KUALITAS PERUMAHAN DI DESA MRANGGEN KECAMATAN SRUMBUNG KABUPATEN MAGELANG

(1)

SKRIPSI

Dalam Rangka Menyelesaikan Studi Strata I Untuk Mencapai Gelar Sarjana Sains di Universitas Negeri Semarang

Oleh

Ragil Kurnianingrum 3211411001

JURUSAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah

selesai dari suatu urusan kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain, dan hanya kepada Tuhan-Mulah hendaknya kamu berharap (Q.S. Al Insyirah:6-8).

Yang membedakan orang sukses dan orang yang gagal adalah bukan karena yang satu memiliki kemampuan dan ide lebih baik, tapi karena dia berani mempertaruhkan ide, menghitung resiko, dan bertindak cepat (Andre Malraux).

orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar akan menjadi pemilik masa depan.

PERSEMBAHAN

Tanpa mengurangi rasa syukur kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya skripsi ini kupersembahkan kepada:

Ayahanda Birun & Ibunda Sri Hartini yang selalu memberi nasihat, doa, dan dukungan serta selalu memberi inspirasi dan semangat.

Kakak-kakakku tersayang Muhammad Kurniawan dan Dwi

Kurniasari, yang selalu memberikan semangat dalam mengerjakan skripsi.

Sofiyan Agus S., yang selalu memberikan kasih sayang, doa,

motivasi dan semangat dalam mengerjakan skripsi.

Sahabat GEO ku, Umik, Silvi, Aup, Kak Nike, Sasya, yang

selalu memberikan motivasi dan semangat dalam

mengerjakan skripsi.


(6)

vi PRAKATA

Segala puji dan syukur senantiasa penulis menghaturkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi dengan judul “Kualitas Perumahan di Desa Mranggen, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang” dapat terselesaikan.

Skripsi ini disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar sarjana sains (S1) di Universitas Negeri Semarang. Penulis menyadari bahwa di dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Subagyo, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Semarang.

3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

4. Ariyani Indrayati, S.Si. M.Sc., Dosen pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyusun skripsi ini.

5. Drs. Hariyanto, M.Si., Dosen Penguji I yang telah memberikan masukan kritik, saran selama proses sidang, dan selaku Ketua Program Studi Geografi Universitas Negeri Semarang yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas yang memungkinkan penulis melakukan penelitian ini.

6. Dr. Ir. Ananto Aji, M.S., Dosen Penguji II yang telah memberikan masukan kritik dan saran selama proses sidang.


(7)

vii

7. Seluruh Dosen dan Karyawan Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial atas ilmu yang telah diberikan selama menempuh perkuliahan serta bantuan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.

8. Keluarga Geografi Universitas Negeri Semarang angkatan 2011 terimakasih atas dukungan dan kerjasamanya.

9. Bapak Ibu dan keluargaku yang memberikan semangat, doa, dan kasih sayangnya untukku.

10.Teman-teman kos Adem Ayem yang selalu memberikan semangat dan

motivasi untukku.

11.Semua pihak yang telah membantu dan menyelenggarakan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu

Semoga segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan oleh semua pihak mendapat balasan dari Allah SWT. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Semarang, 22 Juni 2015


(8)

viii SARI

Kurnianingrum, Ragil. 2015. Kualitas Perumahan di Desa Mranggen,

Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang. Skripsi. Jurusan Geografi Fakultas

Ilmu Sosisal Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Ariyani Indrayati, S.Si., M.Sc.

Kata kunci: Hubungan, Sosial dan Ekonomi, Kualitas Perumahan.

Keterbatasan ekonomi menghambat masyarakat untuk membeli rumah, sehingga untuk masyarakat yang memiliki pendapatan rendah tidak dapat memperoleh dan menikmati perumahan yang layak. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap perwujudan peningkatan kualitas rumah layak huni. Pemahaman pentingnya kualitas perumahan, akan mampu meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) Mengetahui bagaimana kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Desa Mranggen, 2) Mengukur bagaimana kualitas perumahan di Desa Mranggen, 3) Mengetahui bagaimana hubungan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat terhadap kualitas perumahan di Desa Mranggen.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kepala keluarga (KK) di Desa Mranggen. Pengambilan sampel menggunakan teknik Proportionate Stratified Random Sampling diperoleh 20 kepala keluarga di Dusun Kedungsari dan 80 kepala keluarga di Dusun Salamsari sebagai responden. Teknis analisis data dalam penelitian ini adalah teknis analisis statistik deskriptif, scoring, uji beda melalui uji beda independen, dan analisis crosstab.

Hasil penelitian yaitu Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari masing-masing memiliki tingkat pendidikan KK dan tingkat pendapatan rumah tangga dengan kriteria baik, untuk rumah penduduk kebanyakan berdiri diatas tanah turun temurun, 2) Mayoritas rumah penduduk masuk dalam kriteria baik yaitu terdapat 70% rumah di Dusun Kedungsari dan 72,5% rumah di Dusun Salamsari, 3) Terdapat hubungan antara pendapatan rumah tangga terhadap kualitas perumahan di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari, sedangkan untuk status kepemilikan tanah di kedua dusun tersebut tidak memiliki hubugan terhadap kualitas prumahan.

Simpulan dalam penelitian ini yaitu: 1) Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari masing-masing memiliki tingkat pendidikan kepala keluarga dan tingkat pendapatan rumah tangga dengan kriteria baik, untuk rumah penduduk kebanyakan berdiri di atas tanah turun temurun, 2) Mayoritas rumah kepala keluarga di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari masuk dalam kriteria baik, 3) Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan kepala keluarga dan pendapatan rumah tangga terhadap kulitas perumahan. Saran dalam penelitian ini adalah: 1) kepala keluarga perlu meningkatkan pendapatan rumah tangga karena dengan pendapatan rumah tangga yang semakin baik akan diikuti oleh peningkatan pada kualitas perumahan, 2) Kepala keluarga selayaknya memperhatikan dan memperbaiki kualitas perumahan mereka agar kualitas perumahan yang lebih baik dapat terwujud.


(9)

ix DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN BIMBINGAN ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PRAKATA ... vi

SARI ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Pnelitian ... 6

1.5 Batasan Istilah ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Rumah, Perumahan dan Kualitas Perumahan ... 9

2.2 Rumah Layak Huni ... 11

2.3 Kondisi Sosial dan Ekonomi ... 31

2.4 Hubungan antara Kondisi Sosial dan Ekonomi terhadap Kualitas Perumahan ... 37

2.5 Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia ... 42

2.6 Kajian Penelitian Sebelumnya ... 44


(10)

x

2.8 Hipotesis ... 55

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Obyek Penelitian ... 58

3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ... 58

3.3 Variabel Penelitian ... 59

3.4 Rumusan Instrumen Penelitian ... 62

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 63

3.6 Tahapan Penelitian... 64

3.7 Analisis Data ... 65

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 4.1 Hasil Penelitian ... 70

4.2 Pembahasan ... 119

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 135

5.2 Saran ... 136

DAFTAR PUSTAKA ... 137


(11)

xi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan ... 18

Tabel 2.2 Kebutuhan Pencahayaan Alami ... 19

Tabel 2.3 Daftar Kajian Penelitian Sebelumnya ... 45

Tabel 3.1 Hubungan antar Tujuan, Varuabel, Indikator dan Parameter ... 62

Tabel 3.2 Kriteria Kualitas Perumahan Berdasarkan Jumlah Skor ... 68

Tabel 3.3 Kriteria Kualitas Perumahan Berdasarkan Persentase ... 68

Tabel 4.1 Luas Penggunaan Lahan di Desa Mranggen ... 73

Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur di Desa Mranggen ... 75

Tabel 4.3 Jumlah Sarana Kesehatan di Desa Mranggen Tahun 2013 ... 77

Tabel 4.4 Jenis Kelamin Kepala Keluarga di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 80

Tabel 4.5 Umur Kepala Keluarga di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 81

Tabel 4.6 Jumlah Anggota Keluarga di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 82

Tabel 4.7 Mata Pencaharian Kepala Keluarga di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 83

Tabel 4.8 Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 84

Tabel 4.9 Pendapatan Rumah Tangga di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 85

Tabel 4.10 Status Kepemilikan Tanah di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 86

Tabel 4.11 Luas Lantai per Orang Rumah di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 87 Tabel 4.12 Kekuatan Kerangka Bangunan Rumah di Dusun Kedungsari


(12)

xii

dan Dusun Salamsari ... 88 Tabel 4.13 Kamar Mandi & Kakus atau WC di Dusun Kedungsari dan

Dusun Salamsari ... 90 Tabel 4.14 Luas Ventilasi Rumah di Dusun Kedungsari dan Dusun

Salamsari ... 91 Tabel 4.15 Pencahayaan Ruang Tamu Rumah di Dusun Kedungsari dan

Dusun Salamsari ... 93 Tabel 4.16 Pencahayaan Ruang Tidur Rumah di Dusun Kedungsari

dan Dusun Salamsari ... 94 Tabel 4.17 Jenis Lantai Rumah di Dusun Kedungsari dan Dusun

Salamsari ... 95 Tabel 4.18 Jenis Pondasi Rumah di Dusun Kedungsari dan Dusun

Salamsari ... 97 Tabel 4.19 Jenis Atap Rumah di Dusun Kedungsari dan Dusun

Salamsari ... 97 Tabel 4.20 Jenis Dinding Rumah di Dusun Kedungsari dan Dusun

Salamsari ... 98 Tabel 4.21 Lokasi Kandang Ternak di Dusun Kedungsari dan Dusun

Salamsari ... 100 Tabel 4.22 Sumber Air Minum di Dusun Kedungsari dan Dusun

Salamsari ... 101 Tabel 4.23 Kualitas Perumahan di Dusun Kedungsari dan Dusun

Salamsari ... 102 Tabel 4.24 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Formal KK terhadap

Pendapatan Rumah Tangga di Dusun Kedungsari ... 105 Tabel 4.25 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Formal KK terhadap

Pendapatan Rumah Tangga di Dusun Salamsari... 106 Tabel 4.26 Hubungan antara Pendapatan Rumah Tangga terhadap

Kualitas Perumahan di Dusun Kedungsari... 108 Tabel 4.27 Hubungan antara Pendapatan Rumah Tangga terhadap


(13)

xiii

Tabel 4.28 Hubungan antara Status Kepemilikan Tanah terhadap

Kualitas Perumahan di Dusun Kedungsari... 111 Tabel 4.29 Hubungan antara Status Kepemilikan Tanah terhadap

