Aplikasi Etos Kerja dengan Perbuatan Manusia menurut Muhammadiyah

C. Aplikasi Etos Kerja dengan Perbuatan Manusia menurut Muhammadiyah

Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelakunya. Seseorang bekerja ada sesuatu yang hendak dicapainya dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya pada suatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan sebelumnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam diri manusia terdapat kebutuhan- kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan dipenuhinya.

Penerapan etos kerja dalam perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dibarengi dengan kerja yang dilandasi oleh ilmu. Keilmuan sehubungan dengan pengakuan atas berlaku efektifnya sunnatullah yang mungkin diketahui secara objektif (hukum keteraturan alam) dalam Islam, menimbulkan implikasi seperti yang timbul dalam dunia keilmuan pada umumnya, yaitu secara langsung atau tidak membuat orang yang mempelajari ilmu objektif itu, dalam bekerja lalu bersikap rasional, didukung ilmu pengetahuan dan teknologi bila diperlukan, Penerapan etos kerja dalam perbuatan yang dilakukan oleh seseorang dibarengi dengan kerja yang dilandasi oleh ilmu. Keilmuan sehubungan dengan pengakuan atas berlaku efektifnya sunnatullah yang mungkin diketahui secara objektif (hukum keteraturan alam) dalam Islam, menimbulkan implikasi seperti yang timbul dalam dunia keilmuan pada umumnya, yaitu secara langsung atau tidak membuat orang yang mempelajari ilmu objektif itu, dalam bekerja lalu bersikap rasional, didukung ilmu pengetahuan dan teknologi bila diperlukan,

dari sikap-sikap itu, 18 tentu saja ini berlaku bagi orang-orang yang memiliki etos kerja yang tinggi.

Penerapan etos kerja Muhammadiyah tergambar dalam surat al-Ma’un ayat 1-7:

Artinya: 1. Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? 2. Itulah orang yang menghardik anak yatim, 3. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. 4. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, 5. (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, 6. Orang-orang yang berbuat riya, 7. Dan enggan (menolong dengan) barang berguna.

Dalam ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah memerintahkan manusia untuk selalu melakukan amal shaleh, dengan adanya perintah seperti itu maka Muhammadiyah mendirikan amal-amal usaha untuk mewujudkan dan merealisasikan apa yang telah diperintahkan Allah tersebut. Oleh karena itu atas dasar kekuasan dan kehendak Tuhan maka Muhammadiyah mendirikan amal usahanya yang bergerak dalam berbagai bidang seperti, di bidang pendidikan mendirikan sekolah-sekolah, pesantren, dan lain-lain. Di bidang kesehatan

18 Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2004), h. 129 18 Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2004), h. 129

Ada tiga pilar kerja yang dapat di ambil dari surat al-Ma’un tersebut, yaitu pelayanan kesehatan, pendidikan dan pelayanan sosial. Tiga pilar kerja inilah yang membuat Muhammadiyah mampu bertahan hingga 100 tahun dengan memiliki ribuan sekolah, rumah sakit, panti asuhan, dan layanan kesejahteraan sosial lainnya. Ini merupakan bukti bahwa Muhammadiyah secara organisasi memiliki etos kerja yang tinggi, bekerja dan beramal untuk kesejahteraan umat.

Dalam buku Muhammadiyah antara Idealisme dan Pragmatisme karangan Mardjohan dikatakan bahwa Muhammadiyah perlu membudayakan kembali etos kerja, etika kerja dan estetika kerja. Dikatakan seperti itu karena belajar dari sejarah berhasilnya para pendahulu mengukir sejarah dan berada di depan sejarah bangsa, justru ditopang oleh etos kerja yang tak pernah mengenal lelah. Etos kerja yang diwariskan kepada Muhammadiyah generasi kini dapat diformulasikan dalam bahasa singkat padat, yaitu sedikit bicara dan banyak kerja dan dahulukan kewajiban ketimbang hak, utamakan substansi daripada asesori, hargai waktu Dalam buku Muhammadiyah antara Idealisme dan Pragmatisme karangan Mardjohan dikatakan bahwa Muhammadiyah perlu membudayakan kembali etos kerja, etika kerja dan estetika kerja. Dikatakan seperti itu karena belajar dari sejarah berhasilnya para pendahulu mengukir sejarah dan berada di depan sejarah bangsa, justru ditopang oleh etos kerja yang tak pernah mengenal lelah. Etos kerja yang diwariskan kepada Muhammadiyah generasi kini dapat diformulasikan dalam bahasa singkat padat, yaitu sedikit bicara dan banyak kerja dan dahulukan kewajiban ketimbang hak, utamakan substansi daripada asesori, hargai waktu

Sejak masa KH Ahmad Dahlan hingga sekarang, etos kerja Muhammadiyah terbilang konsisten, bahkan semakin meningkat sejalan dengan berkembang pesatnya amal usahanya yang terinspirasi dari surat al-Ma’un. Muhammadiyah bekerja dan mendirikan amal usahanya didasari oleh adanya tuntutan atau perintah dari al-Quran bukan atas dasar tuntutan dari lingkungan sekitar. Apapun yang dilakukan oleh Muhammadiyah semuanya adalah untuk amal, kalau tidak ada amalnya atau tidak bermanfaat bagi orang lain maka perbuatan itu tidak akan dikerjakan.

