Bergabungnya Kroasia menjadi anggota uni Eropa

(1)

BERGABUNGNYA KROASIA MENJADI ANGGOTA UNI EROPA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar

Sarjana Sosial (S.Sos)

Universitas lslam Negeri Syarif Hidayataullah Jakarta

Diajukan oleh : Nama: Panji Noor Hamzah

NIM: 108083000070

Program Studi Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2015


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

Skripsi ini memaparkan mengenai bergabungnya Kroasia menjadi anggota Uni Eropa. Selain itu, skripsi ini juga menjelaskan mengenai sejarah terbentuknya negara Kroasia yang dulunya merupakan bagian dari Yugoslavia. Setelah merdeka dari Yugoslavia pada 1991, Kroasia mulai tertarik untuk bergabung ke dalam Uni Eropa. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan stabilitas negaranya yang mengalami masalah selama proses pemisahan diri dari Yugoslavia. Untuk lebih jelasnya, dipaparkan juga secara kronologis mengenai proses masuknya Kroasia sebagai anggota Uni Eropa, yang dimulai ketika menjadi negara kandidat pada 2003 dan secara resmi menjadi anggota ke-28 Uni Eropa pada 2013. Lebih lanjut, skripsi ini juga berupaya menjawab pertanyaan penelitian dengan menganalisa data yang telah diperoleh mengenai isu di dalam skripsi ini. Teori yang digunakan kebijakan luar negeri, kepentingan nasional, dan regionalisme. Teori-teori tersebut digunakan untuk menganalisa bergabungnya Kroasia menjadi anggota Uni Eropa. Adanya kebijakan Kroasia ini ditujukan untuk mencapai kepentingan nasionalnya dalam bidang ekonomi dan politik. Pada skripsi ini, metode penelitian yang penulis gunakan adalah metode kualitatif. Tujuannya adalah untuk menggambarkan serta menganalisa permasalahan dalam skripsi ini. Data yang digunakan adalah data sekunder yang didapat melalui buku, surat kabar, dokumen penting, jurnal, tesis, disertasi dan situs internet resmi yang dapat dipertanggung jawabkan.

Dengan demikian, hasil dari skripsi ini menyatakan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi bergabungnya Kroasia menjadi anggota Uni Eropa adalah adanya faktor internal yang terdiri dari public opinion, tawaran insentif ekonomi bagi Kroasia dan peningkatan stabilitas politik. Di sisi lain, faktor eksternal yang mempengaruhinya adalah adanya kebijakan perluasan yang dilakukan oleh Uni Eropa di wilayah Balkan dan adanya kepentingan Rusia di kawasan tersebut.


(6)

KATA PENGANTAR

Bismillaahirrahmaanirrahiim, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“BERGABUNGNYA KROASIA MENJADI ANGGOTA UNI EROPA TAHUN 2013”. Skripsi ini sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Program Studi Hubungan Internasional. Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak yang telah memberikan dukungan dan motivasi bagi penulis, baik tenaga, ide, maupun pemikiran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

Orang tua tercinta, Ayahanda Amir Hamzah dan Ibunda Yurna Berti yang selalu memberikan doa terbaik dan kasih sayangnya. Terimakasih yang tak terhingga untuk semuanya. Semoga Allah senantiasa memberikan keberkahan dan kebahagiaan.

Bapak Andar Nubowo, DEA., selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan waktunya untuk membimbing penulis dengan kesabaran dalam memahami permasalahan di dalam skripsi ini. Terimakasih untuk semua masukan yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Bapak Armein Daulay M.Si., selaku penasehat akademik penulis yang telah memberikan dukungan serta doa kepada penulis. Terimakasih untuk waktu yang diluangkan dan nasehat yang diberikan kepada penulis hingga penulisan skripsi ini selesai.

Kak Mutiara Pertiwi, MA., yang telah bersedia menjadi tempat berkonsultasi mulai dari skripsi ini akan ditulis hingga selesai. Masukan dan dukungan yang telah diberikan sangat bermanfaat bagi penulis.

Bapak/Ibu Dosen jurusan hubungan internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yaitu Bapak Nazaruddin Nasution, SH, MA., Bapak Agus Nilmada Azmi, M.Si., Bapak Drs. Aiyub Mohsin, MA, MM., Bapak M. Adian Firnas, M.Si., Bapak Badrus Sholeh, MA., Bapak Faisal


(7)

Nuerdin, Bapak Arisman, M.Si., Bapak Teguh Santosa, Bapak Afrimadona, Ibu Eva Mushoffa, Ibu Rahmi, Pak Jajang, Pak Amali dan juga seluruh staf Dosen di jurusan Hubungan Internasional FISIP UIN Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Terimakasih karena telah mengajarkan dan membagi ilmunya kepada penulis selama masa menuntut ilmu di jurusan HI FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Auliyaul Hamidah, yang selalu memberikan dukungan, nasihat, dan doa. Terimakasih yang tak terhingga untuk semua kebaikan dan kesabaran dalam memberikan support kepada

penulis. Terimakasih juga telah meluangkan waktu untuk menemani penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Teman-teman jurusan HI angkatan 2008, Terimakasih kepada Fajri, Zein, Hakim, Eris, Fahmi, Awi, Riandika, Yasser, Waldi, Faisal, Heri, Bayu, Azmi, Ningsih, Mimi, Meidya, Maria, Yeye, Rahma, Diyah, Didah, Teh Nurul, Teh Uli, Elisha, Amanda, Fitri, Filli, Ochi, Nayla, Hanifah, Rina, Ika, Ahla, Amel, Neti, Miftah, Teh Midah, dll yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Jakarta, 15 Juni 2015


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR SINGKATAN BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………. 1

B. Pertanyaan Penelitian………. 6

C. Kerangka Pemikiran……….….. 6

D. Metode penelitian………... 12

E. Sistematika Penulisan………... 13

BAB II SEJARAH TERBENTUKNYA NEGARA KROASIA A. Sejarah Terbentuknya Negara Kroasia……… 16 B. Profil Negara Kroasia………..………….….. .23

BAB III PROSES MASUKNYA KROASIA MENJADI ANGGOTA UNI EROPA A. Uni Eropa A.1. Sejarah Terbentuknya Uni Eropa………. 25

B. Proses Masuknya Kroasia Menjadi Anggota Uni Eropa B.1. Tahun 2000-2004 : Kroasia Mengadopsi Copenhagen Criteria dan Acquis Communautaire……….………. 33


(9)

B.3. Tahun 2009-2013 : Kroasia Secara Resmi Menjadi Anggota Uni Eropa……….… 41

BAB IV FAKTOR-FAKTOR YANG MELATARBELAKANGI BERGABUNGNYA

KROASIA MENJADI ANGGOTA UNI EROPA

A. Faktor Internal

A.1. Public Opinion………….………. 43

A.2. Tawaran Insentif Ekonomi bagi Kroasia………...…….. 45

A.3. Peningkatan Stabilitas Politik………..…..….. 50

B. Faktor Eksternal

B.1. Kebijakan Perluasan Uni Eropa………... 54

B.2. Kepentingan Rusia di Kawasan……….………... 61 BAB V ANALISA DAN KESIMPULAN

A. Analisa………..………… 65

B. Kesimpulan………….……….. 67


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar I.1.: Letak Geografis Negara Kroasia………..… 1

Gambar II.1 : Peta Wilayah Yugoslavia beserta Enam Negara Bagiannya……… 20

Gambar III.1. Peta Kawasan Uni Eropa………... 31

Gambar III.2. Skema Ordinary Legislative Procedure……… 32

Gambar IV.1. : Proses Enlargement Uni Eropa dari tahun 1952-2007……… 56

Gambar IV.2 : Luas Wilayah UNI Eropa………. 57

Gambar IV.3: Jumlah Penduduk Uni Eropa Tahun 2007……….……… 58

Gambar IV.4. : Candidate Countries and Potential Candidate of European Union……….….. 59


(11)

DAFTAR SINGKATAN

ASEAN Association of Shoutheast Asian Nations CFSP Common Foreign and Security Policy

CIS Commonwealth Independent State

EC European Communities

ECSC European Coal and Steel Community

EDC European Defense Community

EEC European Economic Community

ENP European Neighborhood Policy

EU European Union

EURATOM European Atomic Energy Community

GDP Gross Domestic Product

GNB Gerakan Non Blok

HAM Hak Asasi Manusia

HKoV Hrvatska Kopnena Vojska/Angkatan Darat

HRM Hrvatska Ratna Mornarica/Angkatan Laut dan pasukan penjaga pantai ICTY The International Criminal Tribunal for the Former Yugoslavia

JHA Justice and Home Affairs

JNRC Joint Nuclear Research Center

KTT Konferensi Tingkat Tinggi

MFEA the Ministry of Foreign and European affairs

NAFTA The North American Free Trade Area

NAM Non Aligned Movement


(12)

NOF Narodni Front

SAA Stabilization and Association Agreement TEC Treaties establishing European Community


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kroasia adalah suatu negara berbentuk republik dengan sistem pemerintahan parlementer demokratis yang terletak di antara Eropa Tengah, Balkan, dan Mediterania. Kota terbesar adalah Zagreb yang juga merupakan ibu kota negara. Negara ini berbatasan dengan Hongaria di Timur Laut, Serbia di Timur, Bosnia-Herzegovina dan Montenegro di Tenggara, Laut Adriatik di Barat Daya dan Slovenia di Barat Laut.1 Berikut ini adalah peta geografis Kroasia:2

Gambar 1.1.: Letak Geografis Negara Kroasia

1

Ivana Crljenko, 2013, Croatia Land and People, The Miroslav Krleža Institute of Lexicographyin association with the Ministry of Foreign and European Affairs of the Republic of Croatia : Zagreb, www.croatia.eu hal. 3

2

Map Of Croatia, diakses dalam http://www.lonelyplanet.com/maps/europe/croatia/ diakses pada 15 November 2014


(14)

2 Dalam sejarahnya, Kroasia merupakan negara bagian dari Republik Sosialis Federal Yugoslavia. Setelah kematian Presiden Josip Broz Tito pada tahun 1980, Yugoslavia mengalami krisis ekonomi dan sosial. Dampak dari krisis tersebut adalah terjadinya ketidakstabilan di negara-negara yang termasuk dalam kawasan Yugoslavia, salah satunya adalah Kroasia. Lebih lanjut, pada April hingga Mei 1990 dilakukan pemilihan umum pertama yang diikuti oleh berbagai partai yang ada di Kroasia. Partai yang memenangkan pemilu tersebut adalah partai Croatian Democratic Union (HDZ). Pemimpin partai HDZ, Franjo Tuđman, terpilih menjadi Presiden Kroasia. Secara resmi, negara ini melepaskan diri dan memperoleh kemerdekaan pada 25 Juni 1991, kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 8 Oktober 1991. Namun demikian, baru pada tahun 1992 Kroasia memperoleh pengakuan dari PBB sebagai negara merdeka yang berdaulat.3

