Ulasan Kritis Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang

E. Ulasan Kritis Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang

Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) memiliki tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa melalui perbaikan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan infrastruktur pedesaan. Penyelenggaraan program tersebut di Kecamatan Tengaran mampu meningkatkan akses masyarakat desa terhadap pemenuhan kebutuhan dasar berupa jalan desa yang sekaligus menjadi jalan usahatani, akan tetapi terdapat berbagai hal yang dapat disoroti anatara konsep pendekan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) terhadap masyarakat miskin menurut Departemen PU (2006), dengan penyelenggaraan di lapang.

Menurut Departemen PU (2006), Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) memiliki fokus utama kegiatan dalam program rehabilitasi dan peningkatan infrastruktur di perdesaan yang dilaksanakan dengan beberapa pendekatan pada masyarakat melalui:

1. Pemberdayaan Masyarakat, dengan menekankan partisipasi aktif masyarakat dalam seluruh aspek implementasi kegiatan.

2. Keberpihakan kepada yang miskin, hasil ditujukan kepada penduduk miskin.

3. Otonomi dan desentralisasi, artinya masyarakat memperoleh kepercayaan dan kesempatan yang luas dalam kegiatan.

4. Partisipatif, artinya masyarakat terlibat secara aktif dalam kegiatan.

5. Keswadayaan, artinya masyarakat menjadi faktor utama dalam keberhasilan pembangunan.

6. Keterpaduan program pembangunan, artinya program yang dilaksanakan memiliki sinergi dengan program pembangunan yang lain.

7. Penguatan Kapasitas Kelembagaan, dalam rangka mendorong sinergi

Berdasarkan Konsep tersebut, beberapa hal dalam penyelenggaraan Program Peningkatan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) secara keseluruhan di Kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang dapat dianalisis, antara lain:

1. Pemberdayaan masyarakat, yang menekankan pada partisipasi aktif masyarakat dalam seluruh aspek implementasi.

Kegiatan musyawarah Desa dan evaluasi hanya melibatkan masyarakat miskin keseluruhan secara tidak langsung melalui perwakilan masyarakat miskin, sehingga masyarakat miskin secara keseluruhan tidak mampu terlibat secara langsung menyumbang ide dan pengambilan keputusan mengenai persiapan dan pelaksanaan program. Menurut Slamet (1993), partisipasi didefinisikan sebagai keterlibatan dalam membuat keputusan dan melaksanakan keputusan itu. Keterlibatan aktif ada bila tujuan dan isinya secara nyata berasal dari orang-orang itu sendiri, dan orang-orang itu sendiri merasakan bahwa mereka mereka sedang bertingkah laku sebagai badan yang bebas.

Pelaksanaan teknis pembangunan juga harus dapat lebih menekankan kesempatan dan kemampuan masyarakat miskin dalam pengadaan seluruh material dan alat, serta pengendalian waktu dan volume kerja. Menurut Slamet (1993), strategi perencanaan pembangunan dari bawah ke atas (bottom upward planning) merupakan usaha memperbaiaki kesejahteraan baik secara materiil maupun non materiil yang lebih banyak bergantung pada setting lingkungan kehidupan masyarakat itu sendiri dengan usaha yang menjadikan masyarakat sebagai pusat dari segala perencanaan dan memperhitungkan hubungan antara persoalan-persoalan masyarakat dengan ekologinya.

Secara keseluruhan menurut Mardikanto (2010), pemberdayaan diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat (miskin, Secara keseluruhan menurut Mardikanto (2010), pemberdayaan diartikan sebagai upaya peningkatan kemampuan masyarakat (miskin,

2. Keberpihakan pada yang miskin. Program selanjutnya dapat lebih memperhatikan penetapan standar daerah tertinggal serta kriteria masyarakat miskin penerima program yang dapat terlibat dalam pelaksanaan teknis pembangunan, serta lebih memperhatikan seberaba besar manfaat program yang diterima masyarakat miskin. Menurut Beratha (1991), dalam pelaksanaan pembangunan perlu diperhatikan pemilihan obyek yang paling mendesak dalam arti bahwa kegiatan pembangunan yang dipilih adlah merupakan kegiatan awal yang dapat segera meringankan beban hidup masyarakat dengan tetap mempertimbangkan kemungkinan pemanfaatan potensi (resources) yang ada. Selain itu, menurut Departemen PU (2006) Program Peningkatan Infrastruktur Perdesaan merupakan program pembangunan yang berbasis pada masyarakat, yaitu sasaran dan penerima manfaat adalah masyarakat miskin yang ada di daerah pedesaan, orientasi kegiatan baik dalam proses maupun pemanfaatan, hasil ditujukan kepada penduduk miskin.

Berdasarkan teori diatas dalam pelaksanaan program pembangunan serupa perlu lebih memperhatikan sasaran desa penerima program. Progam sebaiknya diberikan pada desa yang jumlah penduduk miskinnya besar. Pemilihan desa harus menggunakan basis data dan kriteria yang sama antara pemerintah pusat dengan pemerintah kabupaten serta pelibatan warga masyarakat miskin dalam penyerapan tenaga kerja harus lebih diutamakan dalam program ini, sebagai suatu strategi pelaksanaan program.

3. Otonomi dan desentralisasi Masyarakat miskin harus benar-benar diberikan tanggung jawab penuh dalam penyelesaian program dalam jangka waktu program yang 3. Otonomi dan desentralisasi Masyarakat miskin harus benar-benar diberikan tanggung jawab penuh dalam penyelesaian program dalam jangka waktu program yang

Menurut Slamet (1993), pembangunan dengan pendekatan kemadirian (selfhelp) ialah pembangunan dimana masyarakat yang mengelola dan mengorganisasikan sumber-sumber local baik yang bersifat materiil, pikiran, maupun tenaga. Pemberian bantuan yang berasal dari pihak luar baik yang bersifat teknis maupun keuangan tetap dimungkinkan, tetapi jumlahnya terbatas, sumber-sumber lokal dimanfaatkan dan didayagunkan demi kepentingan pencapaian tujuan.

Kegiatan pendampingan harus lebih dioptimalkan berdasarkan tingkat kebutuhan masyarakat dengan tenaga pendamping yang memiliki keterampilan melakukan pendekatan sosial maupun kegiatan teknis di lapang. OMS sebagai “pelaksana program” yang dipilih dan dibentuk masyarakat harus mempertanggungjawabkan kualitas prasarana dan penggunaan dananya pada masyarakat luas melalui musyawarah desa / papan informasi. Fungsi musyawarah desa juga harus lebih ditekankan pada pengambilan keputusan oleh masyarakat sendiri.

4. Keterpaduan program Desa Regunung telah mendapatkan PNPM dan PANSIMAS selain PPIP, sedangkan untuk Desa Duren baru mendapatkan PPIP, akan tetapi hasil program hanya bertahan kurang lebih selama 2 tahun dan belum ada keberlanjutan pemeliharaan hasil infrastruktur program secara maksimal. Program pembangunan selanjutnya dapat mengambil pembelajaran dalam pelaksanaan sampai pemeliharaan harus tetap ada sinergi dan koordinasi, serta memperhatikan kesinambungan dengan program sebelumnya.

Menurut Beratha (1991), dalam rangka kegiatan-kegiatan serta

lainnya) memegang peranan penting untuk menjaga kelestarian dan pemanfaatan secara ekonomis. Suatu perencanaan yang disusun hendaknya memperhatikan keberlangsungan (cotinuitas) artinya kegiatan apa yang sudah, sedang dilakukan dan kegiatan-kegiatan apa pada saat berikutnya, serta dengan memperhatikan kemungkinan pemeliharaan kelestarian bagi bahan baku yang ada, agar terpelihara untuk penentuan dan penyusunan perencanaan bagi usaha-usaha pembangunan berikutnya. Sehingga pelaksanaan pembangunan prasarana, perlu memilih pola yang bisa menjamin kualitas dan fungsi prasarana secara berkelanjutan dengan waktu pelaksanaan pembangunan yang lebih panjang.