11 2. menghambat pergantian kulit
3. menganggu komunikasi serangga 4. menyebabkan serangga menolak makan
5. menghambat reproduksi serangga betina 6. mengurangi nafsu makan
7. memblokir kemampuan makan serangga 8. mengusir serangga Repellent
9. menghambat perkembangan patogen penyakit Insektisida nabati merupakan insektisida yang berbahan baku tumbuhan
yang mengandung senyawa aktif berupa metabolit sekunder yang mampu memberikan satu atau lebih aktivitas biologi, baik pengaruh pada aspek fisiologis
maupun tingkah laku dari hama tanaman serta memenuhi syarat untuk digunakan dalam pengendalian hama tanaman. Insektisida nabati bersifat mudah terurai di
alam, sehingga diharapkan tidak meninggalkan residu di tanah maupun pada produk pertanian, relatif aman terhadap organisme bukan sasaran termasuk
terhadap musuh alami hama sehingga dapat menjaga keseimbangan ekosistem dan menjaga biodiversitas organisme pada agroekosistem, dapat dipadukan dengan
komponen pengendalian hama lainnya, mernperlambat resistensi hama dan dapat menjamin ketahanan dan keberlanjutan usaha tani Ambarningrum, 2011.
2.4 Dampak Negatif Insektisida
Penggunaan insektisida yang tidak bijaksana dan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dapat menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan
manusia. Berikut ini beberapa dampak negatif yang mungkin timbul akibat
Universitas Sumatera Utara
12 penggunaan insektisida, yang tidak sesuai dengan aturan yaitu pencemaran air,
tanah dan udara, timbulnya spesies hama yang resisten, resurgensi bila suatu jenis hama setelah memperoleh perlakuan insektisida berkembang menjadi lebih
banyak dibanding dengan yang tanpa perlakuan insektisida, merusak keseimbangan ekosistem, dan dampak terhadap kesehatan masyarakat Adriyani,
2006. Insektisida dapat menimbulkan keracunan yang dapat mengancam jiwa
manusia atau menimbulkan penyakitcacat Munaf, 2009.Racun insektisida masuk ke dalam tubuh organisme jasad hidup berbeda-beda menurut situasi
paparan. Mekanisme masuknya racun insektisida tersebut dapat melalui kulit luar, mulut dan saluran makanan, serta melalui saluran pernafasan. Melalui kulit bahan
racun dapat memasuki pori-pori atau terserap langsung kedalam sistem tubuh, terutama bahan yang larut minyak. Keracunan setelah waktu yang relatif lama
karena kemampuannya menumpuk dalam minyak yang terkandung dalam tubuh. Racun ini juga mencemari lingkungan air, tanah akan meninggalkan residu yang
sangat sulit untuk dirombak atau dirubah menjadi zat yang tidak beracun karena kuatnya ikatan kimianya Ngatidjan, 2006.
2.5 Uji Toksisitas
Uji toksisitas adalah uji untuk mendeteksi efek toksik suatu zat pada sistem biologi dan untuk memperoleh data dosis respon yang khas dari sediaan uji. Data
yang diperoleh dapat digunakan untuk memberi informasi mengenai derajat bahaya sedian uji tersebut sehingga dapat ditentukan dosis penggunaanya. Uji
toksisitas menggunakan hewan uji berguna untuk melihat adanya reaksi biokimia,
Universitas Sumatera Utara
13 fisiologik dan patologik terhadap suatu sediaan uji. Uji toksisitas dapat
memberikan petunjuk adanya toksisitas relatif dan membantu identifikasi efek toksik bila terjadinya pemaparan BPOM RI, 2011.
Pengujian toksisitas konvensional pada hewan coba sering mengungkapkan serangkaian efek akibat pajanan toksikan dalam berbagai dosis untuk berbagai
masa pajanan. Penelitian toksikologi biasanya dibagi menjadi tiga kategori: 1. Uji toksisitas akut dilakukan dengan memberikan bahan kimia yang sedang
diuji sebanyak satu kali atau beberapa kali dalam jangka waktu 24 jam. 2. Uji toksisitas jangka pendek dikenal dengan subkronik dilakukan dengan
memberikan bahan tersebut berulang-ulang, biasanya setiap hari atau lima kali seminggu, selama jangka waktu kurang lebih 10 dari masa hidup atau lima
hewan, yaitu tiga bulan untuk tikus atau mencit dan satu atau dua tahun untuk anjing. Namun, dalam hal ini beberapa Pengujian biasa dilakukan
menggunakan jangka waktu lebih pendek yaitu dengan pemberian zat selama 28 hari.
