8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini memuat uraian mengenai Hakikat resiliensi, karakteristik remaja, dan bimbingan pribadi sosial.
A. Hakikat Resiliensi
1. Pengertian Resiliensi
Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block dalam Klohnen, 1996 dengan nama ego-resilience, yang diartikan sebagai
kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal.
Secara spesifik resiliensi adalah: “… a personality resource that allows individual to modify
their characteristic level and habitual mode of expression of ego- control as the most adaptively encounter, function in and shape
their immediate and long term environmental context.” Block,
dalam Klohnen, 1996, hal.45.
Dari definisi yang dikemukakan di atas, tampak bahwa ego resiliensi merupakan satu sumber kepribadian yang berfungsi membentuk konteks
lingkungan jangka pendek maupun jangka panjang, di mana sumber daya tersebut memungkinkan individu untuk memodifikasi tingkat karakter dan
cara mengekspresikan pengendalian ego yang biasa mereka lakukan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Menurut Reivich dan Shatte 2002: 26 mendefinisikan resiliensi sebagai berikut:
“Resilience is the capacity to respond in healty and productive ways and when adversity or trauma, that it is essential for
managing the daily stress of life.”
Dari definisi di atas, Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk melakukan respon dengan cara yang sehat dan produktif ketika
berhadapan dengan adversity atau trauma, di mana hal tersebut sangat penting untuk mengendalikan tekanan hidup sehari-hari. Resiliensi
merupakan mind-set yang mampu meningkatkan seseorang untuk mencari pengalaman baru dan memandang
kehidupan
sebagai proses yang meningkat. Resiliensi dapat menciptakan dan memelihara sikap positif
untuk mengeksplorasi, sehingga seseorang dapat menjadi lebih percaya diri ketika berhubungan dengan orang lain, serta lebih berani mengambil
risiko atas tindakannya. Liquanti 1992, menyebutkan secara khusus bahwa resiliensi pada
remaja merupakan kemampuan yang dimiliki remaja di mana mereka tidak mengalah saat menghadapi tekanan dan perbedaan dalam lingkungan.
Mereka mampu terhindar dari penggunaan obat terlarang, kenakalan remaja, kegagalan di sekolah, dan dari gangguan mental.
Kimberly Gordon dalam Hutapea, 2006 mengatakan bahwa resiliensi merupakan suatu proses tidak hanya memfokuskan pada
kesulitan atau trauma masa lalu, melainkan juga kesulitan atau trauma masa kini dan antisipasi terhadap kesulitan atau trauma masa depan,
sehingga pada akhirnya seseorang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Resiliensi disebut juga oleh Wolin Wolin 1999 sebagai
keterampilan coping saat dihadapkan pada tantangan hidup atau kapasitas individu untuk tetap “sehat” wellness dan terus memperbaiki diri self
repair. Menurut Jackson 2002 resiliensi adalah kemampuan individu
untuk dapat beradaptasi dengan baik meskipun dihadapkan dengan keadaan sulit. Dalam ilmu perkembangan manusia, resiliensi memiliki
makna yang luas dan beragam, mencakup kepulihan dari masa traumatis, mengatasi kegagalan dalam hidup, dan menahan stress agar dapat
berfungsi dengan baik dalam mengerjakan tugas sehari-sehari. Kamus Merriam Webster 2005 mengartikan resiliensi sebagai,
“the capability of a strained body to recover its site and shape after deformator causal especially by compressive stress”
yaitu kemampuan suatu benda untuk menegang melenting, kemudian
memperoleh kembali tempat dan bentuknya setelah melalui akibat perusakan bentuk, khususnya oleh tekanan yang sangat luar biasa. Hal ini
sesuai dengan kata dasar resiliensi yang berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggis bermakna to jump or bounce back, artinya
melompat atau melenting kembali Resiliency Center, 2004 Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan
bahwa resiliensi adalah kemampuan individu layaknya sebuah per yang mampu melenting kembali pada bentuk semula meskipun telah mendapat
tekanan. Resiliensi merupakan gambaran individu untuk menjadi tangguh PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dan kuat dalam menghadapi serta mengatasi tekanan hidup dengan cara yang sehat dan produktif, seperti mampu beradaptasi, mengendalikan
emosi, bersikap tenang walaupun berada di bawah tekanan, mampu mengontrol dorongannya, membangkitkan pemikiran yang mengarah
pada pengendalian emosi, bersifat optimis mengenai masa depan yang baik, mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah mereka secara
akurat, memiliki empati, memiliki keyakinan diri akan berhasil, dan memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi
Masten Coatswort Davis, 1999 mengemukakan bahwa individu mampu mencapai resiliensi dalam dirinya didukung oleh faktor-faktor,
antara lain: a.
Faktor Individu Faktor individual meliputi kemampuan kognitif, konsep diri,
harga diri, dan kompetensi sosial yang dimiliki individu. b.
Faktor Keluarga Keluarga merupakan lingkaran pertama karena lingkungan
keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dengan pembentukan kepribadian individu. Hubungan yang dekat dengan keluarga memiliki
kepedulian, dukungan dan perhatian, dan pola asuh yang hangat, teratur dan kondusif dalam perkembangan individu, memiliki
hubungan harmonis antar anggota keluarga. Sebagian besar kehidupan manusia dihabiskan bersama keluarga.
c. Faktor Komunitas Masyarakat Sekitar
Faktor komunitasmasyarakat
sekitar yang
memberikan pengaruh terhadap resiliensi individu adalah mendapatkan perhatian
dari lingkungan, aktif dalam organisasi masyarakat. Melalui komunitas individu merasa dihargai keberadaannya oleh orang lain, individu akan
merasakan hubungan dan dukungan yang membantu mereka dalam beradaptasi dengan kondisi yang ada dan mengatasi konsekuensi
negative yang sering kali dihadapi individu. 3.
Prinsip Dasar Keterampilan Resiliensi Empat prinsip menurut Reivich dan Shatte 2002 yang dijadikan
dasar bagi keterampilan resiliensi adalah: a.
Manusia Dapat Berubah Manusia bukanlah korban dari leluhur atau masa lalunya. Setiap
manusia bebas mengubah hidupnya kapan saja, memiliki keinginan dan dorongan. Setiap manusia dilengkapi dengan keterampilan yang
sesuai. Individu merupakan pemimpin bagi keberuntungannya sendiri. b.
Pikiran adalah Kunci untuk Meningkatkan Resiliensi Kognisi mempengaruhi emosi. Emosi menentukan siapa yang tetap
resilien dan mengalah. Beck mengembangkan sistem terapi yang dinamakan terapi kognitif di mana pasien belajar mengubah pikirannya
untuk mengatasi deprivasi dan kecemasan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI