56
Gambar 23. Hasil output simulasi aliran permukaan SWAT 2001
5.2.6 Kalibrasi dan Validasi Model SWAT
Kalibrasi model dilakukan dengan membandingkan debit hasil perhitungan model flow out pada file RCH dengan debit hasil pengukuran lapang pada SPAS
Nanjung. Kalibrasi dilakukan menggunakan data hujan dan debit tahun 2001 dengan menggunakan periode bulanan. Pemilihan menggunakan tahun 2001 karena dari hasil
perbandingan curah hujan antara tahun 1994, 1997, 2001 dan 2005 disajikan pada Tabel 16, curah hujan untuk tahun 2001 mempunyai nilai total hujan tahunan yang
lebih besar. Curah hujan pada tahun tersebut lebih menggambarkan kondisi peluang terjadinya limpasan yang lebih besar.
57
Tabel 16. Jumlah curah hujan tahun 1994, 1997, 2001 dan 2005 pada DAS Citarum Hulu
Bulan Curah Hujan mm
1994 1997
2001 2005
Jan 343.86
175.91 199.14
182.57 Feb
246.31 163.14
177.01 292.4
Mar 296.76
180.54 216.8
282.25 Apr
266.26 200.92
376.23 199.07
Mei 134.99
188.15 268.29
117.35 Jun
21.94 25.32
101.9 104.87
Jul 7.73
23.31 96.26
51.56 Agust
17.07 29.15
75.27 73.94
Sept 52.58
30.64 127.06
78.25 Okt
64.79 66.54
160.09 122.5
Nov 222.19
149.91 308.44
173.58 Des
209.84 265.12
195.53 246.29
Total tahun 3878.32 3495.65 4303.02 3929.63
Hasil analisis debit total model SWAT periode bulanan pada tahun 1994 sebesar 792.18 m
3
s dan menghasilkan nilai NSI sebesar 0.734 dengan nilai R
2
Hasil debit model SWAT periode bulanan untuk tahun menghasilkan nilai NSI sebesar 0.277 dengan nilai R
sebesar 0.747. Untuk landuse tahun 1994 sebelum dilakukan kalibrasi, nilai debit model SWAT
sudah mendekati hasil sebenarnya dengan nilai NSI yang termasuk dalam kategori memuaskan. Hasil debit model bulanan sebelum dilakukan kalibrasi pada tahun 1994
dapat dilihat pada Gambar 24.
2
sebesar 0.413 dengan nilai total debit model SWAT bulanan pada tahun 1997 sebesar 452,97 m
3
s
Hasil nilai debit total model SWAT bulanan tahun 2001 sebesar 884.78 m . Hasil debit model dapat dilihat pada
Gambar 25.
3
s dengan menghasilkan nilai efisiensi Nash-Sutcliffe Index NSI sebesar 0.202 dan nilai
R
2
Hasil debit model SWAT periode bulanan tahun 2005 sebelum dilakukan kalibrasi menghasilkan nilai NSI sebesar 0.455 dengan nilai R
sebesar 0.325. Nilai tersebut masih jauh dari nilai yang diharapkan. Hasil debit model SWAT bulanan pada tahun 2001 dapat dilihat pada Gambar 26.
2
sebesar 0.779. Nilai
58
debit total hasil model SWAT pada tahun 2005 sebesar 668.53 m
3
s. Hasil debit model dapat dilihat Gambar 27.
