ANALISIS PENGARUH GDP, NILAI TUKAR RIIL, INFLASI SERTA SUKU BUNGA LUAR NEGERI TERHADAP PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DI INDONESIA (PERIODE 2000:I – 2012:IV)

(1)

ANALISIS PENGARUH GDP, INFLASI, NILAI TUKAR RIIL, DAN SUKU BUNGA LUAR NEGERI TERHADAP PENANAMAN MODAL ASING

(PMA) DI INDONESIA (PERIODE 2000:I – 2012:IV)

Oleh

DEVI ANGGRAYNI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA EKONOMI

Pada

Jurusan Ekonomi Pembangunan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

ANALISIS PENGARUH GDP, NILAI TUKAR RIIL, INFLASI SERTA SUKU BUNGA LUAR NEGERI TERHADAP PENANAMAN MODAL ASING (PMA)

DI INDONESIA (PERIODE 2000:I – 2012:IV)

Oleh

DEVI ANGGRAYNI

Investasi asing langsung atau PMA merupakan salah satu alternatif pembiayaan berasal dari luar negeri yang dapat digunakan sebagai tambahan pembiayaan dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Melihat hal ini maka dilakukan penelitian faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi PMA.

Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pengaruh variabel Gross Domestic Product (GDP), inflasi (INF) nilai tukar riil (RER), dan suku bunga luar negeri (RLN) terhadap PMA selama periode triwulan I tahun 2000 hingga triwulan IV tahun 2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Error Correction Model. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data triwulanan selama periode 2000 : I – 2012 :IV.

Hasil penelitian menunjukan bahwa variabel GDP berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap PMA, variabel inflasi berpengaruh positif dan signifikan

pada α 10% terhadap PMA, nilai tukar riil berpengaruh negatif dan signifikan pada α 10% terhadap PMA. Variabel suku bunga luar negeri berpengaruh positif dan

signifikan pada α 5% terhadap PMA di Indonesia.

Kata kunci : Penanaman Modal Asing, GDP, inflasi, nilai tukar riil, suku bunga luar negeri, Error Correction Model.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI………. ... i

DAFTAR TABEL ………. iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 12

C. Tujuan Penelitian ... 12

D. Kerangka Pemikiran ... 13

E. Hipotesis ... 15

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 16

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Investasi ………….. ... 19

B. Hubungan GDP dengan PMA ... 24

C. Hubungan Inflasi dengan PMA ... ... 26

D. Hubungan Nilai Tukar dengan PMA ... 28

E. Hubungan tingkat suku bunga dengan PMA... ... 32

F. Tinjauan Empiris ……... 34

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ... 41

B. Definisi Operasional Variabel ... 42

C. Metode Pengumpulan Data ... ... 45

D. Alat analisis ………... 45

1. Uji Stationary ... 47

2. Uji Kointegrasi (Keseimbangan Jangka Panjang)... 49


(7)

4. Uji Hipotesis ... 53

a. Uji T (Keberartian Parsial) ... 53

b.Uji F(Keberartian Keseluruhan) ... 54

E. Uji Asumsi Klasik ... 55

1. Uji Normalitas ... 55

2. Uji Autokorelasi …... 56

3. Uji Heteroskedastisitas ... 57

4. Uji Multikolineritas ... 57

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan Uji Stationary (Unit Root) ... 59

1. Uji Stationary Data Pada Level ... 59

2. Uji Stationary Data Pada First Difference ... 60

B. Hasil dan Pembahasan Uji Kointegrasi ... 61

C. Hasil dan Pembahasan Uji Asumsi Klasik ... 63

1. Hasil Uji Normalitas ... 63

2. Hasil Uji Multikolinearitas ... 64

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 64

4. Hasil Uji Otokorelasi ... 65

D. Analisis Statistik dan Persamaan kointegrasi ... 66

1. Penaksiran Koefisien Determinasi(R2) ………... 66

2. Uji F (Keberartian Keseluruhan) ... 66

3. Uji t (Keberartian Parsial) ... 67

E. Hasil Pembahasan ECM ……… ……… 69

F. Intepretasi Hasil ... 71

G. Hasil Pengujian Asumsi Klasik ECM ……... 75

1. Hasil Uji Normalitas ... 75

2. Hasil Uji Multikolinearitas ... 76

3. Hasil Uji Heteroskedastisitas ... 76

4. Hasil Uji Otokorelasi ………...…. 77

H. Pembahasan ……... 78

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 84

B. Saran ... 85

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Dalam teori ekonomi pembangunan diketahui bahwa tingkat pertumbuhan ekonomi dan investasi mempunyai hubungan timbal balik yang positif. Hubungan timbal balik tersebut terjadi oleh karena disatu pihak, semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara, berarti semakin besar bagian dari pendapatan yang bisa ditabung, sehingga investasi yang tercipta akan semakin besar pula. Dalam kasus ini, investasi

merupakan fungsi dari pertumbuhan ekonomi (Hindrayani, 2010). Di lain pihak, semakin besar investasi suatu negara, akan semakin besar pula tingkat pertumbuhan ekonomi yang bisa dicapai. Dengan demikian, pertumbuhan merupakan fungsi investasi.

Dalam konteks pembangunan nasional maupun regional, investasi memegang peran penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomipenggunaannya investasi diartikan sebagai pembentukan modal tetap domestik. Investasi merupakan salah satu

komponen penting dari permintaan agregat yang merupakan faktor kursial bagi suatu proses pembangunan (sustainable development). Salah satu tingkat keberhasilannya


(9)

yaitu dengan tingginya tingkat pendapatan nasional atau laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang tinggi dan stabil (Tulus Tambunan, 2001).

Sejalan dengan perkembangan ekonomi internasional yang semakin pesat, dimana kebutuhan ekonomi antar negara juga semakin terkait telah meningkatkan arus perdagangan barang, uang, serta modal antar negara – negara sedang berkembang. Kondisi ini antara lain didorong oleh adanya peningkatan kapitalisme pasar

keuangan, pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi, dan suku bunga tinggi (terutama negara-negara berkembang karena suku bunga di negara maju umumnya relatif lebih rendah). Pesatnya kapitalisasi dan mobilisasi modal antar negara tersebut juga merupakan wahana untuk melakukan diversifikasi resiko oleh investor . Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk menghadapi ketidakpastian dari adanya gejolak ekonomi, sosial, dan politik diberbagai negara, sehingga para investor dapat terhindar atau meminimalkan resiko dalam menginvestasikan dananya.

Bagi negara berkembang, pesatnya aliran modal merupakan kesempatan guna

memperoleh pembiayaan pembangunan ekonomi. Bagaimanapun, penanaman modal (domestik ataupun asing) ini merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

ekonomi. Dinamika penanaman modal (sumber pembiayaan modal) mempengaruhi tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, yang mencerminkan marak lesunya pembangunan. Sehingga dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri, tetapi juga investor asing.


(10)

Pembentukan atau investasi sekarang ini sebagian dilakukan oleh kalangan dunia usaha terutama perusahaan. Apabila perusahaan melihat adanya peluang penanaman modal yang menguntungkan, maka pemiliknya, akan menanam kembali sebagian keuntungannya kedalam perusahaannya sendiri (Samuelson,dkk,1997:81)

Untuk menciptakan produk dan jasa guna memenuhi kebutuhan masyarkat Indonesia, dibutuhkan dana yang tidaklah sedikit. Disinilah peran para investor untuk menutupi kebutuhan dana tersebut. Investor sendiri dibagi menjadi dua yaitu investor dalam negeri dan investor asing. Ketika kebutuhan dana tidak mampu dicukupi oleh investor dalam negeri maka solusi yang dapat dilakukan adalah mengundang investor asing untuk turut menanamkan modalnya di Indonesia. Foreign Direct Investment atau yang biasa di sebut dengan Penanaman Modal Asing (PMA) meliputi investasi ke dalam asset – asset secara nyata berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pemebelian tanah, untuk keperluan

produksi,pembelanjaan berbagai peralatan inventaris (Salvatore,1997:469). Menurut Undang-Undang Nomor 25 pasal 1tahun 2007 tentang Penanaman Modal,

Penanaman Modal Asing (PMA) adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik menggunakan modal asing maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Penanaman modal asing memberikan banyak hal positif dalam perekonomian suatu negara. Untuk di Indonesia sendiri, dampak positif dari adanya penanaman modal asing lebih tersasa pada zaman Orde Baru. Yang pada saat itu pertumbuhan ekonomi mencapai rata-rata 7% pertahun selama periode 1890 an. Kinerja investasi


(11)

Indonesia, terus menunjukkan tren menggembirakan. Bahkan peningkatannya jauh di atas perkiraan pemerintah.

Pemerintah juga mengeluarkan berbagai kebijakan menyangkut masalah PMA, seperti pakto 1993 dan Peraturan Pemerintah (PP) No.20/1994 tentang pemilikan saham dalam rangka PMA yang berisikan masalah tentang diperlonggarnya kepemilikan saham oleh para pemodal asing dan makin terbukanya peluang usaha Indonesia. Baik jumlah proyek maupun nilai investasi terus meningkat. Namun ditengah krisis finansial dunia, maka dampaknya mulai terasa pada tahun 2009 yang lalu.

Realisasi investasi asing atau direct investment nilainya menurun walaupun jumlah proyeknya masih meningkat. Pada tahun 2000 jumlah modal asing yang masuk ke Indonesia mencapai jumlah 3.041 ribu dollar Amerika untuk sebanyak 15 sektor ekonomi. Angka tersebut terus meningkat sampai tahun 2005 sebesar 8,832,790 ribu dollar Amerika. Artinya selama 4 tahun arus modal asing (PMA) yang masuk

mengalami kenaikan yang signifikan. Pada paruh pertama tahun 2005 kenaikan FDI menjadi sebesar 70%. Pada awal tahun tersebut Negara Inggris, Jepang, Cina, Hongkong, Singapura, Australia, dan Malaysia adalah sumber PMA yang dianggap penting. Peningkatan PMA dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan ekonomi global. Aliran dana investasi langsung luar negeri terbesar terjadi diantara Negara-negara industri yaitu Amerika Utara, Eropa Barat, dan Jepang. Pada tahun 2006 jumlah investasi asing (PMA) hanya mencapai 862 proyek dengan nilai US$ 5,97 ribu. Kemudian pada tahun 2007 dan 2008 meningkat masing-masing pada kurtal IV


(12)

207 proyek dan 253 proyek dengan nilai berturut-turut US$ 4.367 ribu dan US$ 9.216 ribu. Akibat krisis baru terasa sejak akhir 2008 dan selama 3 kuartal tahun 2009. Jumlah realsisasi investasi dalam jumlah proyek masih meningkat yaitu menjadi 1.214 proyek namun nilai investasinya menurun menjadi US$ 10,117 ribu.

Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal

Gambar 1. Pergerakan Penanaman Modal Asing di Indonesia (dalam US$.ribu) periode 2000 : I-2012: IV

Keberhasilan dalam menarik investor di pasar modal oleh banyak pihak dinilai belum banyak memberikan dampak positif ke sektor riil. Apabila aliran modal berupa Foreign Direct Investment telah meningkat, barulah dampanya kepada perekonomian secara luas akan mulai terasa. Memasuki tahun 2010 Indonesia berpeluang untuk kembali menjadi tempat investasi yang menarik, karena selama ini besarnya pasar domestik telah terbukti mampu menjadi lokomotif pertumbuhan ekonomi.

Peningkatan modal asing di Indonesia yang pada gilirannya menaikkan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia, disamping karena adanya kebijaksanaan

0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 8000000 9000000 2 000 .1 2 000 .4 2 001.3 2 002 .2 2 003 .1 2 003 .4 2 004 .3 2 005. 2 2 006 .1 2 006 .4 2 007 .3 2 008 .2 2 009 .1 2 009 .4 2

010.3 2011

.2 2 012. 1 2 012. 4 ri b u US $ pma


(13)

debirokratisasi dan deregulasi yang meliputi kebijaksanaan penyerdahaan prosedur investasi, desentralisasi beberapa kewenangan penanaman modal, serta peninjauan daftar negatif investasi secara berkala. Majunya Penanaman Modal Asing disuatu negara dapat dilihat dari pendapatan nasionalnya yang mana peningkatan pendapatan nasional tersebut menggambarkan naik turunnya pertumbuhan ekonomi di suatu Negara (Douglas Nigh :1997) seperti di Indonesia.

Beberapa penelitian terdahulu (Setiyoati,2007) meninjau besar pasar suatu negara dengan melihat produk domestik bruto tiap tahunnya yang mempengaruhi secara signifikan akan masuknya investasi asing langsung di suatu negara.

Sumber: Badan Pusat Statistik

Gambar 2. Pergerakan GDP (dengan harga konstan tahun 2000) di Indonesia periode 2000: I-2011 : IV

Dalam pergerakan laju GDP diatas, membuktikan bahwa gdp di Indonesia terus meningkat dari tahun 2000 sampai 2011. Dari 372,926 milliar rupiah sampai dengan 623,960 milliar rupiah.

0 100000 200000 300000 400000 500000 600000 700000 800000 2 0 0 0 .1 2 0 0 0 .3 2 0 0 1 .1 2 0 0 1 .3 2 0 0 2 .1 2 0 0 2 .3 2 0 0 3 .1 2 0 0 3 .3 2 0 0 4 .1 2 0 0 4 .3 2 0 0 5 .1 2 0 0 5 .3 2 0 0 6 .1 2 0 0 6 .3 2 0 0 7 .1 2 0 0 7 .3 2 0 0 8 .1 2 0 0 8 .3 2 0 0 9 .1 2 0 0 9 .3 2 0 1 0 .1 2 0 1 0 .3 2 0 1 1 .1 2 0 1 1 .3 2 0 1 2 .1 2 0 1 2 .3 M il li ar r u p iah gdp


(14)

Namun perlu diingat bahwa kondisi penanaman modal asing ini masih perlu

menimbangkan jumlah industri yang ada, stabilitas keamanan dan fasilitas – fasilitas pendukung, tingkat nilai kurs, tingkat inflasi serta potensial produksi dan iklim investasi asing langsung (foreign direct investment) (Setiyowati,2007).

Fluktuasi nilai rupiah terhadap mata uang asing yang stabil akan sangat

mempengaruhi iklim investasi di dalam negeri (Sambodo,2003). Terjadinya apresiasi kurs rupiah terhadap dollar misalnya, akan memberikan dampak terhadap

perkembangan pemasaran produk Indonesia di luar negeri, terutama dalam hal persaingan harga. Apabila terjadi penurunan kurs yang berlebihan, akan berdampak pada perusahaan-perusahaan go public yang menggantungkan faktor produksi terhadap barang-barang impor. Besarnya belanja impor dari perusahaan dapat mempertinggi biaya produksi, serta menurunnya laba perusahaan, yang kemudian akan berdampak pada anjloknya harga perusahaan tersebut.

Sumber: SEKI, Bank Indonesia

Gambar 3. Nilai tukar Riil / RER (Real Exchange Rate) di Indonesia Selama periode 2000 : I -2012 : IV

Secara umum, nilai tukar rupiah bergerak relatif stabil sampai pertengahan September 2008. Hal ini terutama disebabkan oleh kinerja transaksi berjalan yang masih

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 2 0 0 0 .1 2 0 0 0 .3 2 0 0 1 .1 2 0 0 1 .3 2 0 0 2 .1 2 0 0 2 .3 2 0 0 3 .1 2 0 0 3 .3 2 0 0 4 .1 2 0 0 4 .3 2 0 0 5 .1 2 0 0 5 .3 2 0 0 6 .1 2 0 0 6 .3 2 0 0 7 .1 2 0 0 7 .3 2 0 0 8 .1 2 0 0 8 .3 2 0 0 9 .1 2 0 0 9 .3 2 0 1 0 .1 2 0 1 0 .3 2 0 1 1 .1 2 0 1 1 .3 2 0 1 2 .1 2 0 1 2 .3 R P/US $ rer


(15)

mencatat surplus serta kebijakan makroekonomi yang berhati-hati. Namun sejak pertengahan September 2008, krisis global yang semakin dalam telah memberi efek depresiasi terhadap mata uang. Kurs Rupiah melemah menjadi Rp 11.018 per US$ pada bulan November 2008 yang merupakan depresiasi yang cukup tajam, karena pada bulan sebelumnya Rupiah berada di posisi Rp 7.045,- per US$. Dampak pelemahan rupiah terhadap perekonomian dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar rupiah secara ’riil’, yang berarti memperhitungkan perubahan harga barang-barang impor di negara asal. Akibat lemahnya pertumbuhan ekonomi global, pabrik di negara mitra dagang Indonesia, termasuk RRC, kelebihan kapasitas sehingga mereka menurunkan harga barang yang diekspor.

Demikian pula halnya dengan inflasi, tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami permintaan atas produk yang melebihi kapasitas penawaran produknya, sehingga harga‐harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan penurunan daya beli uang (purchasing power of money).

Disamping itu, inflasi yang tinggi juga bisa mengurangi tingkat pendapatan riil yang diperoleh investor dari investasinya.


(16)

Sumber : SEKI, Bank Indonesia

Gambar 4. Pergerakan Inflasi (IHK) di Indonesia Selama periode 2000:I- 2012:IV.

Dalam jangka pendek, tingkat inflasi di Indonesia dapat ditekan di bawah angka 10% setelah sebelumnya mengalami lonjakan yang terduga mencapai 18 persen pada akhir tahun 2005. Lonjakan tersebut lebih banyak dipengaruhi oleh dampak negatif dari pengaruh multiplier peningkatan harga minyak bumi dunia pada kisaran 60 sampai 70 dollar AS selama tahun 2005. Seperti kita alami tingginya harga minyak bumi dunia ini membawa implikasi dikeluarkannya kebijakan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri dan pengurangan subsidi Pemerintah untuk harga BBM tersebut.

Prospek pembangunan ekonomi jangka panjang akan semakin memburukjika inflasi tidak dapat dikendalikan. Inflasi akan menjadi bertambah cepat apabilatidak diatasi. Inflasi yang bertambah serius tersebut akan mengurangi investasi yang produktif, mengurangi ekspor, dan menaikkan impor. Kecenderungan iniakan memperlambat pertumbuhan ekonomi. Menurut Sukirno (1997),keterlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari inflasi yang seriusdisebabkan oleh beberapa faktor penting, seperti :

0 5 10 15 20 2 0 0 0 .1 2 0 0 0 .4 2 0 0 1.3 2 0 0 2 .2 2 0 0 3 .1 2 0 0 3 .4 2 0 0 4.3 2 0 0 5 .2 2 0 0 6 .1 2 0 0 6 .4 2 0 0 7 .3 2 0 0 8 .2 2 0 0 9 .1 2 0 0 9 .4 2 0 10 .3 2 0 11.2 2 0 12 .1 2 0 12 .4 % inf


(17)

1. Inflasi menggalakkan penanaman modal spekulatif.Pada masa inflasi terdapat kecenderungan antara pemilik modal untukmenggunakan uangnya dalam investasi yang bersifat spekulatif. Membelirumah dan tanah serta menyimpan barang yang berharga akan lebihmenguntungkan daripada melakukan investasi yang produktif. 2. Tingkat bunga meningkat dan tingkat investasi berkurang.

Untuk menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan, otoritasmoneter akan menaikkan tingkat bunga. Makin tinggi tingkat inflasi makamakin tinggi pula tingkat bunga yang akan ditentukan. Tingkat bunga yangtinggi akan mengurangi kegairahan penanam modal untuk mengembangkansektor-sektor yang produktif.

3. Inflasi menimbulkan ketidakpastian mengenai keadaan ekonomi masa depan. Laju inflasi akan bertambah cepat apabila tidak dikendalikan, sehingga pada akhirnya akan menimbulkan ketidakpastian dan arah perkembangan ekonomi tidak lagi dapat diramalkan dengan baik. Keadaan ini akan mengurangi kegairahan pengusaha untuk mengembangkan kegiatan ekonomi.

PMA juga dipengaruhi oleh Suku bunga, karena dengan peningkatan suku bunga sebagai target operasional jangka pendek akan mempengaruhi berbagai variabel seperti suku bunga berjangka lebih panjang, harga aset, variabel ekspektasi, dan nilai tukar. Keseluruhan variabel tersebut kemudian berpengaruh terhadap prefensi

masyarakat, yang tercermin dari perubahan domestic demand. khusunya konsumsi dan investasi (Sabirin: 2000) .

Suku bunga yang digunakan dalam penelitian adalah suku bunga acuan LIBOR . LIBOR merupakan acuan bagi suku bunga kredit di seluruh dunia. Jika suku bunga LIBOR naik maka otomatis bunga kredit juga ikut naik begitupula apabila LIBOR


(18)

turun maka bunga kredit juga ikut menurun yang membuat pembayaran cicilan kredit menjadi lebih rendah. Karena globalisasi telah merebak di negara berkembang, yang apabila terjadi krisis atau masalah di negara maju maka negara berkembang seperti Indonesia akan terkena dampaknya (Abeng,200).

Sumber : SEKI, Bank Indonesia

Gambar 4. Pergerakan Suku bunga acuan LIBOR Selama periode 2000:I- 2012:IV.

Suku bunga LIBOR akhir 2007 dan awal 2009 pada saat itu krisis moneter sedang menguncang hebat . Suku bunga periode Q III tahun 2007 melonjak menjadi 15.66% . Dan sempat turun pada awal 2008 QI 14.43%.

Dengan demikian investasi adalah keharusan dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat, karena investasi pada dasarnya dimaksudkan untuk menambah kapasitas produksi nasional. Dengan bertambahnya kapasitas pendapatan nasional maka bertambah pula kemampuan suatu perekonomian untuk menghasilkan barang barang dan jasa yang selanjutnya akan meningkatkan taraf hidup dan kemakmuran

masyarakat. 0.0 2.0 4.0 6.0 8.0 2 0 0 0 .1 2 0 0 0 .4 2 0 0 1.3 2 0 0 2 .2 2 0 0 3 .1 2 0 0 3 .4 2 0 0 4.3 2 0 0 5.2 2 0 0 6 .1 2 0 0 6 .4 2 0 0 7 .3 2 0 0 8 .2 20 0 9. 1 20 0 9. 4 2 0 10 .3 2 0 11.2 2 0 12 .1 2 0 12 .4 % rLn


(19)

Dari latar yang di jelaskan di atas, diketahui kondisi tersebut berupa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan investasi Penanaman Modal Asing di Indonesia. Faktor tersebut antara lain GDP , Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika tingkat inflasi serta Suku bunga dalam negeri.