3. Uji toksisitas jangka panjang dilakukan dengan memberikan bahan kimia berulang-ulang selama masa hidup hewan coba atau sekurang-kurangnya
sebagian besar dari masa hidupnya, misalnya 18 bulan untuk mencit, 24 bulan untuk tikus dan 7 - 10 tahun untuk anjing dan monyet Lu, 1994.
2.5.1 Uji Toksisitas Akut
Uji toksisitas akut adalah suatu pengujian untuk mendeteksi efek toksik yang muncul dalam waktu singkat pemberian sediaan uji yang diberikan dalam
dosis tunggal, atau dosis berulang yang diberikan dalam waktu 24 jam. Prinsip Uji toksisitas akut adalah sediaan uji dalam beberapa tingkat dosis diberikan pada
Universitas Sumatera Utara
14 beberapa kelompok hewan uji dengan satu dosis perkelompok, kemudian
dilakukan pengamatan terahadapefek toksik dan kematian. Hewan mati selama percobaan dan hidup sampai akhir percobaan diotopsi untuk dievaluasi adanya
gejala-gejala. Tujuan toksisitas akut adalah untuk mendeteksi toksisitas sari suatau zat, menentukan organ sasaran dan kepekaan spesies, memperoleh informasi awal
yang dapat digunakan untuk merancang uji toksisitas selanjutnya serta untuk memperoleh nilai LD
50
atau LC
50
suatu sediaan BPOM RI, 2011.
2.5.2 Lethal Concentration LC
50
LC
50
merupakan konsentrasi yang menyebabkan kematian sebanyak 50 dari organisme uji yang dapat diestimasi dengan grafik dan perhitungan, pada
suatu waktu pengamatan tertentu, misalnya LC
50
48 jam dan LC
50
96 jam sampai waktu hidup hewan uji. Klaisfikasi menurut waktu, yaitu uji hayati pendek short
term bioassay, jangka menengah intermediate bioassay dan uji hayati jangka panjang long term biassay. Klasifikasi menurut metode penambahan larutan atau
cara aliran larutan, yaitu uji hayati statik static bioassay, pergantian larutan renewal biassay, mengalir flow trough bioassay. Klasifikasi menurut maksud
dan tujuan penelitian adalah pemantauan kualitas air limbah, uji bahan atau satu jenis senyawa kimia, penentuan toksisitas serta daya tahan dan pertumbuhan
organisme uji Ngatidjan, 2006. Dalam hal ini untuk mengetahui zat pencemar terhadap suatu biota dalam
perairan, perlu dilakukan suatu uji toksisitas zat pencemar terhadap biota yang ada yaitu dalam bentuk Lethal Concentratian LC
50
. Jadi uji toksisitas digunakan untuk mengevaluasi besarnya konsentrasi toksisitan dan durasi pemaparan yang
dapat menimbulkan efek toksik pada jaringan biologis Pratiwi, dkk., 2012.
Universitas Sumatera Utara
15
2.6 Uji Aktivitas Enzim Papain
Enzim papain adalah enzim yang terdapat pada getah pepaya merupakan jenis enzim yang mengkatalisa reaksi pemecahan rantai polipeptida pada protein
dengan cara menghidrolisa ikatan peptidanya menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti dipeptida dan asam amino. Bagian tanaman yang
mengandung getah dengan kualitas aktivitas proteolitik yang baik ada pada bagian buah, batang dan daun. Metode yang paling sederhana dan banyak dilakukan
dalam penelitian uji aktivitas enzim papain adalah Milk Cloting Unit Metode pengumpalan susu yang satuannya disebut MCU. Metode ini didasarkan pada
waktu yang digunakan oleh satuan berat papain untuk menggumpalkan satu satuan volume susu dalam suhu tertentu. Jika terbentuknya gumpalan pada susu
maka adanya aktivitas enzim papain. Papain yang dihasilkan dari getah batang dan daun memiliki aktivitas proteolitik sekitar 200 MCUg sedangkan pada buah
sekitar 400 MCUg Sani, 2008.
2.7 Larva Buah Jeruk 2.7.1 Klasifikasi Larva Buah Jeruk