Kerangka Pikir Penelitian Pengembangan kebijakan pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan air minum: studi kasus DAS Cisadane Hulu

67 III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pikir Penelitian

Undang-undang Dasar 1945 Pasal 33, ayat 1 menyatakan bahwa Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan, artinya bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional ayat 4, sehingga bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat ayat 3. Asas kekeluargaan dan prinsip perekonomian nasional tersebut dimaksudkan sebagai rambu-rambu yang sangat penting dalam upaya mewujudkan demokrasi ekonomi di Indonesia, hal ini sangat penting agar seluruh sumber daya ekonomi nasional digunakan sebaik-baiknya, yang ada harus dialokasikan secara efisien untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara sehat dan sekaligus untuk mencapai keadilan. Kemajuan ekonomi di seluruh wilayah tanah air harus diperhatikan keseimbangannya dan dalam menerapkan otonomi daerah harus pula dijaga kesatuan ekonomi nasional dalam rangka mendukung dan mewujudkan ekonomi yang adil dan makmur bagi semua yang pelaksanaannya diatur dalam undang-undang. Berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah terkait dengan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten atau kota menyangkut pengendalian lingkungan hidup diatur pada Pasal 14 ayat 1, butir j; selain itu pemerintah daerah dapat memiliki BUMD sebagaimana diatur pada Pasal 177. Kemudian Undang-undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 40, ayat 1, 3, bahwa pemenuhan air baku untuk air minum rumah 68 tangga dilakukan dengan pengembangan SPAM merupakan tanggung jawab pemerintah daerah dan sebagai penyelenggaranya adalah Badan Usaha Milik Daerah. Atas dasar kedua undang-undang tersebut dibuat Peraturan Pemerintah PP Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum SPAM, disebutkan bahwa pengembangan SPAM diselenggarakan berdasarkan pada asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta tranparansi dan akuntabilitas Pasal 3 dan bertujuan untuk : a terwujudnya pengelolaan dan pelayanan air minum yang berkualitas dengan harga terjangkau; b tercapainya kepentingan yang seimbang antara konsumen dan penyedia jasa pelayanan dalam hal ini PDAM; dan 3 tercapainya peningkatan efisiensi dan cakupan pelayanan air minum Pasal 4, selain itu pemerintah daerah memiliki wewenang dalam pengembangan SPAM yang bertanggungjawab dalam memfasilitasi pemenuhan kebutuhan air baku untuk kebutuhan pengembangan SPAM dan menjamin penyelengaraannya secara berkelanjutan Pasal 40. Agar organisasi pengembangan SPAM dapat berjalan lebih efektif dan efisien, kemudian pemerintah memayunginya dengan Peraturan Presiden RI Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 294PRTM2005 tentang Badan Pendukung Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, tujuh Peraturan Menteri dalam Negeri, antara lain Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 2 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Tarif PDAM, Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kepengurusan PDAM, dan lain-lain termasuk agar memenuhi standar kehandalan yang mampu meningkatkan standar pelayanan minimal SPM tentang kualitas air sesuai dengan standar kesehatan berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 907MENKESSKVII2002 Tahun 2002 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum. 69 Sumberdaya air mempunyai fungsi sosial, lingkungan, dan ekonomi yang diselenggarakan dan diwujudkan secara selaras. Fungsi sosial berarti bahwa sumberdaya air untuk kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan individu. Fungsi lingkungan berarti bahwa sumberdaya air menjadi bagian dari ekosistem sekaligus sebagai tempat kelangsungan hidup flora dan fauna. Fungsi ekonomi berarti bahwa sumberdaya air dapat didayagunakan untuk menunjang kegiatan usaha; hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 4 UU No. 7 Tahun 2004. Kawasan hulu DAS Cisadane yang menjadi sumber air permukaan sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, salah satunya adalah dijadikan sumber intake bagi Perusahaan Daerah Air Minum PDAM Tirta Pakuan Kota Bogor yaitu Intake Ciherang Pondok pada elevasi 373.2 meter. Air baku lainnya bersumber dari 4 empat mata air yang meliputi Mata Air Kota Batu dengan elevasi 340 meter, Mata Air Tangkil dengan elevasi 481,36 meter, Mata Air Palasari dan Mata Air Bantar Kambing dengan elevasi 427.23 meter. Keempat mata air dan Intake Ciherang Pondok melayani pelanggan air bersih sebanyak 77 929 pelanggan Agustus, 2008, data pelanggan sampai dengan Desember 2008 jumlahnya mencapai 79.585, data sampai dengan Desember 2009 mencapai 86.587; sementara itu di PDAM Kabupaten Bogor mencapai 120 873 pelanggan Desember 2009 dengan beragam pelanggan, meliputi kelompok pelanggan: Sosial Umum, Sosial Khusus, Rumah Tangga Kelas A, Kelas B, dan Kelas C, Instansi Pemerintah, Niaga Kecil dan Niaga Besar. Nampak bahwa air baku memberikan manfaat hidrologis yang salah satunya digunakan sebagai air bersih atau air minum yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Hubungan hulu – hilir tersebut merupakan suatu hubungan hidro-ekologis yang saling melengkapi satu dengan yang lainnya. Terkait keberadaan hubungan antara sumber air baku di hulu dengan para pengguna jasa lingkungan di hilir tersebut maka diperlukan adanya pendekatan penilaian kebijakan pilihan yang sebaiknya dapat diterapkan 70 secara lokal specific location bahkan dalam skala daerah, regional dan nasional dengan menggunakan AHP, sementara nilai atas beban konservasi di daerah hulu akan didekati dengan kesanggupan para pengguna jasa lingkungan dengan penilaian WTP untuk setiap kelompok pengguna pemanfaaat jasa air minum. Untuk masyarakat di hulu akan dinilai kesediaan untuk melakukan konservasi WTC dan kesediaan menerima pembayaran WTA dalam bentuk regresi logistik multinomial. Uraian deskriptif sebagaimana telah diuraikan merupakan kerangka pikir atas penelitian ini, diharapkan mekanisme hubungan hulu hilir dalam hal penggunaan sumberdaya air mampu memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi khususnya tentang upaya memperbanyak pemikiran terkait dengan persoalan-persoalan mekanisme pembayaran jasa lingkungan sumberdaya air pada khususnya. Dengan demikian kebijakan terkait dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang bersifat specific location tentang sumberdaya air mampu dijadikan masukan kebijakan bagi pemerintah daerah maupun nasional. Kerangka pikir penelitian Pengembangan Kebijakan Pembayaran Jasa lingkungan dalam Pengelolaan Air Minum di DAS Cisadane Hulu disajikan pada Gambar 3.1. Bagan alir kerangka pikir penelitian Gambar 3.1, pemanfaatan air baku sebagai air minum yang berasal dari kawasan hulu merupakan kawasan yang secara lingkungan perlu dipelihara dengan baik agar berkelanjutan, sehingga diperlukan: 1 adanya langkah-langkah kebijakan dalam pengelolaan kawasan sumber air baku, 2 bagaimana mekanisme pembayaran jasa lingkungan yang terjadi antara penyedia dan pengguna jasa lingkungan, 3 bagaimana alokasi air minum tersebut terhadap penggunanya agar tetap berkelanjutan, sehingga pentingnya keseimbangan dan alokasi yang adil terhadap pemanfaatan sumberdaya air dimaksud. Ketiga kebijakan tersebut berkaitan dengan karakteristik ketersediaan dan kebutuhan air minum di tingkat lokal dan bersifat antar wilayah, sehingga dimungkinkan terjadinya keseimbangan antara suplai dan permintaan. 