Kroasia terbagi menjadi dua puluh provinsi, sementara kota Zagreb memiliki otonomi sendiri. Negara seluas 56.594 km² ini memiliki iklim campuran benua Eropa dan Mediterania. Bahasa resmi yang digunakan di Kroasia adalah bahasa Kroasia. Bahasa-bahasa minoritas juga kadang masih digunakan di tingkat pemerintahan daerah, diantaranya yaitu bahasa Ceko, Hongaria, Italia, Rutheria, Serbia dan Slovakia. Jumlah penduduk Kroasia tercatat sebesar 4,28 juta jiwa dengan tingkat pertumbuhan penduduknya sekitar 0,05% per tahunnya. Mata uang Kroasia adalah Kuna (HRK) yang berlaku sejak tahun 1994.4

Setelah merdeka dari Yugoslavia pada tahun 1991, Kroasia memiliki ketertarikan untuk bergabung menjadi anggota Uni Eropa. Hal ini sejalan dengan perluasan yang dilakukan Uni Eropa pada tahun 1990-an di negara Balkan Barat yang beranggotakan Kroasia,

3

Op.cit. Ivana Crljenko, hal. 57-58

4 Ana Grdović, dkk., 2011,A Foreign Researcher’s Guide to

Croatia, 3rd Edition, http://ec.europa.eu/euraxessPublished by: Agency for Mobility and EU Programmes Library of the European Commission (Credit © European Union), hal. 10


(15)

3 Herzegovina, Macedonia, Kosovo, Serbia, Montenegro dan Albania. Hal inilah yang kemudian meyakinkan Kroasia untuk bergabung dengan Uni Eropa. Pada 2001 Kroasia menandatangani perjanjian Stabilitation and Association Agreement dengan Uni Eropa. Selain itu, pada akhir

tahun 2001, Kroasia juga menandatangani European Free Trade Association (EFTA) dengan

negara lainnya seperti Slovenia, Hongaria, Macedonia, Bosnia-Herzegovina, Turki, Polandia, Republik Ceko, Slovakia, dan Bulgaria.5

Secara umum, terdapat empat tahap yang menjadi persyaratan dalam proses masuknya anggota baru ke dalam Uni Eropa. Pertama, sebuah negara harus mengajukan permohonan

keanggotaan. Kedua, peninjauan Uni Eropa terhadap negara yang mengajukan, untuk melihat

apakah mereka memenuhi standar Uni Eropa atau tidak. Ketiga, Dewan Eropa menyetujui

penerimaan negara pemohon dan menetapkannya sebagai negara kandidat. Setelah itu, yang keempat adalah ketika negosiasi selesai, perjanjian aksesi akan ditandatangani dan diratifikasi

oleh semua negara anggota, serta Lembaga Uni Eropa dan negara kandidat itu sendiri.6

Bergabungnya Kroasia ke Uni Eropa memerlukan proses yang cukup panjang, dimulai sejak tahun 2003. Pada 21 Februari 2003, Kroasia mulai mengajukan aplikasi keanggotaan Uni Eropa. Pada awal tahun 2004 Komisi Eropa merekomendasikan bahwa Kroasia menjadi calon anggota resmi, kemudian status kandidat negara anggota diberikan kepada Kroasia pada pertengahan tahun 2004. Lebih lanjut, pada bulan Oktober 2005, Uni Eropa sepakat untuk mulai meninjau aplikasi Kroasia untuk keanggotaannya. 7

Dengan adanya hal tersebut, maka Uni Eropa mulai menggunakan pedoman The

Copenhagen Criteria yang isinya adalah negara kandidat harus menekankan nilai-nilai politik,

5

www.un.org, 19 November 2014, Croatia, Country Profile, Johannesburg Summit 2002 Croatia, hal. 3

6

Jenny, 2013, Just the Facts Croatian Accession to the EU, dalam http://www.europeanmovement.ie/just-the-facts-croatian-accession/ diakses pada 20 November 2014

7


(16)

4 menjamin demokrasi, aturan hukum, hak asasi manusia, dan perlindungan bagi kaum minoritas, serta kebutuhan ekonomi pasar. Selain itu, The Copenhagen Criteria juga berfungsi sebagai

seperangkat aturan yang menentukan apakah suatu negara memenuhi syarat atau tidak untuk bergabung dengan Uni Eropa.8

Setelah melalui proses tersebut, Uni Eropa mulai memeriksa bahwa suatu negara harus mengadopsi hukum Uni Eropa, termasuk akumulasi undang-undang, tindakan hukum, dan keputusan pengadilan yang dikenal dengan Acquis Communautaire. Untuk menjadi anggota Uni

Eropa, suatu negara harus mematuhi Acquis Communautaire yang bersifat mengikat, mematuhi

setiap peraturan, serta mengubah hukum nasional negara tersebut dengan mengadopsi hukum Uni Eropa. Hal ini berarti negara kandidat harus menyiapkan atau mengubah badan administratif atau peradilan agar sesuai dengan syarat yang diberikan oleh Uni Eropa.9 Setelah itu, dimulailah negosiasi antara negara kandidat dengan Uni Eropa.

Dalam proses negosiasi untuk menjadi anggota Uni Eropa, Kroasia mengalami beberapa hambatan yang menyebabkan tertundanya proses aksesi. Penyebabnya adalah sejumlah isu seputar hubungan Kroasia dengan The International Criminal Tribunal for the Former

Yugoslavia (ICTY), suatu badan pengadilan hukum PBB yang berurusan dengan kejahatan

perang yang terjadi selama konflik di wilayah Balkan ditahun 1990-an. Hubungan Kroasia dengan ICTY mengalami kerenggangan karena pemerintah Kroasia tidak bersikap tegas dalam menyerahkan Jenderal Ante Gotovina ke dalam tahanan untuk diinterogasi oleh ICTY. Ante Gotovina merupakan orang yang berperan sebagai aktor intelektual dalam konflik di Balkan.

8

Nicolai Wammen, 2013, 20 Years that Changed Europe The Copenhagen Criteria and the Enlargement of the European Union, Conference Report, Copenhagen, hal. 5

9

Stephen J. Silvia dan Aaron Beers Samp, 2003, Acquis Communautaire and European Exeptionalism: A Genealogy, European Union Studies Center , ACES Working Paper Series Paul H. Nitze School of Advanced International Studies 1717 Massachusetts Ave NW, hal. 20-21


(17)

5 Namun demikian, masalah ini diselesaikan pada tahun 2005 setelah Ante Gotovina dibawa ke ICTY untuk diinterogasi. Jaksa kepala ICTY, Carla Del Ponte kemudian menyatakan bahwa Kroasia menjadi lebih kooperatif dengan ICTY. Hal tersebut kemudian melancarkan kembali proses negosiasi aksesi Kroasia ke dalam Uni Eropa hingga tahun 2008.10

Namun demikian, pada akhir tahun 2008 Slovenia menolak pencalonan Kroasia karena masih ada masalah perbatasan yang belum diselesaikan antara kedua negara tersebut. Kondisi ini membuat pembahasan pencalonan Kroasia akhirnya terpaksa terhenti selama 10 bulan. Keadaan ini berusaha diredam dengan kesepakatan Kroasia dan Slovenia untuk menggunakan mediasi internasional. Akhirnya, Slovenia menyetujui pencalonan Kroasia sebagai anggota Uni Eropa. Pada bulan September 2009, proses negosiasi antara Uni Eropa dengan Kroasia kembali dibuka. Setelah menunda negosiasi selama sepuluh bulan, sengketa itu akhirnya diselesaikan ketika Slovenia mengumumkan bahwa mereka akan menarik keberatan untuk negosiasi Kroasia dengan Uni Eropa.11

Kroasia menyelesaikan negosiasi aksesi setelah penandatanganan Perjanjian Aksesi pada tahun 2011 dan mengadakan referendum nasional pada tahun 2012, dengan 66,27% pemilih di Kroasia setuju untuk bergabung dengan Uni Eropa. Keanggotaan Kroasia dalam Uni Eropa akan resmi setelah 27 anggota Uni Eropa dan Kroasia meratifikasi Perjanjian Aksesi tersebut. Dengan demikian, tepat pada 1 Juli 2013 Kroasia resmi menjadi anggota Uni Eropa.12

Bertitik tolak dari uraian di atas, maka skripsi ini menganalisis faktor-faktor yang melatarbelakangi bergabungnya Kroasia untuk menjadi anggota Uni Eropa. Isu ini merupakan

10

Arabella Thorp, 2011, Croatia : the Closing Stages of EU Accession, International Affairs and Defence Section, SN/IA/6157, House of Commons Library, hal. 3

11

Ibid.

12

Kartin Retzer dan Alja Poler De Zwart, 2013, Croatia set to join the European Union: What this means for data protection compliance, Morrison & Foerster LLP | mofo.com Attorney Advertising.


(18)

6 hal yang menarik untuk diteliti karena proses masuknya Kroasia mengalami hambatan-hambatan yang kemudian menunda proses aksesi tersebut. Pada dasarnya kebijakan Kroasia ini diarahkan untuk mencapai kepentingan politik dan ekonomi Kroasia. Oleh karena itulah, kebijakan Kroasia menjadi salah satu isu penting yang dapat menentukan masa depan Kroasia.

B. Pertanyaan Penelitian

Faktor apa saja yang mempengaruhi bergabungnya Kroasia untuk menjadi anggota Uni Eropa?

C. Kerangka Pemikiran

Teori Kebijakan Luar Negeri

Konsep kebijakan luar negeri (foreign policy) merupakan seperangkat rencana dan

komitmen yang menjadi pedoman bagi perilaku pemerintah dalam berhubungan dengan aktor-aktor lain di lingkungan eksternal yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup suatu negara. Selanjutnya, rencana dan komitmen tersebut diterjemahkan ke dalam langkah atau tindakan yang nyata berupa mobilisasi sumber daya yang diperlukan untuk menghasilkan suatu efek dalam pencapaian tujuan.13 Berbeda dengan pendapat Rosneau, Holsti mendefinisikan kebijakan luar negeri sebagai tindakan atau gagasan yang dirancang oleh pembuat kebijakan untuk memecahkan masalah atau mempromosikan suatu perubahan dalam lingkungan, yaitu dalam kebijakan sikap atau tindakan dari negara lain.14

Selanjutnya, terdapat dua faktor yang mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara yang terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah semua kondisi yang berasal

13 James N. Rosenau, 1969, International Politics and Foreign Policy a Reader in Research and Theory,

London: a Division of Macmillan Publishing Co., Inc., hal. 27-32

14

K.J. Holsti, 1992, International Politics A Framework For Analysis dalam Sixth Edition, Printed in the United State of America: Prentice –Hall.Inc., hal. 45


(19)

7 dari negara yang bersangkutan, seperti:15 a) kepentingan ekonomi dan keamanan (economic/security needs). b) geografi dan karakteristik topografi (geographical and

topographical characteristic). c) atribut nasional (national attributes), faktor ini dapat diartikan

sebagai karakteristik umum dari sebuah negara bangsa. d) struktur pemerintah/philosofi (government structure and philosophy), yaitu struktur yang digunakan oleh suatu negara. e) opini

publik (public opinion), hanya diberlakukan bagi masyarakat yang memiliki kebebasan penuh

untuk menyuarakan aspirasinya kepada pemerintah. f) Birokrasi (bureaucracy), mengenai proses

kebijakan luar negeri suatu negara. Terakhir adalah g) pertimbangan etik (ethical consideration),

mengacu pada tindakan apa yang dilakukan oleh suatu negara untuk dapat mencapai tujuannya. Di sisi lain, faktor eksternal terdiri dari: pertama, struktur sistem internasional (structure

of the system),yang mengacu pada tatanan internasional. Kedua, karakteristik/struktur ekonomi

internasional (characteristics/structure of world economy), mengacu pada perkembangan sistem

perekonomian dunia.Ketiga, kebijakan dan tindakan aktor lain (the policies and actions of other

state), yaitu respon dari pihak lain atau negara lain terhadap isu internasional yang sedang

terjadi. Keempat, masalah global dan regional yang berasal dari pihak swasta (global and

regional private problems arising from private activities), mengacu pada masalah-masalah yang

dilakukan oleh pihak swasta.Kelima, hukum internasional dan opini publik (international law

and world opinion).16

Terdapat banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebijakan luar negeri suatu negara. Namun demikian, untuk menganalisanya, dapat dilakukan dengan mempertimbangkan atau menjelaskan satu atau beberapa faktor saja yang mempengaruhi kebijakan tersebut. Ini

15

Ibid., hal 271

16


(20)

8 merupakan cara yang sederhana untuk menganalisa kebijakan luar negeri.17 Dengan demikian, melalui faktor internal dan eksternal dalam konsep kebijakan luar negeri tersebut, maka difokuskan pada faktor internal yaitu kepentingan ekonomi, politik dan keamanan. Sedangkan faktor eksternal difokuskan pada struktur dalam karakteristik/struktur internasional.

