induksi, yaitu suasana periode awal oksidasi lipida terjadi dimana oksidasi masih berjalan secara lambat dengan kecepatan seragam.
C. EKSTRAKSI KOMPONEN ANTIOKSIDAN
Ekstraksi adalah proses pemisahan komponen-komponen terlarut dari suatu campuran komponen tidak terlarut dengan menggunakan pelarut yang
sesuai Sudjadi, 1985. Menurut Nur dan Adijuwana 1989, ekstraksi merupakan peristiwa pemindahan zat terlarut solut antara dua pelarut yang
tidak saling bercampur. Harbone 1987 menambahkan bahwa ekstraksi adalah proses penarikan komponen atau zat aktif suatu simplisia dengan
menggunakan pelarut tertentu. Proses ekstraksi bertujuan mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen
aktif. Teknik ekstraksi yang tepat berbeda untuk masing-masing bahan. Hal ini dipengaruhi oleh tekstur kandungan bahan dan jenis senyawa yang ingin
didapat Nielsen, 2003. Penggunaan metode ekstraksi yang dilakukan bergantung pada beberapa
faktor, yaitu tujuan dilakukan ekstraksi, skala ekstraksi, sifat-sifat komponen yang akan diekstrak, dan sifat-sifat pelarut yang akan digunakan Hougton dan
Raman, 1998. Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan adalah ekstraksi dengan pelarut, distilasi, super critical fluid extraction SFE,
pengepresan mekanik, dan sublimasi. Metode ekstraksi yang banyak digunakan adalah distilasi dan ekstraksi dengan pelarut. Proses ekstraksi
dipengaruhi oleh lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan. Semakin lama waktu yang digunakan dan semakin tinggi suhu yang
digunakan, maka semakin sempurna proses ekstraksi. Semakin dekat tingkat kepolaran pelarut dengan komponen yang diekstrak, semakin sempurna proses
ekstraksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai pelarut adalah: 1 pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, 2 pelarut organik akan cenderung
melarutkan senyawa organik dan 3 pelarut air akan cenderung melarutkan senyawa anorganik dan garam dari asam ataupun basa.
Prinsip ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah bahan yang akan diekstrak dikontakkan langsung dengan pelarut selama selang waktu tertentu,
sehingga komponen yang akan diekstrak terlarut dalam pelarut kemudian
diikuti dengan pemisahan pelarut dari bahan yang diekstrak. Pelarut organik yang umum digunakan untuk memproduksi konsentrat, ekstrak, absolut atau
minyak atsiri dari bunga, daun, biji, akar, dan bagian lain dari tanaman adalah etl asetat, heksana, petroleum eter, benzena, toluena, etanol, isopropanol,
aseton, dan air Mukhopadhyay, 2002. Nilai polaritas beberapa pelarut tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Polaritas pelarut organik
No. Pelarut
Titik didih C
Polaritas E C
ADI mgkg BB
1 Etanol 78.3
0.68 0.5
2 Aseton 56.2
0.47 0.2
3 Etil asetat
77.1 0.38
1.25 4 Heksana
68.7 0.15
5 Pentena 36.2
0.15 6 Diklorometana
40.8 0.32
1.25 7 Isopropanol
82.2 0.63
0.6 8 Air
100 0.73
- 9 Propilen
glikol 187.4
0.73 0.7
10 Karbondioksida -56.6
0.2 Sumber: Mukhopadhyay 2002, Porkony et al., 2001
Secara umum teknik ekstraksi menggunakan pelarut organik dapat dibedakan menjadi 4, yaitu maserasi, perkolasi, ekstraksi dengan soxhlet dan
refluks. Maserasi merupakan proses ekstraksi dengan perendaman sampel yang telah dihancurkan menggunakan pelarut beberapa hari sambil dilakukan
pengadukan, kemudian dilakukan penyaringan atau pengepresan sehingga diperoleh cairan. Maserasi modern terbuat dari stainless steel atau gelas yang
dilengkapi dengan agitator. Metode ini dapat menghasilkan ekstrak dengan flavor yang baik karena dilakukan tanpa pemanasan sehingga mengurangi
kerusakan komponen aromatik. Ekstraksi dengan alat soxhlet dan refluks dilakukan dengan bantuan
pemanasan sekitar 60 C dan lamanya ekstraksi dapat berlangsung selama 24
jam. Ekstraktor soxhlet ditemukan oleh Frans von Soxhlet pada tahun 1879. Alat tersebut sebenarnya dibuat untuk mengekstrak lipid. Tetapi soxhlet tidak
hanya terbatas untuk itu saja, tetapi bisa juga untuk mengekstrak komponen aktif. Mula-mula sampel dimasukkan ke dalam selongsong yang terbuat dari
kertas dan ditempatkan pada bagian tabung utama soxhlet. Kemudian labu didih dipasang di bawang soxhlet dan lengkapi dengan kondensornya. Prinsip
dari alat ini adalah pelarut yang dipanaskan akan menguap kemudian melewati kondensor sehingga mengembun dan menggenangi selongsong yang ada di
dalam tabung soxhlet. Komponen aktif dalam sampel akan larut dalam pelarut. Ketika tabung utama sudah hampir dipenuhi pelarut, secara otomatis pelarut
akan jatuh kembali ke labu didih. Siklus ini akan berulang kembali. Keuntungan dari menggunakan alat ini adalah pelarut dapat digunakan
kembali setelah pemakaian. Seperti halnya soxhlet, refluks juga menggunakan panas saat beroperasi.