Kualitas Perumahan di Dusun Salamsari ... 113 Tabel 4.30 Hasil Uji Beda Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga

di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 115 Tabel 4.31 Hasil Uji Beda Pendapatan Rumah Tangga di Dusun

Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 116 Tabel 4.32 Hasil Uji BedaStatus Kepemilikan Tanah di Dusun

Kedungsari dan Dusun Salamsari ... 117 Tabel 4.33 Hasil Uji BedaKualitas Perumahan di Dusun


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Berfikir Penelitian ... 54

Gambar 4.1 Peta Administrasi Desa Mranggen Tahun 2015 ... 71

Gambar 4.2 Peta Penggunaan Lahan Desa Mranggen Tahun 2015 ... 74

Gambar 4.3 Peta Lokasi Penelitian ... 79

Gambar 4.4 Kekuatan Kerangka Bangunan dengan Kriteria Baik ... 89

Gambar 4.5 Kamar Mandi dan Kakus/WC dengan Kriteria Baik ... 90

Gambar 4.6 Kamar Mandi dan Kakus/WC dengan Kriteria Buruk ... 91

Gambar 4.7 Luas Ventilasi dengan Kriteria Baik ... 92

Gambar 4.8 Pencahayaan Ruang Tamu dengan Kriteria Baik ... 93

Gambar 4.9 Pencahayaan Ruang Tidur dengan Kriteria Baik ... 95

Gambar 4.10 Rumah dengan Jenis Lantai Keramik ... 96

Gambar 4.11 Rumah dengan Jenis Lantai Plester ... 96

Gambar 4.12 Rumah dengan Jenis Lantai Tanah... 96

Gambar 4.13 Rumah dengan Atap Genteng ... 98

Gambar 4.14 Rumah dengan Jenis Dinding Tembok ... 99

Gambar 4.15 Rumah dengan Jenis Dinding Papan atau Kayu... 99

Gambar 4.16 Rumah dengan Jenis Dinding Bambu ... 100

Gambar 4.17 Peta Sebaran Kualitas Perumahan di Desa Mranggen Tahun 2015 ... 103


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Kisi-kisi Panduan Dokumentasi Variabel Kondisi Sosial

dan Ekonomi ... 143

Lampiran 2. Kisi-kisi Panduan Observasi Variabel Kualitas Perumahan ... 144

Lampiran 3. Lembar Instrumen Pengumpulan Data ... 145

Lampiran 4. Lembar Panduan Instrumen Pengumpulan Data ... 147

Lampiran 5. Daftar Identitas Responden ... 149

Lampiran 6. Daftar Hasil Penelitian Kondisi Sosial dan Ekonomi serta Kualitas Perumahan ... 153

Lampiran 7. Descriptive Statistitics ... 158

Lampiran 8. Analisis Tabulasi Silang (Crosstab) ... 166

Lampiran 9. Uji Beda ... 175


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani, khususnya di wilayah yang sulit dijangkau oleh pemerintah, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses prasarana dan sarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh di bawah standar kelayakan, serta mata pencahariaan yang tidak menentu. Masalah kemiskinan merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dengan dalih apapun dan harus menjadi prioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraan sosial dan sampai pada saat sekarang ini masih banyak masyarakat yang berada di bawah garis kemiskinan. Kemiskinan menjadi salah satu masalah sosial yang menjadi ukuran terpenting untuk mengetahui tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Sebagai suatu ukuran agregat, tingkat kemiskinan disuatu wilayah lazim digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan diwilayah tersebut. Kemiskinan merupakan tema utama dalam pembangunan. Keberhasilan dan kegagalan pembangunan acapkali diukur berdasarkan perubahan pada tingkat kemiskinan.

Kebutuhan pokok merupakan kebutuhan yang sangat mendasar, meliputi sandang, pangan dan papan. Sesuai pasal 28 H Ayat 1 Undang-undang Dasar Tahun 1945 Amandemen II menetapkan bahwa “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik


(17)

dan sehat, serta berhak memperoleh pelayanan kegiatan.” (Perdana, dalam http://ejournal.pin.or.id, diakses 07 Desember 2014).

Berdasarkan data dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Tengah, di Kabupaten Magelang pada tahun 2013 terdapat sekitar 21.230 rumah masuk tipe A (kondisi baik), 5.751 rumah masuk tipe B (kondisi sedang), dan 3.004 rumah masuk tipe C (kondisi buruk/rumah tidak layak huni). Pemerintah Kabupaten Magelang terus berupaya meningkatkan kualitas perumahan bagi penduduk miskin. Hal ini terlihat dari jumlah rumah yang dipugar setiap tahunnya. Pada tahun 2011 terdapat 11 unit rumah tidak layak huni berhasil dipugar, tahun 2012 terdapat 363 unit, pada tahun 2013 sejumlah 553 unit, kemudian pada tahun 2014, 709 unit rumah tidak layak huni berhasil dipugar. Hal ini menunjukkan program pemugaran rumah tidak layak huni setiap tahunnya mengalami peningkatan.

Menurut Undang-undang Nomor 01 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang memiliki peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif.


(18)

Menurut Suhendi dan Syawie (2012), rumah merupakan salah satu jenis kebutuhan jasmani atau kebutuhan yang bersifat material yang memerlukan pemenuhan, karena merupakan salah satu aspek kesejahteraan sosial. Hal ini berarti, bahwa pemenuhan kebutuhan rumah berpengaruh terhadap derajat kesejahteraan masyarakat. Apabila kebutuhan rumah ini tidak dapat terpenuhi, maka masyarakat tersebut akan mengalami gangguan atau hambatan dalam melaksanakan fungsi sosialnya.

Pemenuhan kebutuhan rumah sebagai kebutuhan jasmani tidak terbatas pada fungsi fisik, yaitu melindungi orang-orang didalamnya dari ancaman dan gangguan yang berasal dari luar rumah, seperti panas, angin, hujan, dan gangguan keamanan. Rumah sesungguhnya memiliki fungsi non fisik, yaitu tempat yang menjamin kelangsungan hidup atau reproduksi, pelembagaan nilai, norma, dan pengembangan pola relasi sosial atau sosialisasi, memberikan rasa damai, nyaman, tentram, dan meningkatkan harkat dan martabat. Rumah juga memiliki nilai strategis dalam kehidupan penghuninya. Berdasarkan hal tersebut, setiap keluarga selalu berupaya untuk memiliki rumah, meskipun secara obyektif belum seluruh keluarga dapat mewujudkan keinginannya.

Kenyataanya, untuk mewujudkan rumah yang memenuhi persyaratan tersebut bukanlah hal yang mudah. Perwujudan memiliki rumah yang layak huni tersebut dipengaruhi oleh kondisi sosial dan ekonomi suatu masyarakat. Misalnya semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin memungkinkan seseorang tersebut memperoleh pendapatan yang semakin tinggi. Hal ini akan berdampak pada kepemilikan rumah yang layak huni. Seseorang yang memiliki


(19)

pedapatan tinggi akan lebih mudah untuk mewujudkan rumah yag layak huni, sedangkan untuk masyarakat yang memilki pendapatan rumah tangga rendah untuk memenuhi parsyaratan rumah yang layak huni mereka akan merasa kesulitan.

Selain pendapatan, status kepemilikan tanah juga dapat mempengaruhi kondisi rumah suatu masyarakat. Masyarakat yang memiliki tanah dengan status hak milik diasumsikan akan memiliki rumah dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan tanah yang statusnya menyewa atau turun temurun. Tanpa kejelasan tentang status kepemilikan tanah, seseorang atau keluarga akan merasa tidak aman sehingga akan mengurangi minat mereka untuk meningkatkan kualitas rumahnya.

Permasalahan perumahan tidak layak huni yang disebabkan oleh kemiskinan ini juga terjadi di Desa Mranggan, Kecamatan Srumbung. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Desa Mranggen merupakan wilayah desa yang berada dalam zona ancaman Gunung Merapi yang meliputi radius 15 km dari kawah. Terdapat 3 desa di Kecamatan Srumbung yang masih berada di bawah garis kemiskinan, diantaranya yaitu Desa Mranggen, Bringin dan Kradinan. Ketiga desa tersebut yang paling rendah tingkat ekonominya yaitu Desa Mranggen, terdiri dari 14 dusun, dusun termiskin yaitu Dusun Kedungsari dan yang paling tinggi tingkat ekonominya yaitu Dusun Salamsari. Dusun Kedungsari terdiri dari 64 kepala keluarga (KK) dan yang memperoleh raskin sejumlah 25 KK, sedangkan untuk Dusun Salamsari terdiri dari 254 KK yang memperoleh


(20)

raskin sejumlah 61 KK. Mayoritas mata pencaharian penduduk di kedua dusun tersebut adalah sebagai penambang pasir (Monografi Desa Mranggen, 2014).

Kondisi ini berpengaruh terhadap kualitas perumahan di dusun tersebut. Kemiskinan menjadi hambatan bagi masyarakat untuk memiliki rumah yang layak huni. Terbatasnya kemampuan ekonomi penduduk ini menghambat masyarakat untuk membeli rumah sehingga untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak dapat memperoleh dan menikmati rumah yang layak. Pertumbuhan penduduk yang tinggi juga berpengaruh terhadap kualitas perumahan.

Kualitas perumahan merupakan bagian dari objek material geografi, yaitu segala sesuatu yang dipelajari kaitannya dengan fenomena geosfer yang terdapat dan terjadi di lapisan antroposfer. Lapisan antroposfer merupakan lapisan yang menitikberatkan kepada manusia serta aktivitasnya di permukaan bumi. Manusia di permukaan bumi memiliki berbagai macam adat dan budayanya, hal ini mengakibatkan interaksi antara masyarakat yang berbeda. Masyarakat memiliki keahlian yang berbeda-beda pula sehingga terjadi saling membutuhkan. Masyarakat juga menempati tempat yang berbeda-beda kondisi alam dan sumberdayanya. Kitannya dengan kualitas perumahan sumberdaya disini adalah manusia sebagai seseorang yang dapat mewujudkan rumah yang layak huni.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik untuk

mengadakan penelitian dengan judul “Kualitas Perumahan di Desa Mranggen,


(21)

1.2.Rumusan Masalah

Pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah dan kondisi ekonomi masyarakat yang rendah merupakan salah satu faktor penentu kualitas perumahan. Sehingga akhirnya dapat ditarik beberapa rumusan masalah, diantaranya:

1. Bagaimana kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Desa Mranggen?

2. Bagaimana kualitas perumahan di Desa Mranggen?

3. Bagaimana hubungan antara kondisi sosial dan ekonomi masyarakat terhadap kualitas perumahan di Desa Mranggen?

1.3.Tujuan Penelitian

Penelitian yang dilakukan menghasilkan beberapa tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Desa

Mranggen.