B.Permasalahan

Investor asing akan mempertimbangkan berbagai hal sebelum menginvestasikan modalnya di Indonesia. Seperti iklim investasi di negara yang akan mereka tanamkan modal, salah satunya dari sisi mako. Di dalam penelitian ini akan melihat faktor-faktor makro ekonomi sebagai faktor-faktor penarik investasi asing langsung yang dimiliki oleh Indonesia. Mengenai variabel ekonomi makro yang sebenarnya berpengaruh terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) dan penelitian ini akan difokuskan pada variabel ekonomi makro yaitu GDP , nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, tingkat bunga internasional, tingkat inflasi, terhadap keseimbangan Penanaman Modal Asing. Berdasarkan dari latar belakang maka dapatlah dirumuskan suatu pemasalahan:

1. Bagaimana pengaruh GDP terhadap PMA di Indonesia ? 2. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap PMA di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh nilai tukar riil (RER) terhadap PMA di Indonesia? 4. Bagaimana pengaruh suku bunga luar negeri terhadap PMA di Indonesia?

5. Bagaimana pengaruh GDP, inflasi, nilai tukar riil dan suku bunga luar negeri secara bersama-sama terhadap PMA di Indonesia ?


(20)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dijelaskan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis :

1. Pengaruh GDP terhadap PMA di Indonesia 2. Pengaruh inflasi terhadap PMA di Indonesia

3. Pengaruh nilai tukar riil (RER) terhadap PMA di Indonesia 4. Pengaruh suku bunga luar negeri terhadap PMA di Indonesia

5. Pengaruh GDP, inflasi, nilai tukar riil dan suku bunga luar negeri secara bersama- sama terhadap PMA di Indonesia

D. Kerangka Pemikiran

Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat di jelaskan mengenai hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat:

Investasi Penanaman Modal Asing pada umumnya cenderung untuk mencapai tingkat yang lebih besar, apabila Produk Domestik regional Bruto semakin tinggi.

Meningkatnya GDP dikarenakan tingkat kegiatan ekonomi yang ditentukan oleh permintaan yang disetrtai kemampuan untuk membayar barang-barang dan jasa jasa yang diminta bertambah besar. Sehingga dapat menarik minat investor untuk

membiayai proyek proyek yang ada. (Sukirno, 1997:109). Pendapatan nasional yang meningkat menggambarkan keadaan pertumbuhan ekonomi di suatu negara tersebut meningkat, pendapatan nasional juga berasal dari investasi, apabila net income meningkat berpengaruh terhadap investasi asing di indonesia yang juga meningkat.


(21)

Permintaan barang dan ekspor ini menentukan tingkat pengembalian (return) dan keuntungan.

Nilai tukar riil dapat menentukan daya saing ekspor, dimana Dimitrova (2005) mengatakan bahwa nilai tukar yang melonjak secara drastis tak terkendali

menyebabkan kesulitan pada dunia usaha dalam merencanakan usahanya terutama bagi mereka yang mendatangkan bahan baku dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor. Oleh karena itu, pengelolaan nilai mata uang yang relatif stabil menjadi salah satu faktor moneter yang mendukung perekonomian secara makro. Pada tingkat ekonomi makro, mata uang terdepresiasi akan mendorong industri ekspornya dan sebaliknya menurunkan nilai impor .

Jika dikaitkan dengan PMA nilai tukar berhubungan negatif, ketika kurs yang rendah sangat menguntungkan oleh para investor karena akan mendorong permintaan barang dan ekspor nilai valuta asing yang tinggi akan mempengaruhi minat investor asing untuk menanamkan modalnya. Apabila terjadi depresiasi rupiah terhadap mata uang asing, bagi para investor asing di Indonesia akan mengalami peningkatan produksi karean permintaan ekspor meningkat. Dalam hal ini diperhatikan harga bahan baku domestic relative murah, maka dapat mendorong proses industrialisasi dalam

menghasilkan barang dan jasa. Dengan kondisi tersebut pihak investor asing tertarik untuk menanamkan modalnya (Sambodo,2003).

Penurunan inflasi akan mempengaruhi harga barang dan jasa relatif stabil


(22)

tertarik untuk menanamkan modalnya lebih besar (Suwarno, 2008). Ketika terjadi inflasi, pihak otoritas moneter akan menaikkan tingkat bunga guna menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan. Makin tinggi inflasi maka makin tinggi pula tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi menyebabkan debitur turun dan mengurangi minat investor untuk mengembangkan sektor-sektor produktif.

Melalui transmisi kebijakan moneter yaitu apabila suku bunga naik (kebijakan moneter ketat) akan mengurangi jumlah uang beredar dan mendorong peningkatan suku bunga jangka pendek. Dan apabila credible akan timbul ekspektasi masyarakat bahwa inflasi akan turun atau suku bunga riil jangka panjang akan meningkat. Kondisi demikian menurunkan permintaan domestik untuk investasi dan konsumsi, Karena kenaikan biaya modal sehingga pertumbuhan ekonomi aksan menurun, demikian pula seblaiknya bila dilakukan pelonggaran moneter (Suramaya,2012). Hubungan dari GDP, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika , inflasi serta Suku bunga luar negeri yang mempengaruhi Foreign Direct Investment (PMA) di

Indonesia selama periode 2000: I-2012:IV dapat digambarkan sebagai berikut :

GDP

Inflasi

Kurs riil PMA

rLn

Gambar 7. Model Kerangka pemikiran analisis pengaruh GDP, nilai tukar riil, inflasi, serta Suku bunga luar negeri terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia selama periode 2000:I - 2012:IV


(23)

E. Hipotesis

Berdasarkan tujuan penulisan, kerangka pikir, dan teori, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah bahwa variabel GDP , tingkat inflasi , dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS diduga akan berpengaruh secara signifikan terhadap

keseimbangan Foreign Direct Investment di Indonesia.

1. Diduga GDP berpengaruh positif dan signifikan terhadap PMA di Indonesia. 2. Diduga tingkat inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap PMA di

Indonesia.

3. Diduga nilai tukar riil berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap PMA di Indonesia.

4. Diduga tingkat suku bunga luar negeri berpengaruh positif dan signifikan terhadap PMA di Indonesia.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan judul “analisis pengaruh GDP, tingkat inflasi, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS dan suku bunga luar negeri terhadap Penanaman Modal Asing (PMA) Di Indonesia (Periode 2000:I – 2012:IV)”, maka variabel –variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Penanaman Modal Asing

PMA adalah pembelanjaan barang-barang modal untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang dilakukan oleh penanam modal asing dengan menggunakan modal asing (Eni dan Siti, 2007).


(24)

2. GDP

GDP yang digunakan adalah GDP dengan harga konstan dengan tahun dasar 2000, Menurut Samuelson dan Nordhaus (1998), tingkat output keseluruhan suatu negara dapat diproksikan oleh Produk Domestik Bruto (PDB) atau Produk Nasional Bruto (PNB). Oleh karena itu, secara umum investasi tergantung pada nilai PDB yang diperoleh dari seluruh kegiatan ekonomi.

3. Inflasi

Inflasi diartikan sebagai meningkatnya harga – harga secara umum dan terus menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja, tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi (Nanga,2005)

4. Nilai Tukar Riil

Kurs riil adalah harga relative dari barang-barang kedua negara (Mankiw,2006). Nilai tukar riil dapat digunakan untuk menggambarkan bagaimana produk domestik berkompetisi dengan produk luar negeri dalam hal daya saing. Hal ini menjadikan nilai tukar riil sebagai tolak ukur daya saing produk ekspor suatu negara dalam hal harga dipasar global.

5. Suku bunga

Suku bunga yang digunakan dalam penelitian adalah suku bunga luar negeri yakni suku bunga acuan LIBOR (London Interbank Offered Rate). Suku bunga


(25)

ukuran harga sumber daya yang digunakan oleh debitur yang harus dibayarkan kepada kreditur (Sunariyah,2000).


(26)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Investasi

Investasi adalah pengeluaran yang ditunjukkan untuk meningkatkan atau

mempertahankan stok barang modal. Stok baranga modal terdirir darin pabrik, mesin, kantor,produk – produk tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Investasi sendiri di bedakan menjadi dua bentuk yaitu investasi langsung seperti Penanaman Modal Asing ( Foreign Direct Investement) dan Penanaman Modal Domestik Nasional (PMDN) serta bentuk lainnya yaitu investasi portofolio yaitu lewat bursa saham.

Investasi dapat diartikan pula sebagai pengeluaran masyarakat untuk memeperoleh alat-alat kapital baru. Pengeluaran untuk alat-alat kapital baru ditujukan untuk mengganti alat-alat kapital yang sudah tidak ekonomis dan sebagian lainnya berupa pembelian alat alat kapital baru untuk memperbesar stok kapital. Investasi meliputi pengeluaran uang yang menyebabkan terjadinya perubahan persediaan atas barang barang kapital. Investasi yang dilakukan di sektor bisnis di dasarkan oleh motif untuik memperoleh keuntungan. Dua faktor penting yang menentukan dilakukannya investasi adalah tingkat keuntungan bersih yang diharapkan dari pengusaha dari pengeluaran investasi dan faktor suku bunga.


(27)

1. Teori Investasi dari Keynes

Pada bukunya The General Theory Of Employment Interest and Money 1936, John Maynard Keynes mendasar teori tentang permintaan investasi atau konsep marjinal kapital (marginal efficiency of capital atau MEC). Sebagai suatu definisi kerja, MEC dapat didefinisikan sebagai tingkat perolehan bersih ynag diharapkan (expected net rate of return) atas pengeluaran kapital tambahan. Tepatnya, MEC adalah tingkat diskonto yang menyamakan aliran perolehan yang diharapkan dimasa yang akan datang dengan biaya sekarang dari kapital tambahan.

Secara matematis, MEC dapat dinyatakan dalaml bentuk formula sebagai berikut :

(2.1) Dimana R adalah perolehan yang diharapkan (expected return) dari suatu proyek, dan Ck adalah biaya sekarang (current cost) dari modal tambahan. Subskrip atau superkrip menggambarkan tahun1,2..k-n

Sedangkan hubungan antara permintaan investasi dan tingkat bunga (r) dengan MEC tertentu, oleh keynes dinyatakan dalam bentuk fungsi sebagai berikut :

I=f(i) (given MEC) (2.2)

2. Teori Investasi Langsung

Penanaman modal asing langsung merupakan investasi yang dilakukan oleh

swasata asing ke suatu negara tertentu. Bentuknya dapat berupa cabang perusahaan multinasional, anak perusahaan multinasional (subsidiari), lisensi, joint venture, atau lainnya. suatu paket modal asing (FDI) adalah berupa: (a) penyerapan tenaga kerja


(28)

(employment), (b) alih teknologi, (c) pelatihan manajerial, dan (d) akses ke pasar internasional melalui ekspor. Dilihat dari sasaran penjualan outputnya, perusahaan multinasional dapat dibedakan ke dalam dua kelompok: (a) penanaman modal asing yang berorientasi ke pasar domestik yang biasanya cenderung menggunakan

teknologi produksi yang padat modal, dan (b) penanaman modal asing yang berorientasi ke pasar luar negeri yang yang besarnya cenderung menggunakan produksi berteknologi padat karya karena lebih murah.

Menurut Krugman (1988), yang dimaksud dengan penanaman modal asing langsung adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari satu negara memperluas atau mendirikan perusahaan perusahaan. Oleh karena itu tidak hanya terjadi pemindahan sumberdaya, tetapi juga pemeberlakuan kontrol terhadap perusahaan luar negeri. Investasi langsung berati bahwa perusahaan dari negara penanaman modal secara langsung melakukan pengawasan atas aset yang ditanam di negara pengimpor modal. Investasi langsung luar negeri dapat mengambil beberapa bentuk yaitu: pembentukan suatu perusahaan dimana perusahaan dari negara penanam modal memiliki mayoritas saham saham pembentukan suatu perusahaan di negara pengimpor modal-modal atau menaruh aset tetap di negara lain oleh perusahaan nasional dari negara penanaman modal (Jinghan,2003)

3. Teori Pertumbuhan Ekonomi

menjelaskan bahwa investasi di dalam proses pertumbuhan ekonomi memiliki peranan yang sangat menentukan, khususnya watak ganda yang dimiliki investasi yaitu (Jhingan,


(29)

1993):

a. Menciptakan pendapatan yang sering disebut sebagai dampak permintaan. b. Memperbesar kapasitas produksi perekonomian dengan cara meningkatkan stok

modal yang sering sebagai dampak penawaran investasi. Selama investasi netto tetap berlangsung pendapatan nyata dan output akan senantiasa membesar. Model yang dikembangkan oleh Harrod‐ Domar yaitu (Jhingan, 1993):

a. Model Domar

Domar mendasarkan modelnya pada pertanyaan bahwa investasi di satu pihak menghasilkan pendapatan dan di pihak lain menaikkan kapasitas produksi, maka investasi harus meningkat agar kenaikan pendapatan sama dengan kenaikan kapasitas produksi, supaya keadaan full employment dapat dipertahankan. Ia menjawab

pertanyaan ini melalui pendekatan dengan mempererat kaitan antara penawaran agregat dengan permintaaan agregat melalui investasi. Domar menjelaskan kenaikan kapasitas produksi sisi penawaran dianggap sebagai laju pertumbuhan tahunan dari investasi.

Kapasitas produksi yang baru diinvestasikan rata‐rata sama dengan tabungan. Tetapi sebagian investasi baru akan menggambarkan investasi lama. Karena itu investasi baru akan bersaing dengan investasi lama di pasar tenaga kerja dan fakor‐faktor produksi lain. Hasil output pabrik lama akan berkembang dan kenaikan output tahunan dari perekonomian sedikit lebih kecil dari pada kapasitas produksi yang baru diinvestasikan. Kenaikan yang diperlukan dalam permintaan agregart disisi


(30)

permintaan dalam model domar menjelaskan bahwa multiple Keynesian akan terjadi. Misalkan kenaikan rata‐rata pendapatan (Y), sedang kenaikan investasi sama dengan multiplikator { } 1 kali kenaikan investasi. { }. Untuk mendapatkan

equilibrium pendapatan pada full employment, permintaan agregat harus sama dengan penawaran agregat. Dengan demikian persamaanakan berubah menjadi . Persamaan ini menunjukkan bahwa untuk mempertahankan full employment, laju pertumbuhan investasi autonomous netto harus sama dengan marginal propensity to saving kali produktifitas modal Ini batas laju kecepatan investasi yang diperlukan untuk menjamin penggunaan kapasitas potensial dalam rangka mempertahankan laju pertumbuhan ekonomi yang mantap pada keadaan full employment.

b. Model Harrod

Model Harrod didasarkan pada tiga laju pertumbuhan yaitu:

1) Laju Pertumbuhan aktual (G) ditentukan oleh ratio tabungan dalam ratio output. Laju pertumbuhan akan menunjukkan variasi klasik jangka pendek dalam laju pertumbuhan ekonomi.

2) Laju pertumbuhan terjamin (GW) merupakan laju pertumbuhan pendapatan kapasitas penuh suatu perekonomian.

3) Laju pertumbuhan alamiah (Gr) oleh Harrod dianggap sebagai “optimum kesejahteraan” dapat juga disebut sebagai laju pertumbuhan potensial.

Prinsip akselerasi mengatakan bahwa tingkat/besarnya investasi proporsional terhadap perubahan dari output (GNP).


(31)

B. Hubungan GDP dengan PMA

Dalam pandangan teori Keynes suku bunga bukan satu satunya faktor yang

menentukan investasi, ada faktor yang berpengaruh terhadapa investasi yaitu situasi perekonomian. Keterangan tersebut dapat kita contohkan sebagai berikut, seorang pengusaha yang memiliki dana yang cukup banyak baik itu berasal dari sakunya sendiri ataupun dari meminjam modal dengan bunga yang rendah, tidak serta merta akan langsung menanamkan modal. Pengusaha tersebut jika dia seorang penanaman modal asing akan melihat ramalan masa depan negara yang akan ditujunya sebagai tempat penanaman modal, artinya apakah keadaan masa depanakan menjamin keuntungan dan kelangsungan dari modal yang ditanamannya, untuk itu investor melihat dari tingkat kestabilan ekonomi negara tersebut antara lain dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan pendapatan nasional negara yang dituju.

gambar 2.1

Hubungan Investasi dan Pendapatan Nasional

Y1 I1

I2

Tingkat investasi

Pendapatan Nasional Y2


(32)

Penejelasan tersebut sesuai dengan pandangan pada teori akselerasi yang menyatakan bahwa pendapatan nasional yang semakin meningkat menunjukkan semakin

memerlukan barang modal yang semakin banyak (Sukirno : 2000). Dengan demikian investor perlu melakukan investasi yang lebih tinggi dan lebih banyak modal perlu dipinjam . Secara matematis kedua pandangan tersebut dinotasikan (Dombusch dan Fischer :1997) sebagai berikut :

K = f (er, Y) (2.3)

Dimana, K adalah modal/investasi yang diinginkan er adalah biaya modal (tingkat bunga) dan Y adalah tingkat output . Disamping itu beberapa ekonom

memformulasikan investasi dengan persamaan sederhana sebagai berikut :

I = f ( i, DY ) (2.4)

Dimana I adalah investasi, i adalah tingkat bunga dan DY adalah perubahan output. Secara khusus notasi 2.2 diatas dapat dibentuk berdasarkan turunan fungsi Cobb-Douglas ( Dombusch dan fisher : 1997 ) sebagai berikut :

K , (2.5)

Dari persama 2.3 jelas bahwa investasi memiliki perbandingan yang searah dengan pendapatan nasional dan memiliki hubungan yang terbalik dengan tingkat bunga. Asumsi yang dugunakan pada persamaan 2.3 adalah dengan menganggap input tenaga kerja tetap. Pernyataan yang di turunkan dari persamaan 2.3 tersebut dapat disimpulkan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi arus modal asing ke suatu


(33)

negara adalah faktor politik dan non politik, khusunya untuk faktor non politik berupa besarnya pasar di negara penerima yang diukur dengan pendapatan nasionalanya (Produk Domestik Bruto), (Douglas Nigh :1997).

C. Hubungan tingkat Inflasi dengan PMA

Inflasi adalah keadaan dimana terjadi peningkatan harga umum secara terus menerus. Sedangkan Tingkat Inflasi menggambarkan perubahan harga-harga dalam tahun tertentu. Berdasarkan penjelasan Bank Indonesia tentang inflation targeting (2006), inflasi adalah proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas atau mengakibatkan kenaikan kepada barang lainnya. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinyu.

Indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah

1. Indeks Harga Konsumen. Perhitungan inflasi dapat dinyatakan sebagai berikut :

Dimana :

INFt : Tingkat inflasi pada periode t

INFt: Indeks Harga Konsumen pada periode t


(34)

2. Indeks Harga Perdagangan Besar (Whosale Price Index/ Producer Price Index). Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen maka IHPB/ PPI melihat inflasi dari sisi produsen.

3. Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)

Untuk mendapatkan gambaran inflasi yang sederhana, ekonom menggunakan IHI, angka deflator ini diperkenalkan dalam pembahasan PDB/GDP berdasarkan harga berlaku dan konstan, yaitu dengan membandingkan tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil. Selisih keduanya merupakan inflasi.

Hyperinflation dalam jangka panjang akan memperlambat pertumbuhan ekonomi dan hal ini akan berakibat pada lesunya sektor investasi yang produktif. Inflasi yang tinggi membuat harga barang dan jasa menjadi mahal, biaya input produksi tentunya akan meningkat. Kondisi ini meneybabkan pelaku usaha mengharuskan

meningkatkan harga pelaku usaha mengharuskan meningkatkan harga outputnya sehingga daya saing rendah. Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah, akibatnya kegiatan perdagangan lesu dan investor sulit untuk mendapatkan return dan keuntungan.

Ketika terjadi inflasi pihak otoritas moneter akan meningkatkan tingkat bunga guna menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan. Makin tinggi inflasi maka tinggi pula tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi menyebabbkan kreditur turun dan mengurangi minat investor untuk mengembangkan sektor-sektor produktif.


(35)

Beberapa indeks harga yang sering digunakan untuk mengukur inflasi antara lain: 1. Indeks biaya hidup

2. Indeks harga perdagangan besar 3. GNP deflator

Inflasi dapat terjadi melalui dua sisi yaitu dari sisi penawaran (cost-push inflation) dan sisi permintaan (demand-pull inflation). Inflasi dari sisi penawaran terjadi apabila terdapat penurunan penawaran terhadap barang-barang dan jasa-jasa karena adanya kenaikan dalam biaya produksi yang diakibatkan oleh keinginan

meningkatnya tingkat upah riil pekerja karena adanya ekspektasi inflasi dimasa depan akan meningkat. Peningkatan upah ini akan membuat produsen untuk menurunkan tingkat produksinya di bawah tingkat produksi optimum sehingga akan meningkatkan harga dan akan meningkatkan tingkat pengangguran.

D. Hubungan Nilai Tukar dengan PMA

Nilai tukar merupakan suatu nilai yang menunjukkan jumalah mata uang dalam negeri yang diperlukan untuk mendapat satu unit mata uang asing (Sukirno,1996). Biasanya suatu negara akan berusaha untuk mempertahankan nilai tukar yang ditetapkan dalam jangka waktu yang lama. Selama nilai tukar yang ditetapkan tersebut tidak menimbulkan akibat yang kurang menguntungkan, maka negara tersebut tidak melakukan sesuatu perubahan terhadapa nilai tukar yang ditetapkan.

Nilai tukar memegang peranana penting dalam menentukan aktivitas perekonomian. Secara umum nilai tukar dibedakan menjadi dua jenis yaitu:


(36)

1. Nilai tukar nominal yang merupakan harga relatif dari mata uang dua negara (Mankiw,2000), Menurut Menurut Miskkin (2001), nilai tuker nominal merupakan satuan mata uang asing baik yang berbentuk hard cash maupun dalam bentuk surat berharga.

2. Nilai tukar riil yaitu nilai tukar nominal dikaitkan. dengan barga barang domestik dibagi harga barang luar negeri (Mankiw, 2000). Nilai tukar (exchange rate) diantara dua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melakukan perdagangan.

Nilai tukar riil atau kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai tukar riil adalah nilai tukar nominal yang telah diseusaikan dengan tingkat harga. Secara sepesifik, hubungan antara nilai tukar nominal dengan nilai tukar riil dapat ditunjukkan secara matematis sebagai beriku (Batiz,1994) :

Keterangan: : Kurs riil e : Kurs nominal

P : Harga barang domestik P* : Harga barang luar negeri

Ketika kurs riil tinggi, maka barang luar negeri relatif mahal dan barang-barang domestik relatif murah. Begitu pula sebaliknya jika kurs riil rendah, maka


(37)

barang-barang luar negeri relatif murah dan barang-barang domestik relatif mahal. Kurs riil jika dikaitkan dengan ekspor bersih maka ketika terjadi kurs rendah, barang-barang domestik relatif mahal dibandingkan harga luar negeri. Penduduk domestik lebih memilih untuk membeli barang produk impor dari pada barang domestik, hal yang sama dilakukan orang luar negeri lebih memilih membeli barang produk luar neger. Peningkatan pennintaan produk domestik ini menyebabkan ekspor bersih meningkat. Hubungan antara kurs riil ( ) dan ekspor bersih (NX) dapat ditulis sebagai

berikut:

NX = NX( )

Persarnaan tersebut menyatakan bahwa ekspor bersih adalah fungsi dari kurs riil.Persamaan 4 menunjukkan hubungan negatif antara neraca perdagangan dalam kurs riil.