Alat ini terdiri dari labu didih tabung destilasi dan kondensor. Prinsip kerja dari refluks adalah ketika sampel dan pelarut dipanaskan, komponen aktif
akan menguap lebih dahulu daripada pelarut dan mengembun kembali ketika melewati kondensor dan mesuk ke dalam tabung penerima. Keuntungan dari
alat ini adalah pelarut dapat digunakan kembali setelah pemakaian serta selama beroperasi dapat ditinggalkan tanpa perlu penambahan kembali pelarut
yang digunakan. Perkolasi merupakan teknik ekstraksi dengan cara mengalirkan pelarut
ke dalam bahan secara kontinu dengan bantuan pompa dan pemanasan. Perkolasi modern terdiri dari bak ekstraksi atau tangki perkolator yang
dilengkapi sejumlah rak, penangas air, bak penampung larutan atau cairan ekstrak I dan II, serta pompa.
D. UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN Efektivitas antioksidan, baik sintetik maupun alami dapat diukur dengan
menentukan stabilitas oksidatif lipid dalam sistem pangan Hamilton, 1983. Berdasarkan alat yang digunakan, penentuan stabilitas oksidatif minyak atau
lemak terdiri dari lima jenis, yaitu: metode kimia, metode spektrofotometer, metode kromatografi, pengukuran absorbsi oksigen, serta metode sensori
Rajalakshmi dan Narasimhan, 1996. Sedangkan menurut Shahidi dan Wanasundhara 1997 berdasarkan hasil samping dari reaksi autooksidasi,
metode penentuan stabilitas oksidatif lipid dibagi menjadi 2 bagian meliputi perubahan primer dan perubahan sekunder. Perubahan primer diukur dengan
memonitor hilangnya asam-asam lemak tidak jenuh, oxygen uptake, bilangan peroksida, serta bilangan dien terkonjugasi. Perubahan sekunder mengukur
secara kuantitatif pembentukan senyawa karbonil, malonaldehid, serta hidrokarbon.
Metode yang seragam untuk mendeteksi semua perubahan oksidatif dalam sistem pangan memang belum dapat ditemukan. Pemilihan metode
stabilitas oksidatif tersebut sangat bergantung pada sejumlah faktor, meliputi sifat dan asal usul minyak teroksidasi, waktu yang tersedia, serta kondisi tes
dan peralatan yang ada Shahidi dan Wanasundhara, 1997. Menurut Porkony et al., 2001 aktivitas antioksidan uji yang memiliki faktor protektif sebesar
setengah dari faktor protektif antioksidan pembanding atau dengan kata lain memiliki nilai R rasio Fp antioksidan uji dengan Fp rasio antioksidan
pembanding minimal 0.5 dinyatakan aktivitas antioksidannya digolongkan tinggi. Sedangkan jika dibawah standar tersebut, berarti aktivitas
antioksidannya digolongkan rendah. Beberapa metode pengukuran aktivitas antioksidan yang dapat
digunakan antara lain metode β-karotenlinoleat, metode Rancimat, metode
oksigen aktif AOM, metode tiosianat, metode TBA, serta uji bilangan peroksida. Metode
β-karotenlinoleat merupakan suatu metode yang cepat dan rutin untuk menentukan tingkat aktivitas antioksidan. Prosedur ini berdasarkan
pada minimalisasi kehilangan warna β-karoten pada oksidasi ganda asam
linoleat dan β-karoten dalam sistem, diukur secara kolorometri pada panjang
gelombang 470 nm Kochhar dan Rossell, 1990. Prinsip pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode Rancimat
adalah proses oksidasi dipercepat dengan cara induksi aliran udara melewati minyak yang dipanaskan, misalnya pada suhu ± 100
C. Reaksi autooksidasi dapat menghasilkan hidroperoksida dan juga asam format atau lebih umum
lagi adalah pembentukan senyawa ionik yang dapat mengubah konduktivitas air bebas ion pada alat Rancimat. Pada awal reaksi oksidasi tidak ada
peningkatan konduktivitas yang dapat diamati dan hanya pada tahap
selanjutnya terjadi peningkatan konduktivitas secara cepat periode induksi. Pada metode ini biasanya dilakukan pada suhu 100
C atau sampai 140 C
untuk minyak atau lemak yang sangat stabil Loliger, 1983. Metode oksigen aktif AOM merupakan metode akselerasi. Udara
digunakan sebagai agen pengoksidasi. Sampel diinkubasi pada 97.8 C dan
udara dihembuskan ke dalamnya secara konstan. Waktu yang diperlukan untuk mendapatkan bilangan peroksida spesifik menyatakan waktu oksidasi.
