BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner PJK merupakan penyakit penyebab kematian tersering di dunia. Menurut WHO, PJK menempati peringkat pertama sebagai
penyebab kematian di dunia pada tahun 2004. Total kematian akibat PJK di dunia pada tahun 2004 adalah sekitar 7,2 juta jiwa. Sekitar 80 kematian yang
disebabkan oleh penyakit jantung secara umum terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang, dimana negara-negara tersebut juga terhitung
dalam 86 beban penyakit jantung secara global WHO, 2008; WHO, 2009. Indonesia, sebagai negara berkembang, juga mengalami beban PJK ini.
Survei Kesehatan Nasional 2004 mengatakan bahwa 1,3 populasi penduduk di Indonesia yang berusia
≥ 15 tahun telah didiagnosis mengalami angina pectoris, yang merupakan sebuah indikasi serangan jantung. Survei tersebut juga
mengatakan bahwa 1,3 populasi di wilayah Sumatera yang berusia ≥ 15 tahun
telah didiagnosis mengalami angina pectoris. Berdasarkan Riskesdas 2007, PJK merupakan penyebab kematian nomor sembilan pada semua umur, dengan
proporsi kematian 5,1 Depkes RI, 2007; Depkes RI, 2009. Notoatmodjo 2007a, mengatakan bahwa PJK adalah salah satu penyakit
yang disebabkan oleh perilaku berisiko, terutama perilaku makan. Oleh sebab itu, upaya paling efektif untuk mencegah PJK adalah melalui pengaturan diet.
Perilaku tersebut meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di dalamnya zat gizi, pengolahan makanan,
dan sebagainya, sehubungan dengan pencegahan PJK. Penyebab yang mendasari PJK adalah aterosklerosis. Proses aterosklerosis
ini mulai terjadi pada masa kanak-kanak dan membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menjadi besar. Plak aterosklerotik yang terbentuk merupakan respons
terhadap cedera pada dinding endotel. Disfungsi endotel muncul lebih awal dalam aterogenesis dan memungkinkan lipoprotein terakumulasi di dalam intima.
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan cedera endotel adalah
Universitas Sumatera Utara
hiperkolesterolemia, low-density lipoprotein LDL yang teroksidasi, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, homosistein, diet tinggi lemak jenuh, dan kolesterol
Krummel, 2004. Intervensi gaya hidup dapat menghambat perkembangan lesi, membantu
regresi dari lesi yang telah ada, dan menurunkan disfungsi endotel. Sekitar 25 penurunan kejadian PJK berhubungan dengan pencegahan primer dan 70
berhubungan dengan perubahan perilaku yang mempengaruhi faktor risiko atau peningkatan pada terapi Hunink et al, 1997.
Berbagai studi telah menunjukkan sejumlah faktor diet dapat mempengaruhi risiko PJK. Orang-orang yang mengonsumsi buah dan sayuran dalam jumlah yang
lebih tinggi mempunyai angka kejadian penyakit jantung yang lebih rendah. Komponen diet lainnya yang dapat meningkatkan risiko PJK adalah asam lemak
jenuh, asam lemak trans, karbohidrat sederhana yang menunjukkan nilai glikemik yang tinggi, dan kurangnya serat Ness dan Powles, 1997.
Menurut Ades 2001, berbagai penelitian mengenai olahraga yang dikombinasikan dengan konseling nutrisi telah menunjukkan perlambatan
aterosklerosis dan penurunan angka kejadian koroner lanjutan dan rawat inap. Ades juga mengatakan bahwa walaupun keuntungan konseling nutrisi pada
penyakit jantung koroner sangat jelas berguna, banyak dokter yang tidak memiliki waktu untuk memberikan anjuran nutrisi yang efektif dan bimbingan pengaturan
berat badan. Peranan diet yang besar dalam pencegahan sekunder penyakit jantung
koroner ini akhirnya mendorong penulis untuk meneliti tentang perilaku pasien penyakit jantung koroner terhadap diet penyakit jantung koroner di RSUP H.
Adam Malik Medan tahun 2010.
1.2. Rumusan Masalah