Teori Kepentingan Nasional

Kepentingan nasional (national interest) merupakan keseluruhan nilai-nilai yang meliputi

aspek ekonomi, politik dan sosial yang dimiliki oleh negara. Selain itu, kepentingan nasional menjadi tujuan mendasar dan faktor utama dalam perumusan kebijakan luar negeri. Daniel S. Papp mengatakan bahwa dalam national interest terdapat beberapa aspek, seperti ekonomi,

ideologi, kekuatan dan keamanan militer, moralitas dan legalitas.18 Lebih lanjut, kepentingan nasional merupakan konsepsi yang sangat umum tetapi merupakan unsur yang menjadi kebutuhan sangat vital bagi negara karena menjadi tujuan mendasar serta faktor paling menentukan yang memandu para pembuat keputusan dalam merumuskan politik luar negeri. Dengan demikian, kepentingan nasional sering dijadikan tolok ukur atau kriteria pokok bagi para pengambil keputusan (decision makers) masing-masing negara sebelum merumuskan dan

menetapkan sikap atau tindakan. Bahkan setiap langkah kebijakan luar negeri (Foreign Policy)

perlu dilandaskan kepada kepentingan nasional dan diarahkan untuk mencapai serta melindungi apa yang dikategorikan atau ditetapkan sebagai kepentingan nasional.19 Dengan demikian, dalam mewujudkan kepentingan nasional, suatu negara berusaha melindungi dan mempertahankan

17

Marijke Breuning, 2007, Foreign Policy Analysis A Comparative Introduction, New York: Palgrave Macmillan, hal. 9

18

Daniel S. Papp, 1988, Contemporary International Relation: A Framework for Understanding, 2nd edn, MacMillan Publishing Company , New York, hal. 29.

19

T.May Rudy, 2002, Study Strategis dalam transformasi sistem Internasional Pasca Perang dingin, Refika Aditama, Bandung, hal 116


(21)

9 dirinya dari pihak lain yang dapat mengancam kelangsungan dan pemenuhan kebutuhan suatu negara.

Selain uraian di atas kepentingan nasional juga dapat diidentifikasi dengan melihat jangka waktu yang dibutuhkan untuk mencapainya, yaitu: a) Core values merupakan

kepentingan yang dianggap paling vital bagi negara dan menyangkut eksistensi suatu negara. Karena merupakan kepentingan yang sangat tinggi nilainya maka suatu negara bersedia untuk berperang dalam mencapainya. Contohnya ialah melindungi daerah-daerah wilayahnya, menjaga dan melestarikan nilai-nilai hidup (ideology) yang dianut suatu negara. b) Middle-range

objectives, meliputi segala macam keinginan yang hendak dicapai masing-masing negara,

namun mereka tidak bersedia berperang karena masih terdapat kemungkinan lain untuk mencapainya. Cara yang ditempuh misalnya melalui jalan perundingan atau kerjasama, biasanya mencakup kebutuhan memperbaiki perekonomian suatu negara. c) Long-range goals, merupakan

kepentingan nasional yang bersifat ideal, misalnya keinginan mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia.20

Teori Regionalisme

Munculnya regionalisme dalam perpolitikan dunia mendapat reaksi positif dan optimis dari para aktor internasional, khususnya negara. Regionalisme didasari oleh perdamaian, keamanan dan pembangunan. Lebih lanjut, regionalisme juga bertujuan untuk meningkatkan hubungan antarnegara yang letak geografisnya berdekatan dan latar belakang sejarah yang sama. Pengertian regionalisme mengacu pada kerjasama transnasional dalam bidang ekonomi, politik,

20


(22)

10 dan sosial di wilayah tersebut. Regionalisme mengacu pada upaya memperkuat hubungan antarnegara.21

Sejarah munculnya regionalisme ditandai oleh dua faktor, yaitu pertama, dengan melihat faktor daya ikat (kohesi) yang membuat negara-negara tertarik untuk melakukan kerjasama regional. Kedua, dengan melihat lahirnya sebuah institusi regional sebagai wujud dari kerjasama regional di suatu kawasan tertentu. Kedua faktor ini bersifat berkesinambungan. Kohesi atau daya ikatlah yang menjadi faktor penentu terwujudnya kerjasama yang memuncak pada pembentukan institusi regional dan juga menentukan apakah institusi regional tersebut dapat bertahan atau tidak.22

Dilihat dari periodesasinya, regionalisme terbagi menjadi Regionalisme Klasik (Old

Regionalism) dan Regionalisme Baru (New Regionalism). Regionalisme Klasik merupakan

regioanlisme yang muncul sekitar tahun 1960-an seiring dengan berakhirnya Perang Dunia II (PD II) dan akan dimulainya Perang Dingin (Cold War). Ciri dari Regionalisme Klasik

diantaranya adalah bersifat high politics, seperti pembentukan aliansi keamanan. Hal ini

dianggap penting karena PD II mengakibatkan kerusakan parah yang dialami oleh hampir semua negara di dunia. Oleh karena itu, untuk meredam konflik agar tidak menyebar dan menyeret semua negara dalam satu kawasan, mereka bersepakat untuk membentuk aliansi keamanan.23

Namun demikian, Regionalisme Klasik tidak dapat bertahan lama, bahkan mengalami kemunduran. Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya hal ini adalah munculnya reaksi dari negara-negara yang ingin melepaskan diri dari pengaruh AS maupun Uni Soviet dengan cara

21

Artatrana Gochhayat, 2014, Regionalism and sub regionalism: A theoretical framework with special reference to India, academic journal, African Journal of Political Science and International Relations, Vol. 8 (1), hal.10-11

22

Nuraeni S., dkk., 2010, Regionalisme dalam Studi Hubungan Internaisonal, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal. 16

23


(23)

11 membentuk organisasi atau gerakan Non-Blok. Selain itu, menjelang era 1990-an seiring dengan berakhirnya Perang Dingin, negara-negara di dunia tidak lagi menghendaki kerjasama yang bersifat high politics. Negara-negara tersebut lebih menginginkan kehidupan yang aman, damai,

dan sejahtera. Oleh karena itu, mereka mulai melakukan berbagai kerjasama yang mengarah pada faktor ekonomi (low politics). Inilah yang dimaksud dengan Regionalisme Baru (new

regionalism). Fawcett berpendapat bahwa ada empat faktor yang mendorong tumbuhnya

Regionalisme Baru, yakni: (1) berakhirnya Perang Dingin, (2) Perubahan ekonomi dunia, (3)

Hilangnya anggapan tentang negara “Dunia Ketiga”, (4) Demokratisasi.24

Dengan adanya proses regionalisme maka secara otomatis terjadi integrasi. Integrasi merupakan suatu kondisi ketika dominasi sistem politik yang lebih besar menjadi semakin meningkat dengan adanya penambahan unit-unit baru. Menurut Ernest B. Haas integrasi internasional didefinisikan sebagai kondisi ketika aktor-aktor politik internasional diminta untuk mengarahkan loyalitas, harapan, dan kegiatan politik mereka ke institusi pusat yang memiliki atau mengambil alih yurisdiksi dari negara bangsa.25 Sedangkan menurut Martin Griffiths, integrasi didefiniskan dalam empat hal, yakni: (1) Pergerakan menuju pergerakan kerjasama antar-negara, (2) Transfer otoritas kepada institusi supranasional, (3) Peningkatan penyamaan nilai, serta (5) Perubahan menuju masyarakat global untuk membentuk masyarakat politik yang baru.26

Selain uraian di atas, terdapat beberapa kondisi yang menjadi pendorong integrasi. Pertama, asimilasi sosial berupa toleransi perbedaan budaya, identitas bersama atas tujuan

24

Ibid. hal. 20

25

Ernest B. Haas, 1958, The Uniting of Europe: Political, Social, and Economic Forces in 1950-57,

Stanford, California: Stanford University Press, hal. 139

26Martin Griffiths dan Terry O’ Callaghan, 2002,

International Relations: The Key Concepts, New York: Routledge.


(24)

12 kebijakan luar negeri, dan kedekatan hubungan antarpemerintah dan antarbangsa secara umum. Kedua, kesamaan nilai, terutama di antara kaum elite yang akan mempengaruhi masalah

perencanaan, pelaksanaan, dan pembuatan keputusan. Ketiga, keuntungan yang akan diperoleh

oleh anggotanya karena tidak ada satu negara manapun yang mau mengalihkan atau memberikan sebagian kedaulatannya kepada institusi tertentu tanpa ada keuntungan yang diharapkan. Keempat, kedekatan hubungan di masa lampau. Kedekatan latar belakang di antara

negara-negara dapat mempengaruhi terjadinya integrasi di antara mereka. Dengan adanya kesamaan latar belakang dan sejarah, maka akan semakin mudah proses integrasi untuk dilakukan. Kelima,

pandangan akan pentingnya integrasi itu sendiri. Keenam, ekspektasi pertimbangan biaya.

Integrasi bisa berlangsung jika keuntungan yang diperoleh akan lebih besar dibandingkan dengan biaya proses integrasi. Ketujuh, pengaruh eksternal yang menjadi katalisator tumbuhnya

integrasi. Misalnya, pembentukan aliansi keamanan yang disebabkan oleh adanya ancaman dari pihak tertentu.27

D. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode kualitatif didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.28 Metode ini bertujuan untuk memberi gambaran mengenai permasalahan terkait kebijakan Kroasia untuk menjadi anggota Uni Eropa. Lebih lanjut, penelitian ini menggunakan data dari berbagai sumber kepustakaan seperti buku, jurnal, hasil penelitian, dan surat kabar. Oleh karena itu, maka data yang akan digunakan dalam penelitian ini

27

Budiono Kusumohamidjojo, 1993, Logika Hubungan Internasional: Kekuasaan, Ekonomi Politik Internasional, dan Tatanan Dunia 2, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

28


(25)

13 adalah data sekunder. Selain itu, penelitian ini juga akan menggunakan data dari situs-situs internet (website) yang dapat dipertanggungjawabkan dan relevan dengan permasalahan dalam

penelitian ini.