2. Untuk mengukur bagaimana kualitas perumahan di Desa Mranggen.

3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara kondisi sosial dan ekonomi masyarakat terhadap kualitas perumahan di Desa Mranggen.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan menghasilkan beberapa manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi peneliti sendiri maupun peneliti lain dalam kajian yang berkaitan dengan


(22)

kualitas perumahan, serta dapat dijadikan sebagai bentuk sumbangsih perkembangan ilmu pengetahuan khususnya Geografi.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan informasi kepada pemerintah dan dinas terkait di Kabupaten Magelang sebagai bahan pertimbangan pengambilan kebijakan dalam pengadaan program perumahan yang layak huni bagi warga miskin serta mampu memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pentingnya rumah layak huni.

1.5.Batasan Istilah

Upaya untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai permasalahan yang ada dalam penelitian ini, maka perlu adanya batasan istilah yang berkaitan dengan judul yang telah ditetapkan. Beberapa istilah yang perlu diberikan batasan adalah sebagai berikut.

1. Hubungan adalah keadaan yang berhubungan atau ada sangkut-pautnya antara

satu hal dengan hal yang lain yang mungkin saling mempengaruhi. Hubungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hubungan antara tingkat pendidikan kepala keluarga terhadap kualitas perumahan, hubungan antara pendapatan rumah tangga terhadap kualitas perumahan, dan hubungan antara status kepemilikan tanah terhadap kualitas perumahan.

2. Kualitas perumahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi perumahan yang diukur berdasarkan kualitas rumah yang layak huni.


(23)

3. Rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Rumah layak huni dalam penelitian ini adalah rumah yang memiliki kriteria seperti yang tercantum dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah tanggal 28 Mei tahun 2014 dan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008 yaitu kriteria pemenuhan persyaratan keselamatan bangunan, menjamin kesehatan, mencukupi kecukupan luas minimum, infrastruktur dan lingkungan. Komponennya adalah lantai, pondasi, atap, dinding, lokasi kandang ternak, sumber air minum, luas lantai, kekuatan rangka bangunan, MCK, luas ventilasi, pencahayaan ruang tamu dan pencahayaan ruang tidur.

4. Kondisi sosial dan ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan pendapatan. Kondisi sosial dalam penelitian ini meliputi tingkat pendidikan formal kepala keluarga. Kondisi ekonomi meliputi status kepemilikan tanah dan pendapatan rumah tangga yaitu meliputi pendapatan suami dan istri baik itu pendapatan pokok maupun pendapatan sampingan yang diperoleh dari hasil bekerja selama 1 bulan.


(24)

9 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kajian pustaka dalam penelitian ini memiliki tujuan sebagai kerangka acuan yang disusun berdasarkan kajian berbagai aspek baik secara teoritis maupun empiris. Kajian pustaka ini dimaksudkan untuk menghubungkan penelitian ini dengan literatur-literatur yang ada.

2.1.Pengertian Rumah, Perumahan dan Kualitas Perumahan 2.1.1 Pengertian Rumah

Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 2011, rumah tidak hanya berfungsi tempat tinggal dan saran pembinaan keluarga namun juga sebagai cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

Jenis-jenis rumah berdasarkan pelaku pembangunan dan penghunian meliputi:

1. Rumah komersial adalah rumah yang diselenggarakan dengan tujuan

mendapatkan keuntungan,

2. Rumah swadaya adalah rumah yang dibangun atas prakarsa dan upaya

masyarakat,

3. Rumah umum adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi


(25)

4. Rumah khusus adalah rumah yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan khusus,

5. Rumah Negara adalah rumah yang dimiliki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan keluarga serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri.

2.1.2 Pengertian Perumahan

Berdasarkan Undang-undang Nomor 01 Tahun 2011 tentang Permukiman dan Perumahan, perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni. Undang-undang Nomor 01 Tahun 2011, perumahan sebagai bagian dari permukiman dan sebagai hasil dari upaya pemenuhan rumah yang layak huni.

Menurut Kemam dalam Rizka (2010), perumahan didefinisikan sebagai kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian yang dilengkapi dengan prasarana lingkungan yaitu kelengkapan dasar fisik lingkungan misalnya penyediaan air minum, pembuangan sampah, listrik, telepon, jalan, yang memungkinkan lingkungan pemukiman berfungsi sebagaimana mestinya dan sarana lingkungan yaitu fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan serta pengembangan kehidupan ekonomi, sosial, dan budaya, seperti fasilitas taman bermain, olah raga, pendidikan, pertokoan, sarana perhubungan, keamanan, serta fasilitas umum lainnya.


(26)

2.1.3 Pengertian Kualitas Perumahan

Kualitas perumahan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kondisi perumahan yang diukur berdasarkan kualitas rumah yang layak huni. Rumah layak huni merupakan rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Rumah layak huni dalam penelitian ini adalah rumah yang memiliki kriteria seperti yang tercantum dalam Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah tanggal 28 Mei tahun 2014 dan Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008 yaitu kriteria pemenuhan persyaratan keselamatan bangunan, menjamin kesehatan,

mencukupi kecukupan luas minimum, infrastruktur dan lingkungan.

Komponennya adalah lantai, pondasi, atap, dinding, lokasi kandang ternak, sumber air minum, luas lantai, kekuatan rangka bangunan, MCK, luas ventilasi, pencahayaan ruang tamu dan pencahayaan ruang tidur.

2.2. Rumah Layak Huni

Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Perumahan Rakyat Daerah Provinsi dan Daerah Kabupaten/Kota mendefinisikan rumah layak huni adalah rumah yang memenuhi persyaratan keselamatan bangunan dan kecukupan minimum luas bangunan serta kesehatan penghuninya. Kriteria rumah layak huni meliputi:


(27)

Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan 1. Ketentuan Struktur Bawah (Pondasi)

a. Pondasi harus ditempatkan pada tanah yang mantap, yaitu ditempatkan pada tanah keras, dasar pondasi diletakkan lebih dalam dari 45 cm dibawah permukaan tanah,

b. Seluruh badan pondasi harus tertanam dalam tanah,

c. Pondasi harus dihubungkan dengan balok pondasi atau sloof, baik pada pondasi setempat maupun pondasi menerus,

d. Balok pondasi harus diangkerkan pada pondasinya, dengan jarak angker setiap 1,50 m dengan baja tulangan diameter 12 mm,

e. Pondasi tidak boleh diletakkan terlalu dekat dengan dinding tebing, untuk mencegah longsor, tebing diberi dinding penahan yang terbuat dari pasangan atau turap bambu maupun kayu.

2. Struktur Tengah

Ketentuan struktur tengah:

a. Bangunan harus menggunakan kolom sebagai rangka pemikul, dapat terbuat

dari kayu, beton bertulang, atau baja,

b. Kolom harus diangker pada balok pondasi atau ikatannya diteruskan pada pondasinya,

c. Pada bagian akhir atau setiap kolom harus diikat dan disatukan dengan balok keliling atau ring balok dari kayu, beton bertulang atau baja,

d. Rangka bangunan (kolom, ring balok, dan sloof) harus memiliki hubungan yang kuat dan kokoh,


(28)

e. Kolom atau tiang kayu harus dilengkapi dengan balok pengkaku untuk menahan gaya lateral gempa,

f. Pada rumah panggung antara tiang kayu harus diberi ikatan diagonal. 3. Struktur Atas

Ketentuan struktur atas sebagai berikut.

a. Rangka kuda-kuda harus kuat menahan beban atap,

b. Rangka kuda-kuda harus diangker pada kedudukan (pada kolom atau ring balok),

c. Pada arah memanjang atap harus diperkuat dengan menambah ikatan angin

diantara rangka kuda-kuda.

4. Menjamin Kesehatan

a. Kecukupan pencahayaan rumah layak huni manimal 50% dari dinding yang

berhadapan dengan ruang terbuka untuk ruang tamu dan minimal 10% dari dinding yang berhadapan dengan ruang terbuka untuk ruang tidur,

b. Kecukupan penghawaan rumah layak huni minimal 10% dari luas lantai,

c. Penyediaan sanitasi minimal 1 kamar mandi dan jamban didalam atau luar bangunan rumah dan dilengkapi bangunan bawah septiktank atau dengan sanitasi komunal.

5. Memenuhi kecukupan luas minimum

Luas minimal rumah layak huni antara 7,2 m2/orang sampai dengan 12 m2/orang dengan fungsi utama sebagai hunian yang terdiri dari ruang serbaguna/ruang tidur dan dilengkapi dengan kamar mandi.


(29)

Berdasarkan surat edaran Gubernur Provinsi Jawa Tengah tanggal 26 Mei Tahun 2014 kriteria rumah layak huni dan rumah tidak layak huni terdapat 3 kriteria, yaitu kriteria infrastruktur, kriteria lingkungan dan kriteria syarat pendukung. Kriteria-kriteria ini diperoleh dari hasil penggabungan kriteria rumah layak huni dari Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementrian Sosial, dan Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang, dari ketiga kriteria tersebut terdapat beberapa komponen yaitu:

1. Kriteria infrastruktur a. Lantai,

b. Pondasi, c. Atap, d. Dinding,

e. Lokasi Kandang Ternak,

f. Sumber Air Minum.

2. Kriteria lingkungan Fasilitas buang air besar. 3. Kriteria syarat pendukung

Bukti kepemilikan tanah/bangunan.

Menurut Sabarrudin (2003), terdapat 3 aspek dalam penentuan standar minimal rumah yaitu meliputi kebutuhan rumah masa, kebutuhan minimal ruang dan kebutuhan minimal kenyamanan bangunan.


