ABSTRAK Skripsi ini berjudul “Perbuatan Manusia menurut Pemikiran

PERBUATAN MANUSIA MENURUT PEMIKIRAN MUHAMMADIYAH DAN KAITANNYA DENGAN ETOS KERJA SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I) pada Jurusan Aqidah Filsafat

Oleh :

SILMI NOVITA NURMAN Bp: 510. 010 JURUSAN AQIDAH FILSAFAT FAKULTAS USHULUDDIN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI ( IAIN ) IMAM BONJOL PADANG 1435 H / 2014 M

ABSTRAK

Skripsi ini berjudul “Perbuatan Manusia menurut Pemikiran

Muhammadiyah dan kaitannya dengan Etos Kerja” disusun oleh Silmi Novita

Nurman Bp 510 010 Jurusan Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang, 2014.

Skripsi ini dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan pendapat yang terjadi antara tokoh Muhammadiyah dengan Himpunan Putusan Tarjih tentang perbuatan manusia serta etos kerja Muhammadiyah. Dari hipotesa awal, penulis melihat perbuatan manusia dalam Himpunan Putusan Majelis Tarjih cenderung pada aliran Asy’ariyah sedangkan menurut para tokoh berpendapat cenderung pada aliran Muktazilah, jadi kurang sinkron antara keduanya, sedangkan yang menyetujui Putusan Tarjih tersebut adalah para tokoh-tokohnya serta penulis melihat etos kerja Muhammadiyah yang tinggi, jadi tidak sejalan dengan corak perbuatan manusianya yang tradisional.

Rumusan masalah yang penulis buat adalah “bagaimana perbuatan manusia menurut Muhammadiyah dan kaitannya dengan etos kerja?” dengan batasan masalah adalah perbuatan manusia, hubungan perbuatan manusia dengan etos kerja serta aplikasi etos kerja dengan perbuatan manusia menurut pemikiran Muhammadiyah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan tentang perbuatan manusia, hubungan perbuatan manusia dengan etos kerja serta aplikasi etos kerja dalam perbuatan manusia menurut pemikiran Muhammadiyah.

Jenis penelitian ini adalah kepustakaan (library research), adapun yang menjadi sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu sumber data primer yaitu Himpunan Putusan Majelis Tarjih dan sumber data sekunder adalah buku-buku yang berkaitan dengan Muhammadiyah.

Hasil penelitian menggambarkan bahwa perbuatan manusia menurut Muhammadiyah cenderung kepada aliran Asy’ariyah karena perbuatan manusia tidak bersifat efektif perbuatan yang terwujud tergantung kepada kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, manusia tidak memiliki peran penting dalam perbuatannya karena yang berperan penting adalah Tuhan. Hubungan perbuatan manusia dengan etos kerja menurut Muhamadiyah adalah tidak memiliki hubungan dan bisa dikatakan bahwa perbuatan manusia menurut Muhammadiyah bersifat tradisional sedangkan etos kerjanya bersifat rasional karena Muhammadiyah memiliki etos kerja yang tinggi. Aplikatif etos kerja dengan perbuatan manusia menurut Muhammadiyah adalah Muhammadiyah memiliki banyak amal usaha yang tersebar diseluruh Indonesia bahkan juga berkembang di luar negeri, ini merupakan suatu bentuk aplikasi dari etos kerja Muhammadiyah sehingga dari perkembangan amal usaha Muhammadiyah yang begitu pesat menggambarkan etos kerja Muhammadiyah sangat tinggi serta spirit yang bagus meskipun perbuatan manusianya cenderung pada teologi tradisional yang dilandasi oleh kehendak mutlak Tuhan.

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah serta kasih sayang-Nya kepada kita semua khususnya kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik sesuai dengan jadwal. Salawat serta salam untuk Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan ajaran agama Islam kepada umatnya sebagai hidayah untuk dapat menjamin kehidupan di dunia dan akhirat.

Skripsi ini berjudul “Perbuatan Manusia menurut Pemikiran

Muhammadiyah dan kaitannya dengan Etos Kerja”, yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapat gelar Sarjana Theologi Islam (S.Th.I ) pada Jurusan Akidah Filsafat Fakultas Ushuluddin IAIN Imam Bonjol Padang.

Terima kasih yang tak terhingga penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah turut membantu berupa sumbangan pikiran, ide, bimbingan, serta motivasi yang sangat berarti kepada penulis dan semoga amal kebaikannya dibalas oleh Allah SWT, yaitu kepada yang terhormat :

1. Bapak Dr. Ikhwan, SH, M.Ag selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan bapak Dr. Zaim Rais, M.A selaku Pembantu Dekan I, Ibu Dra. Ermagusti, M.Ag selaku Pembantu Dekan II, dan Bapak Muslim, M.Ag selaku Pembantu Dekan III, bapak ibu dosen serta karyawan Fakultas Ushuluddin yang telah memberikan bantuan prosedural selama masa penulisan skripsi ini.

2. Bapak Efendi, M.Ag dan Bapak Amril, M.Ag selaku ketua dan sekretaris Jurusan Aqidah Filsafat dan bapak Elfi Tajuddin, M. Hum dengan segala 2. Bapak Efendi, M.Ag dan Bapak Amril, M.Ag selaku ketua dan sekretaris Jurusan Aqidah Filsafat dan bapak Elfi Tajuddin, M. Hum dengan segala

3. Bapak Prof. Dr. Sirajuddin Zar, MA selaku pembimbing I dan Bapak Drs. Syafrial N, M.Ag sebagai Pembimbing II dan tak tertinggal kepada dosen penasehat akademik penulis yaitu bapak Prof. Dr. H. Rusydi AM, Lc, M.Ag yang telah meluangkan waktunya memberikan bimbingan, nasehat, dan petunjuknya dalam penulisan skripsi ini.

4. Kepada kedua orangtuaku, ayahanda Amril Nurman, S. Pd dan ibunda Ernita Z, S. Pd beliaulah sumber inspirasi terbesar di dalam hidup penulis, terimakasih atas doa dari kakanda Khairia Nurman, S. Kep dan adik- adikku Januar Three Nurman, Oksa Putra Nurman, Jumatul Rizki, dan Aidil Rizki yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.

5. Buat teman-teman seperjuangan Akidah Filsafat Bp 2010 yang bersama- sama berjuang. Terima kasih juga untuk Rahma, Anis, Imel, kakanda dan adinda di cost violet, teman-teman di IMMAPAR (Ikatan Mahasiswa Piaman Raya) serta immawan/i IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah) terima kasih atas dukungan serta motivasinya.

Padang, Februari 2014 Penulis

Silmi Novita Nurman 510.010

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perbuatan manusia merupakan salah satu kajian yang sangat krusial dalam teologi Islam terutama di kalangan mutakallimin karena terdapat pemikiran yang berbeda-beda dalam memahaminya. Perbedaan tersebut sesuai dengan sudut pandang mereka masing-masing yang secara prinsipnya mereka tidak keluar dari ajaran al-Quran karena perbuatan manusia merupakan cabang (furu’) bukan pokok (ushul).

Pembahasan tentang perbuatan manusia adalah apakah manusia bebas berbuat atau adanya keterpaksaan terhadap perbuatan yang dilakukan oleh manusia itu sendiri. Selain itu, perbuatan manusia juga berkaitan dengan kebebasan yang telah diberikan Allah kepada manusia yaitu apakah manusia menciptakan perbuatannya sendiri, ataukah perbuatan tersebut diciptakan Tuhan dalam dirinya. Selanjutnya, tentang daya dan kehendak dalam berbuat siapa yang melakukan perbuatan, apakah daya dan kehendak manusia atau daya dan kehendak Tuhan. Kemudian perbuatan yang tewujud apakah perbuatan manusia ataukah perbuatan Tuhan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut menjadi bahan kajian oleh para teolog Islam klasik dan menjadi objek kajian para peneliti setelahnya.

Aliran-aliran teologi Islam klasik terpecah dalam dua kelompok, yang masing-masing dilandasi oleh dua paham yang berkembang sebelumnya, yaitu

1 paham Qadariyah 2 dan Jabariyah. Menurut paham Jabariyah mengatakan bahwa

1 Qadariyah berasal dari bahasa Arab qadara berarti kemampuan dan kekuatan. Qadariyah adalah suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan

artinya tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, berbuat sesuatu atau

Allah-lah yang menciptakan semua perbuatan manusia. Manusia tidak mempunyai kekuasaan sedikitpun, ia tidak mempunyai daya dan kemauan, ia

terpaksa dalam semua perbuatannya. 3 Sebab, Tuhan telah mentakdirkan perbuatan manusia sejak azal. Pada hakikatnya, manusia itu tidak memiliki kehendak atau

iradah dan kemampuan (qudrah). Manusia seperti debu yang diterbangkan oleh angin, manusia dipaksa (majbur) oleh Tuhan. 4 Jadi, perbuatan manusia diciptakan

oleh Tuhan seperti Tuhan menciptakan perbuatan pada benda mati contohnya, api membakar, bumi bergerak dan berputar, terjadinya siang dan malam dan lain-lain. Termasuk juga pahala dan balasan adalah kehendak mutlak Tuhan dan bukan-lah karena amal. Maka, kewajiban atau taklif yang di bebankan kepada manusia menjadi terpaksa juga.

Aliran Qadariyah menyatakan bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Baik buruk itu ditentukan oleh manusia. Manusia itu sendirilah yang melakukan perbuatan baik

atas kehendak dan kekuasaannya sendiri. 5 Dalam artian bahwa Tuhan tidak mempunyai wewenang terhadap perbuatan-perbuatan yang dilakukan oleh manusia karena kemauan dan kudrat Allah sama sekali tidak mempengaruhi

meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Aliran ini dimunculkan petama kali oleh Ma’bad al- Jauhani dan Ghailan ad-Dimasyqy yang muncul pada sebelum pertengahan abad ke delapan masehi. Lihat, Abdul Rozak, dkk, Ilmu Kalam, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 70

2 Jabariyah berasal dari kata jabara berarti memaksa. Jabariyah adalah suatu paham bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari semula oleh qadha dan qadar Tuhan. berkembang

pada masa Bani Umayyah yang diperkenalkan pertama kali oleh Ja’d bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan. Lihat, Rosihan Anwar, dkk, Kamus Istilah Teologi Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), h. 77

3 Ibid. , h. 55 4 Abdul Aziz Dahlan, Teologi dan Akidah dalam Islam, (Padang: IAIN IB Press, 2001), h.

37 5 Sirajuddin Zar, Teologi Islam: Aliran dan Ajarannya, (Padang: IAIN IB Press, 2003),

h. 53 h. 53

diciptakan Tuhan adalah daya dan manusia mempergunakan daya tersebut dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Seperti dikutip oleh ‘Abd al-Jabbar, salah seorang tokoh Muktazilah, bahwa perbuatan manusia tidak diciptakan pada

diri mereka, tetapi manusia-lah yang mewujudkan perbuatannya” 7 . Jadi, setelah Tuhan menciptakan daya untuk manusia maka Tuhan tidak

lagi campur tangan di dalamnya karena manusia diberi kebebasan dan wewenang untuk menggunakan daya dalam menciptakan perbuatannya baik untuk kebaikan maupun untuk keburukan, dengan kata lain tergantung kepada manusia itu sendiri dan tanggung jawab manusia sepenuhnya dan tidak ada hubungannya dengan Tuhan.

Manusia menurut Muktazilah melakukan dan menciptakan perbuatannya sendiri. Manusia benar-benar bebas untuk menentukan pilihan perbuatannya, baik atau buruk. Tuhan hanya menyuruh dan menghendaki yang baik, bukan yang buruk. Adapaun yang disuruh Tuhan pastilah baik dan apa yang dilarang-Nya

6 Muktazilah berasal dari i’tazala berarti berpisah atau memisahkan diri. Ada dua golongan tentang kemunculan aliran ini. Golongan pertama, muncul sebagai respon politik murni,

golongan ini sebagai kaum netral politik, bersikap lunak dalam menengahi pertentangan dengan Ali bin Abi Thalib dengan Muawiyah dan menjauhkan diri dari pertikaian masalah khilafah. Golongan kedua, muncul sebagai respon teologis yang berkembang dikalangan Khawarij dan Murji’ah karena peristiwa tahkim. Kemunculan golongan ini dikarenakan mereka berbeda pendapat dengan golongan Khawarij dan Murjiah tentang pemberian kafir kepada orang yang berbuat dosa besar. Lihat, Rosihan Anwar, op. cit., h. 125. Sedangkan sebagai aliran teologi muncul ketika Wasil bin Atha’ memisahkan diri dari majelis gurunya hasan basri karena perbedaan pendapat dalam masalah posisi mukmin yang mengerjakan dosa besar. Lihat, Arbiyah Lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbandingan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), h. 28

7 Arbiyah Lubis, loc. cit 7 Arbiyah Lubis, loc. cit

dari perbuatan manusia selama di dunia, apabila selama di dunia berbuat baik maka surga balasannya tapi apabila berbuat jahat maka neraka-lah ganjarannya karena sesuai dengan janji Allah bahwa setiap melakukan kebaikan akan dibalas juga dengan kebaikan (surga) dan sebaliknya, setiap melakukan kejahatan maka akan dibalas juga dengan kejahatan (neraka). Ini sejalan dengan konsep keadilan Tuhan karena manusia berbuat atas kemauan sendiri tanpa ada paksaan. Sebagaimana firman Alah:

Artinya: “Sebagai balasan bagi mereka, atas apa yang mereka kerjakan”, (Qs. Al-Sajdah (32) ayat 17 ).

