipil.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 7/PMK.02/2006 Tentang Persyaratan

Administratif Dalam Rangka Pengusulan Dan Penetapan Satuan Kerja Instansi

Pemerintah Untuk Menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan

Umum.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Standar

Pemeriksaan Keuangan Negara.

Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan omor 3 Tahun 2007 Tentang Tata Cara

Penyelesaian Ganti Kerugian Negara Terhadap Bendahara.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.