Gambar 24. Debit model dan debit observasi bulanan sebelum dikalibrasi di outlet Nanjung sub DAS 23
Gambar 25. Debit model dan debit observasi bulanan sebelum dikalibrasi di outlet Nanjung Sub DAS 23
50 100
150 200
250 300
350 400
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agust
Sep Okt
Nop Des
D e
b it
m 3
s
Bulan 1994
Hujan Observasi
Debit Model
50 100
150 200
250 300
20 40
60 80
100 120
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agust
Sep Okt
Nop Des
D e
b it
Q m
3 s
Bulan 1997
hujanmm debit observasi m3s
debit model m3s
H uj
a n
m
m
H uj
a n
m
m
59
Gambar 26. Debit model dan debit observasi bulanan sebelum dikalibrasi di outlet Nanjung Sub DAS 23
Gambar 27. Debit model dan debit observasi bulanan sebelum dikalibrasi di outlet Nanjung Sub DAS 23
50 100
150 200
250 300
350 400
50 100
150 200
250
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agust
Sep Okt
Nop Des
D e
b it
Q m
3 s
Bulan 2001
hujan observasi
debit model
50 100
150 200
250 300
350
50 100
150 200
250 300
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agust Sep
Okt Nop
Des
D e
b it
Q m
3 s
Bulan tahun 2005
hujanmm debit observasi
debit model
H uj
a n
m
m
H uj
a n
m
m
60
Parameter yang sensitif pada proses kalibrasi terkait dengan metode penelusuran air di aliran sungai routing method .bsn, aliran dasar .gw, saluran
utama .rte, pada tingkat sub DAS .sub, parameter tingkat HRU .HRU, pengelolaan lahan .mgt. Adapun input pada masing-masing parameter tersebut disajikan pada
Tabel 17. Pemilihan parameter pada saat kalibrasi menggunakan metode manual kalibrasi
dan perbandingan beberapa parameter yang telah dilakukan pada DAS Cirasea dan Cimanuk untuk daerah Jawa Barat. Pada ketiga DAS tersebut, DAS Citarum Hulu
mempunyai luasan yang paling besar sehingga untuk nilai kalibrasi yang digunakan angka yang lebih besar.
Kalibrasi dilakukan berdasarkan nilai hidrograf sebelumnya dimana nilai debit model tinggi pada beberapa titik dan rendah pada titik yang lain. Berdasarkan keadaan
tersebut maka harus dilakukan penyesuaian terhadap parameter infiltrasi dan koefesien baseflow
Neitsch et al, 2001. Parameter yang terpilih terdiri dari surlag merupakan parameter time lag suatu DAS yaitu waktu antara terjadinya hujan lebih hingga
terjadinya puncak aliran permukaan. Surlag pada DAS Citarum Hulu mempunyai angka yang semakin besar karena DAS Citarum mempunyai luasan yang lebi besar dan untuk
mencapai aliran puncak membutuhkan waktu yang lebih lama. Input MSK_Col1, MSK_Col2 dan MSK_X merupakan variable yang
digunakan dalam metode routing muskingum untuk menelusuri pergerakan air dalam saluran sungai. Nilai MSK_Col1 dan MSK_Col2 nilainya dinaikan karena parameter
ini dijadikan koefesien pengontrol untuk aliran menjadi normal dan lambat, nilai yang semakin besar menunjukan aliran air menjadi tidak normal dan semakin cepat.
Sedangkan MSK_X nilainya berbanding terbalik. Parameter MSK_X sebagai faktor pengontrol aliran yang masuk ke sungai dan keluar dari sungai serta menentukan
besarnya simpanan air pada jaringan sungai. Nilai yang semakin kecil menunjukkan aliran semakin cepat dan jumlah air yang tersimpan dari jaringan sungai akan semakin
kecil. Input GW delay merupakan input yang menggambarkan rentang waktu dari
saat mengalir dari profil tanah menuju aquifer dangkal. Alpha_BF merupakan indeks respon dari aliran dasar base flow terhadap perubahan recharge infiltrasi. GWQmn
adalah input yang menunjukan batas kedalaman air di akuifer dangkal untuk terjadinya
61
aliran. Gw_delay menunjukkan nilai yang semakin menurun sehingga mempunyai jumlah hari yang lebih pendek untuk menuju akuifer dangkal. Parameter ini
menentukan pada proses pengisian air tanah, kondisi akuifer tanah akan lebih cepat jenuh dan menyebabkan kenaikan muka air tanah sehingga meningkatkan penyebaran
air tanah dalam akuifer ke arah lateral. Alpha_BF merupakan faktor yang menentukan daya resap hujan ke tanah. Dengan nilai yang semakin besar maka daya resapan air ke
dalam tanah semakin berkurang. Revapmn adalah batas kedalaman air pada akuifer dangkal untuk terjadinya perkolasi menuju akuifer dalam.