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini, maka dilakukan pengumpulan data dari buku yang berasal dari berbagai perpustakaan, seperti Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia, Badan Pusat Pengkajian Kebijakan (BPPK) Kementerian Luar Negeri RI, dan sebagainya.

Selama proses penelitian ini berlangsung, data yang akan digunakan merupakan data yang memiliki keterkaitan satu sama lain. Selanjutnya, data yang sudah terkumpul akan dianalisa dengan menggunakan teori, sehingga hasil penelitian ini akan dapat dipahami dan mudah dimengerti. Dalam hal ini, proses pengolahan data yang telah dikumpulkan diawali dengan menganalisa data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber secara berkesinambungan. Analisis data bertujuan untuk membuat data itu dapat dimengerti, sehingga penelitian yang dihasilkan bisa dikomunikasikan kepada orang lain. Pelaksanaan analisis data dilakukan setelah data yang dibutuhkan terkumpul. Setelah itu, akan dilakukan verifikasi data yang bertujuan untuk menjamin kebenaran data yang diperoleh. Lebih lanjut, data yang telah diverifikasi akan direduksi dengan cara memilih, menyederhanakan, dan memfokuskan data yang diperoleh sehingga menghasilkan jawaban yang benar dari pertanyaan penelitian.29

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan pembatasan dalam skripsi sini, maka terdapat susunan bab per bab secara berkesinambungan. Sistematika penulisan ini bertujuan agar skripsi ini dapat dipahami

29

Emzir, 2008, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kuantitatif dan Kualitatif, Jakarta: PT Raja Grafindo, Persada, hal. 29


(26)

14 sebagai satu kesatuan yang terstruktur dengan baik dan benar. Oleh karena itu, sistematika penulisan ini terbagi menjadi lima bab. Bab pertama yaitu pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pertanyaan penelitian, kerangka pemikiran yang didalamnya terdapat teori Neoliberalisme, konsep kebijakan luar negeri, konsep kepentingan nasional, regionalisme, dan integrasi. Selain itu, terdapat juga metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab dua adalah sejarah terbentuknya negara Kroasia yang meliputi dua pembahasan yaitu mengenai sejarah terbentuknya negara Kroasia dan profil negara Kroasia. Oleh karena itu, dari kedua bagian tersebut maka akan terlihat dengan jelas sejarah terbentuknya negara Kroasia yang dulunya merupakan negara bagian dari Yugoslavia, namun pada 1991 Kroasia resmi menjadi sebuah negara yang merdeka.

Bab tiga mengenai proses masuknya Kroasia menjadi anggota Uni Eropa. Dalam bab tiga ini terdapat dua bagian utama yang meliputi sejarah terbentuknya Uni Eropa. Selain itu, pada bagian selanjutnya yaitu proses masuknya Kroasia menjadi anggota Uni Eropa membahas mengenai kronologis proses masuknya Kroasia yang diawali pada 2003 hingga resmi menjadi anggota ke-28 Uni Eropa pada 2013.

Bab empat mengenai faktor-faktor yang melatarbelakangi bergabungnya Kroasia menjadi anggota Uni Eropa. Bab empat ini memiliki dua bagian utama yaitu mengenai faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari public opinion, tawaran insentif ekonomi bagi Kroasia, dan

peningkatan stabilitas politik. Sedangkan, dalam faktor ekternal terdapat penjelasan mengenai kebijakan perluasan Uni Eropa di wilayah Balkan yang menjadi daya tarik bagi negara-negara di kawasan tersebut untuk bergabung ke dalam Uni Eropa, salah satunya adalah Kroasia. Selain itu, adanya kepentingan Rusia di kawasan Balkan juga menjadi faktor eksternal yang mempengaruhi.


(27)

15 Dengan adanya hal tersebut maka akan terlihat faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi keanggotaan Kroasia dalam Uni Eropa.

Bab lima adalah analisa dan kesimpulan. Dalam bab terakhir ini, pada bagian analisa memaparkan jawaban dari pertanyaan penelitian yang dianalisa dengan menggunakan kerangka pemikiran yang ada. Selain itu, pada bagian kedua yaitu kesimpulan memaparkan menganai pokok-pokok pemikiran dari permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.


(28)

16 BAB II

SEJARAH TERBENTUKNYA NEGARA KROASIA

Bab ini akan menjelaskan secara kronologis sejarah terbentuknya negara Kroasia. Pembahasan bab ini akan dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama akan membahas mengenai sejarah terbentuknya negara Kroasia. Selanjutnya, bagian kedua berisi tentang profil negara Kroasia. Dengan demikian, dari pembahasan tersebut akan terlihat jelas mengenai bagaimana sejarah terbentuknya negara Kroasia.

A. Sejarah Terbentuknya Negara Kroasia

Sejak 1918, Kroasia telah menjadi bagian dari negara federal Yugoslavia. Di dalam Yugoslavia terdapat enam negara republik yaitu Slovenia, Kroasia, Bosnia, Herzegovina, Serbia, Montenegro dan Makedonia. Selain itu, terdapat dua daerah otonomi khusus yaitu Kosovo dan Vojvodina. Yugoslavia beribukota di Beogard dan hingga 1941 Serbia memiliki peran yang penting dalam pemerintahan Yugoslavia.30

Pada 17 April 1941, Jerman dan sekutunya yaitu Italia dan Hongaria, melakukan invasi militer ke Yugoslavia. Dalam kurun waktu 11 hari, Bosnia terintegrasi ke dalam negara Kroasia merdeka atau yang dikenal dengan Independent State of Croatia (Nezavisne Drzave

Hrvatske/NDH). NDH ini didirikan oleh Kolonel Slavko Kvaternik pada 10 April 1941.

Keputusan untuk mendirikan NDH ini atas persetujuan pemimpin kelompok nasional Kroasia Ustasha yaitu Ante Pavelic. Alasan utama pengintegrasian Bosnia ke dalam Kroasia tersebut

30

V.P. Gagnon, 1995, Ethnic Nationalism and International Conflict: The Case of Serbia, International Security Journal, Vol. 19 No. 3, hal. 141


(29)

17 dikarenakan anggapan Ustasha terhadap Bosnia yaitu “Bosnia as the heart of the Croat state”

dan muslim Bosnia dianggap sebagai “Flower of the Croat nation”.31

Perlu diketahui bahwa nama Ustasha berasal dari bahasa Kroasia yaitu Ustati yang berarti bangkit melawan. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kelompok nasionalis Ustasha merupakan sekumpulan orang yang memiliki tekad untuk melawan penguasa atau pemerintahan yang tidak sesuai dengan ideologi mereka, sehingga mereka melakukan perlawanan. Tujuan dari perlawanan tersebut untuk merubah keadaan menjadi seperti keinginan mereka. Lebih lanjut, gerakan kelompok Ustasha didirikan oleh Ante Pavelic selama masa pengasingannya di Italia dan Hungaria. Didirikannya kelompok ini sebagai respon atas kediktatoran Raja Alexanders di Yugoslavia pada 1929. Ideologi yang digunakan oleh kelompok Ustasha ialah fasisme, tujuannya adalah untuk mencapai kemerdekaan Kroasia. Selain itu, kelompok ini juga menekankan pentingnya kemurnian ras, sehingga mereka mendukung aksi genosida terhadap Serbia.32 Kelompok ini merupakan kelompok nasionalis terkuat di Yugoslavia yang melakukan penyerangan terhadap Serbia.

Di bawah otoritas NDH, terjadi beberapa konflik antar kelompok yang terdiri dari pasukan Jerman-Italia, Ustasha, Pasukan militer Serbia dan Pasukan militer Bosnia. Terjadinya konflik internal tersebut dikarenakan adanya sebuah kebijakan NDH mengenai pembersihan wilayah NDH dari penduduk Serbia dan Yahudi. Oleh karena itu, pada pertengahan 1941, sepertiga dari delapan ratus ribu orang Serbia di Bosnia-Herzegovina tewas, dan sisanya digabungkan menjadi kelompok agama Katolik. Adanya hal tersebut, dikarenakan NDH

31

Onder Cetin, 2010, 1941 Resolutions of El-Hidaje in Bosnia and Herzegovina as a Case of Traditional, Conflict Transformation, European Journal of Economic and Political Studies, Vol. 3 No. 2, hal. 74

32

Irina Ognyanova, 2000, Nationalism and National Policy in Independent State of Croatia (1941-1945), IWM Junior Visiting Fellows Conferences, Vol. VI No. 5, hal. 3


(30)

18 memiliki harapan ingin menjadi sebuah negara yang terdiri dari dua agama yaitu Islam dan Katolik.33

Selain itu, pada 22 Juli 1941, wakil kepala negara NDH menyatakan bahwa kebijakan NDH dalam menaklukkan penduduk Serbia dilakukan dengan cara sebagian penduduk Serbia akan dibunuh. Lebih lanjut, sebagian lagi akan dipindahkan ke daerah lain dan sisanya akan bergabung menjadi pemeluk agama Katolik. Dalam melakukan aksi pembersihan etnis, NDH telah membunuh 500.000 orang Serbia, 46.000 Yahudi, dan 25.000 Gypsies.34

Menyikapi peristiwa tersebut, masyarakat Islam Bosnia yang dikenal dengan Ulama El-Hidaje menerbitkan sebuah resolusi pada akhir 1941 yang menyatakan bahwa muslim Bosnia di bawah otoritas NDH. Selain itu, pemimpin Muslim Bosnia menegaskan tiga hal utama selama terjadinya perang yaitu: keamanan, kebebasan dalam memeluk agama masing-masing orang, serta pemberian otonomi.35

Lebih lanjut, terjadinya konflik internal di Kroasia menyebabkan kondisi sosial, politik dan ekonomi Yugoslavia menjadi tidak stabil. Hal ini membuktikan bahwa cukup sulitnya menciptakan perdamaian selama peran kelompok nasionalis tidak dapat dikendalikan.36 Implikasi dari hal tersebut adalah munculnya pemberontakan yang dilakukan oleh kelompok berhaluan komunis yang dipimpin oleh Josip Broz Tito. Kelompok ini kemudian bekembang menjadi sebuah kelompok nasionalis yang berhasil memaksa Jerman untuk meninggalkan

33

Op.cit. , Onder Cetin hal. 74-75

34

Lazo M. Kostich, 1981, The Holocaust in the “Independent State of Croatia”, published by Liberty, Chicago, hal. 254

35

Op.cit., Onder Cetin, .hal. 75

36


(31)

19 Yugoslavia pada April 1945. Hal ini dilakukan agar konflik internal khususnya kekuasaan NDH yang dibentuk oleh Jerman dapat dikendalikan, sehingga tercipta perdamaian di Yugoslavia.37

Setelah lepas dari penguasaan Jerman, pada November 1945, Yugoslavia mengadakan pemilu untuk menentukan keangotaan Majelis Konstituen Yugoslavia. Hasilnya, partai Narodni Front (NOF) yang dipimpin oleh Josip Broz Tito muncul sebagai pemenangnya. Dengan adanya hal tersebut, maka pada 29 November 1945, Majelis Konstituen mendeklarasikan terbentuknya Republik Rakyat Federal Yugoslavia.38

Pada tahun 1946, Majelis Konstituen Yugoslavia mengesahkan Undang-Undang dengan konsep seperti Undang-Undang yang digunakan oleh Uni Soviet. Hal ini dikarenakan Yugoslavia dan Uni Soviet memiliki dasar ideologi yang sama yaitu Komunisme. Melalui Undang-Undang yang telah disusun maka terbentuklah 6 negara bagian yaitu Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Makedonia, Montenegro, Serbia, dan Slovenia.39 Berikut terdapat peta wilayah Yugoslavia beserta enam negara bagiannya.

37

Aleksa Djilas, 1995, Tito's Last Secret: How Did He Keep the Yugoslavs Together?, Diakses dalam http://www.foreignaffairs.com/articles/51216/aleksa-djilas/tito-s-last-secret-how-did-he-keep-the-yugoslavs-together pada tanggal 21 Desember 2014

38

David Anderson, 1995, The Colapse of Yugoslavia: Background and Summary, Forreign Affairs Defence and Trade Group, Research paper No. 14 1995-96 hal. 4-5

39


(32)

20 Gambar II.1 : Peta Wilayah Yugoslavia beserta Enam Negara Bagiannya40

Pada 1980-an, pemimpin Yugoslavia yaitu Josip Broz Tito wafat tanpa calon pemimpin yang langsung menggantikannya. Hal inilah yang kemudian memicu terjadinya konflik internal yang disebabkan oleh kepentingan masing-masing wilayah yang berbeda. Konflik internal yang terjadi cukup lama ini berlangsung hingga tahun 1990. Lebih lanjut, pada April 1990 Yugoslavia mengadakan pemilu. Tujuannya adalah untuk meminimalisir terjadinya konflik internal yang terjadi. Selain itu, dengan adanya pemilu maka pemerintahan yang berkuasa diharapkan dapat

40

Center for European Studies, 2004, What Happen to Yugoslavia? The War, The Peace, and The Future, at Chapel Hill.


(33)

21 menstabilkan kondisi sosial, politik dan ekonomi di masing-masing wilayah. Hasil dari pemilu dimenangkan oleh partai nasionalis di bawah pimpinan Slobodan Milosevic.41

Pada 22 Januari 1990 pemerintah Kroasia memilik rencana untuk memisahkan diri dari Yugoslavia. Hal ini mendapat penolakan dari pemerintah Yugoslavia. Namun demikian, tanpa menghiraukan hal tersebut pada 19 Mei 1991, Kroasia mengadakan referendum untuk mendirikan negara Kroasia merdeka, hasilnya adalah 93,24% penduduk Kroasia menyetujui rencana tersebut. Dengan demikian, pada 25 Juni 1991 Kroasia memproklamirkan kemerdekaannya secara sepihak. Kroasia kemudian memisahkan diri dari Yugoslavia yang diikuti dengan pembuatan mata uang sendiri, pembentukan angkatan bersenjata serta penentuan tapal batas wilayah negaranya. Akibatnya, terjadi konflik antara Kroasia dan pemerintah Yugoslavia yang dipicu oleh tentara Serbia. Dalam hal ini, Serbia mempertahankan Kroasia dengan cara mengontrol wilayah bagian Timur Kroasia. Sementara itu, PBB juga mengirimkan pasukan perdamaiannya ke wilayah tersebut.42

Sama halnya dengan Kroasia, Bosnia juga berencana memisahkan diri dari Yugoslavia sejak tahun 1990. Menyikapi hal tersebut Serbia kemudian mendirikan daerah otonomi di Bosnia yang dipimpin Radovan Karadzic. Dalam kepemimpinannya di daerah otonom, Radovan sering memperingatkan penduduk Bosnia untuk menghentikan niatnya dalam upaya memisahkan diri dari Yugoslavia. Namun demikian, Bosnia tetap mengusahakan kedaulatannya sehingga pada 6 April 1992, Uni Eropa mengakui kemerdekaan Bosnia. Menyikapi hal ini, maka tentara Serbia melakukan penyerangan ke Bosnia, hal yang sama dilakukan seperti di Kroasia yaitu tentara

41

Janine S. Hiller, dan Snjezana Puselj Drezga, 1996, Progress And Challenges Of Privatization: The Croatian Experience dalam Jurnal U. Pa. J. Int'l Econ. L.Vol.17:1, hal. 387

42


(34)

22 Serbia mulai melakukan pembersihan etnis untuk penduduk non-Serbia.43 Implikasi dari penyerangan tersebut adalah tewasnya 22.000 orang yang terdiri dari 15.000 penduduk Kroasia dan 7.000 penduduk Serbia.44

Penyerangan yang dilakukan oleh tentara Yugoslavia dan Serbia terhadap Kroasia terjadi hingga 1992 yang kemudian dimenangkan oleh Kroasia.45 Dengan adanya hal tersebut maka Kroasia sejak 1991 resmi menjadi sebuah negara yang merdeka. Namun demikian, Serbia dan Yugoslavia tetap tidak menerima keputusan tersebut. Yugoslavia di bawah kepemimpinan Milosevic berusaha melemahkan kondisi politik, sosial dan ekonomi Kroasia dengan melakukan penyerangan hingga tahun 1994. Pada Agustus 1995, pasukan Kroasia berhasil merebut kembali wilayah Krajina sekitar Bihac dalam waktu empat hari. Selain itu, pimpinan Kroasia Franjo Tudjman mengungkapkan bahwa Kroasia akan menguasai kembali daerah Slavona Timur yang telah dikuasai oleh tentara Serbia.46

Dalam hal ini, kemenangan Kroasia melawan serangan Yugoslavia dan Serbia karena adanya dukungan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Selain itu, runtuhnya Uni Soviet menjadikan Amerika dan sekutunya memiliki wewenang atas perpolitikan internasional. Langkah awal yang dilakukan adalah dengan menyebarkan nilai-nilai HAM (Hak Asasi Manusia) dan demokrasi. Hal inilah yang digunakan oleh Eropa Timur, khususnya Hungaria memberikan kontribusi untuk pertahanan dan pengakuan Kroasia.47

43

Joe Sacco, 2000,Zona Aman Gorazde, Perang di Bosnia Timur 1992-1995, PT Mizan Pustaka, Bandung, hal. 38-41

44

Antonija Petricusic, 2008, Nation-Building in Croatia and the Treatment of Minorities: Rights and Wrongs,Journal of L’Europe en formation, hal. 137

45

Ivo Banac, 2011, Independent Croatia: History, Issues and Policy, International Relations Quaterly, Delkelet Europa – Shouth –East Europe, Vol. 2 No.1

46

Op.cit., Janine S. Hiller dan Snjezana Puselj Drezga, hal. 389

47


(35)

23 B. Profil Negara Kroasia

Pada Juni 1991, Kroasia resmi menjadi negara merdeka. Kroasia merupakan negara kesatuan Republik dalam sistem parlementer. Luas wilayah yang dimiliki adalah 56.594 km persegi, dan luas wilayah laut 575 km persegi. Bahasa nasional yang digunakan adalah bahasa Kroasia. Lebih lanjut, mayoritas penduduk Kroasia memeluk agama Katolik yaitu sebanyak 81,3%, sedangkan 4,4% beragama ortodoks, 1,5% beragama Islam dan 7,8% beragama lainnya. Secara pengelompokan etnis, maka etnis Kroasia terdiri dari 90,4%, Serbia 4,4%, dan etnis lainnya sekitar 4,4% termasuk Bosnia, Hungaria, Ceko dan Albania. Selain itu, Kroasia juga memiliki situs kebudayaan yang telah diakui oleh UNESCO (The United Nations Educational,

Scientific and Cultural Organization) yaitu Taman Nasional Plitvice dan Kota Dubrovnik.48

Sistem pemerintahan yang digunakan oleh Kroasia adalah sistem Parlementer sejak tahun 1990. Jumlah anggota parlemen Kroasia adalah 100 hingga 160 orang yang dipilih secara langsung untuk masa jabatan empat tahun. Pembentukan struktur internal parlemen telah di atur dalam tata tertib yang disahkan oleh kepala negara.Parlemen memiliki peran sangat penting dalam menjalankan perpolitikan di Kroasia.49

Tugas parlemen adalah memutuskan pemberlakuan amandemen dan konstitusi, memberlakukan hukum dan APBN, mengambil keputusan untuk menyatakan perang atau damai, membuat strategi pertahanan dan keamanan nasional, melakukan pengawasan terhadap sipil dan angkatan bersenjata, memutuskan perubahan tapal batas negara, dan mengangkat serta memberhentikan pejabat negara. Selain itu, parlemen juga dapat memberikan amnesti dalam kasus tindak pidana. Lebih lanjut, Ombudsman diberi wewenang oleh parlemen Kroasia untuk

48 http://www.kemlu.go.id/zagreb/Books/Facts%20Figure-Croatia-3_01.jpg

diakses pada 18 Januari 2015

49 http://www.sabor.hr/Default.aspx?sec=713


(36)

24 melindungi hak-hak konstitusional dan hukum warga negara serta lembaga-lembaga. Ombudsman dipilih oleh parlemen Kroasia untuk jangka waktu delapan tahun.50

Sumber perekonomian negara Kroasia ditentukan oleh sumber daya alam, tekhnologi dan perindustrian seperti kapal, konstruksi, petrokimia, dan industri makanan. Selain itu, sumber ekonomi lainnya berasal dari bidang pariwisata dengan sekitar 10 juta tamu asing yang berkunjung ke Kroasia setiap tahunnya. Namun demikian, permasalahan yang dihadapi oleh Kroasia sama seperti negara lainnya yaitu tingginya tingkat pengangguran. Dalam perdagangan internasional, Kroasia memiliki mitra dagang seperti Italia, Jerman, Slovenia, Austria, Bosnia, Herzegovina, dan Serbia.51

Produk utama Kroasia adalah pertanian dan peternakan yaitu gandum, jagung, gula, bunga matahari, kentang, kubis, bawang, tomat, lada, apel, jeruk, zaitun, anggur. Sedangkan untuk peternakan terdiri dari sapi dan babi yang hasil perahan susunya juga dapat dikonsumsi. Selain itu, Kroasia juga memproduksi bahan kimia danplastik, peralatan mesin, logam, elektronik, produk baja, aluminium, kertas, produk kayu, bahan bangunan, tekstil, dan minyak bumi.52

Dalam bidang militer angkatan bersenjata Kroasia terdiri dari Angkatan Darat (Hrvatska

Kopnena Vojska, HKoV), Angkatan Laut dan pasukan penjaga pantai (Hrvatska Ratna

Mornarica, HRM), Angkatan Udaradan Komando Pertahanan Udara (Hrvatsko Ratno

Zrakoplovstvosaya Protiv Zracna Odbrana), serta Pendidikan dan Komando Pelatihan serta

Komando Logistik.53

50

Ibid.

51

Ivana Crljenko, dkk., 2013, Croatia land and people, The Miroslav Krleža Institute OF LEXICOGRA

PHYA CIP catalogue record for this book is available in the Online Catalogue ofthe National and University Library in Zagreb, hal. 89

52https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/hr.html

diakses 23 Januari 2015

53


(37)

25 BAB III

PROSES MASUKNYA KROASIA MENJADI ANGGOTA UNI EROPA

Bab III ini akan menjelasakan mengenai proses masuknya Kroasia menjadi anggota Uni Eropa yang terdiri dari dua pembahasan utama. Bagian pertama akan menjelaskan mengenai sejarah pembentukan Uni Eropa. Selain itu, dalam bagian kedua akan dijelaskan secara kronologis proses masuknya Kroasia menjadi anggota Uni Eropa yang dimulai dari tahun 2001 hingga 2013. Dengan demikian, dari kedua pembahasan tersebut dapat menjelaskan mengenai proses masuknya Kroasia menjadi anggota Uni Eropa pada tahun 2013.

A. Sejarah Terbentuknya Uni Eropa

Berakhirnya perang Dunia II memunculkan perubahan hubungan antarnegara dalam politik internasional. Salah satu perubahannya adalah munculnya organisasi-organisasi internasional yang bergerak di bidang ekonomi, politik maupun sosial. Selain itu, terdapat pula organisasi regional seperti Uni Eropa, NAFTA (The North American Free Trade Area), dan

ASEAN (Association of Shoutheast Asian Nations) . Adanya kerjasama yang dibangun

antarnegara ini secara umum dapat memberi implikasi positif terhadap perkembangan masing-masing negara anggota. Salah satu contoh organisasi regional yang akan dibahas adalah organisasi Uni Eropa. Dalam hal ini, Uni Eropa merupakan sebuah organisasi internasional di bidang ekonomi dan politik.

Uni Eropa adalah sebuah organisasi internasional yang bergerak di bidang politik dan ekonomi, terdiri dari 28 anggota negara yang terletak di sekitar benua Eropa. Sebagai sebuah organisasi Uni Eropa di dasarkan kepada sebuah aturan dan hukum yang mengikat. Dalam sejarahnya, pasca Perang Dunia II Jean Monnet selaku Penasihat Ekonomi pemerintah negara


(38)

26 Perancis, membuat sebuah rencana untuk mengendalikan hasil sumber daya batu bara dan baja milik perancis dan Jerman. Hal ini dilakukan untuk menghindari efek lebih lanjut dari Perang Dunia II. Kedua negara kemudian berencana untuk membentuk European Coal and Steel

Community (ECSC). Dikarenakan rencana ECSC ini dianggap belum jelas oleh sebagain negara

maka Inggris tidak ikut berpasrtisipasi dalam ECSC.54

Meskipun demikian, Menteri Luar Negeri Perancis, Robert Schuman mendukung pembentukan ECSC ini yang kemudian dikenal dengan Schuman Plan pada 9 Mei 1950. Hal ini

tidak berpengaruh bagi Inggris, karena Perdana Menteri Inggris Harold Macmillan mengatakan

bahwa Schuman Plan merupakan gagasan yang belum jelas atau disebut sebagai “a plan to have a plan”. Berbeda dengan Inggris, enam negara lainnya seperti Belgia, Perancis, Italia, Luksemburg, Belanda dan Jerman menandatangani perjanjian Paris pada 18 April 1951. Perlu diketahui bahwa perjanjian Paris ini merupakan awal diresmikannya pembentukan ECSC yang berlaku pada 23 Juli 1952. Jean Monnet terpilih menjadi pimpinan ECSC.55

Perjanjian Paris ini berisikan penghapusan berbagai hambatan perdagangan antarnegara anggota dan menciptakan suatu pasar bersama sehingga produk, pekerja, dan modal dari sektor batu bara dan baja dari negara-negara anggota dapat bergerak dengan bebas tanpa adanya hambatan.56 Dalam perkembangannya, ECSC berhasil mengembangkan kerjasama ekonomi antarnegara anggota termasuk kerjasama di bidang energi dan transportasi. Pada dasarnya, tujuan

54

James Maxine dan Matthew Purvis, 2014, The European Union, House of Lords Library Notes, London, LLN 2014/015, hal. 1-2

55

Ibid. hal.2

56 http://europa.eu/legislation_summaries/institutional_affairs/treaties/treaties_ecsc_en.htm

diakses pada 14 Januari 2015


(39)

27 utama didirikannya ECSC ini adalah untuk menghindari munculnya Jerman sebagai ancaman terhadap perdamaian di kawasan tersebut.57

Dalam perkembangannya ECSC menjadi sebuah organisasi regional yang sukses sehingga membuat negara anggota optimis untuk membentuk sebuah organisasi regional di benua Eropa. Hal ini dibuktikan dengan didirikannya European Defense Community (EDC). Keenam negara

anggota ECSC menandatangani EDC pada 1952. Namun demikian, gagasan ini gagal untuk diwujudkan karena Majelis Nasional Perancis atau yang dikenal dengan French National

Assembly tidak menyetujui pembentukan EDC. Implikasi dari kegagalan tersebut maka keenam

negara anggota berupaya untuk menciptakan gagasan baru yang berhubungan dengan pembangunan ekonomi serta penggunaan energy nuklir untuk kemajuan kawasan Eropa. Oleh karena itu, dibentuklah European Economic Community (EEC) dan European Atomic Energy

Community (EURATOM).58

Pada 1-2 Juni 1955, pertemuan anggota ECSC dilakukan Messina, Italia. Pertemuan ini dihadiri oleh enam menteri luar negeri masing-masing negara anggota yaitu Belgia, Perancis, Luksemburg, Belanda dan Jerman. Dalam pertemuan ini menghasilkan keputusan untuk memperluas kerjasama ke seluruh bidang ekonomi.59 Sesuai dengan tujuan ECSC yang ingin mengembangkan kerjasama antarnegara anggota ke seluruh bidang ekonomi maka pada 25 Maret 1957 di Roma, yang dihadiri oleh seluruh negara anggota dibentuklah EURATOM. Tujuan dibentuknya EURATOM adalah kesadaran akan pentingnya tenaga nuklir sebagai kekuatan di masa depan. Melalui EURATOM berfungsi untuk memenuhi kebutuhan serta

57

Opcit., Nuraeni S., dkk., hal. 139

58

Utz P. Toepke, 1981, The European Economic Community -- A Profile,Northwestern Journal of International Law & Business Volume 3 Issue 2, hal. 641-642

59 http://europa.eu/about-eu/eu-history/1945-1959/1955/index_en.htm


(40)

28 mengontrol pasokan semua bahan dan lisensi produksi serta desain reaktor yang dikembangkan oleh Joint Nuclear Research Center (JNRC).60

Lebih lanjut di tahun yang sama yaitu 1957, negara anggota ECSC juga membentuk EEC yang didasarkan atas perjanjian Roma. Tujuan utama didirikannya EEC ini adalah memperluas prinsip ECSC melalui dua hal yaitu, pertama: Tercapainya suatu custom unions yang ditandai

dengan penghapusan custom duties, import quotas, dan berbagai hambatan perdagangan lainnya

di antara negara anggota. Kedua, harmonisasi kebijakan nasional mengenai barang, jasa, pekerja,

dan modal.Selain itu, EEC juga berharap dapat meningkatkan integrasi Eropa, sesuai dengan

penjelasan pada isi perjanjian Roma yaitu “an ever closer union between the peoples of Europe”.61 Kedua perjanjian yaitu EURATOM dan EEC ini mulai berlaku pada 1 Januari 1958.

Setelah melakukan beberapa pertemuan, maka ditetapkan pada 8 April 1965 ECSC, EURATOM dan EEC digabung menjadi European Community atau yang dikenal dengan

Masyarakat Eropa. Adanya hal ini berdasarkan pada perjanjian Brussel. Tiga pilar utama yang disepakati oleh negara anggota yaitu: pertama, sejak 1 Juli 1967 ketiga organisasi tersebut yaitu

ECSC, EURATOM dan EEC digabung menjadi satu organisasi di bawah satu komisi untuk memudahkan manajemen kebijakan bersama. Kedua, pembentukan Dewan Menteri Uni Eropa

yang akan menggantikan Special Council of Ministers di ketiga organisasi sebelumnya dan

melakukan pergantian masa jabatan selama enam bulan sekali. Selanjutnya yang ketiga,

membentuk Badan Audit European Community untuk menggantikan Badan Audit ECSC,

EURATOM dan EEC.62

60Mervyn O’ Driscoll, 2002,

The European Parliament and the Euratom Treaty:past, present and future,

Energy and Research Series, European Parliament L-2929 Luxembourg, hal. vii

61

Wil James, 2011, History of the European Union, dalam http://www.civitas.org.uk/eufacts/OS/OS3.htm diakses pada 23 Maret 2015

62


(41)

29 Dalam perkembangannya, pada 1 Januari 1973, Denmark, Irlandia dan Inggris menandatangani kesepakatan untuk bergabung dalam European Community. Dengan demikian, total jumlah negara anggota adalah Sembilan negara. Organisasi European Community memberi

kesempatan kepada negara-negara yang berada di benua Eropa untuk bergabung dengan beberapa syarat utama yaitu menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi. Syarat lainnya adalah menghormati nilai-nilai hak asasi manusia dan mematuhi seluruh ketentuan-ketentuan dan peraturan yang telah ditetapkan oleh organisasi European Community. Hal ini tercantum dalam

Joint Declaration of Fundamental Rights yang disepakati oleh seluruh negara anggota pada 15

April 1977.63

Pada 1 Januari 1981, Yunani bergabung menjadi anggota baru dalam European

Community. Selanjutnya, pada tanggal 14 Juni 1985, Belanda, Belgia, Jerman, Luksemburg dan

Perancis menandatangani Schengen Agreement, dimana mereka sepakat untuk secara bertahap

menghapuskan pemeriksaan di perbatasan mereka dan menjamin pergerakan bebas manusia, baik warga mereka maupun warga negara lain. Perjanjian ini kemudian diperluas dengan memasukkan Itali (1990), Portugal dan Spanyol (1991), Yunani (1992), Austria (1995), Denmark, Finlandia, Norwegia dan Swedia (1996).64 Selanjutnya pada 1 Januari 1986, Spanyol dan Portugal resmi menjadi anggota European Community.

Berdasarkan White Paper yang disusun oleh Komisi Eropa dibawah kepemimpinan

Jacques Delors pada tahun 1984, Masyarakat Eropa mencanangkan pembentukan sebuah Pasar Tunggal Eropa. Single European Act, yang ditandatangani pada bulan Pebruari 1986, dan mulai

berlaku mulai tanggal 1 Juli 1987, terutama ditujukan sebagai suplemen EEC Treaty. Tujuan

utama Single Act adalah pencapaian pasar internal yang ditargetkan untuk dicapai sebelum 31

63

Ibid, hal. 643

64 http://www.indonesianmission-eu.org/website/page943418664200310095958555.asp

. diakses 17 Januari 2015


(42)

30 Desember 1992. Treaty on European Union (TEU) yang ditandatangani di Maastricht pada

tanggal 7 Februari 1992 dan mulai berlaku tanggal 1 November 1993, mengubah European

Communities (EC) menjadi European Union (EU). TEU mencakup, memasukkan dan

memodifikasi traktat-traktat terdahulu (ECSC, Euratom dan EEC). Jika Treaties establishing

European Community (TEC) memiliki karakter integrasi dan kerjasama ekonomi yang sangat

kuat, maka TEU menambahkan karakter lain yaitu kerjasama dibidang Common Foreign and

Security Policy (CFSP) dan Justice and Home Affairs (JHA).65

Melalui uraian di atas, setelah adanya penambahan anggota baru yang totalnya adalah 12 anggota maka pada 7 Februari 1992 disepakatilah perubahan dari European Community menjadi

European Union (Uni Eropa). Kesepakatan ini ditandatangani di Maastricht dan berlaku pada 1

November 1993. Hasil utama dari pertemuan tersebut adalah peningkatan keamanan bersama serta kerjasama di bidang hukum. Selain itu, negara anggota juga sepakat untuk memberikan wewenang yang lebih besar terhadap Parlemen Eropa untuk memutuskan ketentuan-ketentuan melalui mekanisme co-decision procedure.66 Dengan demikian, organisasi regional Uni Eropa

secara resmi terbentuk pada 1992 dan hingga saat ini masih banyak negara yang tertarik untuk bergabung menjadi anggotanya. Untuk lebih jelasnya berikut peta kawasan Uni Eropa.

65

Ibid.

66

Co-decision procedure yaitu Parlemen dan Dewan Uni Eropa bersama-sama memutuskan suatu ketetapan hukum. Selain itu ketetapan lainnya adalah hak kebebasan bagi pekerja, pasar tunggal, pendidikan, penelitian, lingkungan, Trans European Network, budaya dan perlindungan konsumen. Sumber: http://europa.eu/about-eu/eu-history/1990-1999/index_en.htm diakses pada 23 Januari 2015.


(43)

31 Gambar III.1. Peta Kawasan Uni Eropa67

Bertitik tolak dari uraian di atas, setiap organisasi memiliki struktur yang berfungsi untuk pembagian tugas dan tanggung jawab sehingga akan mudah mencapai kepentingan bersama.

67


(44)

32 Gambar III.2. Skema Ordinary Legislative Procedure


(45)

33 Dari gambar di atas terlihat bahwa prosedur pembentukan hukum di awali oleh Komisi Eropa yang mengajukan proposal untuk meminta pendapat dari parlemen nasional yang terdiri dari pemerintah, pengusaha, organisasi sipil masyarakat dan individu. Selain itu, Komisi Eropa juga meminta pendapat kepadan Komite Ekonomi dan Sosial Eropa dan Komite Regional. Pendapat – pendapat tersebut kemudian dikumpulkan dan disampaikan kepada Parlemen dan Dewan Eropa. Setelah itu, Parlemen dan Dewan Eropa mulai membaca dan mendiskusikan proposal tersebut. Apabila proposal memenuhi persyaratan dan mendapat kesepakatan dari seluruh pihak maka proposal tersebut dapat diadopsi. Namun demikian, apabila tidak tercapai kesepakatan di antara kedua pihak maka akan dilakukan siding kosiliasi, sehingga terdapat kesepakatan bahwa proposal tersebut akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya. Pada tahap terkahir ini, jika Parlemen dan Dewan Eropa setuju maka proposal akan di adopsi jika tidak maka proposal batal untuk diadopsi.68

B. Proses Masuknya Kroasia Menjadi Anggota Uni Eropa

B.1. Tahun 2000-2004 : Kroasia Mengadopsi Copenhagen Criteria dan Acquis Communautaire

Secara umum, proses masuknya Kroasia ke dalam Uni Eropa dilakukan dengan mematuhi semua peraturan yang telah ditetapkan oleh Uni Eropa, memiliki persetujuan dari lembaga Uni Eropa dan negara-negara anggota Uni Eropa, serta memiliki persetujuan dari warga negara mereka.69 Dalam sejarahnya Kroasia mulai tertarik untuk menjadi anggota Uni Eropa yaitu pada 24 November 2000, Kroasia dan Uni Eropa membentuk rancangan Stabilization and

Association Agreement (SAA) untuk Balkan Barat. Dengan adanya kesepakatan tersebut

68

Ibid.

69 http://ec.europa.eu/enlargement/policy/conditions-membership/index_en.htm

diakses pada 1 April 2015


(46)

34 diharapkan dapat membangun pertumbuhan ekonomi dan politik di wilayah Balkan Barat. Kesepakatan SAA ini dilakukan dengan bantuan yang diberikan oleh Uni Eropa terhadap Kroasia. Dengan demikian, untuk pertama kalinya Uni Eropa memberikan bantuan keuangan kepada Kroasia sebesar 4.65 Billion Euro pada tahun 2000-2006.70

Bertitik tolak dari uraian di atas, pada Februari 2003, Kroasia mengajukan permohonan untuk menjadi anggota Uni Eropa. Sikap Kroasia ini kemudian memunculkan banyak spekulasi yang berasal dari masyarakat Kroasia dan Uni Eropa mengenai apakah Kroasia bisa menjadi anggota Uni Eropa?.71 Upaya Kroasia untuk menjadi anggota Uni Eropa kemudian membuahkan hasil pada April 2004 yaitu ketika Komisi Eropa menerima permintaan pengajuan keangggotaan Kroasia. Lebih lanjut, dua bulan kemudian pada Juni 2004 Uni Eropa memberikan status kandidat kepada Kroasia.72 Dengan adanya hal tersebut maka Kroasia harus menyetujui Copenhagen Criteria.

Seluruh negara kandidat harus memenuhi kriteria penting dalam proses aksesi yang tercantum dalam Copenhagen Criteria yang dibentuk pada Juni 1993. Dalam hal ini, isi dari

Copenhagen Criteria adalah negara kandidat harus memiliki:73 pertama, stabilitas lembaga yang

menjamin demokrasi, supremasi hukum, hak asasi manusia, dan menghormati perlindungan bagi kaum minoritas. Kedua, keberadaan ekonomi pasar yang berfungsi dan kemampuan untuk menghadapi tekanan kompetitif atas kekuatan pasar di Uni Eropa. Ketiga, negara kandidat harus

70

Thibault Boutherin, 2013, Croatia’s accession to the European Union: thoughts on Europe at a crossroad, European issues,Fondation Robert Schuman/European Issues, hal. 2

71

Katarina Ott, 2006, Croatian Accession To The European Union, Institutional Challenges of participation, Institute of Public Finance, Zagreb, Vol. 4 hal. 5

72

Hrvoje Butkovic dan Visnja Samardzija, 2014, Challenges of Continued EU Enlargement to the Western Balkand-Croatia’s Experience, Institute for Development and International Relations (IRMO), Vol. 14 No. 4, hal. 96

73

Paulina Rezler, 2011, The Copenhagen Criteria, Are They Helping or Hurting the European Union?, Touro International Law Review, Vol.14 No.2, hal. 392


(47)

35 memiliki dan mematuhi kewajiban keanggotaan termasuk patuh dengan tujuan politik, ekonomi dan moneter Uni Eropa.

Copenhagen Criteria yang telah ditetapkan oleh Dewan Eropa dirancang untuk

meminimalisir resiko bagi anggota baru yang dapat menyebabkan ketidakstabilan politik dan ekonomi sehingga memberatkan Uni Eropa. Selain itu, Copenhagen Criteria ini juga bertujuan

untuk memastikan bahwa negara-negara yang akan bergabung telah siap untuk mengikuti seluruh aturan Uni Eropa tanpa terkecuali. Kedua tujuan inilah yang memiliki peran penting dalam proses perluasan organisasi regional Uni Eropa.74

Dengan menyetujui Copenhagen Criteria ini maka secara otomatis Kroasia harus

melakukan banyak peningkatan terhadap kondisi internal negaranya dalam upaya menjaga stabilitas politik negaranya. Upaya yang dilakukan Kroasia adalah adanya lembaga hukum yang dapat menjamin nilai-nilai demokrasi, HAM dan hak minoritas. Selain itu, Kroasia juga berkomitmen untuk berpartisipasi dalam upaya memerangi korupsi di negaranya. Hal ini dilakukan dengan cara membentuk kerangka hukum dan lembaga yang dapat menangani kasus-kasus korupsi.75

Secara keseluruhan kasus korupsi yang terjadi di Kroasia ini biasanya meliputi sektor peradilan, kesehatan, lembaga pendidikan dan pelayanan administrasi publik. Sebuah survei dilakukan di Kroasia pada tahun 2008, yang megungkapkan bahwa 51,6% responden meyatakan telah diminta membayar suap oleh pejabat negara atas pelayanan yang telah diberikan pemerintah. Selain itu, 21,8% memberikan uang suap kepada dokter dan perawat. Sisa responden

74

Heather Grabbe, 2002, European Union Conditionally and the Acquis Communautaire, International Political Science Review, Vol. 23 No. 3 hal. 251

75

Angélique Hardy, 2010, Fighting Corruption in Croatia with the Prospect of European Union Membership: Conditionality and Soft Aquis Communautaire - Lessons Learned from the Previous Enlargements to Slovenia, Bulgaria and Romania, Hertie School of Governance - Working Papers, No. 52 hal. 47


(48)

36 mengatakan tidak mengetahui masalah korupsi di Kroasia.76 Sebagai upaya dalam peningkatan pencegahan anti korupsi di Kroasia maka pada 2000-2001 dibentuklah Office for Suppression of

Organized Crime and Corruption. Di dalam lembaga ini terdapat jaksa, polisi dan departemen

pemberantasan tindak pidana pencucian uang.77 Dengan adanya hal tersebut diharapkan dapat meminimalisir terjadinya korupsi di Kroasia.

Dalam bidang ekonomi yang terdapat dalam Copenhagen Criteria, Kroasia juga

melakukan reformasi ekonomi dalam upaya meningkatkan perekonomian negaranya. Hal ini ditandai dengan meningkatnya GDP Kroasia dan adanya semakin banyaknya investor yang melakukan investasi di Kroasia. Dengan membaiknya kondisi ekonomi maka akan berdampak pada stabilitas politik dalam negeri.78

Selain menyetujui Copenhagen Criteria Kroasia juga mulai mengadopsi Acquis

Communautaire. Pengertian Acquis Communautaire adalah konsep yang sangat penting dalam

organisasi Uni Eropa yang mencakup semua perjanjian, undang-undang, perjanjian internasional, keputusan pengadilan, ketentuan hak-hak dasar dan prinsip-prinsip dalam perjanjian seperti kesetaraan dan non-diskriminasi. Dengan kata lain Acquis Communautaire ini dapat dikatakan

sebagai hukum Uni Eropa. Pada awalnya, acquis communautaire setidaknya digunakan pada

empat konteks yaitu the enlargement of the Community (the „accession’ acquis), the development of the European construct (the „institutional’ acquis), association with third countries (the„Lomé’ acquis), and the Agreement onthe European Economic Area (the „EEA’ acquis).79

76

Ibid. 46

77

Laura Stefan, dkk., 2012, Conflicts of Interest and Incompatibilities in Eastern Europe, Romania, Moldova, Croatia, publication from www.expertforum.ro. Hal. 55

78

Op.cit, Katarina Ott, hal. 8

79

Stephen J. Silvia dan Aaron Beers Samp, 2003, Acquis Communautaire and European Exeptionalism: A Genealogy, European Union Studies Center , ACES Working Paper Series Paul H. Nitze School of Advanced International Studies 1717 Massachusetts Ave NW, hal. 18


(49)

37 Acquis Communautaire mencakup semua perjanjian, semua peraturan

perundang-undangan yang berlaku saat ini, semua putusan Pengadilan Uni Eropa, semua jenis kesepakatan atau keputusan dari kebijakan keamanan, kebijakan dalam dan luar negeri. Acquis