Wasil bin Atha’ pendiri Muktazilah mengatakan bahwa Tuhan bersifat bijaksana dan adil. Ia tak dapat berbuat jahat dan bersifat zalim. Tidak mungkin Tuhan mengehendaki supaya manusia berbuat hal-hal yang bertentangan dengan perintah-Nya. Dengan demikian, manusia sendirilah yang mewujudkan perbuatan baik atau jahatnya, iman dan kufur-nya, kepatuhan dan ketidak patuhannya kepada

Tuhan. 9 Selain itu, Abu al-Husain al-Khayyat (w. 300 H) dan Summah Ibn Asyras (w. 213 H) juga berpendapat bahwa daya berbuat bagi manusia terdapat dalam

tubuh manusia sendiri, yaitu tubuh yang baik lagi sehat dan tidak mempunyai

8 Abdul Rozak, op. cit., h. 84 9 Harun Nasution, Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:

Universitas Indonesia, 1986), h. 45 Universitas Indonesia, 1986), h. 45

Asy’ariyah sebagai aliran teologi Islam tradisional berpendapat bahwa perbuatan manusia diciptakan Allah, sedangkan daya manusia tidak mempunyai efek untuk mewujudkannya. Allah menciptakan perbuatan untuk manusia dan

menciptakan pula pada diri manusia daya untuk melahirkan perbuatan tersebut. 11 Jadi, perbuatan manusia adalah ciptaan Allah dan merupakan kasb 12 (perolehan) daya bagi manusia setiap akan melakukan perbuatan. Argumen yang diajukan oleh Asy’ariyah untuk membela keyakinannya adalah firman Allah:

Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu” ,( Qs. As-Shaffat (37) ayat 96).

Wa ma ta’malun , pada ayat di atas diartikan al-Asy’ari dengan apa yang kamu perbuat dan bukan apa yang kamu buat. Dengan demikian, ayat ini mengandung arti Alah menciptakan kamu dan perbuatan-perbuatanmu. Dengan kata lain dalam paham Asy’ari yang mewujudkan kasb atau perbuatan manusia

sebenarnya adalah Tuhan itu sendiri. 13 Perbedaan pendapat tentang perbuatan manusia ini, juga menjadi

pembahasan bagi organisasi-organisasi Islam di Indonesia seperti organisasi

10 Ibid. , h. 52 11 Abdul Rozak, op. cit., h. 165

12 Kasb adalah istilah yang dimunculkan oleh al-Asy’ari yang berkaitan dengan perbuatan manusia, apakah manusia sendiri yang menciptakannya atau Allah. Kasb yang dimaksud adalah

sejalannya qudrat atau daya dan kehendak manusia dengan perbuatan Allah. Maksudnya, apabila seseorang hendak mewujudkan suatu perbuatan , pada saat itu juga Allah menciptakan daya padanya.

mendapat kewajiban untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Lihat, Rosihan Anwar, op. cit., h. 94 13 Abdul Rozak, op. cit., h. 165

Dengan adanya

kasb

inilah

manusia

Muhammadiyah. Organisasi ini didirikan pada 18 November 1912 M/ 8 Zulhijjah 1330 H di Yogyakarta oleh K. H. Ahmad Dahlan (1868-1923). 14 Organisasi ini

muncul dilatar belakangi oleh taklid yang begitu membudaya dalam masyarakat Islam serta khurafat dan syirik telah bercampur dengan akidah sehingga kemurnian akidah sudah tidak tampak lagi, bid’ah yang terdapat pada pengamalan

ibadah, 15 dan lain-lain. Pada dasarnya organisasi ini bergerak dibidang pembaharuan atau tajdid yang menyandarkan pemikirannya pada rasio, artinya

dalam segi pembaharuan (tajdid), Muhammadiyah bisa dikategorikan sebagai kaum rasional. Dalam teologi Islam yang dikenal sebagai kaum rasional diantaranya adalah aliran Muktazilah dan Maturidiah Samarkand.

Muhammadiyah sendiri tidak menjelaskan secara konkrit bagaimana corak dari teologi yang mereka pakai apalagi tentang bagaimana corak dari perbuatan manusia menurut pemahaman mereka bahkan di antara tokoh-tokoh Muhammadiyah sendiri terjadi perbedaan pendapat tentang perbuatan manusia ini. Tokoh-tokoh dari Muhammadiyah itu seperti K. H. Mas Mansur (1937-1944), berpendapat bahwa kehendak manusia sebenarnya adalah kehendak Tuhan dan apapun yang dilakukan manusia semuanya merupakan refleksi dari kehendak

Tuhan 16 bahkan perbuatan yang kelihatannya merupakan perbuatan manusia, tetapi sebenarnya ia adalah perbuatan Allah. 17 Artinya, segala perbuatan yang dilakukan oleh manusia adalah kemauan Tuhan, adanya campur tangan Tuhan

14 Syahrin Harahap, dkk, Ensiklopedia Akidah Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 400 15 Sirajuddin Zar, Muhammadiyah di Indonesia 1959-1966: Perkembangan Pemikiran Keagamaan serta Perannya dalam Gerakan Sosial dan Politiknya , (Padang: IAIN IB-Press, 2000), h. 23

16 Syakirman M. Noor, Pemikiran Pembaharuan Muhamadiyah: Refleksi Konseptual Aspek Teologi, Syariah dan Akhlak , (Padang: Baitul Hikmah Press, 2001), h. 55

17 Arbiyah Lubis, op. cit, h. 47 17 Arbiyah Lubis, op. cit, h. 47

Artinya: “Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah- lah yang melempar”, ( Qs al-Anfal (8) ayat 17).

Berbeda dengan pendapat di atas, H. A. Malik Ahmad mengatakan bahwa manusia bebas untuk melakukan perbuatan yang dipilihnya, sebab tanpa demikian tidak ada artinya undang-undang yang diciptakan Tuhan, sekaligus batal pula arti pahala dan dosa yang ditetapkan Tuhan. 18 Menurutnya, manusia sejak lahir telah dibekali dengan akal dan daya sebagai alat untuk memilih perbuatannya. 19 Dalam

arti kata bahwa daya diciptakan Allah bersamaan saat manusia itu diciptakan, jadi setelah besar ia bebas memilih terhadap perbuatan yang akan dilakukannya karena ia sudah dibekali daya dan akal untuk berpikir serta dapat memilah mana perbuatan yang baik dan jahat.

Hamka (1908-1981) sebagai tokoh Muhammadiyah hampir sama pendapatnya dengan H. A. Malik Ahmad, ia mengatakan bahwa Tuhan dalam mengatur alam yang maha luas ini menciptakan berbagai peraturan ataupun undang-undang yang dikenal dengan Sunnah Allah. Kodrat dan iradat Allah sebagai gambaran kekuasaan mutlak-Nya, terwujud melalui sunnah Allah tersebut. Manusia dengan akal yang diberikan kepadanya, diberi kebebasan untuk memilih sunnah Allah yang dikehendakinya, akan tetapi kebebasan itu tidak bersifat mutlak, melainkan kebebasan yang berada dalam lingkup sunnah Allah

18 Syakirman M. Noor , op. cit, h. 56 19 Arbiyah Lubis, op. cit., h. 46 18 Syakirman M. Noor , op. cit, h. 56 19 Arbiyah Lubis, op. cit., h. 46

Artinya: “Sesungguhnya kami telah memberikan kepadanya jalan. Kadang- kadang dia bersyukur dan kadang-kadang dia kafir”, ( Qs. al –Darh (76) ayat 3).

AR. Sutan Mansur Pimpinan Pusat Muhammadiyah tahun (1952-1959), sebagaimana yang dikatakan oleh Abdul Aziz Dahlan berpandagan bahwa manusia tidak seperti debu, kapas, wayang atau robot. 21 Artinya manusia memiliki

kebebasan untuk berbuat dan berkehendak. Dari pendapat-pendapat tokoh Muhammadiyah di atas terlihat bahwa ditubuh Muhammadiyah sendiri terdapat cara pandang yang berbeda tentang

perbuatan manusia. Dalam Himpunan Putusan Majelis Tarjih 22 Muhammadiyah dinyatakan bahwa perbuatan manusia ditilik dari segi kuasanya dinamakan hasil

usaha sendiri, tetapi jika ditilik dari segi kekuasaan Allah, perbuatan manusia itu adalah ciptaan Allah. Manusia hanya dapat mengolah bagian yang Allah

karuniakan padanya berupa rizki dan lain-lain. 23 Dari penjelasan di atas tidak dijelaskan apakah daya untuk melakukan perbuatan diciptakan Tuhan atau tidak,

kemudian kehendak untuk melakukan perbuatan itu merupakan kehendak manusia

20 Syakirman M. Noor , op. cit., h. 56 21 Abdul Aziz Dahan, Takdir dalam kajian Muhammadiyah: Buya Hamka, Buya A. Malik

Ahmad, Buya AR. Sutan Mansur, Teuku M. Hasbi ash-Shidieqy , (Padang: IAIN IB Press, 2001), h. 50

22 Tarjih atau bertarjih adalah memilih pendapat yg dalilnya paling kuat di antara yg telah ada.

23 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1974), h. 19 23 Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah, (Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah, 1974), h. 19

Selain itu, Tuhan menciptakan segala wujud, namun dalam konteks perbuatan manusia keadilan dan kebijaksanaan Tuhan mengharuskan manusia mempunyai kemampuan atau daya untuk berbuat (ikhtiar) agar perbuatan yang dibebankan kepadanya dapat dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian, dalam perbuatan manusia terdapat dua daya yang berbeda dalam satu perbuatan, pertama adalah qudrah (daya mencipta) merupakan peran dari Tuhan dan kedua adalah ikhtiar (daya menggunakan) adalah peran dari manusia.

Manusia mempunyai kemampuan menggunakan daya (ikhtiar), namun masyi’ah- nya berasal dari Tuhan yang secara implisit memberikan kandungan makna dalam kehidupan sehari-hari dan manusia dituntut untuk merealisasikan masyi’ah yang diberikan Tuhan dalam kehidupannya yaitu dengan cara berbuat dan bekerja sehingga menjadi cerminan realisasi dari kehendak Tuhan. Jika dikaitkan dengan semangat bekerja, maka perbuatan manusia menurut pemikiran Muhammadiyah akan menjadi suatu fenomena yang unik, maka akan terlihat kecenderungannya kearah paham Muktazilah, Asy’ariyah, Maturidiah Samarkand ataukah Maturidiah Bukhara.

Sejalan dengan itu penulis juga ingin menelusuri lebih jauh tentang etos kerja Muhammadiyah yang konon katanya memiliki etos kerja yang tinggi, hal itu dibuktikan dengan banyaknya amal usaha yang ia bangun. Apakah memang dengan adanya amal usaha yang berkembang itu mencerminkan etos kerjanya Sejalan dengan itu penulis juga ingin menelusuri lebih jauh tentang etos kerja Muhammadiyah yang konon katanya memiliki etos kerja yang tinggi, hal itu dibuktikan dengan banyaknya amal usaha yang ia bangun. Apakah memang dengan adanya amal usaha yang berkembang itu mencerminkan etos kerjanya

Etos kerja adalah pandangan dan sikap suatu bangsa atau suatu umat terhadap kerja. 24 Jika pandangan dan sikap itu melihat kerja sebagai suatu hal

yang luhur untuk eksistensi manusia, maka etos kerja itu akan tinggi. Sebaliknya, jika melihat kerja sebagai suatu hal tak berarti untuk kehidupan manusia apalagi tidak ada pandangan dan sikap terhadap kerja, maka dengan sendirinya etos kerja itu akan rendah. Oleh sebab itu, untuk menimbulkan pandangan dan sikap untuk menghargai kerja sebagai sesuatu yang luhur, maka diperlukan dorongan atau motivasi.

Menurut hemat penulis, dari penjelasan diatas pemikiran Muhammadiyah tentang perbuatan manusia dan kaitannya dengan etos kerja memiliki masalah tersendiri yang harus dicarikan jawaban dan penjelasannya, terutama sekali keterkaitannya dengan etos kerja. Oleh karena itu, penulis ingin menuangkannya kedalam skripsi yang berjudul “Perbuatan Manusia menurut Pemikiran

Muhammadiyah dan kaitannya dengan Etos Kerja”.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

Berdasarkan landasan pemikiran yang melatarbelakangi masalah di atas, maka masalah pokok dalam penulisan skripsi ini adalah bagaimana perbuatan manusia menurut pemikiran Muhammadiyah dan kaitannya dengan etos kerja?

Agar lebih terarahnya penulisan ini, maka fokus batasan masalah yang hendak penulis cari adalah:

24 Panji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 29 24 Panji Anoraga, Psikologi Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 29

b. Bagaimana hubungan perbuatan manusia dengan etos kerja menurut pemikiran Muhammadiyah?

c. Bagaimana aplikasi etos kerja dalam perbuatan manusia menurut pemikiran Muhammadiyah?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini bertujuan untuk:

a. Mengetahui dan menjelaskan tentang perbuatan manusia menurut pemikiran Muhammadiyah.

b. Mengetahui dan menjelaskan tentang hubungan perbuatan manusia dengan etos kerja menurut pemikiran Muhammadiyah.

c. Mengetahui dan menjelaskan tentang aplikasi etos kerja dalam perbuatan manusia menurut pemikiran Muhammadiyah. Manfaat dari penulisan skripsi ini adalah:

a. Sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Theologi Islam (S. Th. I) pada Fakultas Ushuluddin jurusan Akidah Filsafat Institut Agama Islam Negeri Imam Bonjol Padang.

b. Sebagai referensi tambahan untuk memperkaya khazanah ilmu pengetahuan terutama dalam kajian teologi Islam.

c. Untuk menambah cakrawala pengetahuan penulis dalam membahas dan mengkaji tentang kemuhammadiyahan.

D. Penjelasan Judul

Perbuatan Manusia : Bahasa Arabnya adalah (د ﺎ ﺑ ﻌ ﻟ ا ل ﺎ ﻌ ﻓ ا ) dalam kajian teologi Islam adalah sesuatu yang terjadi melalui daya yaitu daya dan kehendak dalam berbuat siapa yang melakukan perbuatan, apakah daya dan kehendak manusia atau daya dan kehendak Tuhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia perbuatan manusia adalah sesuatu yang diperbuat

yang (dilakukan) oleh manusia atau tindakan. 25 Maksudnya manusia dalam menjalankan suatu perbuatan yaitu sesuatu

yang diperbuat atau yang dilaksanakan oleh manusia. Pemikiran

: Pemikiran diambil dari asal kata “pikir” yang berarti “akal budi” atau “pendapat”, mendapat tambahan pe dan akhiran an menjadi “pemikiran”, yang berarti hasil dari proses atau cara penggunaan pikiran dalam mencapai atau

menyelesaikan suatu masalah. 26 Dalam bahasa Inggris disebut dengan “ thought” artinya gagasan, pemikiran dan

ide. 27 yang dimaksud dari kata ini adalah untuk menganalisis ide, gagasan dari pemikiran Muhammadiyah

tentang perbuatan manusia dan etos kerja.

25 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), h. 129

26 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h.

683 27 John M. Echol dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama,1997), h. 588

Muhammadiyah : Berasal dari kata د ﻣ ﺣ ﻣ (Muhammad) yaitu Nabi terakhir yang di utus Allah. Kata tersebut memiliki tambahan ﺔﯾ

yang berarti pengikut. 28 Didirikan pada 18 November 1912/

8 Zulhijjah 1330 H di Yogyakarta oleh K. H. Ahmad Dahlan (1868-1923). 29 Maksudnya Muhammadiyah adalah nama dari suatu organisasi Islam di Indonesia. Etos kerja

: Etos kerja terdiri dari dua kata yaitu etos dan kerja. Kata etos berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang bermakna nilai, sifat atau pandangan hidup seseorang atau suatu kelompok atau komunitas. Sedangkan kerja berarti kegiatan melakukan sesuatu; yg dilakukan (diperbuat), sesuatu yg dilakukan untuk mencari nafkah; mata

pencaharian. 30 Etos kerja adalah semangat kerja yang menjadi ciri khusus dan keyakinan seseorang atau

kelompok masyarakat tertentu. Jadi etos kerja yang penulis maksud adalah semangat yang dimiliki oleh masyarakat untuk melakukan pekerjaannya demi memenuhi kelangsungan hidupnya.

Jadi yang penulis maksud dengan judul penelitian di atas adalah penulis mencoba menyelidiki dan menjelaskan tentang perbuatan manusia menurut Muhammadiyah dan kaitannya dengan etos kerja.

28 Harun Nasution, Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1992), h. 675 29 Syahrin Harahap, dkk, op. cit., h. 400 30 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op.cit., h, 428

E. Metode Pembahasan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode pembahasan adalah kepustakaan (library research), yaitu mencari data-data atau bahan melalui kepustakaan seperti buku, majalah dan sumber kepustakaan lainnya.

Dalam hal ini yang menjadi sumber primer adalah buku karangan yang berkaitan dengan Muhammadiyah, seperti: Pimpinan Pusat Muhammadiyah: Himpunan Putusan Majelis Tarjih Muhammadiyah , sedangkan sumber sekunder seperti: Syakirman M. Noor: Pemikiran Pembaharuan Muhammadiyah: Refleksi Konseptual Aspek Teologi, Syariah dan Akhlak, Suyoto: Muhammadiyah: Sejarah, Pemikiran dan Amal Usaha, Majelis Diktilitbang dan LPI PP: 1 Abad Muhammadiyah: Gagasan Pembaharuan Sosial Keagamaan, MT Arifin: Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah , Din Syamsuddin: Muhammadiyah Kini dan Esok . Dan masih banyak lagi buku-buku lain yang berkaitan dengan Muhammadiyah dan etos kerja sebagai pengantar dan pelengkap dalam pembahasan skripsi ini.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif, yaitu pencarian fakta dengan interprestasi yang tepat dan sistematis. 31 Dalam

menganalisis data penulis menggunakan metode analisis yang terdiri dari redaksi data, klasifikasi data, display data, dan memberikan penafsiran serta interpretasi dan mengambil kesimpulan. 32

31 Kaelan, Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, (Yogyakarta: Paradigma, 2005), h. 58

32 Ibid. , h. 68

Adapun langkah-langkah yang ditempuh untuk menuju kesimpulan sebagai berikut:

1. Mengumpulkan bahan-bahan yang sesuai dengan tema.

2. Menyusun secara sistematis berdasarkan kerangka yang telah disusun.

3. Menguraikan dan menjelaskan serta analisa dengan menggunakan berpikir induktif, yaitu suatu cara atau jalan yang dicapai untuk mendapatkan ilmu pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari atas pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat khusus, kemudian

menarik kesimpulan yang bersifat umum. 33 Di samping itu penulis juga memakai metode deduktif, yaitu suatu cara atau jalan yang

dipakai untuk mendapatkan pengetahuan ilmiah dengan bertitik tolak dari pengamatan atas hal-hal atau masalah yang bersifat umum,

kemudian menarik kesimpulan yang bersifat khusus. 34 Pada penulisan skripsi ini penulis merujuk pada buku Pedoman Penulisan

Skripsi IAIN Imam Bonjol Padang Tahun 2007. Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar dan menggunakan ejaan yang berpedoman pada EYD, menggunakan kertas HVS 70 gram, warna putih ukuran A4, pada spasi pengetikan dua spasi, naskah yang diketik menggunakan jenis huruf Times New

Roman dengan ukuran 12 pada komputer, 35 dan lain-lain.

33 Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002) h. 57

34 Ibid ., 58 35 Makmur Syarif, dkk, Pedoman Penulisan Skripsi IAIN Imam Bonjol Padang tahun 2007 , (Padang, IAIN IB Padang, 2007), h. 17-32

F. Sistematika Penulisan

Agar lebih mudah memahami penelitian ini, maka penulis membuat sistematika penulisan sebagai berikut: Bab I

: Menguraikan hal-hal sebagai pendahuluan dalam penulisan skripsi ini, yang terdiri atas latar belakang masalah, rumusan dan batasan masalah, penjelasan judul, tujuan dan manfaat penelitian, metode serta sistematika penulisan.

Bab II : Membahas Muhammadiyah yang berisikan latar belakang berdirinya Muhammadiyah, tujuan dan ruang lingkup pemikiran Muhammadiyah serta perkembangan Muhammadiyah.

Bab III : Etos kerja dan perbuatan manusia yang berisikan pengertian etos kerja dan perbuatan manusia, korelasi etos kerja dengan perbuatan manusia, ciri-ciri etos kerja dalam Islam, pengaruh etos kerja terhadap diri manusia.

Bab IV : Berisi tentang perbuatan manusia menurut pemikiran Muhammadiyah dan kaitannya dengan etos kerja yang berkenaan dengan perbuatan manusia menurut Muhammadiyah, hubungan perbuatan manusia dengan etos kerja menurut Muhammadiyah, aplikasi etos kerja dengan perbuatan manusia menurut Muhammadiyah.

Bab V : Mengemukakan kesimpulan dari seluruh bahasan sebelumnya, yang juga sekaligus jawaban dari permasalahan pokok yang telah dikemukakan di atas.

BAB II MUHAMMADIYAH

A. Latar Belakang Berdirinya Muhammadiyah

Lahirnya pemikiran modern di awal abad ke-20 tidak dapat dilepaskan dari situasi sosial, politik dan keagamaan yang umumnya dihadapi umat Islam saat itu. Pemikiran-pemikiran yang dicertuskan mencoba untuk menjawab tantangan yang dihadapi sesuai dengan kemampuan para tokoh dan pemikir membaca dan memahami situasi yang ada. Pemikiran Muhammadiyah pun kelihatannya lahir dari tuntutan situasi dan Kiai Haji Ahmad Dahlan adalah tokoh pertama yang mencoba untuk memenuhi tuntutan tersebut dengan meletakkan dasar-dasar pemikiran Muhammadiyah. Dengan demikian mengkaji latar belakang pemikiran Muhammadiyah akan melibatkan tokoh tersebut, terutama tentang sosok pribadinya dengan organisasi Muhammadiyah yang didirikannya. 1

Latar belakang pembaharuan di Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari pengaruh ide dan gerakan dari Timur Tengah, ia merupakan faktor luar yang ikut mempengaruhi terjadinya modernisasi karena gerakan reformis Islam di Indonesia sebagian terpengaruh oleh perkembangan dan ide dari luar, terutama Timur Tengah , yaitu Mekkah dan Kaherah yang menjadi pusat dari pendidikan Islam. 2

Memang ada benarnya apa yang telah dikatakan oleh para intelektual Indonesia bahwa awal abad ke 20 merupakan pembaharuan di berbagai bidang dan berbagai lapisan masyarakat, di awal abad ini bermunculan organisasi-organisasi yang berlandaskan Islam, menegakkan syariat yang berpondasikan al-Quran dan hadist,

1 Arbiyah lubis, Pemikiran Muhammadiyah dan Muhammad Abduh: Suatu Studi Perbandingan , (Jakarta: Bulan Bintang, 1993) , h. 13

2 Sarwan, Sejarah dan Perjuangan Buya Hamka: di atas Api di bawah Api, (Padang: The Minangkabau Foundation, tt), h. 27 2 Sarwan, Sejarah dan Perjuangan Buya Hamka: di atas Api di bawah Api, (Padang: The Minangkabau Foundation, tt), h. 27

bait 3 . Ahmad Dahlan menjadi anggota organisasi ini dengan nomor anggota 770. Pada tanggal 20 Mei 1908, Dr. Sutomo, seorang dokter di Yogyakarta juga

mendirikan perkumpulan yang bernama Boedi Oetomo. Organisasi ini bergerak dibidang sosial, pendidikan dan kebudayaan. 4 Selain itu juga didirikan Sarikat

Islam oleh H. O. S. Cokroaminoto tahun 1911 di Solo. Selanjutnya lahir juga organisasi al-Irsyad yang didirikan oleh syekh Ahmad Surkati seorang berkebangsaan Sudan yang pada awalnya datang ke Indonesia tahun 1911atas undangan dari Jami’atul Khair, namun selama dua tahun mengajar sebagai guru di organisasi ini, maka Ahmad Surkati memisahkan karena adanya perselisihan tentang kafa’ah yaitu sah atau tidaknya perkawinan antara golongan orang arab keturunan sayyid dengan golongan non sayyid. Maka pada tahun 1914 didirikanlah al-Irsyad oleh syekh Ahmad Surkati sebagai reaksi dari pertentangannya dengan Jami’atul Khair agar tidak adanya diskiminasi antara golongan Arab keturunan sayyid dengan golongan non sayyid.

Berbicara tentang Muhammadiyah tak dapat dilepaskan dari pendirinya yaitu K. H. Ahmad Dahlan. Diwaktu kecil namanya adalah Muhammad Darwis, ia dilahirkan pada tahun 1868 di kampung Kauman Yogyakarta. Ia merupakan anak ke empat, ayahnya bernama kyai haji Abu Bakar yang menjabat sebagai khatib mesjid Agung besar Yogyakarta dan ibunya bernama Siti Aminah. Jika

3 Sirajuddin Zar, Muhammadiyah di Indonesia 1959-1966: Perkembangan Pemikiran Keagamaan serta Perannya dalam Gerakan Sosial dan Politiknya , (Padang: IAIN IB-Press,

2000), h. 17 4 Ibid, 17 2000), h. 17 4 Ibid, 17

Secara umum faktor pendorong kelahiran Muhammadiyah bermula dari beberapa kegelisahan dan keprihatinan sosial religius dan moral. Kegelisahan sosial ini terjadi disebabkan oleh suasana kebodohan, kemiskinan dan keterbelakangan umat. Kegelisahan religius muncul karena melihat praktik keagamaan yang mekanistik tanpa terlihat kaitannya dengan perilku sosial dan positif disamping sarat dengan takhayyul, bid’ah dan khurafat. Kegelisahan moral

disebakan oleh kaburnya batas antara baik dan buruk, pantas dan tidak pantas. 6 Kelahiran Muhammadiyah juga didorong oleh munculnya kesadaran yang

mendalam tentang tanggung jawab sosial yang waktu itu terabaikan. Dalam artian bahwa doktrin sosial Islam tidak diterapkan secara sempurna dengan realitas kehidupan umat.

Jika di ukur dari semangat yang dikobarkan oleh Ahmad Dahlan ketika itu yang menjadi garda terdepan sebagai revolusioner ulung. Ketika orang-orang sibuk menyuarakan pentingnya ziarah kubur, Dahlan malah memberikan fatwa pada tahun 1916 tentang haramnya perbuatan itu. Fatwa ini sangat menggemparkan masyarakat dan para ulama. Ia dituduh sebagai Muktazilah, Inkar Sunnah, Wahabi dan lainnya. 7

Muhammadiyah gerakan Islam yang mendasarkan gerakannya kepada pokok ajaran Islam yaitu al-Quran dan Hadis. Gerakan ini dikenal sebagai gerakan

5 Syakirman M Noor, Pemikiran Pembaharuan Muhamadiyah: Refleksi Konseptual Aspek Teologi, Syariah dan Akhlak , (Padang: Baitul Hikmah Press, 2001), h. 26

6 Yunan Yusuf, dkk, Ensiklopedi Muhammadiyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), h. 251

7 Ibid , h. 252 7 Ibid , h. 252

Kemunculan Muhammadiyah dilatar belakangi setidaknya oleh tiga hal: Pertama , pengaruh gagasan pembaharuan Islam di Timur Tengah. Kedua, respons terhadap pertentangan paham keagamaan yang telah berlangsung lama dalam masyarakat muslim di Jawa. Ketiga, respons terhadap kegiatan kristenisasi yang

didukung oleh pemerintah kolonial Belanda. 8 Selain itu faktor yang melatarbelakangi munculnya gerakan pembaharuan Muhamadiyah lainnya adalah:

a. Faktor Subyektif

Faktor subyektif yang sangat kuat, bahkan dikatakan sebagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdirinya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman KH. Ahmad Dahlan terhadap al-Quran dalam menelaah, membahas, meneliti dan mengkaji kandungan isinya. Sikap KH. Ahmad Dahlan seperti ini sesungguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah SWT sebagaimana yang tersimpul dalam surat an-Nisa ayat 82 dan surat Muhammad ayat 24, yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat. Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:

8 Syahrin Harahap, dkk, Ensiklopedia Akidah Islam, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 401

Artinya: Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung.

Memahami seruan di atas, KH. Ahmad Dahlan tergerak hatinya untuk membangun sebuah perkumpulan, organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi, yang tugasnya berkhidmad untuk melaksanakan misi dakwah Amar Makruf Nahi Mungkar ditengah masyarakat kita. ada beberapa faktor lahirnya gerakan Muhammadiyah menurut para tokoh, menurut Hamka ada tiga faktor yang mendorong lahirnya gerakan Muhammadiyah: Pertama, keterbelakangan serta kebodohan umat Islam Indonesia di hampir semua aspek kehidupan. Kedua, kemiskinan yang sangat parah yang di derita umat Islam justru dalam suatu negeri yang kaya seperti Indonesia. Ketiga, keadaan pendidikan Islam yang sudah sangat

kuno, sebagaimana yang bisa dilihat melalui pesantren. 9

Mukti Ali menyatakan ada lima faktor yang menyebabkan lahirnya Muhammadiyah: Pertama, adanya pengaruh kebudayaan India terhadap Indonesia. Kedua, adanya pengaruh Arab terhadap Indonesia, terutama sejak di bukanya terusan Suez. Ketiga, pengaruh Muhammad Abduh dan golongan

9 Syafi’i Ma’arif, Islam dan Masalah Kenegaraan, (Jakarta: LP3ES, 1986), h. 66

Salafiyah. Keempat, adanya penetrasi dari bangsa-bangsa Eropa. Kelima, adanya kegiatan misi Katolik dan Protestan. 10

Sedangkan Solichin Salam, seorang yang banyak menulis tentang Muhammadiyah, ia menyebutkan ada faktor intern dan faktor ektern yang mendorong lahirnya gerakan Muhammadiyah. Faktor-faktor intern itu adalah: Pertama, kehidupan beragama tidak sesuai dengan al-Quran dan Hadis, karena merajalelanya perbuatan syirik, bid’ah dan khurafat yang menyebabkan Islam menjadi beku. Kedua, keadaan bangsa Indonesia serta umat Islam yang hidup dalam kemiskinan kebodohan, kekolotan dan kemunduran. Ketiga, tidak terwujudnya semangat ukhuwah islamiyah dan tidak adanya organisasi yang kuat. Keempat, lembaga pendidikan Islam tak dapat memenuhi fungsinya dengan baik dan sistem pesantren yang sudah sangat kuno. Faktor-faktor eksternnya yaitu: pertama, adanya kolonialisme Belanda di Indonesia. Kedua, kegiatan serta kemajuan yang dicapai oleh golongan Kristen dan Katolik di Indonesia. Ketiga, sikap sebagian kaum intelektual Indonesia yang memandang Islam sebagai agama yang telah ketinggalan zaman. Keempat, adanya rencana politik kristenisasi dari pemerintah Belanda demi kepentingan politik kolonialnya. 11

Organisasi Muhammadiyah ini didirikan pada tanggal 12 November 1912 Masehi bertepatan pada 18 Dzulhijjah tahun 1330 Hijriah di Yogyakarta dengan pengurus besar:

10 Mukti Ali, Interpretasi Amalan Muhammadiyah, (Jakarta: Harapan Melati, 1985). lihat Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta: Sinar Harapan, 1995), h. 24

11 Solichin Salam, Muhammadiyah dan Kebangunan Islam di Indonesia, (Jakarta: NV Mega, 1956), h. 55-56

1. kyai haji Ahmad Dahlan

2. haji Abdullah Siraj (penghulu)

3. haji Ahmad (Raden Ketib Tjendana)

4. haji Abdullah Rahman

5. raden haji Syarkawi

6. haji Muhammad (mas Kebayan)

7. raden haji Jaelani

8. haji akis (anis)

9. haji Muhammad Pakih (mas carik) Dari segi kepengurusan Muhammadiyah diatas terlihat bahwa permulaannya tampak digerakkan oleh abdi dalem santri. Menurut Mitsuo Nakamura bahwa Muhammadiyah adalah gerakan abdi dalem keraton santri yang

mendapat dukungan kelas menengah kota. 12 Jadi dapat disimpulkan bahwa latar belakang lahirnya Muhammadiyah

karena masyarakat Indonesia ketika itu terjangkit virus yang sangat mewabah dalam masyarakat, yaitu takhayul, bid’ah dan khurafat. KH. Ahmad Dahlan hadir membawa pencerahan ditengah-tengah gemerlapnya taklikisme dimasyarakat sebagai bentuk dari keprihatinannya agar ajaran Islam di Indonesia menjadi murni kembali.