Gambar 2.2

Ekspor bersih danKurs Riil

Kurs riil,

NX )

Ekspor Bersih


(38)

Gambar tersebut menunjukkan hubungan antara kurs riil dan ekspor bersih, semakin rendah kurs semakin murah harga barang domestic relative terhadap barang-barang luar negeri dan semakin besar pula ekspor bersih. Jika dikaitkan dengan PMA maka kurs yang rendah ini sangat menguntungkan oleh para investor karena akan mendorong permintaan barang dan ekspor. Permintaan barang dan ekspor ini menentukan tingkat pengembalian (return) dan keuntungan.

Menurut teori paritas balas jasa menyatakan bahwa balas jasa investasi asing di dalam negeri bersumber pada dua hal yaitu :

1. Perbedaan suku bunga dalam negeri dan luar negeri

2. Perbedaan nilai tukar uang pada saat investasi ditanamkan.

Kedua hal tersebut dapat dinotasikan secara sistematis sebagai berikut (Abu Bakar:2002) :

DI = [ F( 1-rr ) / e ] – ( 1 + rd ) (2.6) Dimana :

DI = Selisih balas jasa investasi di dalam dan diluar negeri

F = Kurs devisa yang berlaku saat investasi akan jatuh tempo di masa datang e = Kurs devisa pada saat investasi mulai ditanamkan

rd = Suku bunga dalam negeri rr = Suku bunga luar negeri

Apabila dalam jangka panjang diasumsikan bahwa suku bunga luar negeri sama dengan suku bunga dalam negeri, maka selisih balas jasa investasi hanya akan dipengaruhi oleh perubahan kurs devisa pada saat ini dan di masa yang akan datang.


(39)

Sedangakan jika kurs rupiah menguat akan membuat disparitas balas jasa membuat investor asing lebih suka menanamkan investasinya di negaranya, sebaliknya jika kurs melemah sehingga disparitas balas jasa akan membesar maka investor akan menanamkan uangnya di luar negeri. Dengan demikian terdapat hubungan yang negatif antara perubahan nilai tukar dollar dengan Foreign Direct Investment.

Disamping kedua hal tersebut, menurut (Budiono,1997), apabila nilai tukar rupiah terdepresiasi maka ekspor Indonesia akan naik dan impor turun (apabila penawaran ekspor dan permintaan ekspor cukup elastis), sebab di pasaran internasional barang kita menjadi kompetitif, dengan meningkatnya/ naiknya permintaan agregat riil sehingga berdampak pada meningkatnya investasi, hal ini akan mendorong masuknya investasi asing ke Indonesia.

E. Hubungan tingkat suku bunga luar negeri dengan PMA

Berbeda dengan yang dilakukan dengan konsumen yang memebelanjakan sebagian besar pendapatannya untuk membeli barang dan jasa yang mereka butuhkan, penanam-penanam modal melakukan investasi bukan untuk memenuhi kebutuhan mereka tetapi tujuannya untuk mencari keuntungan. Meski demikian berdasarkan berbagai aliran pada ekonomi makro, faktor utama yang mempengaruhi besarnya investasi bukan hanya masalah keuntungan tetapi juga meliputi (Sadono

Sukirno;1997) :

1. Tingkat Keuntungan Investasi yang diramalkan akan diperoleh 2. Tingkat bunga


(40)

3. Kemajuan teknologi

4. Tingkat pendapatan Nasional dan perubahan-perubahannya 5. Keuntungan yang diperoleh perusahaan-perusahaan

Namunn semakin majunya sektor perdagangan internasional kini, suku bunga luar negeri memiliki pengaruh luas kepada negara negara berkembang seperti Indonesia. Pada hakekatnya Indonesia sebagai price taker dimana sebagai negara yang dapat dipengaruhi harga dunia. Ketika keadaan krisis pada negara maju maka negara - negara berkembang akan menjadi imbas dari masalah luar tersebut, termasuk kepada investor asing yang menanamkan modalnya di negara berkembang.

Ketika globalisasi ekonomi terjadi, batas batas suatu negara akan menjadi satu keterkaitan antara ekonomi nasional dengan perekonomian internasional. Globalisasi perekonomian di satu pihak akan membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar internasional secara kompetitif, sebaliknya juga membuka peluang

masuknya produk produk global ke dalam pasar domestik. Perwujudan nyata dari globalisasi (Abeng,2000) :

 Globalisasi Produksi, dimana perusahaan berproduksi di berbagai negara, dengan sasaran agar biaya produksi menjadi lebih rendah. Hal ini dikarenakan baik karena upah buruh yang rendah, tarif bea masuk yang rendah,


(41)

 Globalisasi pembiayaan, perusahaan global akan mampu memanfaaatkan akses untuk memperoleh pinjaman atau melakuakn investasi (baik dalalm bentuk portofolio maupun langsung) disemua negara di dunia ini.

 Globalisasi tenaga kerja, perusahaan global akan mampu memanfaatkan tenaga kerja dari seluruh dunia sesuai kelasnya. Seperti penggunaan staf profesional diambil dari tenaga kerja yang telah dimiliki pengalaman internasional atau buruh kasar yang bisa diperoleh dari negara berkembang. Dengan globalisasi maka human movement akan semakin mudah dan bebas.  Globalisasi Perdagangan. Hal ini terwujud dalam bentuk penurunan dan

penyeragaman tarif serta pengahpusan berbagai hambatan nontarif. Dengan demikian kegiatan perdagangan dan persaingan menjadi semakin cepat. Stabilnya peningkatan suku bunga luar di bandingkan dengan suku bunga dalam negeri membuat para investor menginvestasikan dananya dalam bentuk jangka

panjang . Seperti keadaan krisis di negara maju seperti AS banyak para investor yang menanamkan modalnya di Indonesia karena imbal hasil yang diterima nya lebih besar di bandingkan di negaranya (Afrizzal, 2010).

F. Tinjauan Empiris

Penelitian tentang kajian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan investasi di Indonesia tahun 1985- 2005 dilakukan oleh Pardamean Lubis

(2008),menyimpulkan suku bunga dalam negeri (IR) memberikan pengaruh yang negative terhadap permintaan investasi di Indonesia, Pendapatan Nasional (NI)


(42)

memberikan pengaruh yang positif dan sangat signifikan terhadap permintaan

investasi di Indonesia. Beliau juga menyarankan untuk pengambilan kebijakan antara lain, untuk emningkatkan investasi di Indonesia pemerintah perlu mempertahankan tingkat suku bunga dalam negeri yang relative rendah, agar PMA dan PMDN merasa tertarik untuk melakukan investasi di Indonesia.

Mulaelatul Khasanah (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis faktor- faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Batam” bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penanam Modal Asing di Kota Batam. Penelitian ini memberikan kesimpulan Faktor-faktor yang

mempengaruhi investasi asing (PMA) di Batam yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), nilai tukar nil (RER), upah minimum (UPAH) dan pajak (TAX) yang secara signifikan berpengaruh nyata pada taraf nyata 5 persen, sedangkan tingkat inflasi (INF) dan dummy KEK tidak berpengaruh nyata terhadap PMA di Batam.

Sementara itu, dalam penelitian Analisis bebrapa faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesiayang dilakukan oleh Aliyatul Jannah (2010), meyimpulkan Tingkat Suku Bunga Internasional (X

1), Kurs Dollar Amerika (X

2), dan Neraca Perdagangan (X3) PMA di Indonesia (Y). Dengan melihat hasil uji signifikasi variabel independen terhadap penanaman modal asing tersebut di 3 sektor (pertanian, industri, perdagangan) maka dapat di ketahui bahwa variabel tingkat suku bunga internasional merupakan variabel yang paling dominan berpengaruh terhadap penanaman modal asing.


(43)

Menurut hasil penelitian internasional oleh Robert E. Lipsey, NBER and City University of NY (2010) yang berjudul “Foreign Ownership and Employment Growth in Indonesian Manufacturing “ memiliki kesimpulan bahwa pengusaha asing yang dimiliki Indonesia pada sektor manufaktur tumbuh lebih cepat meningkat dibandingkan perusahaan dalam negeri yang tetap dalam kepemilikan Indonesia selama 1975-2005, mengingat karakteristik lain dari sumberdaya yang ada. Pertumbuhan lebih cepat dikonfirmasi oleh hasil tes beberapa data termasuk

pemeriksaan dekat pengambilalihan perusahaan milik lokal oleh 14 pengusaha asing dan pengusaha lokal. Perusahaan pada investasi yang milik asing selama masa

penelitannya tumbuh rata-rata sekitar 5 persen lebih cepat dari pada perusahaan yang dimiliki domestik. Investasi yang diperoleh oleh orang asing tumbuh sekitar 10

persen lebih cepat sesuai dengan perkiraan fixed effect. Menimbang bahwa perusahaan asing rata-rata jauh lebih besar dari perusahaan domestik.

Menurut penelitian M.Arif Sambodo (2003), pada jdul penelitiannya “Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing Di Indonesia” memeliki kesimpulan Secara Umum faktor yang stabil mempengaruhi masuknya investasi asing langsung ke Indonesia, baik sebelum dan saat krisis terjadi adalah tingkat suku bunga dalam dan luar negeri. Sedangkan faktor PDB hanya memperngaruhi

masuknya investasi pada saat krisis terjadi. Tetapi ketika krisi dimulai faktor ini tidak signifikan lagi dalam mempengaruhinya.


(44)

Sedangkan menurut jurnal yang di teliti oleh Imamudin Yuliadi (2009), yang berjudul “Analisis Kesenjangan investasi Asing (PMA) di Provinsi Sulawesi Utara (sebuah evaluasi kebijakan pemekaran wilayah)” memiliki kesimpulan dari penelitiannya yaitu dampak dari kebijakan pemekaran wilayah provinsi Gorontalo dari provinsi Sulawesi Utara dalam jangka pendek relatif belum menunjukkan pengaruh yang berarti namun dalam jangka menengah dan panjang berpengaruh cukup besar terhadap kesenjangan investasi PMA dalam konteks perekonomian di Kawasan Timur Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya disparitas investasi asing di Sulawesi Utara. Disparitas investasi juga disebabkan oleh perbedaan infrastruktur ekonomi antarwilayah di Indonesia.

Tabel 1. Ringkasan Hasil Penelitian Empirik

NO . Judul Penelitan Peneliti dan tahun Penelitian Variable dan alat analisis

Model analisis Kesimpulan

1 Analisis

faktor-faktor yang mempengar uhi Permintaan Investasi di Indonesia Pardamean Lubis (2008) Permintaan investasi -Suku bunga dalam negeri -Pendapatan Nasional Alat analisis: Ordinary Least Square (OLS)

INV = β0+ β1 IR

+ β2 Ln NI + e

Suku bunga dalam negeri (IR) memberikan pengaruh yang negative terhadap permintaan investasi di Indonesia, Pendapatan Nasional (NI) memberikan pengaruh yang positif dan sangat signifikan terhadap permintaan

investasi di Indonesia.


