Manfaat Penelitian Pengembangan Data Warehouse dan Aplikasi SOLAP Berbasis Web Untuk Data Titik Panas (Hotspot)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebakaran Hutan

Kebakaran hutan merupakan salah satu penyebab kerusakan hutan yang memiliki dampak negatif yang cukup dahsyat. Dampak kebakaran hutan diantaranya menimbulkan asap yang mengganggu aktifitas kehidupan manusia, antara lain mewabahnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut pada masyarakat, dan menganggu sistem transportasi yang berdampak sampai ke negara tetangga. Dampak yang paling besar adalah timbulnya kerusakan ekosistem lingkungan pada hutan tersebut, serta mengakibatkan menurunnya kualitas dan kuantitas hutan yang pada akhirnya akan menimbulkan banyak kerugian. Hutan memiliki peran penting bagi kehidupan manusia, sehingga hutan perlu diselamatkan dari bahaya kebakaran. Sejauh ini, pengelolaan kebakaran hutan hanya sebatas pencegahan dan penanggulangannya saja Suwarsono et al. 2008. Dalam upaya pencegahan kebakaran hutan, ada yang perlu dikenali sebagai unsur penyebabnya yaitu panas, bahan bakar dan oksigen Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001. Karena kebakaran hutan terjadi bila ketiga unsur di atas saling bertemu. Jika salah satu dari ketiga unsur ini tidak ada, maka kebakaran hutan tidak akan terjadi. Beberapa unsur itu terdiri dari :

2.1.1 Panas

Panas merupakan suatu keadaan yang bersuhu relatif tinggi. Dalam peristiwa kebakaran hutan, unsur ini sangat berperan terutama pada musim kemarau yang terjadi setiap tahun. Dengan kondisi demikian, maka kemungkinan terjadinya kebakaran hutan menjadi lebih besar ketika unsur ini bertemu dengan unsur lainnya, yaitu bahan bakar dan oksigen. Hal yang terkait erat dengan panas adalah sumber api. Secara umum, sumber api yang mengakibatkan kebakaran hutan bersumber dari manusia, sedangkan sisanya bersumber dari faktor lainnya Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001. Sumber api yang berasal dari manusia, baik yang secara sengaja membersihkan lahan perkebunannya dengan menggunakan jasa api, maupun aktifitas lain yang tidak disengaja seperti api dari kareta api, pekerja hutan, pengunjung objek wisata hutan, obor, puntung rokok, perkemahan, dapur arang.

2.1.2 Bahan Bakar

Bahan bakar merupakan unsur paling dominan yang menyebabkan terjadinya kebakaran hutan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, bahan bakar yang menjadi penyebab terjadinya kebakaran adalah serasah hutan Hamilton dan King, 1982 dalam Yudasworo, 2001. Serasah hutan adalah tumpukan daun-daun kering, ranting- ranting, dan sisa-sisa vegetasi lainnya yang ada di atas lantai hutan. Tebal dan tipisnya serasah hutan berpengaruh pada besar dan kecilnya kebakaran hutan yang terjadi. Kebakaran hutan besar disebabkan karena terjadi pada lokasi yang bergambut atau pada areal dengan serasah hutan yang tebal di bekas tebangan. Ketebalan serasah hutan pada setiap tipe hutan berbeda-beda. Pada hutan primer, serasah di lantai hutan tipe ini tipis. Pada hutan ini juga, tutupan tajuk mendekati seratus persen, sehingga sinar matahari hampir tidak sampai menyinari lantai hutan, menyebabkan tingkat kelembaban tinggi dan suhu menjadi rendah. Karena kondisi seperti ini, pada hutan ini jarang terjadi kebakaran hutan. Pada hutan gambut, bahan yang menyebabkan terjadinya kebakaran adalah gambut itu sendiri, yang terletak di bawah permukaan tanah. Pada musim kemarau yang panjang, lapisan gambut yang tebalnya dapat mencapai puluhan sentimeter menjadi kering dan mudah terbakar. Karena api merambat di bawah permukaan tanah, kebakaran yang terjadi pada tipe hutan ini akan susah dipadamkan. Pada areal bekas tebangan, serasah hutan menumpuk sangat tebal. Hal ini disebabkan, dari setiap batang pohon yang ditebang, hanya batang sedang hingga cabang besar pertama yang diambil. Selebihnya termasuk cabang-cabang yang kecil, ranting-ranting dan daun-daun ditinggal di dalam hutan. Disamping itu, setiap pohon besar yang ditebang akan menimpa dan menumbangkan pohon-pohon kecil di sekitarnya, yang akan mengakibatkan penumpukan serasah hutan yang sangat tebal. Dengan kondisi seperti ini, kebakaran hutan yang terjadi pada musim kemarau panjang akan susah untuk dipadamkan. Pada areal tanaman yang penutupan tajuknya belum mencapai seratus persen, terdapat bahan yang mudah terbakar berupa alang-alang dan semak belukar lainnya. Resiko terjadinya kebakaran hutan di areal ini cukup tinggi, karena suhu di lantai hutan ini mudah naik. Pada padang alang-alang dan semak belukar, serasah di areal ini mudah terbakar sekalipun bukan pada musim kemarau panjang. Tetapi karena bahan bakarnya tidak banyak, kebakaran yang terjadi tidak terlalu besar.

2.1.3 Oksigen

Oksigen adalah zat ringan yang tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mempunyai rasa. Keberadaannya sangat melimpah di alam semesta, dan diperlukan untuk segala macam kehidupan. Dalam peristiwa kebakaran hutan, oksigen berperan dalam mendukung proses pembakaran Clar dan Chatten, 1954 dalam Yudasworo, 2001. Hal ini terjadi apabila nyala api mendapatkan pasokan oksigen yang cukup, maka nyala api akan menjadi lama dan besar. Sebaliknya apabila nyala api tidak memperoleh jumlah kadar oksigen yang mencukupi, maka api akan padam. Untuk itu, prinsip yang biasa dilakukan dalam upaya pemadaman adalah dengan mengisolasi oksigen dari nyala api.

2.2 Hotspot Titik Api

Hotspot titik api adalah letak suatu titik yang ada dipermukaan bumi, dimana titik itu diindikasikan sebagai titik panas yang terdeteksi oleh sensor satelit Ratnasari, 2000 dalam Thoha, 2008. Ada beberapa satelit yang bisa mendeteksi hotspot titik api diantaranya satelit TERRA, AQUA dan NOAA. Satelit TERRA diluncurkan pada bulan Desember 1999. Satelit ini melewati Indonesia 4 kali dalam sehari, 2 kali siang dan 2 kali malam. Dalam misinya Satelit TERRA membawa sensor MODIS Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor