Ijmak Sebagai Substansi Bagi Syura

Dalam arti kata di dalam Syura atau hukum Islam sangat menjunjung tinggi supremasi hukum. Sehingga segala yang diputuskan atau ditetapkan dalam Syura dapat bersifat adil. Karena tujuan bermusyawarah atau Syura adalah menetapkan keputusan yang dapat di terima oleh semua pihak dan demi kemaslahatan bersama.

E. Ijmak Sebagai Substansi Bagi Syura

Syura atau musyawarah dalam rangkaian penjelasannya selalu dihubungkan dengan pembahasan tentang ijmak. Ijmak dari bahasa Arab artinya konsensus atau kesepakatan. Dalam istilah ahli ushul fiqh adalah kesepakatan para imam mujtahid dikalangan umat Islam tentang hukum Islam pada suatu masa pasca Rasulullah SAW wafat. Menurut kebanyakan ulama ushul fiqh, ijmak dipandang sebagai salah satu sumber Islam sesudah Al-Qur’an dan hadis. 59 Di samping adanya kitab suci Al-Qur’an dan Sunnah, kaum muslim pada setiap masa telah bersepakat mengenai wajibnya syura, kendati terjadi berbagai penyelewengan yang menyebabkan penghapusan baginya dalam memilih para penguasa. Menurut Taufiq Asyawi yang dimaksud dengan ijmak adalah bentuk yang sempurna darinya, yaitu ijmak yang komprehensip bagi umat atau suatu hukum syara yang disepakati oleh seluruh anggota. Dan bisa dikatakan juga bahwa ijmak itu adalah kesepakatan umat atas suatu hukum syara. 60 Satu contoh, para sahabat ra telah sepakat mengenai kewajiban mengangkat pemimpin umum. Ijmak ini telah banyak dinukil oleh para ulama, di antaranya oleh al-Mawardi yang mengatakan: “ imamah dimaksudkan untuk meneruskan misi kenabian dalam memelihara agama dan menangani urusan duniawi. Memberikan akad ikatan imamah kepada orang yang melaksanakannya wajib menurut ijmak; 59 Hasbi, Musyawarah Dan Demokrasi, h.24. 60 Asy-Syawi, Syura Bukan Demokrasi, h. 99-102 perbedaan yang ada hanyalah mengenai apakah ini wajib menurut akal atau menurut syara’. Sebab, imam melaksanakan urusan-urusan yang berhubungan dengan syari’ah. 61 Dan ijmak sahabat juga sebagai salah satu sumber hukum yang banyak menonjol dalam masalah konstitusi dan undang-undang. Syura pun eksis dan gamblang tergambar dalam sistem pemerintahan pada keseluruhan masa Khulafa ‘ar- Rasyidin, bahkan hampir-hampir mereka tidak akan memutuskan suatu perkara kecuali setelah bermusyawarah, dan yang demikian itu terjadi dalam segala persoalan. 62 Pemikiran tentang Ijmak ini telah berkembang sejak masa sahabat sampai masa para imam mujtahid. Sahabat Umar bin Khatab misalnya, pernah mengumpulkan para sahabat untuk bertukar pikiran. Jika mereka bersepakat atas suatu masalah tertentu, umar menjalankan politiknya; tetapi jika bersilisih atau berbeda pandangan, mereka mengkaji kembali permasalahan tersebut sampai mendapatkan kesepakatan. 63 Berdasarkan hasil penjabaran di atas, dapat kita tarik sebuah pemahaman tentang diperbolehkannya syura adalah ijmak sahabat, karena ijmak merupakan salah satu dari sumber hukum dalam Islam setelah Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dan apapun yang diputuskan atau ditetapkan pada syura harus melalui kesepakatan para pihak yang sedang bermusyawarah. Pada intinya antara syura dan ijmak saling berkaitan, syura ditetapkan berdasarkan ijmak dan apa yang ditetapkan dalam syura harus berdasarkan ijmak orang yang sedang bermusyawarah. 61 Muhammad Abdul Qadir Abu Fariz, Sistem Politik Islam, Penerjemah Musthalah Maufur Jakarta: Robbani Press, 2000, h. 108 62 Khalidi, Analisis Dialektik Kaidah Pokok Sistem Pemerintahan Islam, h. 210 63 Hasbi, Musyawarah Dan Demokrasi, h. 25.

F. Komitmen Syura Terhadap Syariat