(45)

faktor-faktor yang mempengar uhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Batam Khasanah (2008) Modal Asing di Batam -PDRB -Tingkat Inflasi -Upah minimum regional Batam -Penerimaan pajak Batamummy Kawasan Ekonomi Khusus atau Special Economic Zones

Alat analisis :

Ordinary Least Square

(OLS)

α1PDRBt+ α2RERt+ α3INFt + α4UPAHt+

α5TAXt+KEKD

+ et

penelitian faktor faktor yang mempengaruhi investasi asing (PMA) di Batam yaitu PDRB, ,UPAH,TAX,yang secara signifikan berpengaruh secara nyata pada taraf nyata 5 persen. Sedangkan tingkat inflasi dan dummy KEK tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap PMA di Batam.

3 Analisis

bebrapa faktor-faktor yang mempengar uhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia Aliyatul Jannah (2010) -Penanaman Modal Asing di Indonesia -Tingkat Suku bunga Internasional -Kurs AS -Neraca Perdagangan. Alat Analisis: Statistical Package for the Social Sciences (SPSS)

At= ᵝ 0+ ᵝ 1X1t

+ ᵝ 2X2t + ᵝ 3X3t + et

Berdasarkan hasil penelitian faktor faktor yang mempengaruhi investasi asing (PMA) di Indonesia yaitu tingkat suku bunga

Internasional, Kurs Dollar Amerika dan neraca perdagangan, yang paling dominan berpengaruh terhadap penanaman modal asing adalah tingkat suku bunga

internasional.

4 Foreign

Ownership and Employme nt Growth in Indonesian Robert E. Lipsey, NBER and City University of NY (2010) - PMA -Tenaga kerja -Perusahaan - Milik perusahaan asing atau perusahaan

∆InLit = InLit -

Init-1 =α + λPlant

it-1 + w ownership

+

tYear_dummy

+ + ind

Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa

pertumbuhan tenaga kerja di Indonesia memiliki pertumbuhan lebih


(46)

Manufactur ing

pemerintah Alat Analisi :

Ordinary Least Square

OLS

IND_dummyt + +

RReg_dummy+

eit

cepat sekitar 5-10 persen di banding perusahaan yang dimiliki oleh investor dalam negeri. Ini membuktikan bahwa peluang kerja lebih besar di perusahaan yang dimiliki luar negeri

5 Analisis

faktor-faktor yang mempengar uhi Penanaman Modal Asing Di Indonesia M.Arif Sambodo (2003) - PMA - PDB -tingkat suku bunga deposito riil -Nilai tukar rupiah - posisi dana masyarakat di perbankan. Alat analisis :

Error correlation method= ECM

∆It = ᵧ o + ᵧ 1 ∆Rt

+ ᵧ 1 ∆Rt-1 + ᵧ 3

(Rt-1- It-1) + e

Secara Umum faktor yang stabil mempengaruhi masuknya investasi asing langsung ke Indonesia, baik sebelum dan saat krisis terjadi adalah tingkat suku bunga dalam dan luar negeri. Sedangkan faktor PDB hanya memperngaruhi masuknya investasi pada saat krisis terjadi. Tetapi ketika krisi dimulai faktor ini tidak signifikan lagi dalam

mempengaruhinya.

6 Analisis

Kesenjanga n investasi Asing (PMA) di Provinsi Sulawesi Utara(sebu ah evaluasi kebijakan pemekaran wilayah) Imamudin Yuliadi (2009) -PMA,

- tingkat bunga simpanan, -dan Kurs adalah nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

Alat analisis : Metode analisis data dalam penelitian dilakukan dengan menggunakan beberapa

Ii = α0 + α1 r +

α2 Kurs dampak dari kebijakan pemekaran wilayah provinsi Gorontalo dari

provinsi Sulawesi Utara dalam jangka pendek relatif belum menunjukkan pengaruh yang berarti namun dalam jangka menengah dan panjang berpengaruh cukup besar terhadap


(47)

Dalam penelitian ini menggunakan sedikit perbedaaan dengan penelitian sebelumnya dengan menggunakan nilai tukar riil atau Real Exchange Rate (RER) dan suku bunga luar negeri dengan menggunakan suku bunga acuan LIBOR.

metode analisis yaitu analisis kesenjangan investasi, analisis regresi, dan analisis kesenjangan fiskal.

kesenjangan investasi PMA dalam konteks perekonomian di Kawasan Timur Indonesia. Kesimpulan dari penelitian ini adalah adanya disparitas investasi asing di Sulawesi Utara. Disparitas investasi juga disebabkan oleh perbedaan infrastruktur ekonomi antarwilayah di Indonesia.


(48)

III. METODE PENELITIAN

A.Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder menurut runtut waktu (time series) dalam bentuk tahunan. Periode yang digunakan yaitu periode 2000:I- 2012:IV. Adapun data-data tersebut diperoleh dari beberapa sumber seperti Badan Pusat Statistik, Bank Indonesia (BI), Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Penelitian-penelitian terdahulu, artikel-artikel dan sumber-sumber lainnya.

Tabel 2. Deskripsi Data Input

Nama Data Nama Variabel Satuan Pengukuran Sumber Data

PMA LPMA USD Bank Indonesia

GDP LGDP Rupiah BPS

Nilai Tukar Riil LRER BPS dan World

Bank Tingkat inflasi INF Persen Bank Indonesia

Suku Bunga luar Negeri

RLN

Persen British Bankers' Association Ket : = niali tukar riil, = nilai tukar nominal, P= IHK Indonesia , P* IHK Amerika Serikat


(49)

B. Operasionalisasi Variabel

Untuk memberikan kejelasan mengenai penggunaan beberapa variabel dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi beberapa variabel tersebut, yaitu : 1. Penanaman Modal Asing

Menurut Krugman (1988), yang dimaksud dengan penanaman modal asing langsung adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari satu negara memperluas atau mendirikan perusahaan perusahaan.Investasi asing di Indonesia dalam penelitian ini menggunakan data jumlah foreign direct investment atau FDI yaitu penanaman modal asing berasal dari perseorangan ataupun perusahaan-perushaan asing yang secara langsung masuk didalam perekonomian Indonesia tiap tahunnya dalam satuan ribu US$. Penanaman modal asing melalui portofolio tidak termasuk didalam penelitian. Data didapat dari laporan yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal. Data PMA ini diperoleh dari Badan Koordinasi Penanaman Modal pusat Jakarta, selama periode 2000:I-2012:IV.

2. Produk Domestik Bruto

Produk domestik bruto adalah penghitungan nilai output produksi akhir pasar semua barang dan jasa dalam perekonomian di Indonesia dalam kurun waktu tertentu. Apabila Pengusaha, jika dia seorang penanaman modal asing akan melihat ramalan masa depan negara yang akan ditujunya sebagai tempat

penanaman modal, artinya apakah keadaan masa depanakan menjamin keuntungan dan kelangsungan dari modal yang ditanamannya, untuk itu investor melihat dari


(50)

tingkat kestabilan ekonomi negara tersebut antara lain dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan pendapatan nasional negara yang dituju.Yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan PDB harga konstan 2000. Data ini diambil dari situs resmi Badan Pusat Statistik.

3. Nilai tukar riil

adalah nilai tukar nominal yang sudah dikoreksi dengan harga relatif yaitu harga – harga di dalam negeri dibandingkan harga – harga diluar negeri. Pengukuran nilai tukar riil rupiah menggunakan nilai tukar nominal, index harga konsumen, dan index harga konsumen negara mitra dagang utama Indonesia (Awaluddin,2004). Negara dengan tingkat suku bunga yang relatif lebih tinggi maka nilai mata uangnya akan cenderung menguat. Hal ini terkait dengan penyimpanan uang. jika suatu negara memiliki interest rate yang lebih tinggi maka masyarakat akan cenderung lebih tertarik untuk menyimpan uangnya di negara tersebut. Apabila tingkat bunga menjadi lebih rendah, lebih banyak usaha yang mempunyai tingkat pengembalian modal yang lebih tinggi daripada tingkat suku bunga. Semakin rendah tingkat bunga yang harus dibayar para pengusaha, semakin banyak usaha yang dapat dilakukan para pengusaha.

Semakin rendah tingkat bunga semakin banyak investasi yang dilakukan para pengusaha (Sukirno, 1997) Pada penelitian ini, data nilai tukar nominal dan IHK Indonesia diperoleh dari situs resmi Badan Pusat Statistik, sedangkan data IHK


(51)

Amerika Serikat diperoleh dari situs resmi World Bank selama periode 2000:I- 2012:IV.

4. Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus.(Boediono,2001:161) Salah satu faktor penting dalam menganalisa dan meramalkan tingkat suku bunga adalah inflasi. Inflasi adalah suatu kenaikan harga yang terus menerus dari barang dan jasa secara umum ( bukan satu macam barang dan sesaat). Perhitungan laju inflasi pada penelitian ini menggunakan konsep inflasi IHK (Indeks Harga Konsumen) yang dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik selama periode 2000:I-2012:IV

5. Suku bunga Luar negeri

Menurut Laksmono, 2001 (dalam Erawati & Lewelyn, 2002), nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan

internasional dan kebijakan nilai tukar yang fleksibel. Suku bunga yang digunakan dalam penelitian ini adalah suku bunga nominal LIBOR 3 bulanan yang

dipublikasikan oleh situs British Bankers' Association selama periode 2000:I-2012:IV


(52)

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder. Dengan metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan cara melakukan studi pustaka dari berbagai laporan, literatur, penelitian, dan dokumen secara resmi dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal, Bank Indonesia, dan Badan Pusat Statistik. Data diperoleh menurut runtut waktu (time series) yaitu periode kuartal 2000: I sampai dengan periode 2012: IV, yakni investasi penanaman modal asing di Indonesia sebagai variabel dependentnya dan data GDP Indonesia,inflasi, nilai tukar riil dan suku bunga luar negeri sebagai variabel independent.

D. Alat analsisis

Alat analisis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Error Correction Model. Alat analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam jangka pendek dan penyesuaian (speed of adjustment) yang cepat untuk kembali ke keseimbangan jangka panjangnya.. Dalam Analisis ini dilakukan dengan bantuan Eviews 4.1 dengan tujuan yang telah dibahas pada bab sebelumnya untuk melihat pengaruh variabel-variabel independen terhadap variabel dependennya.

Fungsi Persamaan umum yang akan diamati dalam penelitian ini adalah :

PMA = f( GDP, RER, INF, rLn ) (3.1) Secara pengertian ekonomi, penjelasan fungsi matematis tersebut adalah perubahan Penanaman Modal Asing (PMA) akan dipengaruhi oleh perubahan Gross Domestic


(53)

Product (GDP), tingkat inflasi (INF), Real Exchange Rate (RER) dan tingkat suku bunga luar negeri (Rln)

Diperoleh model regresi yang akan diteliti :

PMA = β

0 + β1 GDP1 + β2 RER+ β3 INF + β4rLn + e (3.2)

Persamaan regresi ditransformasikan ke bentuk log linier models, maka persamaan regresi menjadi seperti berikut :

LPMA = β

0 + β1 LGDP1 + β2INF+ β3 LRER +β4rLn + e (3.3)

Dengan variabel – variabel sebagai berikut :

LPMA = Log PMA di Indonesia ( ribu US$) LGDP = Log GDP Indonesia dengan harga konstan(Milliar Rp) INF = Tingkat Inflasi (%) LRER = Log Nilai tukar riil (Rp/US$)

rln = Suku Bunga Luar Negeri (%)

β0 = Intercept

β

1-β4 = Koefisien regresi masing masing variabel penjelas terhadap PMA

e = Error term

Alasan menggunakan analisis regresi dalam transformasi log adalah (Gujarati, 1999) :

1. Parameter (β) dapat langsung menunjukkan koefisien elastisitas, yaitu persentase

perubahan dalam variabel dependen untuk persentase perubahan tertentu dalam variabel independen.


