Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial
Pada Peserta Didik Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 20132014
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
mampu memperbaiki gejala-gejala yang muncul dan secara terus-menerus menunjukkan pemulihan pada dirinya.
CBT memiliki tiga asumsi dasar yaitu: 1 aktivitas kognitif akan berakibat terhadap perilaku, 2 aktivitas kognitif dapat diidentifikasi dan diubah, dan 3
perubahan perilaku yang diinginkan disebabkan oleh perubahan kognitif Dobson Dozois, 2010: 3. Berdasarkan hasil studi pendahuluan menunjukkan para
peserta didik yang masuk ke dalam kategori adiksi tinggi memiliki pemikiran yang salah suai terhadap situs jejaring sosial. Para peserta didik berpikir dengan
situs jejaring sosial akan merasa nyaman dan membuat dirinya senang, maka adiksi situs jejaring sosial yang para peserta didik alami merupakan salah satu
bentuk distorsi kognitif yang diakibatkan oleh pikiran negatif peserta didik terhadap peran situs jejaring sosial dalam kehidupannya.
Keunggulan CBT dibandingkan dengan pendekatan lainnya menurut Kim Caldwell Cunningham, 2010: 5 adalah CBT secara empiris terbukti efektif
dan fleksibel diterapkan di berbagai budaya dan populasi. Menurut Caldwell Cunningham 2010: 5 CBT merupakan salah satu pendekatan yang layak
digunakan oleh konselor untuk membantu peserta didik yang mengalami adiksi internet. Selain itu, beberapa ahli Davis, 2001: 187; Wieland, 2005: 158; Young
et al., 2011: 3; Abreu Goes, 2011: 168; Beard, 2011: 183; Kwon, 2011: 229 menganjurkan pendekatan CBT untuk mereduksi adiksi internet karena efektif
mereduksi adiksi internet. Oleh karena itu, pendekatan yang dirasa tepat dan efektif untuk mereduksi kecenderungan adiksi situs jejaring sosial adalah
Cognitive Behavior Therapy.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Salah satu akibat dari adiksi internet adalah sering kali terjadi distorsi waktu. Menurut penelitian Greenfield Young, 2007: 672, individu yang
mengalami adiksi online merasakan perpindahan a sense of displacement ketika
Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial
Pada Peserta Didik Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 20132014
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
online dan tidak dapat mengatur kehidupannya karena keasikan online. Individu yang mengalami adiksi situs jejaring sosial mulai meninggalkan tugas-tugasnya,
mengurangi waktunya untuk berkumpul bersama keluarga, dan secara perlahan menarik diri dari rutinitas kehidupan normalnya. Individu yang mengalami adiksi
situs jejaring sosial mengabaikan hubungan sosial dengan teman-teman dan komunitasnya, serta pada akhirnya kehidupan individu tidak dapat diatur dengan
baik karena internet. Pada perkembanganya, individu yang mengalami adiksi internet mulai menghabiskan waktunya dengan aktivitas internet, menyukai game
online, chatting dengan temannya, atau berjudi di dalam internet, dan secara berangsur-angsur mengabaikan keluarga dan teman-temannya demi menyendiri di
depan komputer. Timbulnya adiksi situs jejaring sosial dapat disebabkan oleh adanya
berkembangnya teknologi yang begitu pesat sehingga menghasilkan alat komunikasi berukuran kecil tetapi dapat mengakses situs jejaring sosial kapanpun
dan dimanapun. Contoh alat komunikasi berukuran kecil yang dimaksud antara lain: komputer saku, laptop, iPads, dan bahkan telepon genggam yang
mendukung layanan internet Tariq, 2012: 409; Ishak, 2010: 50. Kemudahan mengakses situs jejaring sosial dapat menjadi kebiasaan di dalam kehidupan
sehari-hari Cabral, 2011: 5. Kebiasaan mengakses situs jejaring sosial karena kemudahannya inilah yang dapat menyebabkan individu atau peserta didik
mengalami adiksi situs jejaring sosial Tariq, 2012: 409; Young et al., 2011: 4. Adiksi internet menjadi salah satu penghambat perkembangan peserta
didik dalam bidang pribadi, sosial, belajar, dan karier Caldwell Cunningham, 2010: 1. Upaya pengentasan masalah-masalah konseli peserta didik menjadi
salah satu tugas konselor sekolah. Menurut DEPDIKNAS 2008: 219, orientasi layanan bimbingan dan konseling tidak hanya pada perangkat tugas
perkembangan kompetensikecakapan hidup, nilai dan moral peserta didik dan tataran tujuan bimbingan dan konseling penyadaran, akomodasi, tindakan, tetapi
juga berorientasi pada permasalahan yang perlu dientaskandiselesaikan. Oleh
Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial
Pada Peserta Didik Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 20132014
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
karena itu, permasalahan kecenderungan adiksi situs jejaring sosial pada peserta didik merupakan tugas konselor untuk membantu mengentaskan peserta didik dari
adiksi situs jejaring sosial. Upaya bantuan yang dilakukan konselor untuk mengintervensi masalah-
masalah atau kepedulian pribadi konseli peserta didik yang muncul segera dan dirasakan saat itu berkaitan dengan masalah pribadi, sosial, belajar, dan karier
adalah layanan responsif. Layanan responsif merupakan layanan bantuan kepada peserta didik yang menghadapi kebutuhan dan masalah yang memerlukan
pertolongan dengan segera. Layanan responsif bertujuan membantu peserta didik agar dapat memenuhi kebutuhan dan memecahkan masalah yang dialami peserta
didik atau membantu konseli yang mengalami hambatan dan kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Strategi yang digunakan dalam layanan
responsif yaitu: konseling individual, konseling krisis, konsultasi dengan orang tua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain DEPDIKNAS, 2008: 209.
Salah satu pendekatan konseling yang terbukti efektif untuk mereduksi adiksi internet adalah Cognitive Behavior Therapy CBT Young, 2007: 677.
Pada CBT, konseli dilatih untuk memantau pikirannya dan mengidentifikasi afeksi dan keadaan yang dapat memicu munculnya perilaku adiksi situs jejaring
sosial Young, 2007: 673. Fokus utama dari intervensi adiksi internet adalah menyeimbangkan kehidupan nyata agar sama baiknya dengan kehidupan di dunia
maya, kognisi, serta perilakunya Khazaal et al., 2012: 32. Mahoney dan Arnkoff Dobson Dozois, 2010: 11 menyatakan CBT
dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu: 1 Restrukturisasi Kognitif, 2 Coping Skills, 3 Problem Solving. Restrukturisasi kognitif berasumsi adanya tekanan
emosional merupakan hasil dari pikiran yang maladaptif sehingga tujuan dari restrukturisasi kognitif adalah untuk menguji dan menantang pola pikir yang
maladaptif, dan membuat pola pikir yang lebih maladaptif. Berbeda dengan coping skills yang berfokus pada pengembangan daftar kemampuan yang didesain
untuk membantu konseli menyelesaikan beberapa situasi yang membuat stres.
Arihdya Caesar Pratikta,2013 Efektivitas Problem Solving Training Untuk Mereduksi Kecenderungan Adiksi Situs Jejaring Sosial
Pada Peserta Didik Penelitian Eksperimen Kuasi Terhadap Tiga Peserta Didik Kelas XI SMA Negeri 4 Bandung Tahun Ajaran 20132014
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
Problem solving sendiri merupakan suatu metode yang mengombinasikan antara restrukturisasi kognitif dan coping skills. Problem solving menekankan pada
pengembangan strategi untuk menghadapi berbagai macam masalah pribadi dan stres serta menekankan pada kolaborasi aktif antara konseli dan konselor dalam
merencakanan program intervensi. Menurut D’Zurilla Goldfried D’Zurilla et al., 2004: 12, problem
solving didefinisikan sebagai proses kognitif perilaku yang bersifat langsung kepada individu, pasangan suami istri, atau kelompok agar berusaha
mengidentifikasi atau menemukan solusi efektif untuk menghadapi masalah yang spesifik dalam kehidupan sehari-harinya. Proses kognitif perilaku yang dimaksud
yaitu 1 membuat beberapa solusi efektif untuk masalah tertentu dan 2 meningkatkan kemungkinan dalam memilih solusi yang paling efektif diantara
beberapa alternatif. D’Zurilla Goldfried Hecker Thorpe, 2005: 397 mengatakan,
problem solving efektif untuk diaplikasikan dalam berbagai permasalahan konseli karena problem solving mendorong konseli untuk bersikap aktif di dalam
permasalahan kehidupannya sehingga konseli dapat memikirkan permasalahannya, mendefinisikan, memunculkan solusi alternatif, membuat keputusan, dan
mempraktikkan solusi yang telah dibuatnya.
2. Rumusan Masalah