Falsafah yang sangat penting sebaimana yang telah disebutkan juga diatas adalah ruh al-Ma`un yang secara berulang-ulang disampaikan KH. Ahmad Dahlan kepada santri-santrinya. Pendusta agama adalah orang-orang yang shalat namun tidak berpihak dan peduli kepada orang miskin dan menelantarkan anak yatim. Falsafah al-Ma`un ini sangat sentral dalam teologi Muhammadiyah. Falsafah yang terakhir ini memiliki kaitan erat dengan etos kerja dan kewirausahaan. Artinya, kerja keras warga Muhammadiyah dimaksudkan untuk menghasilkan surplus atau pendapatan dan kekayaan. Surplus itu ditujukan untuk melahirkan kebajikan berupa pemihakan, pelayanan dan pemberdayaan atas orang-orang miskin dan tertindas. 20

19 Marjohan, Muhammadiyah antara Idealisme dan Pragmatisme, (Pasaman Sumatera Barat: Mita Luhur Pasaman, 2003), h. 89

20 Zakiyuddin Baidhawy, Muhammadiyah Abad Kedua dan Anomali Gerakan Tajdid, Anomali-Gerakan-Tajdid-Muhammadiyah1.pdf

Aplikasi etos kerja dapat dilihat dari kepribadian orang-orang Muhammadiyah adalah:

1. Kebaikan pribadinya dapat dilihat, dirasakan dan diteladani masyarakat, sifat- sifatnya tawaddu’ dan terpuji.

2. Berani memulai, mengadakan perubahan yang baru walaupun bertentangan dengan teradisi masyarakat.

3. Memiliki keberanian dan semangat berdakwah yang luar biasa dan sulit ditandingi, berani mengatakan yang batil tetap batil dan yang haq tetap haq serta berjuang menjauhi kebatilan dan istiqomah dalam menegakkan kebenaran.

4. Ikhlas dalam beribadah dan berkorban sampai menyentuh hati orang-orang di sekelilingnya. Banyak orang ikut berjuang dan berkorban.

5. Sedikit bicara, banyak bekerja. Tidak banyak wacana, yang penting bekerja dan beramal.

6. Menerjemahkan ayat Al-Qur’an dan Hadits ke dalam tindakan nyata dan diatur dalam organisasi.

7. Disegani dan sangat dekat dengan masyarakat elite dan masyarakat bawah khususnya masyarakat Muhammadiyah tingkat bawah. 21

Muhammadiyah bekerja tanpa pamrih dan tidak suka membahas hal-hal yang tidak berhubungan dengan amalan. Semua kadernya sudah didik untuk selalu menolong orang lain dan beramal sesuai dengan tuntunan al-Quran dan hadis, itulah yang menjadi ciri khas dari Muhammadiyah “bekerja sambil

21 http:// Anhar Anshori, Data Muhammadiyah/Jalan Hidupku, Kepribadian Muhammadiyah.htm. di Post oleh Muhammad Aziz, 2011.

beramal” serta “hidupilah Muhammadiyah tapi jangan mencari hidup di Muhammadiyah”.

Dilihat dari perkembangan amal usaha Muhammadiyah yang begitu pesat dari tahun ketahun, itu sudah membuktikan bahwa etos kerja yang ia miliki sangat tinggi dan di aplikasikan dalam bentuk perbuatan. Sehingga organsisasi ini memiliki ciri khas tersendiri dan bisa dikatakan perbuatan yang dikerjakan oleh orang-orang Muhammadiyah adalah atas ikhtiar manusia dan perbuatan yang dilakukan tersebut merupakan ciptaan Tuhan. Penerapan etos kerja Muhammadiyah yang memiliki etos kerja yang tinggi yang terbukti dari perkembangan amal usahanya yang terus berkembang membuktikan bahwa perbuatan tersebut didasarkan atas kehendak mutlak Tuhan yang menginginkan hal itu terjadi, kalau bukan atas kehendakNya maka tidak akan terwujud suatu perbuatan yang menolong orang banyak untuk mencapai suatu kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat.