Ekstrak Akar Tuba Uji Pendahuluan

32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Ekstrak Akar Tuba

Tumbuhan yang digunakan adalah akar tuba yang telah diidentifikasi Herbarium Medanense Universitas Sumatera Utara, dengan nama lain [Derris ellipticaRoxb.]suku Papilionaceae . Hasil pemeriksaan makroskopik dari akar tuba ,tumbuhan ini berakar tunggang, jika di tumbuk, akarnya mengeluarkan cairan berwarna putih. Hasil mikoskopik terdapat jaringan gabus dan pembuluh kayu. Hasil perkolat dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator diperoleh ekstrak kental 70,55 gram. Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia menunjukkan adanya kandungan alkaloida, flavanoid, tanin dan saponin. Hasil karakteristik simplisia akar tuba yaitu penetapan kadar air 4,67, kadar sari yang larut dalam air 11,67, kadar sari yang larut dalam etanol 13,33, kadar abu total 9,16, kadar abu tidak larut asam 0,32 Hasil karakterisasi simplisia akar tuba dan skrining fitokimia dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2. Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia akar tuba No Parameter Hasil 1. Penetapan kadar air 4,67 2. Penetapan kadar sari larut dalam air 11,67 3. Penetapan kadar sari larut dalam etanol 13,33 4. Penetapan kadar abu total 9,16 5. Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam 0,32 Universitas Sumatera Utara 33 Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia akar tuba No Skrining Hasil 1 Alkaloida + 2 Flavanoida + 3 Glikosida - 4 Saponin + 5 Tanin + 6 SteroidTriterpenoid - Keterangan :+ =Mengandung golongan senyawa - = Tidak mengandung golongan senyawa

4.2 Uji Pendahuluan

Hasil uji pendahuluan pemberian ekstrak akar tuba dilakukan selama 7 hari dengan 2 kali pengulangan ditemukan adanya kematian ikan uji pada konsentrasi 1 ppm, 10 ppm, 100 ppm, 1000 ppm ditandai dengan gejala toksisitas yang dialami ikan uji. Perlakuan pertama pada uji pendahuluan yang dilakukan selama 7 hari terlihat bahwa adanya kematian pada ikan nila pada kelompok konsentrasi 1 ppm sebanyak 2 ekor, 10 ppm sebanyak 8 ekor, 100 ppm dan 1000 ppm mengalami kematian ikan nila sebanyak 10 ekor. Perlakuan kedua pada uji pendahuluan yang dilakukan selama 7 hari dilanjutkan dari penelitian sebelumnya terlihat ada perbedaan jumlah kematian ikan nila pada konsentrasi 1 ppm sebanyak 3 ekor ,10 ppm sebanyak 9 ekor, 100 ppm dan 1000 ppm sebanyak 10 ekor. Hal ini menunjukkanbahwa pemberianekstrakakar tuba pada sediaan uji dapat memberikan efektoksik pada hewan uji. Hasil uji pendahuluan terhadap kematian ikan nila perlakuan pertama dan kedua dapat dilihat pada Lampiran 11. Universitas Sumatera Utara 34 4.3Pengamatan JumlahKematian Ikan Nila Setelah dilakukan uji pendahuluan, maka dipilih 7 konsentrasi yang berbeda, yaitu : 0 ppm; 0,4 ppm; 2 ppm; 10 ppm; 50 ppm; 250 ppm; 1250 ppm. Ketujuh konsentrasi tersebut digunakan dalam penentuan LC 50 Dinnel, 1994. Hasil pengamatan kematian ikan nila dapat dilihat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3 Hasil persentase kematian ikan nila Konsentrasi ppm Kematian ikan nila ekor Rata-rata Percobaan I Percobaan II Percobaan III Kontrol - - - - 0,4 - - - - 2 1 2 1 13 10 5 5 6 53 50 8 7 8 76 250 10 10 10 100 1250 10 10 10 100 Berdasarkan Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa persentase kematian ikan nila selama perlakuan 7 hari dengan 3 kali pengulangan, akar tuba dapat menyebabkan kematian ikan nila mulai dari konsentrasi 2 ppm hingga konsentrasi 1250 ppm. Konsentrasi 1250 ppm mengakibatkan kematian ikan nila 100 selama percobaan, konsentrasi 250 ppm mengakibatkan kematian ikan nila 100 selama percobaan, konsentrasi 50 ppm mengakibatkan kematian ikan nila 76 pada rata-rata selama percobaan, konsentrasi 10 ppmmengakibatkan kematian ikan nila 53 pada rata-rata selama percobaan, dan konsentrasi 2 ppm mengakibatkan kematian ikan nila 13. Persentase mortalitas tertinggi terjadi pada konsentrasi 1250 ppm dan 250 ppm yang menyebabkan kematian ikan nila mencapai 100 selama percobaan. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi akar tuba semakin tinggi kematian ikan nila. Kematian ikan nila diduga disebabkan oleh Universitas Sumatera Utara 35 masuknya senyawa metabolit sekunder yang terkandung di dalam akar tuba berupa flavonoid yaitu rotenon. Menurut Lu 1995, yang menyatakan bahwa jalur masuknya senyawa toksik dalam tubuh hewan adalah melalui pori-pori kulit, saluran pencernaan, dan siphon sistem respirasi. Senyawa-senyawa toksik tersebut menyebabkan rusaknya sel-sel kulit, pencernaan dan penyerapan makanan tidak terjadi, sulit untuk bernapas, dan akhirnya mati Dinata, 2008. Efek toksik merupakan efek yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian Priyanto, 2009.

4.4 Penentuan Nilai LC