Uji tiosianat Chen et al, 1995 merupakan uji yang mengukur aktivitas antioksidan dalam menghambat terjadinya senyawa radikal yang reaktif
peroksida scara kualitatif. Asam linoleat dalam kondisi buffer pada suhu 37
C selama penyimpanan akan teroksidasi dan menghasilkan peroksida. Peroksida ini akan mengoksidasi ion ferro dari FeCl
2
menjadi ion ferri FeCl
3
yang akan membentuk warna merah jika direaksikan dengan amonium tiosianat. Semakin banyak peroksida yang terbentuk maka semakin merah
intensitas warna yang dihasilkan. Bilangan peroksida dihitung berdasarkan nilai absorbansi sampel pada panjang gelombang 500 nm.
Pada metode TBA, produk oksidasi dari asam lemak tak jenuh membentuk warna merah jika direaksikan dengan TBA. Warna tersebut
berasal dari kondensasi antara 2 molekul TBA dengan 1 molekul malonaldehid MDA. Tetapi MDA tidak selalu ditemukan sebagai hasil
oksidasi . Beberapa alkanal, alkenal dan 2,4- dienal membentuk warna kuning λ=450 nm ketika bereaksi dengan TBA, tetapi hanya dienal membentuk
warna merah λ=530 nm. Pada umumnya TBA reaktif dihasilkan dalam
jumlah cukup tinggi jika dari asam lemak yang mengandung 3 atau lebih ikatan ganda Nawar, 1995.
Peroksida adalah produk utama pada autooksidasi. Teknik pengukuran pada uji bilangan peroksida didasarkan pada kemampuan peroksida untuk
membebaskan iodin dari potasium iodida, atau mengoksidasi ion ferro menjadi ferri. Meskipun bilangan peroksida dapat diterapkan untuk
mengetahui pembentukan peroksida di awal reaksi oksidasi, tetapi ketepatannya masih dipertanyakan, hasilnya bergantung pada detil prosedur
yang digunakan dan uji ini sangat sensitif terhadap perubahan suhu Nawar, 1995.
E. KETENGIKAN DALAM BAHAN PANGAN Proses ketengikan adalah kerusakan lemak atau minyak dalam bahan
pangan yang dapat menimbulkan bau dan cita rasa yang menyimpang tengik. Hal ini dikarenakan oleh autooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam
lemak Winarno, 1992. Terjadinya proses ketengikan tidak hanya terbatas pada bahan pangan berlemak tinggi, tetapi juga dapat terjadi pada bahan
pangan berlemak rendah Ketaren, 1986. Ketengikan pada bahan pangan berlemak dapat disebabkan oleh empat
faktor, yaitu : 1 absorbsi oleh lemak, 2 aksi enzim dalam jaringan bahan yang mengandung lemak, 3 aksi mikroba, dan 4 oksidasi oleh oksigen atau
kombinasi dari dua atau lebih penyebab ketengikan Ketaren, 1986. Ketengikan yang disebabkan oleh oksidasi asam lemak tidak jenuh
menghasilkan senyawa-senyawa dengan rantai karbon lebih pendek yaitu asam lemak, keton dan aldehid.