(54)

2. Gejala heterokedastisitas dapat dikurangi karena transformasi logaritma akan dapat memperkecil skala variabel-variabel yang diukur.

Dalam penelitian ini menggunakan beberapa pengujian untuk menganalisis data, diantaranya adalah:

1. Uji Stasionary

Uji Unit Root digunakan untuk melihat apakah data yang diamati stationary atau tidak. Data dikatakan stationary bila data tersebut mendekati rata-ratanya dan tidak terpengaruhi waktu. Apabila data yang diamati dalam uji akar-akar unit (unit root test) ternyata belum stationary maka harus dilakukan uji integrasi (integration test) sampai memperoleh data yang stationary.

Pada umumnya data ekonomi time-series sering kali tidak stationary pada level series. Jika hal ini terjadi, maka kondisi stationary dapat tercapai dengan melakukan differensiasi satu kali atau lebih. Apabila data telah stationary pada level series, maka data tersebut adalah integrated of order zero atau I(0). Apabila data stationary pada differensiasi tahap 1, maka data tersebut adalah integrated of order one atau I(1). Terdapat beberapa metode pengujian unit root, dua diantaranya yang saat ini secara luas dipergunakan adalah (augmented) Dickey-Fuller dan Phillips–Perron unit root test. Prosedur pengujian stationary adalah sebagai berikut (Awaluddin: 2004):

1. Langkah pertama dalam uji unit root adalah melakukan uji terhadap level series. Jika hasil dari unit root menolak hipotesis nol bahwa ada unit root, berarti series adalah stationary pada tingkat level atau series terintegrasi pada I(0).


(55)

2. Jika semua variabel adalah stationary, maka estimasi terhadap model yang digunakan adalah dengan regresi Ordinary Least Square (OLS).

3. Jika dalam uji terhadap level series hipotesis adanya unit root untuk seluruh series diterima, maka pada tingkat level seluruh series adalah non stationary. 4. Langkah selanjutnya adalah melakukan uji unit root terhadap first difference dari

series.

5. Jika hasilnya menolak hipotesis adanya unit root, berarti pada tingkat first difference, series sudah stationary atau dengan kata lain semua series terintegrasi pada orde I(1), sehingga estimasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode kointegrasi.

6. Jika uji unit root pada level series menunjukkan bahwa tidak semua series adalah stationary, maka dilakukan first difference terhadap seluruh series.

7. Jika hasil dari uji unit root pada tingkat first difference menolak hipotesis adanya unit root untuk seluruh series, berarti seluruh series pada tingkat first difference terintegrasi pada orde I(0), sehingga estimasi dilakukan dengan metode regresi Ordinary Least Square (OLS) pada tingkat first difference-nya.

8. Jika hasil uji unit root menerima hipotesis adanya unit root, maka langkah selanjutnya adalah melakukan differensiasi lagi terhadap series sampai series menjadi stationary, atau series terintegrasi pada orde I(d).

Unit root digunakan untuk mengetahui stationarity data. Jika hasil uji menolak hipotesis adanya unit root untuk semua variabel, berarti semua adalah stationary atau dengan kata lain, variabel-variabel terkointegrasi pada I(0), sehingga estimasi akan


(56)

dilakukan dengan menggunakan regresi linier biasa (OLS). Jika hasil uji unit root terhadap level dari variabel-variabel menerima hipotesis adanya unit root, berarti semua data adalah tidak stationary atau semua data terintegrasi pada orde I(1). Jika semua variabel adalah tidak stationary, estimasi terhadap model dapat dilakukan dengan teknik kointegrasi.

2. Uji Kointegrasi (Keseimbangan Jangka Panjang)

Konsep kointegrasi pada dasarnya adalah untuk mengetahui equilibrium jangka panjang di antara variabel-variabel yang diobservasi. Kadangkala dua variabel yang masing-masing tidak stasioner atau mengikuti pola random walk mempunyai

kombinasi linier diantara keduanya yang bersifat stasionary. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa kedua variabel tersebut saling terintegrasi atau ber-cointegrated.

Uji Kointegrasi adalah uji ada tidaknya hubungan jangka panjang antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji ini merupakan kelanjutan dari uji stationary (unit root test). Tujuan utama uji kointegrasi ini adalah untuk mengetahui apakah residual regresi terkointegrasi stasionary atau tidak. Apabila variabel terkointegrasi maka terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Dan sebaliknya jika tidak terdapat kointegrasi antar variabel maka implikasi tidak adanya keterkaitan hubungan dalam jangka panjang.


(57)

Istilah kointegrasi dikenal juga dengan istilah error, karena deviasi terhadap ekuilibrium jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. Ada beberapa macam uji kointegrasi, antara lain: 1. Uji Kointegrasi Engel-Granger (EG)

Penggunaan kointegrasi EG didasarkan atas uji ADF (C, n), ADF (T, 4) dan statistik regresi kointegrasi CRDW (cointegration regression durbin watson). Bentuk umum uji kointegrasi tersebut adalah sebagai berikut:

ADF (C, n) : d(residt) = c + aβ (residt) + bâ d(residt-1) + ut (3.4) ADF (T, 4) : d(residt) = c + aβ (residt) + bâ d(residt-1) + trend + ut (3.5) CDRW: Yt = c + aXt + ut

Dasar pengujian ADF (C, n) dan ADF (T, 4) adalah statistik Dickey-Fuller,

sedangkan uji CDRW didasarkan atas nilai Durbin-Watson Ratio-nya, dan keputusan penerimaan atau penolakannya didasarkan atas angka statistik CDRW.

2. Uji Kointegrasi Johansen

Alternatif uji kointegrasi yang banyak digunakan saat ini adalah uji kointegrasi yang dikembangkan oleh Johansen. Uji Johansen dapat digunakan untuk beberapa uji vektor. Uji kointegrasi ini mendasarkan diri pada kointegrasi system equations. Apabila dibandingkan dengan uji kointegrasi Engle-Granger CDRW, metode Johansen tidak menuntut adanya sebaran data yang normal.

Untuk uji kointegrasi menggunakan hipotesa sebagai berikut: H0 = tidak terdapat kointegrasi


(58)

Kriteria pengujiannya adalah:

1. H0 ditolak dan Ha diterima, jika nilai trace statistic > nilai kritis trace 2. H0 diterima dan Ha ditolak, jika nilai trace statistic < nilai kritis trace

3. Model Koreksi Kesalahan (ECM)

Error Correction Model atau ECM pertama kali digunakan oleh Sargan pada tahun 1984 dan selanjutnya dipopulerkan oleh Engle dan Granger untuk mengoreksi ketidakseimbangan (disequilibrium) dalam jangka pendek. Teorema representasi Granger menyatakan bahwa jika dua variabel saling berkointegrasi, maka hubungan antara keduanya dapat diekspresikan dalam bentuk ECM. Model ECM mempunyai beberapa kegunaan namun yang paling utama bagi pekerjaan ekonometrika adalah mengatasi masalah data time series yang tidak statonary dan masalah regresi lancung (spurius regression). Model umum dari metode ECM (Gujarati:2003):

yt= α0+ α1xt+ α2εt-1 + μt (3.6)

Dengan model data input menjadi :

PMA = α0+ α1LGDP + α2INF+α3LRER+ α4RLN + α5εt-1 + μt

yang mana:

yt = Perubahan variabel y pada perode t α0 = Intersep

α1 = koefisien dari perubahan variabel x εt-1 = Nilai lag 1 periode dari galat


(59)

α2 = Nilai obsolut dari tingkat keseimbangan.

Jika α2 tidak signifikan, maka y menyesuaikan diri dengan perubahan x pada waktu yang sama. Sebaliknya, jika α2 signifikan berarti bahwa y menyesuaikan diri dengan perubahan x tidak pada waktu yang sama.

Gambar 3.1. Bagan Analisis Data Runtut Waktu (Time Series) (Diadaptasi dari Imam Awaluddin)

DATA

UJI UNIT ROOT

SEMUA DATA TIDAK STASIONARY

SEMUA DATA STASIONARY SEMUA DATA STASIONARY

(1* DIFFERENCE)

UJI UNIT ROOT SEMUA DATA DI 1*

DIFFERENCE KAN

SEMUA STASIONARY = I (d)

MODEL LS

UJI ASUMSI KLASIK

Uji Normalitas,Uji Mulitikolineritas,

Uji Heterokedastisitas, Uji Ototkorelasi MODEL LS

UJI KOINTEGRASI


(60)

4. Pengujian Hipotesis A. Secara Parsial (uji t)

Pengujian secara parsial dilakukan dengan menggunakan uji t yang bertujuan untuk menguji parameter estimasi secara parsial dengan tingkat kepercayaan tertentu dan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel independent. Uji signifikansi ini merupakan langkah yang dilakukan untuk menentukan keputusan menerima atau menolak Ho (hipotesis yang salah/hipotesis null) berdasarkan nilai uji yang diperoleh dari data. Sedangkan prosedur pengujian ini adalah (Gujarati:1984):

1. membuat hipotesa null (Ho) dan hipotesa alternatif (Hi) 2. - menghitung t dengan rumus:

- mencari nilai kritis t dari tabel t dengan df dan α yang tertentu

3. keputusan untuk menerima atau menolak Ho didasarkan pada perbandingan t. hitung dan t. tabel (nilai kritis).

Apabila : t.hitung > t.tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak t.hitung < t.tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima

Hipotesis yang digunakan dengan menggunakan taraf nyata sebesar 5%. Perumusan hipotesisnya sebagai berikut :

1. Ho > Ha, Ho diterima Ha ditolak , variabel GDP berpengaruh positif terhadap Penanman Modal Asing

Ho < Ha, Ho ditolak Ha diterima, variabel GDP berpengaruh negatif terhadap Penanman Modal Asing.


(61)

2. Ho < Ha, Ho ditolak Ha diterima variabel inflasi berpengaruh negatif terhadap Penanaman Modal Asing.

Ho > Ha, Ho diterima Ha ditolak, variabel inflasi berpengaruh positif terhadap Penanaman Modal Asing.

3. Ho < Ha, Ho ditolak Ha diterima variabel nilai tukar riil berpengaruh negatif terhadap Penanaman Modal Asing.

Ho > Ha, Ho diterima Ha ditolak, variabel nilai tukar riil berpengaruh positif terhadap Penanaman Modal Asing.

4. Ho > Ha, Ho diterima Ha ditolak , variabel suku bunga luar negeri berpengaruh positif terhadap Penanman Modal Asing.

Ho < Ha, Ho ditolak Ha diterima, variabel suku bunga luar negeri berpengaruh negatif terhadap Penanman Modal Asing.

B.Pengujian Hipotesis secara serempak (uji F)

Untuk mengetahui proporsi variabel dalam variabel dependent yang dijelaskan oleh variabel independent secara bersama-sama dapat dilakukan dengan menggunakan uji analisis varians (uji F). Tujuannya untuk mengetahui apakah semua variabel penjelas yang di gunakan dalam model regresi secara serentak atau bersama-sama berpengaruh terhadap variabel yang dijelaskan. Dengan derajat kebebasan tertentu nilai F dapat menunjukkan nilai kemiringan yang sebenarnya dari model.