B. Tujuan Muhammadiyah

Berdirinya Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912 yang dicetuskan oleh K. H. Ahmad Dahlan merupakan gerakan tajdid, sebagaimana

12 MT Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1987), h. 118 12 MT Arifin, Gagasan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1987), h. 118

1. Mengembalikan dasar kepercayaan umat kepada tuntutan al-Quran dan hadist, bersih bid’ah, khurafat dan syirik.

2. Menafsirkan ajaran Islam secara modern

3. Memperbaharui sistem pendidikan Islam secara modern sesuai dengan kehendak dan kemajuan zaman.

4. Membebaskan manusia dari ikatan-ikatan tradisionalisme, konservatisme, taklikisme dan formalisme yang membelenggu hidup dan kehidupan masyarakat Islam. 13

Dalam Ensiklopedi Muhammadiyah disebutkan bahwa rumusan tujuan Muhammadiyah dari sejak awal berdiri hingga sekarang sudah berubah sebanyak tujuh kali yang disebabkan oleh perubahan ruang lingkup gerakan, pertimbangan- pertimbangan politik, perubahan situasi dan kondisi, serta alasan-alasan lainnya. Walaupun demikian dapat diambil benang merah dari perubahan tujuan tersebut adalah baldatun thayyibatun wa robbun ghafuur (terciptannya satu negeri yang aman dan makmur yang senantiasa mendapat naungan dan ampunan dari Allah swt) seperti yang dicita-citakan oleh Muhammadiyah yang diputuskan dalam muktamar ke-34 tahun 1959 maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah mendapatkan dan mewujudkan: surga jannatun na’im dengan keridhaan Allah yang Rahman dan Rahim, masyarakat yang sejahtera, aman dan damai, makmur

13 Lukman Harun, Muhammadiyah dan Undang-Undang Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), h. 1 13 Lukman Harun, Muhammadiyah dan Undang-Undang Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1990), h. 1

yang Maha Pengampun. 14 Secara lengkap perubahan-perubahan rumusan tujuan Muhammadiyah dari

sejak berdiri hingga sekarang adalah sebagai berikut:

1. Pada waktu berdiri di Yogyakarta tahun 1912 atau pada masa KH. Ahmad Dahlan maksud dan tujuan Muhammadiyah adalah hanya untuk menjangkau kepentingan di daerah kerasidenan Yogyakarta saja sehingga rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah waktu itu masih sangat sederhana. Pertama, menyebarkan pengajaran kanjeng Nabi Muhammad saw kepada penduduk bumi putera di dalam residensi Yogyakarta dan

kedua memajukan hal agama kepada anggota-anggotanya. 15 Rumusan tujuan Muhammadiyah seperti itu dikarenakan pemerintah Hindia Belanda

manaruh curiga tehadap organisasi Muhammadiyah ini sehingga permintaan pengurus kepada gubernur jenderal agar mendapat badan hukum dengan surat tanggal 20 Desember 1912 baru dapat dikabulkan tahun 1914 yaitu dengan diterbitkannya surat ketetapan pemerintah nomor

81 tanggal 14 Agustus 1914, hal itu lah yang menyebabkan pergerakan Muhammadiyah hanya bergerak di sekitar Yogyakarta saja. 16

2. Pada tahun 1914, setelah melihat sambutan umat Islam terhadap kehadiran organisasi Muhammadiyah diluar Yogyakarta cukup baik, maka

14 Yunan Yusuf, dkk, op.cit, h. 385 15 Ibid , h. 385

16 Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta: Sinar Harapan, 1995), h. 52 16 Weinata Sairin, Gerakan Pembaharuan Muhammadiyah, (Jakarta: Sinar Harapan, 1995), h. 52

Islam kepada lid-lidnya. 17

3. Ketika Jepang menduduki Indonesia, dimana segala bentuk pergerakan di awasi tentara Jepang secara ketat dan berbagai bentuk tekanan dilancarkan oleh penjajah dalam rangka supaya gagasan Asia Timur Raya di bawah Dai Nippon didukung oleh masyarakat untuk kepentingan kemaslahatan umat dan organisasi Muhammadiyah terpaksa mengubah maksud dan tujuan organisasinya menjadi “sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama seluruh Asia Timur Raya dibawah pimpinan Dai Nippon dan memang diperintahkan oleh Tuhan, maka perkumpulan ini: pertama, hendak menyiarkan agama Islam dan melatihkan yang selaras dengan tuntunannya. Kedua, hendak melakukan kebaikan umum. Ketiga, hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggota-anggotanya. Kesemuanya itu ditujukan untuk berjasa mendidik masyarakat ramai.” 18

4. Setelah Indonesia merdeka, dalam muktamar 19 Muhammadiyah yang ke-

31 tahun 1950 di Yogyakarta, diadakanlah perubahn terhadap rumusan

17 MT Arifin,op.cit, h. 119 18 Yunan Yusuf, dkk, op.cit, h. 385

19 Istilah muktamar berasal dari bahasa Arab yaitu i’tamara-ya’tamiru-mu’tamarun. Istilah muktamar (mukatamar adalah isim makan kata benda yang menunjukan tempat terjadinya 19 Istilah muktamar berasal dari bahasa Arab yaitu i’tamara-ya’tamiru-mu’tamarun. Istilah muktamar (mukatamar adalah isim makan kata benda yang menunjukan tempat terjadinya

mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.” 20

5. Pada muktamar yang ke-34 tahun 1959 yang berlangsung di Jakarta diadakan lagi peninjauan ulang terhadap rumusan maksud dan tujuan yang sudah ada. Hasilnya terjadi perubahan kata tertentu, yaitu pada kata “dapat mewujudkan” di ubah menjadi “terwujud”sehingga rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah menjadi “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat yang sebenar-benarnya.” 21

6. Di zaman orde baru, sehubungan dengan adanya undang-undang tentang organisasi kemasyarakatan no. 8 tahun 1985, dimana seluruh organisasi kemasyarakatan harus berasaskan pancasila, maka maksud dan tujuan Muhammadiyah dalam muktamar ke-41 di Surakarta tahun 1985 kembali mengalami perubahan. Perubahan tersebut terletak pada kata-kata masyarakat yang sebenar-benarnya diubah menjadi masyarakat utama, adil dan makmur yang di ridhai Allah swt Sehingga rumusan dan maksud tujuan Muhammadiyah menjadi: “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama adil dan makmur yang

di ridhai Allah swt.” 22

suatu perbuatan atau aktivitas) ini berarti tempat atau berlangsungnya atau diadakannya permusyawaratan atau perembugan. Dalam al-Munjid, muktamar diartikan sebagai tempat berkumpulnya suatu kaum untuk menilik dan memusyawarahkan persoalan-persoalan mereka yang penting. Ibid, h. 260

20 Ibid , h. 385 21 Abdul Munir Mulkhan, Pemikiran KH. Ahmad Dahlan dan Muhammadiyah, (Jakarta:

Bumi Aksara, 1990), h. 99 22 Ibid , h. 100