Ketengikan biasanya mejadi tolok ukur mutu pangan. Reaksi autooksidasi lemak bertahap, yang terdiri dari tahap inisiasi terjadi
pembentukan radikal bebas, tahap propagasi radikal bebas sirubah menjadi radikal lain dan tahap terminasi penggabungan dua radikal membentuk
formasi yang stabil Gordon, 1990. Mekanisme terjadinya proses ketengikan autooksidasi terlihat pada Gambar 1.
Gordon 1990 juga menambahkan, tahap inisiasi dapat terjadi karena reaksi langsung antara molekul lipid dengan katalis logam atau karena
dekomposisi hidroperoksida yang berasal dari reaksi molekul lipid dengan singlet oksigen atau enzim pengkatalis reaksi molekul lipida dengan trplet
oksigen. Ikatan O-O di dalam hidroperoksida bersifat lemah, sehingga logam dapat mengkatalis dekomposisi hidroperoksida menghasilkan radikal bebas.
Radikal lipid mempunyai spesies yang sangat reaktif sehingga dapat bereaksi dengan molekul lipid lain atau dengan triplet oksigen membentuk radikal lain.
Reaksi propagasi biasanya berjalan dengan sangat cepat. Radikal yang terbentuk dapat bereaksi dengan lipid lagi membentuk hidroperoksida yang
kemudian dapat ambil bagian dalam tahap inisiasi. Kemudian terjadi tahap terminasi dengan sangat mudah yaitu reaksi penggabungan dua radikal
tersebut. Tetapi tahap ini dibatasi oleh rendahnya konsentrasi radikal-radikal Gordon, 1990.
Inisiasi ROOH ROO
• + H• ROOH
RO • + • OH
2 ROOH RO • + H
2
O + ROO •
Propagasi R
• + O
2
ROO •
ROO • + R
1
H ROOH + R
1
•
Terminasi ROO
• + R
1
OO • ROOR
1
+ O
2
RO • + R
1
ROR
1
terbentuk dari berbagai jalur termasuk reaksi
1
O
2
dengan asam lemak tidak
jenuh atau oksidasi asam lemak tidak jenuh yang dikatalis oleh lipoksigenase
Gambar 1. Mekanisme autooksidasi Gordon, 1990
Faktor-faktor dan kondisi yang dapat ikut berperan pada oksidasi lipida adalah panas setiap peningkatan suhu sebesar 10
o
C laju kecepatan meningkat dua kali, cahaya terutama ultraviolet yang merupakan inisiator dan
katalisator kuat, logam berat logam terlarut seperti Fe dan Cu merupakan katalisator kuat meski dalam jumlah kecil, kondisi alkali atau kondisi basa
ion alkali merangsang radikal bebas, tingkat ketidakjenuhan jumlah dan posisi ikatan rangkap pada molekul lipida berhubungan langsung dengan
kerentanan terhadap oksidasi, sebagai contoh asam linoleat lebih rentan dibanding asam oleat ditambah adanya oksigen Buck, 1991. Teori yang
sama juga dikatakan oleh Winarno 1992 bahwa ketengikan dapat dipercepat oleh beberapa faktor seperti panas, cahaya, pereaksi logam seperti Fe, Cu,
Mn, dan Co, dan enzim-enzim lipoksigenase. Mekanisme ketengikan pada lemak terlihat pada Gambar 2.
energi
R
1
-CH
2
-CH=CH-CH
2
-R
2
R1-CH
.
CH=CH-CH
2
-R
2
+ H
2
panas + sinar radikal bebas
hidrogen yang labil + O
2
R
1
-CH-CH=CH-CH
2
-R
2
O-O
.
peroksida aktif
R
1
-CH
2
-CH=CH-CH
2
-R
2
+
R
1
-CH-CH=CH-CH
2
-R
2
+ R1-CH
.
CH=CH-CH
2
-R
2
O-O
.
hidroperoksida radikal bebas
Gambar 2. Mekanisme ketengikan pada lemak Winarno, 1992
Perombakan protein dan lemak akibat proses oksidasi yang mengakibatkan terbentuknya senyawa yang bersifat basa menimbulkan rasa
dan bau yang menyimpang. Lemak yang mengalami oksidasi menghasilkan komponen cita rasa dan bau yang mudah menguap seperti keton dan berbagai
jenis komponen aldehida hexenal, nonenal, decadienal, nonadienal, dan lain- lain yang akan memberikan sensasi tengik, basi, apek, langu beany, bau
yang menusuk di hidung, dan lain-lain.
II. METODOLOGI PENELITIAN