Communautaire diterjemahkan ke dalam bahasa resmi Uni Eropa. Konsep Acquis

Commaunautaire ini menjadi hal penting dalam hukum Uni Eropa dan juga semua

prinsip-prinsip lain yang dikembangkan oleh Mahkamah Uni Eropa. Dengan demikian, negara-negara anggota terikat untuk menerima keputusan dari Pengadilan Uni Eropa. Adopsi dan pelaksanaan Acquis Communautaire merupakan dasar dari negosiasi aksesi. Prinsip ini termasuk dalam

Perjanjian Lisbon. Negara-negara kandidat diwajibkan untuk beradaptasi secara infrastruktur, administratif dan kelembagaan mereka serta membuat perundang-undangan nasional mereka sesuai dengan undang-undang yang telah ditentukan oleh Uni Eropa.80

Acquis Communautaire telah diterjemahkan ke dalam 22 bahasa resmi Uni Eropa yaitu

Bulgaria, Ceko, Denmark, Belanda, Inggris, Estonia, Jerman, Yunani, Finlandia, Prancis, Hungaria, Italia, Latvia, Lithuania, Malta, Polish, Portugis, Rumania, Slovak, Slovenia, Spanyol, dan Swedia. Pada umumnya, seluruh negara anggota dan negara kandidat harus mematuhi Acquis Communautaire. Lebih lanjut, untuk menjadi anggota Uni Eropa maka setiap negara

kandidat harus menerima Acquis Communautaire secara utuh. Hal ini sesuai dengan artikel 2

Acquis mengenai keangggotaan Uni Eropa yaitu: “From the date of accession, the provisions of the original treaties and the acts adopted by the institutions of the communities shall be binding

on the new member states and shall apply in those states under the conditions laid down in those

80


(50)

38 treaties and this act”. 81 Dengan demikian, ketentuan perjanjian asli dan tindakan yang diadopsi oleh lembaga-lembaga komunitas harus mengikat negara-negara anggota baru dan akan berlaku untuk negara-negara tersebut di bawah kondisi yang ditetapkan dalam perjanjian-perjanjian dan tindakan ini.

Secara garis besar Acquis Communautaire yang diadopsi Kroasia adalah:82 a) Group 1:

Provisions of the original treaties, Art.2, b) Group 2: Acts adopted by the institutions, Art.2 (This

comprises regulation, directives, decisions and recommendations, c) Group 3: Decision and

agreements adopted by the representatives of the governments of the council, Art 4(3), d) Group

5: Declarations or resolutions…concerning the communities or the Union adopted by common agreement of the member states , Art 4(3), e) Group 6: Conventions and instruments in the field

of justice and home affairs which are inseparable from the attainment of the objectives of the EU

treaty, Art.3, f) Group 7: Conventions provided for in article (293) of the EC treaty, Art. 4(2), g)

Group 8: Conventions…that are inseparable from the attainment of the objectives of the EC treaty, Art. 4(2). h) Group 9: Agreements concluded by the present member states related to the

functioning of the union, Art. 4(1), i) Group 10: Agreements concluded by the present member

state….connected with the activities of the union, Art. 4(1), j) Group 11: Agreements and conventions concluded by any of the communities, with one or more third states, with an

international organization, or with a national of a third state, Art 5(1), k) Group 12: Agreements

and conventions concluded by the present member states and any of the communities , acting

jointly, Art. 5(2), l) Group 13: Agreements concluded by the present member states which are

related to agreements and conventions concluded by the present member states and any of the

81

Vaughne Miller, 2011, The EU’s Acquis Communautaire, International Affairs and Defence Section, House of Commons Library, SN/IA/5944, hal. 2-3

82

Christen Boye Jacobsen, 2002, Implementing the Acquis Communautaire the fight over 80.000 pages,


(1)

Euroepan Commission, Communication from The Commission to the European Union Parliament and the Council : Monitoring Report on Croatia’s Accession Preparations, Brussels, 26-03-2013.

European Commission, The Policy: What is European Neighbourhood Policy, dalam http://ec.europa.eu/world/enp/policy_en.htm, 21-05-2012.

European Commission, Europe’s Single Market Benefits EU Citizens and Business, dalam http://ec.europe/internal_market/publications/docs/citizens_en.pdf , 23-04-2015

Fule, Stefan, Understanding Enlargment-The European Union’s Enlargement Policy, European Commission, Belgium, 2011.

Gagnon, V.P., Ethnic Nationalism and International Conflict: The Case of Serbia, International Security Journal, Vol. 19 No. 3, 1995.

Gochhayat, Artatrana, Regionalism and sub regionalism: A theoretical framework with special reference to India, academic journal, African Journal of Political Science and International Relations, Vol. 8 (1), 2014.

Grabbe, Heather, European Union Conditionally and the Acquis Communautaire, International Political Science Review, Vol. 23 No. 3, 2002.

Grdović, Ana dkk., A Foreign Researcher’s Guide to Croatia, 3rd Edition, http://ec.europa.eu/euraxessPublished by: Agency for Mobility and EU Programmes Library of the European Commission (Credit © European Union), 2011.

Hardy, Angélique, Fighting Corruption in Croatia with the Prospect of European Union Membership: Conditionality and Soft Aquis Communautaire - Lessons Learned from the Previous Enlargements to Slovenia, Bulgaria and Romania, Hertie School of Governance - Working Papers, No. 52, 2010.


(2)

Jacobsen, Christen Boye, Implementing the Acquis Communautaire the fight over 80.000 pages, RGSL (Riga Graduate Schooln of Law) working paper, 2002.

James, Wil, History of the European Union, CIVITAS Institute for the Study of Civil Society 2007, http://www.civitas.org.uk/eufacts/OS/OS3.htm, 2011.

Jenny, Just the Facts Croatian Accession to the EU, dalam http://www.europeanmovement.ie/just-the-facts-croatian-accession/ , 2013.

Koerner, Kevin, Croatia Facing Challenges on the EU’s doorstep, Deutsche Bank AG DB, Research Frankfurt am Main, Germany, 2013.

Lang, Arabella, European Union, (Croatian Accession and Irish Protocol), Bill 76 0f 2012-13, Research Paper House of Commons Library, 2012.

Lippold, Florian, dalam

https://www.uni-ulm.de/fileadmin/website_uni_ulm/mawi.inst.150/lehre/ss11/isp/European_Union_Overv iew_2011.pdf diakses 17 April 2015

Lucas, Edward, The New Cold War Putin’s Russia the next phase – A Report to the Trilateral Commission, The Trilateral Commission, 2008.

Maxine, James dan Matthew Purvis, The European Union, House of Lords Library Notes, London, LLN 2014/015, 2014.

Miller, Vaughne, The EU’s Acquis Communautaire, International Affairs and Defence Section, House of Commons Library, SN/IA/5944, 2011.

Nugent, Neill, The Government and Policies of the European Union, Hampshire, Palgrave Macmillan, 2003.

Ognyanova, Irina, Nationalism and National Policy in Independent State of Croatia (1941-1945), IWM Junior Visiting Fellows Conferences, Vol. VI No. 5, 2000.


(3)

O’Loughlin, John dan Talbot, F. Paul, Where in the World is Russia? Geopolitical Perceptions and Preferences of Ordinary Russians, European, 2005.

Ott, Katarina, Croatian Accession To The European Union, Institutional Challenges of participation, Institute of Public Finance, Zagreb, Vol. 4, 2006.

Petricusic, Antonija, 2008, Nation-Building in Croatia and the Treatment of Minorities: Rights and Wrongs, Journal of L’Europe en formation, 2008.

Radeljic, Branislav, Europe 1989-2009: Rethinking the Break-up of Yugoslavia, European Studies, Vol. 9, No. 1, 2010.

Retzer, Karin dan Alja Poler De Zwart, Croatia set to join the European Union: What this means for data protection compliance, Morrison & Foerster LLP | mofo.com Attorney Advertising, 2013.

Rezler, Paulina, The Copenhagen Criteria, Are They Helping or Hurting the European Union?, Touro International Law Review, Vol.14, 2011.

Samardzija, Visnja, Croatia’s First Year of EU Membership: Have the Expectations Been Fulfilled?, Trans European Policy Studies Association , TEPSA Policy Paper, Zagreb, 2014.

Shimko, Keith L., International Relations, Perspectives and Controversies, Houghton Mifflin Company, 2005.

Silvia, Stephen J. dan Aaron Beers Samp, Acquis Communautaire and European Exeptionalism: A Genealogy, European Union Studies Center , ACES Working Paper Series Paul H. Nitze School of Advanced International Studies 1717 Massachusetts Ave NW, 2003.


(4)

Stefan, Laura, dkk., Conflicts of Interest and Incompatibilities in Eastern Europe, Romania, Moldova, Croatia, publication from www.expertforum.ro, 2012.

Stiftung, Konrad Adenauer, Croatia in the European Union: What can the Citizens Expect?, Institute for International Relations, Zagreb, 2007.

Thorp, Arabella, Croatia : the Closing Stages of EU Accession, International Affairs and Defence Section, SN/IA/6157, House of Commons Library, 2011.

Toepke, Utz P., The European Economic Community -- A Profile,Northwestern Journal of International Law & Business Volume 3 Issue 2, 1981.

Wammen, Nicolai, 20 Years that Changed Europe The Copenhagen Criteria and the Enlargement of the European Union, Conference Report, Copenhagen, 2013.

Website

http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=3&P=Mu ltilateral&l=id diakses pada 15 Januari 2015

http://www.kemlu.go.id/zagreb/Books/Facts%20Figure-Croatia-3_01.jpg diakses pada 18 Januari 2015

http://www.sabor.hr/Default.aspx?sec=713 diakses: 19 Januari 2015

https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/hr.html diakses 23 Januari 2015

http://europa.eu/legislation_summaries/institutional_affairs/treaties/treaties_ecsc_en.htm diakses pada 14 Januari 2015

http://europa.eu/about-eu/eu-history/1945-1959/1955/index_en.htm diakses pada 15 Januari 2015


(5)

http://www.indonesianmission-eu.org/website/page943418664200310095958555.asp. diakses 17 Januari 2015

http://europa.eu/about-eu/eu-history/1990-1999/index_en.htm diakses pada 23 Januari 2015. http://ec.europa.eu/enlargement/policy/conditions-membership/index_en.htm diakses pada 1

April 2015

http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/press_corner/all_news/news/2013/20130701_01_id.h tm diakses 25 Maret 2015

http://eur-lex.europa.eu/legal-content/EN/TXT/?uri=CELEX:52004DC0257, diakses pada 12 April 2015

http://eur-lex.europa.eu/legal-content/EN/TXT/?uri=CELEX:52004DC0257 diakses pada 12 April 2015

http://www.indonesianmission-eu.org/website/page943418664200310095958555.asp diakses 21 April 2015

http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/documents/more_info/pub_2015_euataglance_id.pdf diakses 20 April 2015

http://eeas.europa.eu/delegations/indonesia/press_corner/all_news/news/2013/20130701_01_id.h tm diakses pada 7 Juli 2015

http://dw.de/kroasia-resmi-masuk-uni-eropa/a-16917243 diakses 8 Juli 2015

http://europa.eu/rapid/press-release_MEMO-13-593_en.htm?locale=en diakses 8 Juli 2015 http://www.bbc.com/indonesia/dunia/2013/07/130701_kroasia_eu diakses 7 Juli 2015

http://eur-lex.europa.eu/legal-content/EN/TXT/?uri=CELEX:52004DC0257, diakses pada 12 April 2015


(6)