CH_K2 adalah input konduktivitas hidrolik efektif saluran utama. Parameter ini berdasarkan tektur tanah pengisi saluran sungai tersebut. Nilai konduktivitas yang
semakin besar menunjukkan kecepatan kehilangan cepat. CH_N1 adalah nilai kekasaran manning pada saluran utama sungai. Nilai kekasaran yang rendah maka air yang
dialirkan semakin cepat karena tidak banyak menghalangi aliran tersebut. EPCO merupakan faktor kompensasi evaporasi tanaman yaitu koefisien kebutuhan air yang
diambil dari tanah untuk proses transpirasi pada tanaman. Nilai yang semakin kecil menunjukan kebutuhan air untuk tanaman sedikit menunjukkan dari jumlah tanaman
yang disekitar sungai jumlahnya semakin berkurang karena alih fungsi lahan. CN2 SCS Curve Number merupakan fungsi dari permeabilitas tanah, landuse
dan ketersediaan air tanah. Semakin besar nilai CN2 berarti ketersediaan air dalam tanah semakin berlebih dan tanah akan mencapai kondisi jenuh. Hal ini menyebabkan
permeabilitas tanah berkurang dan banyak air yang mengalir sebagai limpasan.
62
Tabel 17. Parameter input yang sensitif pada tahap kalibrasi
No Parameter
Nilai Nilai
Awal Nilai
Kalibrasi DAS
Citarum Hulu
Nilai Kalibrasi
DAS Cirasea
Nilai Kalibrasi
DAS Cimanuk
1 Penelusuran Air - Surlag
1-24 4
20 5
5 - MSK_Col1
0-10 7
6.1 -
- MSK_Col2 0-10
3.5 9
10 -
- MSK_X 0-0.3
0.2 0.1
- -
2 Aliran Dasar - Gw Delay
0-500 31
2 15
31 - Alpha_BF
0-1 0.048
0.99 0.95
0.26 - Gw revap
0.02- 0.2
0.02 0.18
- 0.02
- GwQmin 0-
5000 1
5 800
- Revapmn 0-500
1 500
10 10
3 Saluran Sungai Utama
- CH_K2 0-300
0.5 9
15 0.5
4 Kekasaran
Sungai - CH_N1
0.1-30 0.5
0.025 1
0.5 5 HRUs
- EPCO 0-1
0.95 0.04
- -
6 Pengelolaan Tanah - CN2
35-98 -
97 -
x 0.75 Kalibrasi untuk debit model SWAT bulanan dilakukan pada outlet Nanjung
Sub DAS 23 pada tahun 2001 dan menghasilkan nilai NSI sebesar 0.714 dan R
2
sebesar 0.715. Hasil kalibrasi disajikan pada Tabel 18.
63
Tabel 18. Perbandingan debit model SWAT dengan debit observasi pada tahap kalibrasi di Sub DAS 23 SPAS Nanjung pada tahun 2001
Bulan Hujan
mm Q Debit m3dtk
Observasi Model
SWAT Jan
199.14 113.69
85.76 Feb
177.01 108.27
87.21 Mar
216.8 96.60
100.60 Apr
376.23 178.64
199.50 Mei
268.29 93.86
136.4 Jun
101.90 58.00
50.19 Jul
96.26 14.84
46.04 Agust
75.27 28.75
34.73 Sept
127.06 27.09
60.65 Okt
160.09 106.63
71.36 Nov
308.44 203.84
149.70 Des
195.53 77.21
101.40 Total
2302.02 1107.42 1123.54
Rata-rata 191.84
92.29 93.63
NSI 0.714
0.715 R
2
Pada Tabel 18 menunjukkan bahwa total debit sungai model SWAT sebesar 1123.54 m
3
dtk per tahun. Nilai maksimum debit model SWAT terjadi pada bulan April sebesar 199.50 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 376.23 mm dan nilai minimum debit model SWAT terjadi pada bulan Agustus sebesar 34.73 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 75.27 mm. Nilai maksimum untuk debit hasil observasi terjadi pada bulan
November sebesar 203.84 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 308,44 mm dan nilai minimum debi hasil observasi terjadi pada Agustus sebesar 27.09 m
3
Pada Gambar 28 terlihat grafik hubungan antara curah hujan dengan debit model SWAT hasil kalibrasi untuk outlet Nanjung Sub DAS 23 serta debit hasil
observasi SPAS Nanjung pada tahun 2001. dtk dengan curah
hujan sebesar 127.06 mm.
