selain itu, produk protein vacuolating cytotoxin A gene vacA yang kontak dengan epithelium diketahui terkait dengan cedera mukosa.
9
Perubahan kekebalan humoral selama hamil juga bisa menyebabkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi H. pylori pada kehamilan. Begitu kolonisasi mukosa lambung
terjadi, sifat-sifat immunogenik dari H. pylori memicu reaksi inflamasi yang menyebabkan manifestasi klinik dari infeksi. Proses ini diperantarai oleh faktor host, termasuk IL- 1, 2, 6,
8 dan 12, interferon gamma, TNF- α, limfosit T dan B serta sel-sel fagositik. Faktor ini
mengantarai cedera melalui pelepasan spesies oksigen reaktif dan cytokin inflamasi.
9
Selain menyebabkan cedera lokal mukosa lambung, H. pylori mengubah sekresi lambung normal. Banyak studi menunjukkan bahwa pasien yang terinfeksi H. pylori
mengalami peningkatan kadar gastrin serum, yang pada gilirannya menyebabkan peningkatan output asam. Kondisi ini menyebabkan atrophy sel-sel parietal yang
bertanggung jawab dalam memproduksi asam dan sel-sel yang memproduksi gastrin dari antrum yang menstimulasi sekresi asam dan akhirnya menghasilkan achlorhydria.
9
2.2.5. Manifestasi Klinik
Tidak didapati gejala klinis spesifik pada infeksi H. pylori. Pasien dapat mengeluhkan dispepsia, mual dan perasaan tidak nyaman dengan berbagai keluhan saluran
cerna bahkan sebagian besar orang tetap asimptomatik. Pada dasarnya semua orang dengan kolonisasi H. pylori mengalami inflamasi pada lambung dan pada individu tersebut akan
berkembang jadi penyakit seperti gastritis, ulkus peptikum, dyspepsia nonulcer, Gastroesophageal Reflux Disease,
adenokarsinoma atau limfoma.
9
Gastritis
Begitu terinfeksi
dengan H. pylori
, sebagian besar orang tetap asimptomatik. Sebagian orang yang terinfeksi bahkan bisa membersihkan infeksi dengan laju seroreversi,
umumnya dilaporkan berada dalam rentang 5 -10 , tidak diketahui apakah seroreversi ini spontan atau akibat dari pembasmian organisme dengan obat antibiotik yang digunakan
untuk mengobati kondisi lain. Akan tetapi, masa perjalanan penyakit yang umum pada pasien yang terinfeksi dimulai dengan gastritis superfisial kronis, yang akhirnya
berkembang menjadi gastritis atrofik. Perkembangan ini ternyata merupakan kejadian kunci dalam rangkaian seluler yang menyebabkan perkembangan karsinoma lambung.
9
Universitas Sumatera Utara
Ulkus Peptik
Hubungan antara
infeksi H. pylori
dan penyakit ulkus peptik telah banyak dikaji, dan sekarang telah diterima bahwa organisme ini merupakan penyebab utama, tetapi bukan
satu-satunya penyebab penyakit ulkus peptik di seluruh dunia. Pembasmian infeksi bisa mengubah masa perjalanan penyakit ulkus peptik dengan penurunan angka
kekambuhannya secara dramatis pada pasien yang diobati, dibandingkan dengan pasien yang tidak diobati. Penurunan ini terjadi pada pasien penderita ulkus duodenum dan ulkus
peptik yang tidak mempunyai riwayat penggunaan obat anti inflamasi nonsteroid. Mekanisme H. pylori memicu penyakit ulkus peptik masih kurang dipahami namun sangat
mungkin melibatkan kombinasi pemicuan genetik host, faktor virulensi organisme misalnya protein VacA dan CagA, kerusakan mekanik pada mukosa, dan perubahan
sekresi lambung dan duodenum.
9
Dyspepsia Nonulcer
Dyspepsia nonulcer terdiri dari gejala-gejala yang bervariasi, yang meliputi gejala- gejala dismotilitas, ulkus dan reflux. Banyak penyebab yang mungkin diajukan untuk
dyspepsia nonulcer, yang meliputi faktor gaya hidup, stres, perubahan sensasi visceral, peningkatan sensitivitas serotonin, perubahan sekresi asam lambung dan pengosongan
lambung serta infeksi H. pylori. Sebuah tinjauan baru-baru ini juga mengkaji peranan gangguan psikososial misalnya depresi dan ansietas pada pasien penderita dyspepsia
nonulcer. Dalam studi yang mengkaitkan infeksi H. pylori dengan dyspepsia nonulcer, bahwa pembasmian H. pylori menghasilkan perbaikan gejala-gejala dyspepsia nonulcer.
Akan tetapi pembasmian organisme tidak bisa dianggap merupakan standar perawatan pada semua pasien penderita dyspepsia nonulcer, karena infeksi H. pylori hanyalah
merupakan bagian tunggal dari etiologi multifaktor dari penyakit ini.
9
Gastroesophageal Reflux Disease GERD
Banyak perhatian terfokus pada hubungan yang mungkin antara infeksi H. pylori dan GERD dengan berbagai manifestasinya misalnya esophagitis. Beberapa peneliti
mengajukan adanya hubungan antara keberadaan H. pylori dan risiko esophagitis. Studi- studi juga menunjukkan bahwa strain tertentu dari H. pylori, terutama strain yang positif
CagA terhadap perkembangan esophagitis. Sebaliknya, studi lain yang menggunakan
temuan-temuan endoskopik, pengukuran pH dan histologi untuk menentukan keberadaan H. Pylori
, tidak menemukan hubungan antara GERD dengan infeksi H. pylori.
9
Universitas Sumatera Utara
Adenokarsinoma Lambung
Data yang ada menunjukkan peningkatan 90 kali lipat dalam angka kejadian karsinoma lambung pada pasien penderita gastritis atrofik multifokal berat dibandingkan
dengan kontrol normal. Mekanisme tumorgenesis ternyata melibatkan kerusakan DNA yang dipicu oleh cytokin yang berbeda-beda dan radikal bebas yang dilepaskan dalam
keadaan inflamasi kronis. Walaupun H. pylori terkait dengan perkembangan adenokarsinoma antrum dan corpus lambung, namun H. pylori jelas terkait dengan
Mucosa–Associated Lymphoid Tissue MALT. H. pylori menstimulasi infiltrasi
limfositik stroma mukosa, infiltrasi ini bisa bertindak sebagai fokus untuk perubahan seluler dan proliferasi, yang pada akhirnya menyebabkan perubahan neoplastik. Tampak
bahwa H. pylori juga menghasilkan protein yang menstimulasi pertumbuhan limfosit pada stadium dini neoplasia. Penelitian baru-baru ini menunjukkan pemeriksaan endoskopik
tidak ternilai harganya dalam mengidentifikasi grade lymphoma dan dalam memprediksi efikasi pengobatan infeksi H. pylori untuk memperoleh penyusutan lymphoma.
9
2.2.6. Penanganan