(62)

Prosedur pengujian uji F adalah sebagai berikut:

1. membuat hipotesa null (Ho) dan hipotesa alternatif (Hi)

2. - menghitung nilai F. hitung :

- mencari nilai kritis (F. tabel); df (k-1, n-k)

dimana k = jumlah parameter termasuk intersep n = jumlah observasi

3. keputusan untuk menerima atau menolak Ho didasarkan pada perbandingan F.hitung dan F.tabel. Apabila : F.hitung > F.tabel, maka Ho ditolak dan Hi diterima F.hitung < F.tabel, maka Ho diterima dan Hi ditolak.

E. Uji Asumsi klasik

Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, multikolinier, dan heteroskedastisitas dalam hal estimasi karena apabila terjadi penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut maka uji t dan uji F yang dilakukan sebelumnya tidak valid dan secara statistik dapat mengacaukan kesimpulan yang diperoleh.

1. Normalitas (Uji Jarque-Bera)

Uji normalitas residual metode OLS secara formal dapat dideteksi dari metode yang di kembangkang oleh Jarque-Bera (J-B) . Metode JB ini didasarkan pada sampel besar yang diasumsikan bersifat asymptotic. Uji statistik dari J-B ini menggunakan perhitungan skewness dan kurtosis. Adapun formula uji statistic J-B adalah sbb:


(63)

[ ]

Di mana S= koefisien skewness dan K = koefisien kurtosis. Jika suatu variabel didistribusikan secara normal mka diharapkan nilai statistic JB akan sama dengan nol. Nilai statistic JB ini didasarkan pada distribusi Chi Squares dengan derajat kebebaan (df) 2. Jika nilai probabilitas ρ dari statistic JB besar atau dengan kata lain jika nilai statistic dari JB ini tidak signifikan maka kita menerima hipotesis bahwa residual mempunyai distribusi normal karena nilai statistic JB mendekati nol. Sebaliknya jika nilai probabilitas distribusi normal karena nilai statistic JB tidak sama dengan nol.

2. Autokorelasi

Autokorelasi dapat didefinisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data deretan waktu) atau ruang (seperti dalam data cross-sectional). Secara sederhana dapat dikatakan model klasik mengasumsikan bahwa unsur gangguan yang berhubungan dengan observasi tidak dipengaruhi oleh unsur gangguan yang berhubungan dengan pengamatan lain yang manapun (Gujarati:1984). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi digunakan uji Breusch-Godfrey disebut uji Lagrange Multiplier. Ada tidaknya autokorelasi didasarkan pada distribusi tabel chi-square (X

2 ). Keputusan ada tidaknya autokorelasi ditentukan oleh :

- Jika X 2

hitung < X 2

tabel, maka tidak ada autokorelasi - Jika X

2

hitung > X 2


(1)

85

4. Dalam jangka panjang dan jangka pendek variabel suku bunga internasional menunjukkan pengaruh positif dan signifikan dengan Penanaman Modal Asing di Indonesia.

5. Seluruh variabel independen yang digunakan bersama-sama memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap Penanaman Modal Asing di Indonesia, hal ini dilihat dari hasil estimasi dalam jangka panjang dan jangka pendek .

B.SARAN

Berdasarkan hasil perhitungan dan pembahasan, maka saran yang diberikan adalah:

1. Pemerintah Indonesia sebaiknya melakukan upaya yang lebih intensif untuk dapat meningkatkan PMA agar PDB Indonesia semakin baik dengan melalui kebijakan yang bersifat langsung maupun yang tidak langsung. Hal ini

dikarenakan pada hasil penelitian ini PDB memiliki pengaruh yang paling besar terhadap perubahan PMA di Indonesia untuk jangka panjang. Karena sifatnya Penanaman Modal Asing Langsung adalah dapat dilihat keberhasilan dalam investasi ketika prosesnya sudah berjalan dalam jangka panjang. 2. pemerintah hendaknya mendukung para investor yang untuk melakukan

investasinya dengan metode SRI tersebut. Karena SRI pada prinsipnya merupakam investasi dimana Investor tidak hanya memperhatikan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan tetapi juga


(2)

86

perusahaan tersebut menjalankan usahanya. Karenanya, motivasi dalam melakukan SRI adalah bahwa investor dapat ikut berpartisipasi dalam usaha mewujudkan dunia yang lebih baik tanpa mengorbankan kepentingan ekonominya.

3. Pemerintah sebaiknya memperhatikan beberapa faktor ekonomi makro seperti nilai tukar rupiah, tingkat inflasi dan tingkat bunga luar negeri melalui

kebijakan-kebijakan yang diambil untuk menarik minat investor di FDI di Indonesia.


(3)

Daftar Pustaka

Abeng,Tanri. 2000. Dari Meja Tanri Abeng: Managing atau Chaos, Pustaka Sinar Harapan

Agustin, Grisvia.2009. Analisis Paritas Daya Beli Pada Kurs Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat Periode September 1997 – Desember 2007 dengan Menggunakan Metode Error Correction Model, JESP Vol. 1, No. 1.

Awaluddi, Imam. 2004. Nilai Tukar Riil Equilibrium Sebelum Dan Selama Masa Krisis. Jurnal. Vol IV No. 02, 2004 Januari, hal 69-95. Pasca Sarjana Ilmu Ekonomi FEUI.

Affrizal.2010. Analisis Investasi Indonesia Dalam Suatu Pendekatan Model Dinamik. Jurnal Aplikasi Manajemen.

Azzam,Muhammad.and Ling Lukman. 2009. Determinants of Foreign Direct Investment in India, Indonesia and Pakistan: A Quantitative Approach. Journal of Managerial Sciences, Vol 1V, hal 1

Badan Pusat Statistik. Statistik Indonesia, Berbagai edisi, Jakarta.

Badan Koordinasi Penanaman Modal. Data realisasi PMA, berbagai edisi, Jakarta. Bank Indonesia. 2011, laporan tahunan Bank Indonesia, Bank Indonesia.

Bank Indonesia. 2012, Laporan kebijakan moneter Triwulan II tahun 2012, Bank Indonesia.


(4)

Bank Indonesia.2012, Laporan Kebijakan Moneter Triwulan I tahun 2012, Bank Indonesia.

Bank Indonesia.2012, Undang-undang Republik Indonesia nomor 25 tahun 2007, Bank Indonesia.

Batiz, R. 1994. International Finance and Open Economy Macroeconomics. Prentice Hall, USA.

Boediono.1995, Seri SinopsisPengantar Ilmu Ekonomi No.2, Ekonomi Makro, Ed.4, Yogyakarta : Bagian Penerbitas fakultas Penerbitan Fakultas Ekonomi Univ. Gadjah Mada.

Boediono. 2001. Ekonomi Moneter. BPFE Yogyakarta. Yogyakarta

Dimitrova, Desislava. 2005. The Relationship Between Exchange Rate And Stock Price: Studies In A Multivariate Model. Issues In Political Economy. Vol.14 August 2005.

Eni Setyowati dan Siti Fatimah N.H. 2007. “Analisis Faktor - Faktor yang

Mempengaruhi Investasi Dalam Negeri di Jawa Tengah Tahun 1980 – 2002.” Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 8, hal 62-84

Fabozzi, E.J. and Francis, J. C. 1996. Capital Markets and Institution and Instrument. Upper Saddle. River New Jersey.

Gujarati, D.1993. Ekonometrika Dasar. Sumarno Zain [penerjemah]. Erlangga, Jakarta.

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Fourt Edition. McGraw Hill Companies. Inc. New York.

Hindrayani,Aniek. 2010. Investasi Langsung Luar Negeri dan Pertumbuhan Ekonomi. Jurnal ekonomi Pembangunan.

Indrawati, Yulia. 2009. Dampak Foreign Direct Investment dan Investasi Portofolio terhadap Stabilitas Makroekonomi Di Indonesia:Fenomena Golabal


(5)

Jhingan. 2003. Ekonomi Pembangunan dun Perencanaan. Guritno [penerjemah]. PT. Raja Grafindo Perkasa, Jakarta.

Kasmir. 2004. Bank & Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Keenam. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Khasanah,Mulaelatul.2008. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing di Batam. Jurnal Ekonomi Pembangunan.

Laksmono, R Didy. Suku bunga sebagai salah satu indikator ekspektasi inflasi.Buletin ekonomi moneter dan Perbankan. Maret. Hal 130-137

Lubis,Pardamean. 2008. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Investasi di Indonesia .[Tesis], IPB. Bogor.

Mankiw, G. N. 2000.Fourth Edition, Terjemahan, New York: Worth Publisher. Inc. Mishkin, Frederic. S. 1995. Financial Markets Institutions and Money. Harper

Collins Collage. New York.

Mishkin, Frederic. S. 2008. Ekonomi, Uang, Perbankan, dan Pasar Keuangan. Edisi 8. Salemba Empat. Jakarta.

Nanga, Muana. 2001. Makro Ekonomi : Teori, Masalah, dan Arah Kebijakan. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

______. 2005. Makro Ekonomi : Teori, Masalah, dan Arah Kebijakan. PT RajaGrafindo Persada. Jakarta.

Nigh, douglas. 1997, The Effect Of Political Events On United States Direct Investment: A Pooled Time Series Cross Sectional Analysis, Journal Of International Busienss Studies, Spring 1997. Hal 1-15

Sabirin, Syahril. 2002, Kebijakan Moneter Bank Indonesia dalam mendukung Proses Pemulihan Ekonomi, Jakarta: Bank Indonesia.

Salvatore. 1997. Ekonomi International. hunandar dan Simiharti [pmerjanah]. Erlangga, Jakarta.


(6)

Sambodo, Arif. 2003. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Penanaman Modal Asing Di Indonesia.[tesis].UGM. Yogyakarta.

Samuelson, Paul A. dan Nordhaus, William D. 1998. Ilmu Makroekonomi. Jakarta : PT. Media Global Edukasi.

Situmorang, Johnny W. 2007. Fluktuasi Bulanan Suku Bunga Indonesia Tahun 1997-2006: Analisis Dengan Metode Dekomposisi. CBES-Moneter Issue Paper.

Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Bank Indonesia, bebrapa penerbitan.

Sukrino, Sadono.1997. Pengantar Teori Makroekonomi, Ed 2, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sulong, Zunaidah dan Agus D. Harjito. 2005. “Linkages Between Foreign Direct \ Investments And Its Determinants in Malaysia”. Jurnal Ekonomi

Pembangunan, Vol. 10 No. 1.

Sunariyah. 2000. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. UPP APM YKPN. Yogyakarta.

Suci Kewal, Suramaya. 2012. “Pengaruh Inflasi,Suku Bunga dan Pertumbuhan PDB Terhadap IHSG”. Jurnal Economia, Vol 8. No1.

Tambunan, Tulus. 2007, Daya Saing Indonesia dalam Menarik Investasi

Asing.Kadin Indonesia/Pusat Studi Industri dan UMKM, Universitas Trisakti. Wuryan,Hadi, 1999. Analisis Yuridis dan Sodiologis Kebijakan Penanaman Modal

Asing di Indonesia.Gema STIKUBANK edisi 31 No.VI. Jakarta.

Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi Untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi Kedua. Penerbit Ekonisia FE – UII. Yogyakarta