64
Gambar 28. Perbandingan curah hujan dengan debit hasil kalibrasi model SWAT dan debit observasi pada outlet Nanjung
Pada tahap validasi untuk landuse 1994, 1997dan 2005 dengan curah hujan untuk masing-masing tahun landuse. Untuk validasi tahun 1994 disajikan pada Tabel
19. Pada validasi landuse tahun 1994 menghasilkan nilai NSI sebesar 0.734 dengan nilai R
2
Pada Tabel 19 menunjukkan bahwa total debit sungai model SWAT sebesar 940.38 m
sebesar 0.847. Pada Gambar 29 terlihat grafik hubungan antara curah hujan dengan debit model SWAT hasil validasi untuk outlet pada Sub DAS 23 serta debit
hasil observasi SPAS Nanjung pada tahun 1994.
3
dtk per tahun. Nilai maksimum debit model SWAT terjadi pada bulan April sebesar 138.70 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 266.26 mm dan nilai minimum debit model SWAT terjadi pada bulan Juli sebesar 4.33 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 7.73 mm. Nilai maksimum untuk debit hasil observasi terjadi pada bulan Januari sebesar
173.32 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 343,86 mm dan nilai minimum debit hasil observasi terjadi pada Agustus sebesar 5.31 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 17.07 mm.
50 100
150 200
250 300
350 400
50 100
150 200
250
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agust
Sep Okt
Nop Des
D e
b it
Q m
3 s
Bulan Tahun 2001
hujan observasi
debit model
H u
ja n
mm
65
Tabel 19. Perbandingan debit model SWAT dan debit observasi pada tahap validasi tahun 1994
Bulan Hujanmm
Q Debit m3dtk Observasi
Model SWAT Jan
343.86 173.32
169.2 Feb
246.31 166.01
136.3 Mar
296.76 149.10
143.00 Apr
266.26 168.04
138.7 Mei
134.99 68.73
68.14 Jun
21.94 41.14
10.21 Jul
7.73 7.21
4.32 Agust
17.07 5.31
7.541 Sept
52.58 5.99
23.27 Okt
64.79 9.18
26.29 Nov
222.19 35.30
110.70 Des
209.84 47.24
102.70 Total
1884.34 876.57
940.38 Rata-rata
157.03 73.05
78.36 NSI
0.776 R
2
0.782
Gambar 29. Perbandingan antara curah hujan dengan debit model SWAT dan debit observasi pada outlet Nanjung Sub DAS 23
50 100
150 200
250 300
350 400
20 40
60 80
100 120
140 160
180 200
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agust
Sep Okt
Nop Des
D e
b it
Q m
3 s
Bulan 1994
hujan mm Debit Observasi
Debit model
H u
ja n
m m
66
Validasi pada landuse pada tahun 1997 dapat dilihat pada Tabel 20. Hasil validasi pada tahun 1997 menghasilkan nilai NSI sebesar 0.718 dengan nilai R
2
Tabel 20. Perbandingan debit model SWAT dan debit observasi pada tahap sebesar
0.901. Pada Gambar 30 terlihat grafik hubungan antara curah hujan dengan debit hasil validasi model SWAT serta debit observasi di SPAS Nanjung pada tahun 1997.