71 Keterangan: : Kesatuan Analisis; : Kajian Input-proses-output-outcome Gambar 3.1 Diagram Alir Kerangka Pikir Penelitian UUD 1945 Pasal 33 ayat 1,3,4; UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air Pasal 40, dan PP Pengembangan SPAM No 16 Tahun 2005 Komunitas Masyarakat Hulu Penyedia Jasa Lingkungan Air JASA LINGKUNGAN LAINNYA Wilayah Hulu DAS Cisadane Hulu SUMBER AIR BAKU JASA PENYEDIAAN AIR MINUM Upaya Rehabilitasi dan Konservasi Wilayah Hulu Penyangga Sistem Kehidupan Ketersediaan Air Supply Side Air Indus- tri De- mand Side Jaminan Kontinui- tas Air Kebutuh- an Air Lainnya Wisata Air Jungle Air Per- tanian Persepsi WTA dan Konservasi Pemanfaatan Air Baku untuk Air Minum dan Penentuan Harga Air Mata Air Minum Swasta-1 Mata Air Bantar Kambing Mata Air tangkil Mata Air Ciburial Mata Air Kota Batu Mata Air Minum Swasta-2 PDAM KotaKabupaten Bogor Persepsi WTP Rekomendasi Kebijakan Pengelolaan SPAM dengan Mekanisme PJL Prospek Alokasi Air Minum MDGs Nilai Jasa Lingkungan Kontribusi Konservasi SDA Kontribusi Hilir ke Hulu Dana Konservasi Kawasan Mekanisme Alokasi SD Air 72 Menurut Flint 2003 menyebutkan bahwa pengelolaan air berkelanjutan setidaknya diindikasikan oleh tiga hal, yaitu : a tersedianya air yang cukup dan aman untuk memenuhi berbagai kebutuhan, b mengalokasikan air secara efektif dan adil diantara pengguna, dan c adanya upaya perlindungan terhadap sumber-sumber air dari ancaman degradasi. Oleh karena itu kebijakan dalam mengelola kawasan sumber air dan pemanfaatan airnya harus dapat memberikan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan bagi masyarakat, sehingga kebutuhan air minum lokal yang bersifat antar wilayah hulu-hilir perlu dikelola secara berkelanjutan, terpadu dan komprehensif dengan tetap memperhatikan ketersedian tata ruang dan wilayah yang telah ada. Mekanisme pembayaran jasa lingkungan termasuk didalamnya jasa air adalah salah satu inovasi pengelolaan lingkungan secara lestari. terpadu dan menyeluruh yang cukup dikenal di berbagai belahan dunia. Hal ini sangat beralasan karena seperlima penduduk dunia kekurangan akses terhadap fasilitas air bersih dan separuh penduduk dunia kekurangan akan fasilitas kesehatan. Cruz et al. 2000 menyebutkan bahwa biaya untuk penggunaan air yang berasal dari sumber air dari kawasan hutan belum memasukkan biaya perlindungan dan pengelolaan yang sebenarnya serta biaya kerusakan lingkungan yang timbul akibat pemanfaatan air, sehingga nilai air umumnya dibawah nilai yang sebenarnya. Untuk itu pembayaran jasa lingkungan menjadi penting dalam membiayai konservasi kawasan sumber airnya di daerah hulu. Jasa lingkungan adalah semua yang disediakan oleh hutan dan perkebunan ataupun ladang serta memiliki sebuah pengaruh terhadap perlindungan dan perbaikan kawasan hutannya. Menurut Rosa et al. 2005 bahwa yang termasuk jasa lingkungan antara lain perlindungan air untuk wilayah perkotaan, perdesaan atau penggunaan lainnya. Perlindungan air dengan tujuan untuk melakukan konservasi di daerah hulunya perlu diteliti, sehingga diperlukan adanya penilaian tentang perilaku petani di hulu untuk melakukan sistem pertanian yang berbasis 73 konservasi dan ramah lingkungan. Selain itu, diperlukan pula penilaian besarnya kontribusi guna membiayai konservasi tersebut dengan menggunakan pendekatan kesediaan membayar willingness to pay atau WTP dari para pemanfat air, termasuk juga diperlukan pula adanya kebijakan dalam mempertahankan kawasan hijau terbuka di daerah hulu dalam bentuk peraturan baik berupa peraturan daerah ataupun kesepahaman komitmen antara masyarakat penyedia jasa lingkungan di hulu dengan masyarakat pengguna jasa lingkungan di hilir. Keterikatan bentuk formal berupa peraturan atas beban konservasi di daerah hulu oleh masyarakat pengguna jasa lingkungan di hilir merupakan outcome dari penelitian ini sebagai jawaban pentingnya mekanisme pembayaran jasa lingkungan air di DAS Cisadane hulu.

3.2 Hipotesis Penelitian