2.2 Landasan Teori 2.2.1 Pragmatik
Pragmatik merupakan kajian linguistik yang menelaah ucapan-ucapan tertentu dalam situasi-situasi tertentu dan terutama memusatkan perhatian pada aneka ragam
cara yang merupakan wadah aneka konteks sosial. Bagaimana bahasa itu digunakan dalam bentuk ujaran atau tuturan dikaji dalam pragmatik.
Parker dalam Chaer, 2010: 24 berpendapat bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu linguistik merupakan ilmu kajian bahasa yang mengkaji makna-makna satuan
bahasa secara eksternal. Secara eksternal artinya bahwa pragmatik mengkaji makna yang berada di luar satuan bahasa, atau yang disebut dengan maksud. Berbeda dengan
cabang ilmu bahasa lain seperti semantik yang mempelajari makna-makna satuan bahasa secara internal, artinya mempelajari makna yang terdapat dalam satuan
bahasa itu. Menurut Levinson dalam Tarigan, 1986: 33 pragmatik adalah telaah
mengenai relasi antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa, dengan kata lain: telaah mengenai kemampuan
pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks- konteks secara tepat.
2.2.2 Aspek Situasi Ujar
Untuk memahami suatu situasi ujaran, waktu dan tempat merupakan unsur yang mutlak diketahui. Selain kedua unsur tersebut ada aspek-aspek lain yang perlu
untuk dipahami. Pemahaman mengenai aspek situasi ujar dapat memudahkan kita
Universitas Sumatera Utara
untuk memahami hal-hal yang menyangkut keterkaitan antara ujaran dengan situasi. Hal ini berhubungan dengan pragmatik yang menelaah makna dengan situasi ujaran.
Aspek-aspek lain yang mendukung situasi ujaran: a.
Penutur dan lawan tutur di dalam beberapa literatur, khususnya dalam Searle 1983 lazim dilambangkan dengan S Speaker yang berarti pembicara atau
penutur dan H Hearer yang dapat diartikan pendengar atau mitra tutur. Digunakannya lambang S dan H tidak dengan sendirinya membatasi cakupan
pragmatik semata-mata hanya pada bahasa ragam lisan saja, melainkan juga dapat mencakup ragam bahasa tulis.
b. Konteks tuturan telah diartikan bermacam-macam oleh para linguis. Konteks dapat
mencakup aspek-aspek tuturan yang relevan, baik secara fisik maupun nonfisik. Konteks dapat pula diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan yang
diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur dan apa yang dimaksudkan penutur itu dalam proses
bertutur. Berkenaan dengan hal itu Leech 1983 telah menyatakan “I shall consider context to be any background knowledge assumed to be shared by S and
H and which contributes to H interpretation of what S means by a given utterance.”
c. Tujuan tutur berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang. Dikatakan demikian
karena pada dasarnya tuturan itu terwujud karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tutur yang jelas dan tertentu sifatnya. Secara pragmatik satu bentuk
tutur dapat memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam. Demikian
Universitas Sumatera Utara
sebaliknya satu maksud atau tujuan tutur dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbeda-beda.
d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas merupakan bidang yang ditangani
pragmatik. Karena pragmatik mempelajari tindak verbal yang terdapat dalam situasi tutur tertentu, dapat dikatakan bahwa yang dibicarakan dalam pragmatik itu
bersifat konkret karena jelas siapa peserta tuturnya, di mana tempat tuturnya, kapan waktu tuturnya dan seperti apa konteks situasi tuturnya keseluruhan.
e. Tuturan dapat dipandang sebagai sebuah produk tindak verbal. Dapat dikatakan
demikian karena pada dasarnya tuturan yang ada dalam sebuah pertuturan itu adalah hasil tindakan para peserta tutur dengan segala pertimbangan konteks yang
melingkupi dan mewadahinya.
2.2.3 Tindak Tutur