(30)

1. Kebutuhan Minimal Masa (Penampilan)

Penerapan kebijakan pembangunan rumah sederhana (RS)/rumah sederhana sehat (RSS) saat ini masih menyimpan berbagai macam permasalahan, yang secara garis besar adalah sebagai berikut:

a. RS/RSS merupakan rumah jadi yang secara tidak langsung mengekang keleluasaan penghuni memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu kebutuhan untuk mengungkapkan jati dirinya,

b. Untuk memenuhi kebutuhan pengungkapan jati diri pada tahun kedua sampai ketiga, umumnya pemilik RS/RSS cenderung melakukan perubahan berupa penambahan maupun pembongkaran bangunannya. Akibat investasi yang telah dikeluarkan hilang. Di samping itu perubahan RS/RSS kurang/tidak memperhatikan kaidah-kaidah perencanaan rumah sehat, c. Penyeragaman dari segi bentuk rumah, terutama pada facade dan bahan

bangunan yang digunakan seringkali berbenturan dengan kondisi setempat (lokal). Penyeragaman ini seringkali kurang/tidak memperhatikan potensi bahan bangunan dan kekhasan budaya, sehingga berakibat harga jual menjadi lebih tinggi dan meningkatkan prosentase perubahan atau pembongkaran, mengingat belum terpenuhinya kebutuhan maupun belum sesuai dengan pakem yang dianutnya.

Upaya mengantisipasi permasalahan tersebut diatas, diperlukan suatu perencanaan/perancangan RS/RSS, dengan memperhatikan tuntutan-tuntutan sebagai berikut:


(31)

1) Mampu memberikan keleluasaan pemilik untuk melakukan pengembangan sesuai dengan kebutuhan, tanpa melakukan banyak pembongkaran sehingga dapat ditekan seminimal mungkin kerugian terhadap investasi yang telah dikeluarkan,

2) Mampu mengantisipasi terjadinya pengembangan yang dilakukan

penghuni, sehingga pada saat pelaksanaannya dengan biaya murah, mudah dan memenuhi kaidah-kaidah perencanaan rumah sehat,

3) Mampu mewadahi kebutuhan dasar manusia akan tempat tinggal dengan

tersedianya ruangan untuk tidur, kamar mandi/kakus dan ruangan serbaguna atau ruang terbuka yang multi fungsi.

Pada akhirnya bila seluruh kaidah-kaidah di atas terpenuhi maka akan didapat suatu lingkungan permukiman yang harmonis, antara satu rumah dengan rumah yang lainnya masing-masing memiliki ciri sendiri namun tetap memiliki kesamaan yang mengikat dan memberikan citra atau jati diri dari lingkungan secara keseluruhan.

2. Kebutuhan Minimal Ruang (Luar-Dalam)

Kebutuhan ruang per orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia dalam kegiatannya di rumah. Aktivitas seseorang tersebut meliputi aktivitas tidur, kerja, makan, duduk, mandi, kakus, cuci dan masak serta ruang gerak didalamnya. Adapun rincian ruang tersebut dapat dilihat pada perhitungan dibawah ini.

Aktivitas tidur 0,80 x 2.00 = 1,60


(32)

Kerja 1,50 x 0,90 = 1,35

Aktivitas istirahat/duduk 1,50 x 0,90 = 1,35

Aktivitas mandi 0,60 x 1,80 = 1,08

Aktivitas masak 0,60 x 1,80 = 1,08

Aktivitas MCK 0,6 x 1,80 = 1,08

Total kebutuhan ruang per orang = 8,89 m2

Dibulatkan = 9,00 m2

(Sabarrudin, 2003:170)

Hasil perhitungan aktivitas berdasarkan ergonomi ukuran badan rata-rata masyarakat Indonesia maka didapatkan kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2. Perhitungan di atas termasuk ruang gerak dan perabot untuk mendukung aktivitasnya. Rumah sederhana sehat yang akan dihuni harus memungkinkan penghuni untuk dapat hidup sehat, dan menjalankan kegiatan hidup sehari-hari secara layak. Kebutuhan minimum ruangan pada rumah sederhana sehat, berdasarkan perhitungan perencanaan untuk rumah tidak bertingkat memperhatikan beberapa ketentuan sebagai berikut:

a. Kebutuhan luas per jiwa, b. Kebutuhan luas per KK,

c. Kebutuhan luas bangunan per kapita KK,


(33)

Tabel 2.1 Kebutuhan Luas Minimum Bangunan dan Lahan Standar

per jiwa (m2)

Luas (m2) untuk 3 Jiwa Luas (m2) untuk 4 Jiwa

Unit Rumah Lahan (L) Unit Rumah Lahan(L)

60% x L 100 % 60 x L 100 %

(Ambang)

7,2 21,6/7 36,0 28,8 48

(Indonesia)

9,0 27,0/9 45,0 36,0 60,0

(Internasional)

12,0 36,0/12 60,0 48,0 80,0

Sumber: Sabarrudin, (2003:171)

3. Kebutuhan Minimal Kenyamanan Bangunan

Rumah sebagai tempat tinggal yang memenuhi syarat kesehatan dan kenyamanan dipengaruhi oleh 3 (tiga) aspek, yaitu pencahayaan, penghawaan, serta suhu udara dan kelembaban dalam ruangan. Aspek-aspek tersebut merupakan dasar atau kaidah perencanaan rumah sehat dan nyaman.

a. Pencahayaan

Matahari sebagai potensi terbesar yang dapat digunakan sebagai pencahayaan alami pada siang hari. Pencahayaan yang dimaksud adalah penggunaan terang langit, dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Cuaca dalam keadaan cerah dan tidak berawan,

2) Ruangan kegiatan mendapatkan cukup banyak cahaya,

3) Ruangan kegiatan mendapatkan distribusi cahaya secara merata.

Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk ke dalam ruangan ditentukan oleh:

1) Kegiatan yang membutuhkan daya penglihatan (mata),


(34)

3) Tingkat atau gradasi kekasaran dan kehalusan jenis pekerjaan, 4) Lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai ruangan,

5) Sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum 1 (satu) jam

setiap hari,

6) Cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan jam 16.00. Tabel 2.2 Kebutuhan Pencahayaan Alami

Jenis Ruang fl min. fl min. TUS Keterangan

Keluarga 0,35d = 0,70 0,16d = 0,32 fl = faktor langit

TUNDANG-UNDANG = Titik Ukur Utama TUS = Titik Ukur Sisi

Kerja 0,35d = 0,70 0,16d = 0,32

Dapur 0,18d = 0,36 0,05d = 0,10

Tidur 0,20d = 0,40 0,20d = 0,40

Sumber: Sabarrudin, (2003:173)

Berdasarkan nilai faktor langit yang diperoleh, lubang cahaya untuk jendela pada bangunan Rumah Inti Tumbuh dapat digunakan sebagai ruangan keluarga, kerja, tidur, dan dapur. Nilai faktor langit tersebut akan sangat ditentukan oleh kedudukan lubang cahaya dan luas lubang cahaya pada bidang atau dinding ruangan. Semakin lebar bidang cahaya (L), maka akan semakin besar nilai faktor langitnya. Tinggi ambang bawah bidang bukaan (jendela) efektif antara 70 – 80 cm dari permukaan lantai ruangan.

Nilai faktor langit minimum dalam ruangan pada siang hari tanpa bantuan penerangan buatan, akan sangat dipengaruhi oleh:

1) Tata letak perabotan rumah tangga, seperti lemari, meja tulis atau meja makan,


(35)

b. Penghawaan

Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas sepanjang hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada bangunan rumah. Kenyamanan akan memberikan kesegaran terhadap penghuni dan terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi pengaliran atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruangan-ruangan, serta lubang-lubang pada bidang pembatas dinding atau partisi sebagai ventilasi.

Penghawaan dapat dilakukan secara alami dan buatan. Cara alami dengan memanfaatkan pergerakan udara atau angin yang disebabkan oleh perbedaan suhu dan tekanan udara alam sekitarnya. Cara buatan adalah mengkondisikan udara dalam ruangan dengan menggunakan tenaga mekanikal-elektrikal atau air conditioning.

Persyaratan penghawaan sesuai dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/KPTS/1986 tentang Pedoman Teknik

Pembangunan Perumahan Sederhana Tidak Bersusun, dan buku Manual of

Housing, Planning and Design Criteria. Agar diperoleh kesegaran udara dalam ruangan dengan cara penghawaan alami, maka dapat dilakukan dengan memberikan atau mengadakan peranginan silang (ventilasi silang) dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Lubang penghawaan minimal 5% dari luas lantai ruangan,

2) Udara yang mengalir masuk sama dengan volume udara yang mengalir


(36)

3) Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar mandi/WC.

Khususnya untuk penghawaan ruangan dapur dan kamar mandi/WC, maka diperlukan peralatan bantu elektrikal-mekanikal seperti blower atau

exhaust fan, dengan ketentuan sebagai berikut.

1) Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan bangunan

disekitarnya,

2) Lubang penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan ruangan

kegiatan dalam bangunan seperti: ruangan keluarga, tidur, tamu dan kerja.

c. Suhu udara dan kelembaban

Rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara dan kelembaban udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Suhu udara dan kelembaban ruangan sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan.

Pengaturan suhu udara dan kelembaban normal untuk ruangan dan penghuni dalam melakukan kegiatannya, perlu memperhatikan:

1) Keseimbangan penghawaan antara volume udara yang masuk dan

keluar,

2) Pencahayaan yang cukup pada ruangan dengan perabotan tidak


(37)

3) Menghindari perabotan yang menutupi sebagian besar luas lantai ruangan.

d. Kebutuhan Minimal Keamanan dan Keselamatan

Pada dasarnya bagian-bagian struktur pokok untuk bangunan rumah tinggal sederhana adalah: pondasi, dinding (dan kerangka bangunan), atap serta lantai. Pada bagian-bagian lantai seperti plafond, talang dan sebagainya merupakan estetika struktur bangunan saja.

1) Pondasi

Secara umum sistim pondasi yang memikul beban kurang dari dua ton (beban kecil) yang biasa digunakan untuk rumah-rumah sederhana dapat dikelompokkan kedalam tiga sistem pondasi, yaitu: pondasi langsung, pondasi setempat, dan pondasi tidak langsung. Sistem pondasi yang digunakan pada Rumah Inti Tumbuh (RIT) dan pengembangannya ini adalah sistem pondasi setempat dari bahan pasangan batu kali atau pasangan beton tanpa tulangan dan sistem pondasi tidak langsung dari bahan kayu ulin dan galam.

Pondasi dari batu kali atau pas beton tanpa tulangan digunakan untuk rumah tinggal yang dibangun didaerah yang memiliki kondisi tanah kering dengan tegangan tanah σtnh ≥ 0.5 kg/cm2

, sedangkan untuk daerah-daerah yang memiliki kondisi tanah lembek dengan σtnh ≤ 0.5 kg/cm2 maka pondasi yang digunakan adalah pondasi tidak langsung yaitu pondasi yang mengandalkan friksi antara tiang dengan tanah. Rumah sederhana biasanya tiang pondasi ini digapit oleh kayu galam


(38)

bentuk penampang bulat berdiameter minimal 8 cm yang disebut dengan kalang, kalang ini berada kurang lebih 30 cm dibawah tanah. Pondasi seperti ini biasa disebut pondasi tiang kaca puri dan selalu digunakan untuk rumah tinggal yang dibangun didaerah pasang surut atau tanah gambut atau disuatu lahan yang memiliki muka air tanah yang dangkal sehingga tanah terlalu basah.

Pondasi setempat ini dapat digunakan dengan ketentuan: kolom-kolom pemikul beban harus diletakkan pada pusat pondasi, posisi kuda-kuda harus tepat pada pusat garis kerja pondasi, bentang sloof maksimum 3 (tiga) meter, dan setiap pertemuan dinding harus berada di atas pondasi.

2) Dinding

Badan dinding yang digunakan untuk RIT dan pertumbuhannya adalah batako, papan, dan setengah batako dan setengah papan tergantung pada potensi bahan yang dominan pada daerah di mana rumah ini akan dibangun. Ukuran batako yang digunakan adalah 40 x 20 10 cm pejal tanpa lubang dengan mutu atau kuat tekan minimum 85 kg/cm2.

Dinding papan harus dipasang pada kerangka yang kokoh, untuk kerangka dinding digunakan kayu berukuran 5/7 dengan jarak maksimum 100 cm. Kayu yang digunakan baik untuk papan dan balok adalah kayu kelas II yang diawetkan, apabila untuk kerangka digunakan kayu balok berukuran 5/10 maka jarak tiang rangka ini dapat diambil 150 cm. Begitu juga untuk papan yang digunakan untuk dinding adalah papan dengan ketebalan minimal 2 cm setelah diserut dan sambungan dibuat alur lidah.


(39)

Ring balok dan kolom dibuat dari kayu balok berukuran 5/10, dengan hubungan antara kolom dengan ring balok dilengkapi dengan sekur-sekur dari kayu 5/10 dan panjang sekur maksimum 50 cm.

3) Kerangka bangunan

Rangka dinding untuk rumah tembok dibuat dari struktur beton bertulang. Untuk rumah dengan setengah tembok menggunakan setengah rangka dari beton bertulang dan setengah dari rangka kayu. Untuk rumah kayu tidak panggung meskipun rangka dinding menggunakan kayu namun untuk sloof menggunakan beton bertulang. Sedangkan rumah kayu panggung seluruhnya menggunakan kayu baik rangka bangunan maupun dinding dan pondasinya.

Rumah sehat diartikan sebagai tempat berlindung atau bernaung dan tempat untuk beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani maupun sosial. Menurut Ditjen Cipta Karya syarat yang harus dimiliki rumah sehat adalah:

1. Memenuhi segi kesehatan, artinya bagian-bagian rumah yang mempengaruhi kesehatan keluarga hendaknya dipersiapkan dengan baik terutama a) penerangan dan peranginan dalam setiap ruang harus cukup, b) penyediaan air bersih, c) pengaturan pembuangan air limbah dan sampah sehingga tidak menimbulkan pencemaran, d) bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab, e) tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor, udara kotor, dan sebagainya,


(40)

2. Memenuhi segi kekuatan bangunan, artinya bagian-bagian dari bangunan rumah mempunyai konstruksi dan bahan bangunan yang dapat dijamin keamanannya, seperti a) konstruksi bangunan yang cukup kuat, baik untuk menahan beratnya sendiri maupun pengaruh luar seperti angin, hujan, gempa, dan lain-lain, b) pemakaian bahan bangunan yang bisa dijamin keawetan dan kemudahan dalam pemeliharaanya, dan c) penggunaan bahan tahan api untuk bagian yang mudah terbakar, dan bahan tahan air untuk bagian yang selalu basah,

3. Memperhatikan segi kenyamanan, agar keluarga dapat tinggal dengan nyaman

dan dapat melakukan kegiatan dengan mudah, diperlukan a) penyediaan ruang yang sesuai dengan kegiatan penghuni didalamnya, c) penataan ruangan yang cukup baik, d) dekorasi dan warna ruang yang serasi, dan e) penghijauan halaman diatur sesuai kebutuhan,

4. Memenuhi segi keterjangkauan. Hendaknya ruang diperoleh, diperlengkapi, dan dipelihara dengan dana yang sesuai dengan kemampuan pendapatan keluarga.

Rumah sebagai tempat tinggal yang layak huni dapat menyediakan kondisi hidup yang layak dan sehat bagi manusia tentunya memiliki komponen rumah yang sesuai dengan syarat umum rumah sehat dan layak huni. Komponen rumah yang dinilai dalam penelitian ini dilihat dari kriteria pemenuhan persyaratan keselamatan bangunan, menjamin kesehatan, mencukupi kecukupan luas minimum, infrastruktur dan lingkungan.


(41)

1. Memenuhi persyaratan keselamatan bangunan

Persyaratan keselamatan bangunan dalam penelitian ini diukur berdasarkan kekuatan kerangka bangunan suatu rumah. Bangunan yang baik harus menggunakan kolom sebagai rangka pemikul, dapat terbuat dari kayu, beton bertulang, atau baja serta untuk rangka bangunan (kolom, ring balok, dan sloof) harus memiliki hubungan yang kuat dan kokoh (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008).

2. Menjamin kesehatan

a. Pencahayaan

Cahaya yang cukup untuk penerangan ruang didalam rumah merupakan kebutuhan kesehatan manusia. Penerangan yang cukup baik diperlukan dalam ruang kediaman agar orang dapat leluasa melakukan kegiatan rumah tangga yang lazim tanpa merusak kesehatan mata. Kurangnya pencahayaan akan menimbulkan beberapa akibat pada mata, kenyamanan dan sekaligus produktivitas seseorang (Kasjono, 2011:24).

Kecukupan pencahayaan rumah layak huni manimal 50% dari dinding yang berhadapan dengan ruang terbuka untuk ruang tamu dan minimal 10% dari dinding yang berhadapan dengan ruang terbuka untuk ruang tidur (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008).

1) Pencahayaan alam

Pencahayaan alam diperoleh dengan masuknya sinar matahari kedalam ruangan melalui jendela, celah-celah dan bagian-bagian


(42)

bangunan yang terbuka. Sinar ini sebaiknya tidak terhalang oleh bangunan, pohon-pohon maupun tembok pagar yang tinggi.

2) Pencahayaan buatan

Cahaya buatan yang baik tidak akan menganggu atau menurunkan produktivitas kerja. Malah dengan cahaya buatan yang baik dan disaring dari kesilauan dapat mempertinggi produktivitas kerja dibandingkan dengan apabila bekerja pada cahaya siang alamiah.

Untuk penerangan pada rumah tinggal dapat diatur dengan memilih sistem penerangan dengan suatu pertimbangan hendaknya penerangan tersebut dapat menumbuhkan suasana rumah yang lebih menyenangkan. Lampu Flouresen (neon) sebagai sumber cahaya dapat memenuhi kebutuhan penerangan karena kuat penerangan yang relatif rendah mampu menghasilkan cahaya yang baik bila dibandingkan penggunaan lampu pijar. Namun demikian bila ingin mempergunakan lampu pijar sebaiknya dipilih yang berwarna putih dengan dikombinasikan beberapa lampu neon (dalam Kusumawati, 2014).

b. Penghawaan

Udara merupakan kebutuhan pokok manusia untuk bernafas sepanjang hidupnya. Udara akan sangat berpengaruh dalam menentukan kenyamanan pada bangunan rumah. Kenyamanan akan memberikan kesegaran terhadap penghuni dan terciptanya rumah yang sehat, apabila terjadi pengaliran atau pergantian udara secara kontinyu melalui ruangan-ruangan, serta lubang-lubang pada bidang pembatas dinding atau partisi


(43)

sebagai ventilasi (sabarrudin, 2003). Kecukupan penghawaan rumah layak huni minimal 10% dari luas lantai (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008).

3. Mencukupi kecukupan luas minimum

Kecukupan luas minimum dalam penelitian ini diukur dari luas lantai per orang. Luas lantai per orang merupakan kebutuhan ruang per orang yang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia dalam kegiatannya dirumah. Luas minimal rumah layak huni antara 7,2 m2/orang sampai dengan 12 m2/orang dengan fungsi utama sebagai hunian yang terdiri dari ruang serbaguna/ruang tidur dan dilengkapi dengan kamar mandi (Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 22 Tahun 2008).

4. Kriteria infrastruktur a. Atap

Atap adalah penutup bagian atas suatu bangunan sehingga orang yang mendiami dibawahnya terlindung dari terik matahari, hujan, dan sebagainya (BPS, 2011:6). Atap berfungsi untuk menahan panas dan debu dari luar. Kemiringan atap tergantung dari jenis penutup atap yang dipakai, yang penting harus dapat mengalirkan air hujan dengan baik. Penutup atap dapat dibuat dari genteng, asbes atau seng, rumbia dan sebagainya. Pemeliharaan berkala perlu dilakukan dengan pembersihan dan segera diperbaiki apabila terjadi kebocoran (Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah tanggal 28 Mei tahun 2014).


(44)

b. Dinding

Dinding adalah sisi luar atau batas dari suatu bangunan atau penyekat dengan bangunan fisik lain. Dinding rumah berfungsi untuk menahan angin dan debu, dibuat tidak tembus pandang, bahan dibuat dari bambu, papan, tembok (Surat edaran Gubernur Jawa Tengah tanggal 28 Mei 2014).

Dinding berfungsi sebagai pembatas ruang kegiatan agar kegiatan dapat dilakukan dengan aman dan terlindung. Dinding dapat juga berfungsi sebagai penahan beban merata dari atap, untuk selanjutnya diteruskan ke pondasi. Bahan dinding yang digunakan harus dapat menjamin kekuatan dan keawetannya (Dirjen Cipta Karya, 1994:32).

c. Jenis Lantai

Secara umum lantai hendaknya dibuat dengan permukaan kering, datar dan mudah untuk dibersihkan. Bahan penutup lantai adalah yang tidak menimbulkan kelembaban dan mudah dibersihkan. Jenis lantai di dalam surat Edaran Gubernur Jawa Tengah tanggal 28 Mei tahun 2014 ada 3 macam yaitu tanah, plester dan keramik.

d. Jenis pondasi

Pondasi merupakan struktur terbawah dari pembuatan sebuah bangunan, pengertian pondasi sendiri adalah suatu bagian dari konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai tempat bangunan (yang akan dibangun) dan meneruskan beban yang disalurkan dari struktur atas ke tanah dasar


(45)

settlement pada sistem strukturnya. Dalam penelitian ini jenis pondasi di bagi menjadi 3 jenis yaitu umpak/kayu, bata dan batu (Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah tanggal 28 Mei tahun 2014).

e. Lokasi kandang ternak

Lokasi kandang ternak yang baik yaitu kandang ternak yang berada jauh dari lokasi rumah yaitu berjarak >5 m (Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah tanggal 28 Mei tahun 2014).

f. Sumber air minum

Air minum adalah air yang digunakan untuk konsumsi manusia. Menurut Departemen Kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, tidak mengandung mikroorganisme yang berbahaya, dan tidak mengandung logam berat. Air minum adalah air yang melalui proses pengolahan ataupun tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung di minum (Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907 Tahun 2002). Sumber air minum dalam penelitian ini dibagi menjadi 3 yaitu dari belik, sumur gali dan artetis (Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah tanggal 28 Mei tahun 2014).

g. Sarana Sanitasi

Sarana sanitasi yang dimaksud meliputi sarana sanitasi, mandi, cuci, kakus (MCK). Penilaian MCK yang digunakan dalam penelitian ini adalah penyediaan 1 (satu) kamar mandi dan jamban didalam atau luar bangunan rumah (Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah tanggal 28 Mei tahun 2014).


(46)

2.3. Kondisi Sosial dan Ekonomi

Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:958), kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat. Berdasarkan konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang lain disekitarnya. Kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat. Berbeda dengan istilah ekonomi, yang berarti ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan) (KBBI, 1996:251).

Berdasarkan pengertian di atas dapat tarik kesimpulan bahwa sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan. Masalah sosial ekonomi merupakan masalah yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari suatu masyarakat, kondisi sosial ekonomi berarti keadaan yang berkaitan dengan masyarakat. Kondisi ini selalu mengalami perubahan melalui proses sosial dan interaksi sosial, interaksi sosial berarti proses hubungan dan saling mempengaruhi yang terjadi antar individu dengan individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan kelompok. Menurut Soehandono (2000:20), kondisi sosial ekonomi meliputi:

1. Kondisi rumah dan kepemilikan perabotan keluarga yang mempunyai kondisi rumah yang bagus dan kepemilikan barang-barang perabot yang banyak


(47)

jumlahnya dan lengkap dapat diketahui kondisi sosial ekonominya melalui: 1) luas lantai yang dihuni, 2) jenis dinding rumah, 3) jenis atap rumah, 4) jenis lantai, 5) fasilitas MCK atau WC, 6) fasilitas air bersih, 7) kepemilikan fasilitas duduk/meja kursi,

2. Kegiatan ekonomi dan penghasilan kegiatan ekonomi dan penghasilan dalam keluarga dapat diukur kondisi sosial ekonomi dengan indikator sebagai berikut: 1) jumlah anggota rumah tangga yang bekerja, 2) status pekerjaan dari yang paling menunjang, 3) jenis pekerjaan yang paling menunjang, 4) yang memiliki penghasilan terbesar yang dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari, 5) kepemilikan aset, 6) jumlah penghasilan perbulan, 7) ketergantungan terhadap pemberian atau kiriman, 8) mengalami kesulitan makan apabila anggota rumah tangga yang menunjang kehidupan sehari-hari tidak bekerja selama satu minggu, 9) jumlah anggota rumah tangga perempuan usia 15 tahun yang mencari pekerjaan,

3. Pangan merupakan suatu penentuan kondisi sosial ekonomi, kondisi sosial ekonomi dapat dilihat melalui kondisi pangan yang terdiri dari: 1) frekuensi makan dalam hari, 2) variasi konsumsi lauk pauk, 3) mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan makan dalam tiga bulan yang lalu,

4. Sandang merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting, indikator sosial ekonomi dapat diketahui dari kebutuhan sandang, sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan sandang meliputi: 1) kepemilikan 2 setel pakaian untuk berpergian, 2) setiap anggota rumah tangga mampu membeli satu setel pakaian dalam setahun, 3) dalam setahun lalu pernah mengalami kesulitan memenuhi


(48)

kebutuhan pakaian, 4) kebiasaan berobat jika ada anggota rumah tangga yang sakit, 5) pernah mengalami kesulitan dalam berobat jalan, 6) kepemilikan tabungan dalam bentuk uang atau barang,

5. Aktivitas sosial yaitu kondisi sosial ekonomi dapat diketahui melalui aktivitas sosial yang dilakukan seseorang dalam keluarga, meliputi: 1) menjadi atau pernah menjadi anggota atau pengurus uaha kelompok, 2) kehadiran dalam rapat RT atau desa dalam kaitan pembangunan desa (Soehandono, 2000:11-12).

Kondisi disini meliputi kondisi sosial dan kondisi ekonomi. Kondisi sosial antara lain yaitu: tempat lahir, umur, agama, status perkawinan, jumlah anak, pendidikan, kegiatan sosial, perilaku anggota keluarga dan kondisi kesehatan keluarga. Kondisi ekonomi meliputi: mata pencaharian, pendapatan, keadaan rumah, kondisi sarana yang ada di perumahan (keterjangkauan tempat kerja, jalan utama, pasar, tempat sekolah anak-anak, rumah sakit, tempat ibadah dan keadaan jalan). Pada landasan teori tidak semua kondisi dijelaskan hanya beberapa kondisi yang dianggap perlu untuk diketahui secara mendetail.

2.3.1 Kondisi Sosial

Kondisi sosial dalam penelitian ini meliputi: 1. Tingkat Pendidikan

Pendidikan berperan membantu manusia untuk memahami rahasia dan cara hidup dibalik kehidupan. Dengan pemahaman tersebut, manusia dididik untuk dapat memahami arti, hakikat, dan tujuan hidup dengan benar (Mulyasana 2011:2 dalam Purwitasari).


(49)

Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dari proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya pendidikan sekolah terdiri atas:

a. Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menegah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.

b. Pendidikan menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, yang terdiri atas pendidikan menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

c. Pendidikan tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Pendidikan tinggi ini diselenggarakan dengan sistem terbuka.


(50)

Pendidikan merupakan faktor yang penting, terutama berkaitan dengan kehidupan keluarga, yang berkaitan dengan fungsi. Peranan pendidikan dalam kehidupan masyarakat sebagai berikut:

a. Mengadakan transmisi kebudayaan ke generasi berikutnya, b. Mengajarkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat,

c. Mengadakan promosi mobilitas sosial ke tingkat yang lebih tinggi, d. Mengadakan sertifikasi,

e. Mengadakan latihan kerja,

f. Menciptakan hubungan sosial secara timbal balik,

g. Membangun jiwa nasional,

h. Menjaga atau memelihara anak-anak (Murdiyastuti, 1993:5 dalam Habibah, 2008).

Pada umumnya, tingkat pendidikan seseorang berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang diperoleh, di samping masa kerja dan potensi yang dimiliki. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi peluang kerja serta semakin tinggi pendapatan dan status sosialnya.

2. Jumlah Anggota Keluarga

Keluarga adalah satu kumpulan manusia yang dihubungkan melalui pertalian darah, perkawinan atau pengambilan anak angkat. Jumlah keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang ada di rumah atau tempat tinggal yang didiami.

Jumlah anggota keluarga adalah benyaknya orang yang basanya bertempat tinggal disuatu rumah tangga, baik yang berada di rumah waktu


(51)

pencacahan maupun sementara tidak ada. Anggota rumah tangga yang telah berpergian selama 6 bulan atau lebih dan anggota keluarga yang berpergian kurang dari 6 bulan tetapi dengan tujuan pindah atau akan meninggalkan rumah selama 6 bulan atau lebih tidak dianggap sebagai anggota keluarga. 2.3.2 Kondisi Ekonomi

Kondisi ekonomi dalam penelitian ini kondisi ekonomi meliputi:

1. Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan aktivitas manusia untuk memperoleh taraf hidup yang layak dimana antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya berbeda sesuai dengan taraf kemampuan penduduk dan keadaan demografinya (Daldjoeni, 1987: 89).

2. Pendapatan Keluarga

Pendapatan dapat diartikan sebagai hasil pencaharian atau perolehan usaha sesuatu yang dapat didapatkan yang sedianya belum ada (Purwodarminto, 1976:228).

Pendapatan keluarga adalah besarnya pendapatan atau penghasilan keluarga yang diterima suami, istri, dan anak (bila ada) baik pendapatan pokok maupun pendapatan tambahan yang diukur dari rata-rata rupiah pendapatan setiap bulan (dalam Widiyastuti, 2000:17).

3. Status kepemilikan tanah

Status kepemilikan tanah dalam penelitian ini menunjukkan hak-hak seseorang yang berkaitan dengan tanah, yaitu hak untuk menempati, menggunakan, untuk mengembangkan, mewarisi, dan untuk menntransfer


(52)

kepemilikan tanah. Status kepemilikan tanah dikelompokkan menjadi 3, yaitu sewa, turun temurun dan hak milik. Status kepemilikan tanah sewa diartikan sebagai tanah yang dibebankan biaya sewa yang harus dibayar atas penggunaan suatu tanah. Turun temurun artinya tanah diperoleh dari warisan keluarga, dan tanahnya belum hak milik. Status tanah hak milik merupakan tanah yang diperoleh dari hasil membeli sendiri atau merupakan warisan keluarga dan sudah menjadi hak milik.

2.4. Hubungan antara Kondisi Sosial dan Ekonomi terhadap Kualitas Perumahan

Hubungan antara kondisi sosial dan ekonomi dalam penelitian ini meliputi hubungan antara tingkat pendidikan kepala keluarga terhadap pendapatan rumah tangga, hubungan antara pendapatan rumah tangga terhadap kualitas perumahan, dan hubungan antara status kepemilikan tanah terhadap kualitas perumahan. 2.4.1 Hubungan antara Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga terhadap

Pendapatan Rumah Tangga

Tingkat pendidikan dalam penelitian ini diasumsikan memiliki hubungan terhadap pendapatan rumah tangga karena sesuai dengan yang dijelaskan Sagir (1989) dalam Tarigan (2006), bahwa sumber daya manusia mampu meningkatkan kualitas hidupnya melalui suatu proses pendidikan, latihan, dan pengembangan yang akan menjamin produktivitas kerja yang semakin meningkat, sehingga menjamin pula pendapatan yang cukup dan kesejahteraan hidupnya yang semakin meningkat. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan pendidikan


(53)

yang tinggi memungkinkan seseorang memiliki peluang untuk dapat menduduki jenjang atau jabatan atau pekerjaan yang lebih tinggi, sekaligus memiliki tingkat pendapatan yang tinggi.

Pendidikan diyakini sangat berpengaruh terhadap kecakapan tingkah laku dan sikap seseorang, dan hal ini semestinya terkait dengan pendapatan seseorang. Artinya secara rata-rata semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin memungkinkan orang tersebut untuk memperoleh pendapatan yang lebih tinggi. Pendidikan memang sangat diperlukan dan sangat berguna bagi anggota masyarakat. Pendidikan sebenarnya bukan hanya terkait dengan kemampuan utuk memperoleh tingkat pendapatan yang lebih baik akan tetapi juga berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang terkait dengan dengan kehidupan sehari-hari.

Maryadi (1999), juga menjelaskan dengan bermodalkan wawasan yang luas diharapkan dapat meningkatkan keperdulian terhadap pembangunan yang akhirnya akan meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap pembangunan. Pendidikan merupakan faktor penting dalam upaya membangun manusia. Salah satu tujuan pendidikan ialah mengubah tingkah laku manusia. Tingkah laku manusia sejalan dengan perubahan pengetahuan dan sikapnya. Mengubah sikap manusia merupakan pekerjaan yang sulit karena ada keunikan-keunikan di dalam diri setiap manusia. Tujuan pendidikan dalam pembangunan ialah mengubah atau

menghapus kebiasaan-kebiasaan yang menghambat pembangunan dan


(54)

Pembangunan yang menjadi hak setiap warga negara menjadi kewajiban pemerintah dan masyarakat sendiri untuk menjaga pelaksanaan pemenuhan hak-hak tersebut yang diwujudkan dalam pelaksanaan pendidikan, baik melalui jalur formal, nonformal, maupun informal. Pendidikan nasional yang diusung dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2003 adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Pendidikan nasional sendiri berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Penjabaran dari pendidikan nasional dalam satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.

2.4.2 Hubungan antara Pendapatan Rumah Tangga terhadap Kualitas Perumahan

Pendapatan rumah tangga dalam penelitian ini diasumsikan memiliki hubungan terhadap kualitas perumahan, sesuai dengan Kurniasih (2007) dalam Mayasari, menjelaskan terbatasnya kemampuan ekonomi penduduk untuk membeli atau membangun rumah sehingga untuk masyarakat yang berpenghasilan rendah tidak dapat memperoleh dan menikmati yang perumahan yang layak.


(55)

Selain itu menurut Turner (1971:166-168) dalam Panudju (1999), yang merujuk pada teori Maslow, terdapat kaitan antara kondisi ekonomi seseorang dengan skala prioritas kebutuhan hidup dan prioritas kebutuhan perumahan.

Faktor yang dibutuhkan dalam memenuhi standar rumah yang layak huni adalah dana yang sesuai. Hal itu menjadi kebutuhan awal setelah pengetahuan yang mereka peroleh dari suatu pendidikan akan informasi tentang rumah layak huni. Banyak orang atau keluarga berusaha memenuhi pembangunan rumah layak huni agar kehidupan mereka lebih layak meskipun masih sederhana. Usaha pembangunan yang kurang baik disebabkan oleh kurangnya dana untuk memenuhi pembangunan fasilitas tersebut. Kondisi yang masih belum lengkap ini memberikan penilaian bahwa masih ada kekurangan dalam pemenuhan rumah layak huni meskipun pada dasarnya mereka sudah mengusahakannya.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam membangun suatu rumah yaitu tingkat kemampuan ekonomi penduduk. Hal ini dimaksudkan rumah dibangun berdasarkan kemampuan keuangan penghuninya, sehingga bahan-bahan pokok pembuatan rumah berasal dari daerah setempat yang murah. Perlu dicatat bahwa mendirikan rumah adalah bukan sekedar berdiri pada saat itu saja, namun diperlukan pemeliharaan seterusnya.

2.4.3 Hubungan antara Status Kepemilikan Tanah terhadap Kualitas Perumahan

Status kepemilikan tanah dalam penelitian ini diasumsikan memiliki hubungan terhadap kualitas perumahan, sesuai dengan penelitian Atmaja (2004), yang menunjukkan bahwa status tanah mempunyai hubungan sedang dan positif.


(56)

Apabila terjadi peningkatan status tanah maka kondisi fisik rumah akan meningkat pula. Hal ini sejalan dengan pendapat Panudju (1999:10), tanpa jaminan adanya kejelasan tentang status pemilikan rumah dan lahannya, seseorang atau sebuah keluarga akan selalu tidak merasa aman sehingga mengurangi minat mereka untuk memperluas, memelihara atau meningkatkan kualitas rumahnya dengan baik. Berdasarkan teori tersebut disimpulkan bahwa dengan tanah yang statusnya hak milik dapat menjadi penunjang bagi seseorang atau keluarga untuk memiliki perumahan yang baik sehingga mereka akan mengupayakan pembangunan rumah yang sehat dan layak huni.

Tanah merupakan suatu yang amat penting dalam kehidupan manusia baik dilihat dari segi ekonomi, sosial maupun budaya. Manusia dalam kehidupannya selalu berhubugan dengan tanah, bahkan setelah manusia meninggal dunia sekalipun masih berkaitan dengan tanah. Segala aktivitas keseharian manusia pada umumnya dan sebagian terbesar dilakukan di atas tanah. Dilihat dari segi ekonomis, tanah mempunyai nilai ekonomis tinggi baik sebagai kebutuhan rumah tangga, tempat usaha, bahkan sudah menjadi komuditi investasi yang menggiurkan, dengan nilai jual semakin hari semakin tinggi. Tanah memiliki nilai ekonomis yang tinggi, sehingga memiliki kecenderungan menjadi objek sengketa. Banyak permasalahan yang timbul menyangkut dengan tanah terutama mengenai hak atas tanah. Permasalahan ini dapat menimbulkan gangguan bagi ketertiban umum, sebab tanah sudah dianggap sebagai harta yang sangat penting terkait dengan hajat hidup. Tanah sering memunculkan permasalahan dalam kedamaian dan sering pula menimbulkan goncangan dalam masyarakat, bahkan juga menjadi


(57)

penghambat dalam pelaksanaan pembangunan. Kaitannya dengan pembangunan status kepemilikan tanah dalam penelitian ini memberikan pengaruh terhadap kualitas perumahan.

2.5.Permasalahan Perumahan dan Permukiman di Indonesia

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, selain itu rumah juga memiliki peranan yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sehingga perlu dibina serta dikembangkan demi kelangsungan dan peningkatan kehidupan dan penghidupan masyarakat. Perumahan dan permukiman tidak hanya dilihat sebagai sarana kebutuhan kehidupan semata-mata, tetapi lebih dari itu merupakan proses bermukim manusia dalam

menciptakan ruang kehidupan untuk memasyarakatkan dirinya, dan

menampakkan jati diri. Pembangunan perumahan dan permukiman di Indonesia masih dihadapkan pada tiga permasalahan pokok yaitu keterbatasan penyediaan rumah, meningkatnya jumlah rumah tangga yang menempati rumah yang tidak layak huni dan tidak didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai, serta permukiman kumuh yang semakin meluas. Berdasarkan Renstra Kemenpera tahun 2010-2014, permasalahan pokok yang dihadapi dalam pembangunan perumahan dan permukiman adalah:

1. Keterbatasan penyediaan rumah

Pesatnya pertumbuhan penduduk dan rumah tangga menyebabkan kebutuhan akan perumahan baru semakin meningkat dari tahun ke tahun. Sementara itu, dari sisi penyediaan, jumlah rumah yang terbangun belum mampu memenuhi pertumbuhan itu sendiri. Sepanjang tahun 2010–2014,


(58)

menunjukkan masih terdapat selisih antara jumlah rumah dan kebutuhan akan rumah (backlog) sebesar 7,4 juta unit (Nugraheni, 2012 dalam Suhendi dan Syawie, http://puslit.kemsos.go.id, diakses 07 Desember 2014). Kondisi tersebut masih ditambah dengan adanya 7,9 juta unit rumah yang tidak dapat dihuni. Jumlah permukiman tidak layak huni tersebut sampai tahun 2014 tercatat sekitar 54 ribu hektar (http://www.tempo.co diakses 18 Desember 2014).

2. Peningkatan jumlah rumah tangga yang menempati rumah yang tidak layak huni dan tidak didukung oleh prasarana, sarana lingkungan dan utilitas umum yang memadai.

Pada tahun 2012-2013 jumlah rumah tangga yang tinggal di rumah tidak layak huni meningkat sebesar 0,13%, yaitu dari rumlah rumah tangga 63.300.932 meningkat menjadi 64.838.315 (http://kemenpera.go.id diakses pada 18 Desember 2014).

3. Permukiman kumuh yang semakin meluas

Tekanan kebutuhan pembangunan perumahan telah bergeser ke wilayah perkotaan sebagai dampak dari urbanisasi. Jumlah penduduk perkotaan sudah mencapai lebih dari 50% dari total penduduk nasional dengan konsentrasi pertumbuhan di kota-kota besar dan metropolitan. Luas lahan perkotaan yang terbatas tidak mampu menampung desakan pertumbuhan penduduk dan pada akhirnya kerap memunculkan permukiman yang tidak teratur, kumuh, dan tidak layak huni. Penanganan permukiman kumuh yang belum holistik menyebabkan kondisi kekumuhan tidak dapat diatasi bahkan cenderung


(59)

mengalami peningkatan luas. Jumlah rumah tangga kumuh pada tahun 2012-2013 meningkat sebanyak 0,12% (http://kemenpera.go.id diakses pada 18 Desember 2014).

Permasalahan pokok dalam pembangunan perumahan dan permukiman disebabkan oleh berbagai faktor sebagai berikut (Riska, 2010):

a. Regulasi dan kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung terciptanya iklim yang kondusif dalam pembangunan perumahan dan permukiman, b. Keterbatasan akses masyarakat berpenghasilan menengah-bawah terhadap

lahan,

c. Lemahnya kepastian bermukim (secure tenure),

d. Belum tersedia dana murah jangka panjang untuk meningkatkan akses dan daya beli masyarakat berpenghasilan menengah-bawah,

e. Belum efisien pasar primer dan belum berkembang pasar sekunder

perumahan,

f. Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan

dan permukiman,

g. Belum optimal pemanfaatan sumber daya perumahan dan permukiman.

