Institusi dan Struktur Media Dalam Penelitian Relevan Terdahulu dan Posisi Penelitian

meninabobokan khalayak reader. Atau, media dapat digunakan untuk melancarkan hegemoni dengan menutupi atau merepresentasikan kepentingan kelas berkuasa. Pada wilayah terakhir ini, produksi teks hakikatnya merupakan bentuk laten dari kekuasaan yang bekerja dalam lembaga media. Kedua ranah teori ekonomi politik media di atas setidaknya membantu penelitian ini dalam memahami perfilman Indonesia termasuk berbagai lingkup yang ada didalamnya dilihat dari konstelasi ekonomi politik yang ada.

G. Institusi dan Struktur Media Dalam

konteks ini teori ekonomi politik media mendapatkan afirmasi dari teori institusi dan struktur media yang diungkapkan oleh Denis McQuail, dimana McQuail mengungkapkan bahwa media massa telah dibahas sebagai institusi sosial lebih dari sekedar industri. Pada kajiannya mengenai beberapa prinsip ekonomi mengenai struktur media, dinamika struktur media, kepemilikan dan kontrol, kompetisi dan konsentrasi, peraturan mengenai media massa, hingga sistem media dan sistem politik memberikan gambaran mengenai berbagai relasi yang terjadi. 62 Sumbangan teori ini bermanfaat bagi peneliti untuk melihat relasi maupun konstelasi yang ada dalam memahami perfilman Indonesia sebagai suatu institusi sosial dimana ia tidak dapat lepas dari komponen-komponen sekitar yang turut mempengaruhinya. McQuail menggambarkan bahwa suatu institusi media akan senantiasa berada dalam ranah pengaruh tarik-menarik maupun dorongan dari tiga komponen utama yakni ekonomi, politik dan teknologi. 63 Ini dapat dilihat dari bagan berikut: Bagan 1 Komponen Utama Yang Mempengaruhi Institusi Media 62 Lihat, Denis McQuail, McQuail Mass Communication Theory, fourth edition London: Sage Publications, 2000, hal. 190-212. 63 Lihat, Denis McQuail, Ibid, hal. 191-192. Economics Politics Technology Sumber: Denis McQuails, Ibid, hal. 192