validasi Tahun 1997
Bulan Hujan
mm Q Debit m3dtk
Observasi Model SWAT Jan
175.91 88.44
74.01 Feb
163.14 75.74
82.90 Mar
180.54 65.60
84.54 Apr
200.92 72.61
94.33 Mei
188.15 72.52
92.68 Jun
25.32 14.09
11.64 Jul
23.31 9.58
10.73 Agust
29.15 8.43
13.99 Sept
30.64 6.36
15.35 Okt
66.54 20.83
30.27 Nov
149.91 40.05
60.69 Des
265.12 90.96
128.2 Total
1498.65 565.21
699.33 Rata-rata
124.89 47.10
58.28 NSI
0.718 R
2
0.901 Pada Tabel 20 menunjukkan bahwa total debit sungai model SWAT sebesar
669.33 m
3
dtk per tahun. Nilai maksimum debit model SWAT terjadi pada bulan Desember sebesar 128.2 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 265.12 mm dan nilai minimum debit model SWAT terjadi pada bulan Juli sebesar 11.64 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 25.32 mm. Nilai maksimum untuk debit hasil observasi terjadi pada bulan
Desember sebesar 90.96 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 265.12 mm dan nilai minimum debit hasil observasi terjadi pada September sebesar 6.36 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 30.64 mm.
67
Gambar 30. Perbandingan antara curah hujan dengan debit model SWAT dan debit observasi pada outlet Nanjung Sub DAS 23
Validasi pada landuse pada tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 21. Hasil validasi pada tahun 2005 menghasilkan nilai NSI sebesar 0.678 dengan nilai R
2
Pada Tabel 21, menunjukkan bahwa total debit sungai model SWAT sebesar 998.43 m
sebesar 0.712. Pada Gambar 31 terlihat grafik hubungan antara curah hujan dengan debit hasil
validasi model SWAT serta debit observasi di SPAS Nanjung pada tahun 2005.
3
dtk per tahun. Nilai maksimum debit model SWAT terjadi pada bulan Desember sebesar 165.70 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 292.40 mm dan nilai minimum debit model SWAT terjadi pada bulan Juli sebesar 24.62 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 51.56 mm. Nilai maksimum untuk debit hasil observasi terjadi pada bulan
Desember sebesar 238.40 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 282.25 mm dan nilai minimum debit hasil observasi terjadi pada September sebesar 12.94 m
3
dtk dengan curah hujan sebesar 73.94 mm.
50 100
150 200
250 300
20 40
60 80
100 120
140
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agust
Sep Okt
Nop Des
D e
b it
Q m
3 s
Bulan tahun 1997
hujan Observasi
debit model
H u
ja n
m m
68
Tabel 21. Perbandingan debit model SWAT dan debit observasi pada tahap validasi tahun 2005
Bulan Hujan
Q Debit m3dtk Observasi
Model SWAT Jan
182.57 81.06
89.05 Feb
292.40 183.28
165.70 Mar
282.25 238.40
140.20 Apr
199.07 135.71
112.70 Mei
117.35 72.59
58.68 Jun
104.87 52.56
51.38 Jul
51.56 32.44
24.62 Agust
73.94 12.94
36.99 Sept
78.25 18.82
39.50 Okt
122.5 49.58
60.15 Nov
173.58 38.30
87.56 Des
246.29 80.59
131.90 Total
1924.63 996.27
998.43 Rata-rata
160.40 83.00
83.20 NSI
0.678 R2
0.712
Gambar 31. Perbandingan antara curah hujan dengan debit model SWAT dan debit observasi pada outlet Nanjung Sub DAS 23
50 100
150 200
250 300
350
50 100
150 200
250 300
Jan Feb
Mar Apr
Mei Jun
Jul Agust
Sep Okt
Nop Des
D e
b it
Q m
3 s
Bulan tahun 2005
hujanmm debit observasi
debit model
H u
ja n
m m
69
Berdasarkan hasil kalibrasi dan validasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa model MWSWAT cukup akurat digunakan untuk memprediksi debit aliran untuk
berbagai perubahan lahan. Beberapa hasil penelitian yang dilakukan di Jawa Barat juga menunjukkan model SWAT mampu menggambarkan pengaruh pengelolaan lahan
terhadap hidrologi DAS. Hasil penelitian Junaidi 2009 di DAS Cisadane, Bogor, menunjukkan hasil NSI sebesar 0.7 untuk simulasi bulanan. Model SWAT juga cukup
memuaskan dalam memprediksi debit sungai dan hasil air DAS Cijalupang, Bandung, dengan nilai NSI sebesar 0.52 Suryani, 2005.
5.3 Perubahan Landuse terhadap Respon hidrologi