2.6. Kajian Penelitian Sebelumnya

Peneliti menambahkan penelitian terdahulu sebagai pembanding, yang dilihat mulai dari judul penelitian, tujuan, variabel, metode, dan hasil penelitian. Hal ini bertujuan untuk memperluas kajian pustaka. Berikut uraian terkait dengan penelitian terdahulu tersaji pada Tabel 2.3.


(60)

45 Tabel 2.3 Daftar Kajian Penelitian Sebelumnya

No. Nama Judul Tujuan Variabel Metode Hasil

1 Aji M Darda Karakteristik

Permukiman Di Wilayah Pinggiran Kota Jakarta Tahun 1991-2007 dalam skripsi. 1. Untuk mengetahui karakteristik dan pola-pola permukiman di Kecamatan Ciputat yang mengalami gejala densifikasi. Permukiman teratur, permukiman tidak teratur, jaringan jalan, jumlah penduduk, kepadatan penduduk, perguruan tinggi, harga tanah. Metode analisis spasial

1. Perkembangan yang terjadi bersifat menyebar dengan karakteristik yang berbeda-beda. Permukiman teratur lebih

terkonsentrasi di wilayah yang jauh dari DKI Jakarta dan tidak terlalu dipengaruhi leh akses tetapi oleh harga tanah yang sangat rendah. Sedangkan pada permukiman tidak teratur lebih terkonsentrasi di wilayah yang dekat dengan DKI Jakarta dan tidak dipengaruhi oleh harga tanah melainkan dekat dengan akses yang mendekati DKI Jakarta dan juga fasilitas pendidikan seperti kampus.

2 Jajang Atmaja Hubungan

Faktor Sosial Ekonomi Dengan Kondisi Bangunan Rumah Tidak Sehat di 1. Untuk mengetahui kondisi fisik rumah tidak sehat dan keadaan sosial ekonomi masyarakat Kondisi fisik bangunan rumah sehat dan kondisi sosial ekonomi yang meliputi jenis Distribusi frekuensi, analisis regresi berganda

1. Sub variabel luas lantai, luas ventilasi dan jendela, penyinaran matahari, kenyamanan udara serta jenis pondasi yang dipakai belum sesuai dengan standar

minimal rumah sehat. 2. Untuk faktor sosial ekonomi


(61)

46 Kecamatan Lubuk Alung dalam jurnal. 2. Mengetahui hubungan kondisi fisik rumah tidak sehat dengan faktor-faktor sosial ekonomi dan faktor-faktor yang mempengaruh i kondisi fisik rumah tidak sehat 3. Mengetahui langkah-langkah apa yang akan dilakukan untuk meningkatkan kondisi fisik rumah tidak sehat. pekerjaan kepala rumah tangga, jumlah anggota keluarga, lama tinggal, status tanah, pengetahuan, pendapatan, pendidikan.

pekerja sebagai buruh 69,6%, lama tinggal < 20 tahun 57,3%, status tanah 68,2% menyewa, pengetahuan masyarakat tentang rumah sehat masih minim hanya 48% yang mengetahui persyaratn rumah sehat, pendapatan

masyarakat >Rp.500.000 79,8%, pendidikan tamatan SD sebanyak 51,7%, SLTP 9%, SLTA 10,1

dan tidak bersekolah 29%. 3. Faktor yang paling

mempengaruhi kondisi fisik rumah adalah pengetahuan masyarakat tentang persyaratan

kondisi fisik rumah sehat. Langkah yang dapat dilakukan

adalah usaha peningkatan kondisi fisik rumah dengan

memanfaatkan program KIM-PRASWIL melalui penyaluran bantuan bergulir dalam bentuk pinjaman komponen bahan bangunan.

3 Margareth

Mayasari Kualitas Permukiman Di Kecamatan 1. Untuk mengetahui karakteristik rumah tangga. Aspek sosial ekonomi meliputi pendidikan Skoring, analisis statistik deskritif, analisis

1. Terdapat perbedaan kualitas permukiman di daerah penelitian antara permukiman di bantaran sungai dan bukan di bantaran


(62)

47 Pasarkliwon Kota Surakarta dalam jurnal 2. Untuk mengetahui kualitas permukiman di bantaran sungai Bengawan Solo dan bukan bantaran sungai Bengawan Solo. 3. Untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh tehadap kualitas permukiman. anggota keluarga, pendapatan seluruh keluarga, jenis pekerjaan dan kualitas permukiman meliputi kondisi fisk permukiman, kondisi lingkungan permukiman. kuantitatif denagan tabel silang, chi kuadrat, koefisien kontingensi dan analisis kualitatif

sungai dengan berbagai faktor yang mempengaruhinya. Lingkungan yang berada di bukan bantaran sungai lebih baik dari pada lingkungan yang

berada di bantaran sungai. 2. Terdapat hubungan yang

signifikan antara kualitas

permukiman dengan pendapatan rumah tangga, semakin tinggi pendapatan semakin tinggi

kualitas permukiman. 3. Faktor yang paling berpengaruh

terhadap kualitas permukiman adalah pendapatan rumah tangga.

4 Yois Nelsari

Malau Analisis Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kawasan Kumuh Di 1. Mengetahui tingkat kekumuhan kawasan Teluk Nibung, 2. Mengetahui kondisi sosial Kepadatan hunian, kualitas bangunan, kualitas sarana prasarana Statistik non-parametrik dengan uji kesepakatan W. Kendal, uji regresi berganda

1. Tingkat kekumuhan kawasan

Teluk Nibung dilihat dari aspek kepadatan hunian sangat tinggi yaitu sebesar 39,8% dengan hunian 5-7 orang dalam satu rumah dengan kualitas bangunan rendah.


(1)

HUBUNGAN ANTARA STATUS KEPEMILIKAN TANAH TERHADAP

KUALITAS PERUMAHAN

1.

Hubungan antara Status Kepemilikan Tanah terhadap Kualitas Perumahan di

Dusun Kedungsari

Status Kepemilikan Tanah* Kualitas Perumahan Crosstabulation KP

Total

Buruk Sedang Baik

Skt Buruk Count 2 3 8 13

Expected Count 1.3 2.6 9.1 13.0

% within Skt 15.4% 23.1% 61.5% 100.0%

% within KP 100.0% 75.0% 57.1% 65.0%

% of Total 10.0% 15.0% 40.0% 65.0%

Baik Count 0 1 6 7

Expected Count .7 1.4 4.9 7.0

% within Skt .0% 14.3% 85.7% 100.0%

% within KP .0% 25.0% 42.9% 35.0%

% of Total .0% 5.0% 30.0% 35.0%

Total Count 2 4 14 20

Expected Count 2.0 4.0 14.0 20.0

% within Skt 10.0% 20.0% 70.0% 100.0%

% within KP 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 10.0% 20.0% 70.0% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 1.633a 2 .442

Likelihood Ratio 2.278 2 .320

N of Valid Cases 20

a. 5 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,70.

Symmetric Measures

Value Approx. Sig.

Nominal by Nominal Phi .286 .442

Cramer's V .286 .442

Contingency Coefficient .275 .442


(2)

2.

Hubungan antara Status Kepemilikan Tanah terhadap Kualitas Perumahan di

Dusun Salamsari

Status Kepemilikan Tanah* Kualitas Perumahan Crosstabulation KP

Total

Buruk Sedang Baik

Skt Buruk Count 10 6 25 41

Expected Count 6.7 4.6 29.7 41.0

% within Skt 24.4% 14.6% 61.0% 100.0%

% within KP 76.9% 66.7% 43.1% 51.2%

% of Total 12.5% 7.5% 31.2% 51.2%

Baik Count 3 3 33 39

Expected Count 6.3 4.4 28.3 39.0

% within Skt 7.7% 7.7% 84.6% 100.0%

% within KP 23.1% 33.3% 56.9% 48.8%

% of Total 3.8% 3.8% 41.2% 48.8%

Total Count 13 9 58 80

Expected Count 13.0 9.0 58.0 80.0

% within Skt 16.2% 11.2% 72.5% 100.0%

% within KP 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 16.2% 11.2% 72.5% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided)

Pearson Chi-Square 5.826a 2 .054

Likelihood Ratio 6.053 2 .048

Linear-by-Linear Association 5.624 1 .018

N of Valid Cases 80

a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,39. Symmetric Measures

Value

Asymp. Std.

Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Nominal by Nominal

Phi .270 .054

Cramer's V .270 .054

Contingency

Coefficient .261 .054

Interval by Interval

Pearson's R

.267 .101 2.445 .017c

Ordinal by Ordinal

Spearman Correlation .270 .102 2.473 .016c

N of Valid Cases 80

a. Not assuming the null hypothesis.


(3)

Lampiran 9

Uji Beda t-

test

1.

Uji Beda Kualitas Perumahan di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari

dengan menggunakan

Independent Samples Test

Group Statistics

Dusun N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

KP Kedungsari 20 2.60 .681 .152

Salamsari 80 2.56 .760 .085

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper KP Equal

variances assumed

.541 .464 .201 98 .841 .038 .186 -.332 .407

Equal variances not assumed

.215 31.965 .831 .038 .174 -.318 .393

2.

Uji Beda Tingkat Pendidikan Kepala Keluarga, Pendapatan Rumah Tangga,

dan Status Kepemilikan Tanah di Dusun Kedungsari dan Dusun Salamsari

dengan menggunakan

Independent Samples TesT

Group Statistics

Dusun N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

TP Kedungsari 20 2.10 .788 .176

Salamsari 80 2.15 .843 .094

PRT Kedungsari 20 2.05 .605 .135

Salamsari 80 2.25 .755 .084

ST Kedungsari 20 1.70 .979 .219


(4)

Independent Samples Test Levene's Test

for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed) Mean Difference Std. Error Difference 95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper TP Equal

variances assumed

1.283 .260 -.240 98 .811 -.050 .208 -.463 .363

Equal variances not assumed

-.250 30.832 .804 -.050 .200 -.458 .358

PRT Equal variances assumed

8.191 .005

-1.099 98 .275 -.200 .182 -.561 .161

Equal variances not assumed

-1.255 35.384 .218 -.200 .159 -.523 .123

ST Equal variances assumed

7.420 .008

-1.099 98 .274 -.275 .250 -.771 .221

Equal variances not assumed


(5)

Lampiran 10


(6)