H. Penelitian Relevan Terdahulu dan Posisi Penelitian

Beberapa penelitian relevan yang sudah pernah dilakukan serta menjadi sumbangan berharga bagi ranah pijakan dalam penelitian ini antara lain: Pertama , penelitian yang dilakukan oleh Khrisna Sen, yakni Indonesia Films, 1965- 1982: Perceptions of Society and History . Penelitian dalam rangka disertasi ini selesai pada tahun 1987. Studi Sen ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu analisis terhadap konteks social- politik dan analisis terhadap film-film Orde Baru khususnya dalam hal merepresentasikan sejarah, kelas, dan gender. Sumbangan studi ini adalah merupakan “tahapan awal” studi film Indonesia yang membantu peneliti mencandra kondisi perfilman Indonesia khusunya pada ranah rezim Orde Baru. Kedua , penelitian yang dilakukan oleh Karl G. Heider yang kemudian dibukukan berjudul Indonesian Cinema: National Culture On Screen 1991. Heider meneliti “film genre””film formula” seperti melodrama, horor maupun komedi, ia mencoba mencari “pola-pola kebudayaan” dalam pengertian klasik Ruth Benedict dan memahami bagaimana “budaya nasional” dipantulkan. Sumbangan temuan Heider bagi penelitian ini yakni memperkuat teori Media Institutions film sebagaimana diungkapkan oleh Sigfried Kracauer bahwa bahwa film suatu bangsa, mencerminkan mentalitas bangsa itu lebih dari yang tercermin lewat media artistik lainnya. Ketiga , penelitian yang dilakukan Salim Said yang dibukukan dengan judul Shadows on the Silver Screen: A Social History of Indonesian Films 1991. Karya Salim Said ini merupakan analisis sosio-historis industri film Indonesia sejak tahu 1926 hingga akhir 1970-an. Berangkat dari pertanyaan kritikus film dan pembuat film tentang hilangnya “wajah Indonesia asli”, Said melakukan pelacakan sejarah pertentangan antara komersialisme dan idealisme yang melandasi pembuatan film. Lacakan Said memberi sumbangan dalam pijakan mengenai proses pencandraan pada masa Orde Lama karena masuk dalam ranah periode yang tengah diteliti dalam penelitian ini. Keempat , Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, melalui Asisten Deputi Urusan Pengembangan Perfilman bekerjasama dengan Fakultas Film dan Televisi Institut Kesenian Jakarta dengan melakukan Proyek Pemetaan Perfilman Tahap Pertama pada tahun 2003 melalui metode jajak pendapat polling di kalangan insan perfilman kemudian diteruskan dengan seminar “round table” dan sidang tim perumus. Dan kemudian dibukukan. Sumbangan berharga bagi penelitian yang akan dilakukan ini ialah penelitian tahap pertama tersebut telah berhasil mencandra sejumlah persoalan perfilman dalam aspek produksi, peredaran, pertunjukkan, sumber daya manusia dan seterusnya. Kelima , penelitian yang dilakukan oleh Novi Kurnia, Budi Irawanto, Rahayu pada tahun 2004 dengan judul “Menguak Peta Perfilman Indonesia dalam Konteks Pemetaan Perfilman Indonesia Tahap Kedua ” . Ini merupakan penerusan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Asisten Deputi Urusan Pengembangan Perfilman dimana kali ini bekerjasama dengan Jurusan Ilmu Komunikasi Fisipol Universitas Gadjah Mada. Metode yang digunakan yakni focus group discussion FGD sebanyak empat rangkaian dengan mengambil format lokakarya workshop bersama insan perfilman, akademisi dan kalangan birokrasi yang memiliki kaitan dengan persoalan perfilman. Kemudian data yang didapat dilengkapi dengan wawancara interview, penelusuran data sekunder serta studi sejumlah literatur. Hasil penelitian ini pun akhirnya dibukukan untuk menambah khasanah literatur mengenai kajian perfilman di Indonesia. Penelitian ini membantu peneliti dalam menganalisis segenap persoalan perfilman dalam konteks masa 1990-an hingga saat penelitian ini dibuat pada tahun 2004. Apalagi peneliti memang fokus menganalisis lingkupan masa awal tahun 1990-an ini yakni tahun 1992 hingga tahun 2000 ketika perfilman mengalami masa suram keduanya. Keenam , penelitian yang dilakukan oleh Eka Nada Shofa Alkhajar pada tahun 2007 mengenai Critical Discourse Analysis Film Pagar Kawat Berduri. Penelitian ini menggunakan paradigma kritis dalam melihat sebuah film dengan menggunakan tiga level analisis yang dikembangkan oleh Norman Fairclough teks, discourse practise dan sosio culture. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa untuk melihat sebuah kita tidak dapat hanya melihat dari sisi film an sich melainkan harus pula melihat dari berbagai macam sisi yakni kapan konteks film itu dibuat bagaimana latar sosial dan budayanya termasuk didalamnya politik serta pengaruh-pengaruh apa saja yang masuk dalam film tersebut terkait akan situasi ketika film ini dibuat. Hal ini senada dengan pendapat dari seorang pakar film James Monaco dalam How to Read a Film , bahwa memahami film adalah memahami bagaimana setiap unsur, baik sosial, ekonomi, politik, budaya dan psikologi dan estetis film masing-masing mengubah diri dalam hubungannya yang dinamis. 64 Sehingga kita harus memahami film dari berbagai aspek-aspek 64 Garin Nugroho, “Film Sebagai Aliran: Kritik Film dan Fenomena Festival” dalam Kekuasaan dan Hiburan, Op.Cit ., hal. 77. yang melingkupinya. Ranah penelitian ini akan mencoba mengungkap dua periode kelam bagi dunia perfilman tanah air dan mencoba memberikan penjelasan mengapa bisa terjadi hal-hal demikian untuk menjadi bahan pelajaran dan refleksi agar ke depan tidak terulang kembali. Sebagaimana Taufik Abdullah pernah berujar bahwa sejarah harus selalu diingat. 65 Sejarah adalah pelita dan masa lalu adalah lilin penerang bagi masa datang. Setelah melakukan pembacaan terhadap berbagai penelitian di atas, penelitian tesis ini berada dalam posisi untuk melengkapi penelitian-penelitian sebelumnya karena pembahasan mengenai masa-masa suram perfilman Indonesia tidak banyak dibahas secara mendetail. Hal ini dikarenakan fokus yang berbeda yang diambil beberapa penelitian tersebut ditambah beberapa penelitian seperti Krishna Sen 66 , Karl G. Heider 67 dan Salim Said 68 yang memiliki irisan pada pendekatan politik-sosio-historis melakukan penelitiannya pada masa sebelum tahun 1990-an. Penelitian tesis ini memiliki unsur kebaruan sekaligus melengkapi karena juga mengambil cakupan bahasan pasca 1990-an sebagai fokus kajian masa suram perfilman kedua. 69 Oleh karena itu, dalam konteks ini posisi penelitian ini juga berada dalam ranah meneruskan penelitian perfilman khususnya studi mengenai perfilman Indonesia. 65 Taufik Abdullah, “Kita Harus Merenungkan Sejarah” dalam Imam Anshori Saleh dan Jazim Hamidi ed., Memerdekakan Indonesia Kembali; Perjalanan Bangsa dari Soekarno ke Megawati Yogyakarta: IRCiSoD, 2004, hal. 119. 66 Khrisna Sen, ”Indonesia Films, 1965-1982: Perceptions of Society and History”. Disertation. Monash University, Melbourne, 1987; Disertasi ini kemudian dibukukan dengan judul Indonesian Cinema, Framing The New Order 1994. 67 Lihat penelitiannya yang telah dibukukan, Karl G. Heider, Indonesian Cinema: National Culture On Screen. Honolulu: University of Hawaii Press, 1991. 68 Konteks penelitian Salim Said, berada pada masa 1926-1970-an. 69 Lebih jelasnya pada masa periode 1992-2000.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN