Resiliensi siswa SMA Negeri I Wuryantoro (studi deskriptif pada siswa kelas XI SMA Negeri 1 Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016 dan implikasinya terhadap usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial).

(1)

ABSTRAK

RESILIENSI SISWA SMA NEGERI 1 WURYANTORO (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Wuryantoro

Tahun Ajaran 2015/2016 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

Alvionita Valentina Mega Rini Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat resilien sisiswa-siswi SMA Negeri I WuryantoroTahun Ajaran 2015/2016. Masalah pertama yang diteliti adalah “Seberapa baik tingkat resiliensi pada siswa-siswi SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran2015/2016?”. Masalah yang kedua adalah “Berdasarkan analisis terhadap butir-butir resiliensi yang teridentifikasi kemunculannya rendah, topik bimbingan pribadi-sosial apakah yang implikatif bagi siswa-siswi SMA Negeri I Wuryantoro?”.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 65 siswa. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner tingkat resiliensi yang terdiri dari 68 item pernyataan yang dikembangkan berdasarkan teknik penyusunan skala model Likert. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan membuat tabulasi skor dari masing-masing item, menghitung skor total masing-masing responden, menghitung skor total masing-masing item, selanjutnya mengkategorisasikan tingkat resiliensi siswa berdasarkan distribusi normal. Kategori ini terdiri dari lima jenjang yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) Tingkat resiliensi pada siswa-siswi SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016 yang termasuk dalam kategori sangat tinggi (sangat baik) berjumlah 16 siswa (24,6%), yang termasuk dalam kategori tinggi (baik) berjumlah 42 siswa (64,6%), yang termasuk dalam kategori sedang berjumlah 7 siswa (10,8%) yang termasuk dalam kategori rendah 0 siswa (0%), dan yang termasuk dalam kategori sangat rendah 0 siswa (0%). (2) Berdasarkan analisis terhadap butir-butir resiliensi, diperoleh 8 butir item yang masuk dalam kategori sedang dan 1 butir item yang masuk dalam kategori rendah yang digunakan sebagai dasar untuk merumuskan 9 usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan resiliensi siswa SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016.


(2)

ABSTRACK

STUDENTS’ RESILIENCE OF SENIOR HIGH SCHOOL AT SMAN 1 WURYANTORO

(A Descriptive Study On Senior High School at SMAN 1 Wuryantoro in 2015/2016 Academic Year and Its Implication to The Topics of Personal–

social Guidance) by

Alvionita Valentina Mega Rini Sanata Dharma University

2016

This research is quantitative descriptive research which has purpose to find the The Degree of Students’ Resilience at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016 and the implication to the personal – social conseling topics. Thus, the research problem is formulated as follows; How far the degree of students’ resilience at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016? The second problem formulation is based on the analisys resilience points which are low identified, what kind of personal – social conseling topic are implicate State 1 Wuryantoro Senior High School students?

The type of this researcher is a descriptive research survey method. The subject of the research are 65 students of grade XI at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016. The research instrument is degree of resilience questionaire consists of 68 questions which are developed based on Likert scale method. The method in analysing the data is the tabulation score based on the each item, calculating the total score of each respondent, calculating the total score of each item, afterwards categorizing the students’ degree of resilience based on normal distribution. This category consists of five levels, they are; very high, high, medium, low, and very low.

The results show that: (1) the students’ degree of resilience at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016 which is included at the very high category (very good) is 16 students (24,6%), which is included at the high (good) category is 42 students (64,6%), which is included at medium category is 7 students (7%), none included in both, low and very low category (0%). (2) based on the analysis of resilience points, there are 8 items that belong to the medium category and 1 item which is included at low category and will be used as the basis for formulating the 9 suggestions of personal – social guindance topics in order to enhance the Degree of Students’ Resilience (Descriptive study at SMAN 1 Wuryantoro Senior High School.


(3)

Tahun Ajaran 2015/2016 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Disusun oleh:

Alvionita Valentina Mega Rini NIM: 101114044

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2016


(4)

(5)

(6)

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

LIFE IS THE ART OF DRAWING WITHOUT AN ERASER

(John W. Gardner)

Skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Allah SWT

2. Program Studi Bimbingan dan Konseling USD

3. Mahasiswa Bimbingan dan Konseling

4. SMA Negeri I Wuryantoro

5. Orangtuaku tercinta Bapak Ambang Irianto dan Ibu Ratna Sari Dwi Astuti

6. Adik-adikku Briliawan Bima Prayoga dan Lazuardi Bintang Rinaldi


(7)

(8)

(9)

ABSTRAK

RESILIENSI SISWA SMA NEGERI 1 WURYANTORO (Studi Deskriptif pada Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Wuryantoro

Tahun Ajaran 2015/2016 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi-Sosial)

Alvionita Valentina Mega Rini Universitas Sanata Dharma

2016

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai tingkat resilien sisiswa-siswi SMA Negeri I WuryantoroTahun Ajaran 2015/2016. Masalah pertama yang diteliti adalah “Seberapa baik tingkat resiliensi pada siswa-siswi SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran2015/2016?”. Masalah yang kedua adalah “Berdasarkan analisis terhadap butir-butir resiliensi yang teridentifikasi kemunculannya rendah, topik bimbingan pribadi-sosial apakah yang implikatif bagi siswa-siswi SMA Negeri I Wuryantoro?”.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei. Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016 yang berjumlah 65 siswa. Instrumen penelitian ini berupa kuesioner tingkat resiliensi yang terdiri dari 68 item pernyataan yang dikembangkan berdasarkan teknik penyusunan skala model Likert. Teknik analisis data dalam penelitian ini dengan membuat tabulasi skor dari masing-masing item, menghitung skor total masing-masing responden, menghitung skor total masing-masing item, selanjutnya mengkategorisasikan tingkat resiliensi siswa berdasarkan distribusi normal. Kategori ini terdiri dari lima jenjang yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

Hasil penelitian yang diperoleh adalah (1) Tingkat resiliensi pada siswa-siswi SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016 yang termasuk dalam kategori sangat tinggi (sangat baik) berjumlah 16 siswa (24,6%), yang termasuk dalam kategori tinggi (baik) berjumlah 42 siswa (64,6%), yang termasuk dalam kategori sedang berjumlah 7 siswa (10,8%) yang termasuk dalam kategori rendah 0 siswa (0%), dan yang termasuk dalam kategori sangat rendah 0 siswa (0%). (2) Berdasarkan analisis terhadap butir-butir resiliensi, diperoleh 8 butir item yang masuk dalam kategori sedang dan 1 butir item yang masuk dalam kategori rendah yang digunakan sebagai dasar untuk merumuskan 9 usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial untuk meningkatkan resiliensi siswa SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016.


(10)

ABSTRACK

STUDENTS’ RESILIENCE OF SENIOR HIGH SCHOOL AT SMAN 1 WURYANTORO

(A Descriptive Study On Senior High School at SMAN 1 Wuryantoro in 2015/2016 Academic Year and Its Implication to The Topics of Personal–

social Guidance) by

Alvionita Valentina Mega Rini Sanata Dharma University

2016

This research is quantitative descriptive research which has purpose to find the The Degree of Students’ Resilience at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016 and the implication to the personal – social conseling topics. Thus, the research problem is formulated as follows; How far the degree of students’ resilience at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016? The second problem formulation is based on the analisys resilience points which are low identified, what kind of personal – social conseling topic are implicate State 1 Wuryantoro Senior High School students?

The type of this researcher is a descriptive research survey method. The subject of the research are 65 students of grade XI at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016. The research instrument is degree of resilience questionaire consists of 68 questions which are developed based on Likert scale method. The method in analysing the data is the tabulation score based on the each item, calculating the total score of each respondent, calculating the total score of each item, afterwards categorizing the students’ degree of resilience based on normal distribution. This category consists of five levels, they are; very high, high, medium, low, and very low.

The results show that: (1) the students’ degree of resilience at State 1 Wuryantoro Senior High School year of academic 2015/2016 which is included at the very high category (very good) is 16 students (24,6%), which is included at the high (good) category is 42 students (64,6%), which is included at medium category is 7 students (7%), none included in both, low and very low category (0%). (2) based on the analysis of resilience points, there are 8 items that belong to the medium category and 1 item which is included at low category and will be used as the basis for formulating the 9 suggestions of personal – social guindance topics in order to enhance the Degree of Students’ Resilience (Descriptive study at SMAN 1 Wuryantoro Senior High School.


(11)

Syukur Alhamdulillah penulis mengucapkan kepada Allah SWT atas perlindungan, pendampingan, dan doa dalam persiapan, pelaksanaan serta penyelesaian penelitian dalam bentuk skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa selesainya penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan, doa, bimbingan dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini saya mengucapkan terima kasih yang tulus dari lubuk hati yang paling dalam kepada:

1. Dr. Gendon Barus, M.Si., sebagai Kepala Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan ijin untuk penulisan skripsi ini. 2. Ag. Krisna Indah Marheni, S.Pd., M.A sebagai Dosen Pembimbing Penulisan Skripsi

yang telah membimbing dengan kesabaran hati dan memberi masukan kepada penulis guna meningkatkan kualitas skripsi ini.

3. SMA Negeri I Wuryantoro yang telah memberikan kesempatan untuk melaksanakan penelitian.

4. Seluruh siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro Tahun Ajaran 2015/2016, atas kesediaannya mengisi kuesioner

5. Bapak, Ibu, dan Adik-adik tercinta Ambang Irianto, Ratna Sari Dwi Astuti, Brilliawan Bima Prayoga, Lazuardi Bintang Rinaldi atas doa, dukungan, perhatian yang diberikan selama menempuh studi di Universitas Sanata Dharma.

6. Teman-teman BK yang telah memberikan dukungan dan motivasi, secara khusus kepada Dilla, Made, Diana, Bona, Candra, Fabian, Vitri, Lina, Dhesta, Rani dll yang tidak bisa saya sebut satu persatu.


(12)

8. Kekasihku Andreas Rian Nugroho, terimakasih atas semangat , kesabaran, dan doa dalam membantu menyelesaikan penulisan skripsi ini.


(13)

(14)

(15)

(16)

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional dari istilah-istilah pokok yang digunakan dalam penelitian ini.

A. Latar Belakang Masalah

Remaja merupakan generasi penerus bangsa yang akan akan mengisi berbagai posisi dalam masyarakat di masa yang akan datang serta meneruskan bangsa dan negara di masa depan. Menurut Hurlock (1980) masa remaja disebut sebagai periode perubahan atau transisi. Pada masa ini, individu akan mengalami perubahan fisik/tubuh, emosi, minat dan peran dalam kelompok sosial, perubahan minat dan pola perilaku, memiliki sifat embivalen, menuntut kebebasan namun masih ragu atas kemampuan untuk bertanggung jawab.

Siswa SMA (Sekolah Menengah Atas) masuk dalam kategori remaja, khususnya siswa SMA Negeri I Wuryantoro. Oleh karena hal di atas, siswa SMA harus membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang memadai. Gunarsa (1995) mengemukakan bahwa manusia, remaja pada khususnya siswa SMA memiliki tantangan sendiri dalam hidup. Siswa diharapkan mampu mempersiapkan diri untuk menyesuaikan diri dengan perubahan pada kehidupannya setelah tamat SMA. Dengan demikian pada jenjang SMA ini individu akan menghadapi berbagai situasi sulit, dikarenakan individu harus mampu menghadapi dan beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang terjadi. Keadaan seseorang individu ketika mengalami


(17)

kesulitan memang tidak dapat dihindari, namun individu yang memiliki resiliensi akan mampu mengatasi berbagai persoalan dengan cara mereka sendiri. Artinya, adanya resiliensi akan mengubah persoalan yang dialami menjadi sebuah tantangan, kegagalan menjadi kesuksesan, dan ketidakberdayaan menjadi kekuatan.

Resiliensi adalah kemampuan yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkan untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan bahkan menghilangkan dampak-dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak menyenangkan, atau kondisi yang menyengsarakan menjadi suatu hal yang wajar untuk diatasi. Ricahrdson, dkk., (dalam Desmita, 2009) resiliensi adalah proses kemampuan mengatasi gangguan, tekanan atau peristiwa yang menantang dalam kehidupan yang dialami individu dengan cara menambahkan perlindungan dan kemampuan untuk kembali pada kondisi sebelum terjadinya peristiwa. Individu yang resilien tidak hanya mampu kembali pada keadaan normal setelah mengalami peristiwa yang menekan atau traumatis, namun sebagian dari mereka mampu untuk menampilkan performance yang lebih baik dari sebelumnya. Karakteristik siswa yang memiliki resiliensi menurut Reivich & Shatte (Wielia & Wirawan, 2005) adalah mampu mengendalikan emosi dan bersikap tenang meskipun berada dalam tekanan, mampu mengontrol dorongan dan membangkitkan pemikiran yang mengarah pada pengendalian emosi, bersifat optimis mengenai masa depan, mampu mengidentifikasi penyebab dari


(18)

permasalahan yang dihadapi, memiliki empati, keyakinan diri, memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.

Faktanya, masih ada siswa yang cenderung memiliki resiliensi yang belum ideal atau memiliki resiliensi rendah. Menurut hasil observasi dan wawancara dengan siswa-siswi serta guru SMA N I Wuryantoro, terdapat fakta yang menunjukkan bahwa terdapat siswa yang terindikasi memiliki tingkat resiliensi rendah. Fakta-fakta tersebut antara lain; siswa yang seringkali mengeluh jika diberikan PR disetiap mata pelajaran, mengeluh saat akan diadakan ulangan/kuis, mengeluh dan menolak saat diwajibkan mengikuti ektrakurikuler pramuka setiap hari jumat, menolak saat diadakan

rolling tempat duduk di kelas, membolos saat akan diadakan pemeriksaan

rutin kerapian dan kedisiplinan dalam berseragam, membolos (dengan alasan ijin ke ruang UKS) setelah mendapatkan nilai rendah, mudah tersinggung atau emosi tidak stabil. Jika keadaan tersebut tidak segera diatasi, maka tidak menutup kemungkinan akan muncul dampak yang lebih luas lagi, seperti siswa pesimis dalam belajar, siswa tidak memiliki keyakinan atas kemampuan dirinya, serta siswa tidak mampu menjalin hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya.

Penjelasan di atas memberikan pemahaman pada peneliti, bahwa dalam menjalani kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, siswa membutuhkan kemampuan resiliensi untuk dapat mencapai sukses atau keberhasilan dalam hidupnya. Stoltz (2000) mengemukakan bahwa kemampuan seseorang untuk bertahan menghadapi kesulitan


(19)

merupakan salah satu kekuatan yang ada dalam diri individu. Apabila individu mampu bertahan dalam menghadapi permasalahan tersebut maka individu akan mencapai kesuksesan dalam hidupnya. Resiliensi merupakan mind-set yang memungkinkan manusia mencari berbagai pengalaman dan memandang hidupnya sebagai suatu kegiatan yang sedang berjalan. Resiliensi memberikan rasa percaya diri untuk mengambil tanggungjawab baru dalam hidup.

Keberadaan Bimbingan Konseling di sekolah merupakan kebutuhan untuk perkembangan remaja. Kebutuhan tersebut mengacu pada tujuan pendidikan yang berusaha membantu siswa sebagai pribadi untuk mencapai keutuhan diri dalam segala aspek, membantu remaja mematangkan aspek kognitif melalui usaha serta mengembangkan kemampuan resiliensi dalam diri individu berdasarkan aspek-aspek resiliensi, antara lain: regulasi emosi, kontrol terhadap impuls, optimisme, kemampuan menganalisis masalah, empati, efikasi diri dan pencapaian.

Berdasarkan keadaan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Tingkat Resiliensi Siswa (Studi Deskriptif pada Siswa SMA N I Wuryantoro Tahun Ajaran 2015/2016 dan Implikasinya Terhadap Usulan Topik-Topik Bimbingan Pribadi Sosial)”.


(20)

B. Rumusan Masalah

Penelitian ini dimaksudkan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:

1. Seberapa baik tingkat resiliensi pada siswa SMA N 1 Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016?

2. Berdasarkan analisis terhadap butir-butir resiliensi yang teridentifikasi kemunculannya rendah, topik bimbingan pribadi sosial apakah yang implikatif bagi siswa SMA N 1 Wuryantoro?

C. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan tingkat resiliensi pada siswa kelas XI SMA N 1 Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016.

2. Mengusulkan topik-topik bimbingan pribadi sosial untuk siswa kelas XI SMA N 1 Wuryantoro sesuai dengan analisis butir-butir resiliensi yang teridentifikasi rendah.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian dapat digunakan dan bermanfaat untuk memberikan informasi dan mengembangkan kajian di bidang ilmu Bimbingan dan Konseling khususnya yang berhubungan dengan resiliensi.


(21)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Pendidik (Guru dan Orangtua)

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi pendidik. dalam rangka memahami siswa berkaitan dengan resiliensi yang dimiliki, serta membantu, membina dan meningkatkan resiliensi pada siswa.

b. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat menjadi sumber informasi mengenai tingkat resiliensi pada remaja (khususnya siswa kelas XI SMA N 1 Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016)

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini merupakan bekal bagi peneliti di kemudian hari untuk mendampingi dan memberikan layanan bimbingan dan konseling, baik secara kelompok maupun individual, kepada siswa yang memiliki tingkat resiliensi rendah.

E. Definisi Operasional 1. Resiliensi

Kemampuan individu menghadapi, mengatasi tantangan dalam hidup, dan mempertahankan energi positif dalam dirinya sehingga mampu menjalani kehidupan secara produktif dan mampu meningkatkan kualitas hidupnya. Resiliensi dibangun berdasarkan aspek-aspek antara lain; regulasi emosi, kontrol terhadap impuls,


(22)

optimisme, kemampuan menganalisis masalah, empati, efikasi diri dan pencapaian.

2. Siswa SMA sebagai Remaja

Siswa SMA adalah mereka yang berusia sekitar 16-18 tahun yang sedang duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Mereka termasuk dalam masa remaja.

3. Bimbingan Pribadi Sosial

Bimbingan pribadi sosial adalah upaya untuk membantu individu dalam memantabkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam mengambil keputusan serta menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan diri sendiri juga oranglain.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat uraian mengenai Hakikat resiliensi, karakteristik remaja, dan bimbingan pribadi sosial.

A. Hakikat Resiliensi

1. Pengertian Resiliensi

Istilah resiliensi diformulasikan pertama kali oleh Block (dalam Klohnen, 1996) dengan nama ego-resilience, yang diartikan sebagai kemampuan umum yang melibatkan kemampuan penyesuaian diri yang tinggi dan luwes saat dihadapkan pada tekanan internal maupun eksternal. Secara spesifik resiliensi adalah:

“… a personality resource that allows individual to modify

their characteristic level and habitual mode of expression of ego-control as the most adaptively encounter, function in and shape their immediate and long term environmental context.” (Block,

dalam Klohnen, 1996, hal.45).

Dari definisi yang dikemukakan di atas, tampak bahwa ego resiliensi merupakan satu sumber kepribadian yang berfungsi membentuk konteks lingkungan jangka pendek maupun jangka panjang, di mana sumber daya tersebut memungkinkan individu untuk memodifikasi tingkat karakter dan cara mengekspresikan pengendalian ego yang biasa mereka lakukan.


(24)

Menurut Reivich dan Shatte (2002: 26) mendefinisikan resiliensi sebagai berikut:

“Resilience is the capacity to respond in healty and productive

ways and when adversity or trauma, that it is essential for

managing the daily stress of life.”

Dari definisi di atas, Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk melakukan respon dengan cara yang sehat dan produktif ketika berhadapan dengan adversity atau trauma, di mana hal tersebut sangat penting untuk mengendalikan tekanan hidup sehari-hari. Resiliensi merupakan mind-set yang mampu meningkatkan seseorang untuk mencari pengalaman baru dan memandang kehidupan sebagai proses yang meningkat. Resiliensi dapat menciptakan dan memelihara sikap positif untuk mengeksplorasi, sehingga seseorang dapat menjadi lebih percaya diri ketika berhubungan dengan orang lain, serta lebih berani mengambil risiko atas tindakannya.

Liquanti (1992), menyebutkan secara khusus bahwa resiliensi pada remaja merupakan kemampuan yang dimiliki remaja di mana mereka tidak mengalah saat menghadapi tekanan dan perbedaan dalam lingkungan. Mereka mampu terhindar dari penggunaan obat terlarang, kenakalan remaja, kegagalan di sekolah, dan dari gangguan mental.

Kimberly Gordon (dalam Hutapea, 2006) mengatakan bahwa resiliensi merupakan suatu proses tidak hanya memfokuskan pada kesulitan atau trauma masa lalu, melainkan juga kesulitan atau trauma masa kini dan antisipasi terhadap kesulitan atau trauma masa depan,


(25)

sehingga pada akhirnya seseorang dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Resiliensi disebut juga oleh Wolin & Wolin (1999) sebagai keterampilan coping saat dihadapkan pada tantangan hidup atau kapasitas

individu untuk tetap “sehat” (wellness) dan terus memperbaiki diri (self

repair).

Menurut Jackson (2002) resiliensi adalah kemampuan individu untuk dapat beradaptasi dengan baik meskipun dihadapkan dengan keadaan sulit. Dalam ilmu perkembangan manusia, resiliensi memiliki makna yang luas dan beragam, mencakup kepulihan dari masa traumatis, mengatasi kegagalan dalam hidup, dan menahan stress agar dapat berfungsi dengan baik dalam mengerjakan tugas sehari-sehari.

Kamus Merriam Webster (2005) mengartikan resiliensi sebagai,

“the capability of a (strained) body to recover its site and shape

after deformator causal especially by compressive stress”

yaitu kemampuan suatu benda untuk menegang (melenting), kemudian memperoleh kembali tempat dan bentuknya setelah melalui akibat perusakan bentuk, khususnya oleh tekanan yang sangat luar biasa. Hal ini sesuai dengan kata dasar resiliensi yang berasal dari bahasa latin yang dalam bahasa inggis bermakna to jump (or bounce) back, artinya melompat atau melenting kembali (Resiliency Center, 2004)

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa resiliensi adalah kemampuan individu layaknya sebuah per yang mampu melenting kembali pada bentuk semula meskipun telah mendapat tekanan. Resiliensi merupakan gambaran individu untuk menjadi tangguh


(26)

dan kuat dalam menghadapi serta mengatasi tekanan hidup dengan cara yang sehat dan produktif, seperti mampu beradaptasi, mengendalikan emosi, bersikap tenang walaupun berada di bawah tekanan, mampu mengontrol dorongannya, membangkitkan pemikiran yang mengarah pada pengendalian emosi, bersifat optimis mengenai masa depan yang baik, mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah mereka secara akurat, memiliki empati, memiliki keyakinan diri akan berhasil, dan memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi

Masten & Coatswort (Davis, 1999) mengemukakan bahwa individu mampu mencapai resiliensi dalam dirinya didukung oleh faktor-faktor, antara lain:

a. Faktor Individu

Faktor individual meliputi kemampuan kognitif, konsep diri, harga diri, dan kompetensi sosial yang dimiliki individu.

b. Faktor Keluarga

Keluarga merupakan lingkaran pertama karena lingkungan keluarga adalah lingkungan yang paling dekat dengan pembentukan kepribadian individu. Hubungan yang dekat dengan keluarga memiliki kepedulian, dukungan dan perhatian, dan pola asuh yang hangat, teratur dan kondusif dalam perkembangan individu, memiliki hubungan harmonis antar anggota keluarga. Sebagian besar kehidupan manusia dihabiskan bersama keluarga.


(27)

c. Faktor Komunitas/ Masyarakat Sekitar

Faktor komunitas/masyarakat sekitar yang memberikan pengaruh terhadap resiliensi individu adalah mendapatkan perhatian dari lingkungan, aktif dalam organisasi masyarakat. Melalui komunitas individu merasa dihargai keberadaannya oleh orang lain, individu akan merasakan hubungan dan dukungan yang membantu mereka dalam beradaptasi dengan kondisi yang ada dan mengatasi konsekuensi negative yang sering kali dihadapi individu.

3. Prinsip Dasar Keterampilan Resiliensi

Empat prinsip menurut Reivich dan Shatte (2002) yang dijadikan dasar bagi keterampilan resiliensi adalah:

a. Manusia Dapat Berubah

Manusia bukanlah korban dari leluhur atau masa lalunya. Setiap manusia bebas mengubah hidupnya kapan saja, memiliki keinginan dan dorongan. Setiap manusia dilengkapi dengan keterampilan yang sesuai. Individu merupakan pemimpin bagi keberuntungannya sendiri. b. Pikiran adalah Kunci untuk Meningkatkan Resiliensi

Kognisi mempengaruhi emosi. Emosi menentukan siapa yang tetap resilien dan mengalah. Beck mengembangkan sistem terapi yang dinamakan terapi kognitif di mana pasien belajar mengubah pikirannya untuk mengatasi deprivasi dan kecemasan.


(28)

c. Ketepatan Berpikir adalah Kunci

Optimisme realistis tidak mengasumsikan bahwa hal-hal baik akan datang dengan sendirinya. Hal-hal baik hanya akan terjadi melalui usaha, pemecahan masalah dan perencanaan.

d. Fokus Kekuatan Manusia

Positif psychology memiliki dua tujuan utama, yakni (1)

meningkatkan pemahaman tentang kekuatan manusia (human

strengths) melalui perkembangan sistem dan metode klasifikasi

untuk mengukur kekuatan tersebut; dan (2) menanamkan pengetahuan ini ke dalam program dan intervensi efektif yang terutama dirancang untuk membangun kekuatan partisipan daripada untuk memperbaiki kelemahan mereka. Resiliensi merupakan kekuatan dasar yang mendasari semua karakteristik positif pada kondisi emosional dan psikologis manusia. Kurangnya resiliensi menjadi penyebab keberfungsian negatif. Tanpa resiliensi tidak akan ada keberanian, rasionalitas dan insight.

4. Ciri-ciri Siswa yang Memiliki Resiliensi

Menurut Reivich & Shatte (Wielia & Wirawan, 2005) ciri-ciri seseorang yang resilien adalah (a) mampu mengontrol emosi dan bersikap tenang meskipun berada di bawah tekanan, (b) mampu mengotrol dorongannya dan membangkitkan pemikiran yang mengarah pada pengendalian emosi, (c) bersifat optimis mengenai mengenai masa depan cerah, (d) mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah mereka secara


(29)

akurat, (e) memiliki empati, (f) memiliki keyakinan diri, (g) memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.

Sarafino (1994) menyatakan bahwa ciri-ciri siswa yang memiliki resiliensi yaitu (a) memiliki tempramen yang lebih tenang, sehingga mampu menjalin hubungan baik dengan keluarga dan lingkungan; (b) memiliki kemampuan untuk dapat bangkit dari tekanan dan berusaha untuk mengatasinya.

5. Aspek-aspek Resiliensi

Reivich & Shatte (2002) memaparkan mengenai tujuh aspek resiliensi. Penjelasannya sebagai berikut:

a. Regulasi Emosi (Emotion Regulation)

Regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang meskipun mengalami tekanan. Orang-orang yang memiliki resiliensi baik menggunakan seperangkat keterampilan yang sudah matang yang membantu mereka untuk mengontrol emosi, perhatian dan perilakunya. Terdapat dua hal penting terkait dengan pengaturan emosi, yaitu ketenangan (calming) dan fokus (focusing). Individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini, dapat membantu mereka dalam meredakan emosi dan memfokuskan pikiran-pikiran yang positif.

Emosi yang dirasakan oleh seseorang cenderung berpengaruh pada orang lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang kurang memiliki kemampuan untuk mengatur emosi, mengalami kesulitan dalam membangun dan menjaga hubungan baik dengan


(30)

orang lain. Namun tidak semua emosi yang dirasakan individu harus dikontrol. Hal ini dikarenakan mengekspresikan emosi baik positif maupun negatif merupakan hal yang konstruktif dan sehat, bahkan kemampuan untuk mengekspresikan emosi baik positif maupun negatif dan tepat merupakan bagian dari resiliensi (Reivich & Shatte, 2002).

Reivich dan Shatte (2002), mengungkapkan dua buah keterampilan yang dapat memudahkan individu untuk melakukan regulasi emosi, yaitu tenang dan fokus. Dalam keadaan tenang individu dapat mengontrol dan mengurangi stres yang dialami. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk relaksasi dan membuat individu merasa dalam keadaan tenang, yaitu dengan mengontrol pernafasan, relaksasi otot dan membayangkan tempat yang tenang dan menyenangkan. Sedangkan untuk keterampilan fokus pada permasalahan yang ada akan mempermudah individu untuk menemukan solusi dari permasalahan yang ada. Dua buah keterampilan ini akan membantu individu untuk mengontrol emosi yang tidak terkendali, menjaga fokus pikiran individu ketika banyak hal-hal yang mengganggu, serta mengurangi stres yang dialami oleh individu.

b. Kontrol Terhadap Impuls (Impuls Control)

Kontrol terhadap impuls merupakan kemampuan individu untuk mengendalikan impuls atau dorongan-dorongan, keinginan, kesukaan, serta tekanan yang muncul dalam dirinya, kemudian akan


(31)

membawanya kepada kemampuan berpikir jernih dan akurat. Kontrol terhadap impuls ini bukan hanya berhubungan erat dengan pengaturan emosi, tetapi juga dengan keinginan tertentu dari individu yang dapat mengganggu serta menghambat perkembangannya (Reivich & Shatte, 2002).

Individu dengan kontrol terhadap impuls yang rendah pada umumnya percaya pada pemikiran impulsifnya yang mengenai situasi sebagai kenyataan dan bertindak sesuai dengan situasi tersebut. Mereka menampilkan perilaku mudah marah, kehilangan kesabaran, impulsif dan berlaku agresif. Tentunya perilaku ini akan membuat orang di sekitar merasa kurang nyaman, pada akhirnya akan berdampak buruk bagi hubungan sosialnya.

Reivich dan Shatte (2002), mengatakan bahwa individu dapat melakukan pencegahan terhadap impulsivitasnya. Pencegahan ini dapat dilakukan dengan menguji keyakinan individu dan mengevaluasi kebermanfaatan terhadap pemecahan masalah. Seperti memberikan pertanyaan-pertanyaan pada diri sendiri; „apakah benar apa yang saya

lakukan?‟, „apakah manfaat dari semua ini?‟, dll. Kemampuan individu

untuk mengendalikan impuls sangat terkait dengan kemampuan regulasi emosi yang ia miliki. Individu yang memiliki skor resilience

question yang tinggi pada faktor regulasi emosi, cenderung memiliki

skor resilience question yang tinggi pula pada faktor pengendalian impuls.


(32)

c. Optimisme (Optimism)

Orang yang memiliki resiliensi merupakan orang yang optimis. Optimis berarti memiliki kepercayaan bahwa segala sesuatu akan menjadi lebih baik. Individu memiliki kontrol dan harapan atas kehidupannya. Individu yang optimis memiliki kemungkinan yang kecil untuk mengalami depresi, berprestasi lebih baik di sekolah, lebih produktif dalam pekerjaan, dan berprestasi di berbagai bidang. Mereka percaya bahwa situasi yang sulit dapat berubah menjadi situasi yang lebih baik. Mereka percaya bahwa mereka dapat memegang kendali dan arah hidupnya.

Hal ini merefleksikan self-efficacy yang dimiliki oleh seseorang, yaitu kepercayaan individu bahwa ia mampu menyelesaikan permasalahan yang ada dan mengendalikan hidupnya. Dikarenakan dengan optimisme yang ada seorang individu terus didorong untuk menemukan solusi permasalahan dan terus bekerja keras demi kondisi yang lebih baik (Reivich & Shatte, 2002).

Optimisme yang dimaksud adalah optimisme realistis, yaitu sebuah kepercayaan akan terwujudnya masa depan yang lebih baik dengan segala usaha untuk mewujudkan hal tersebut. Perpaduan antara optimisme yang realistis dan self-efficacy merupakan kunci dari resiliensi dan kesuksesan.


(33)

d. Kemampuan Menganalisis Masalah (Causal Analysis)

Kemampuan menganalisis masalah menunjukan bahwa individu memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab masalahnya secara akurat. Jika seseorang mampu mengidentifikasi penyebab masalah secara akurat, maka ia tidak akan melakukan kesalahan yang sama terus menerus. Kemampuan menganalisis masalah dilakukan individu untuk mencari penjelasan dari suatu kejadian.

Seligman (dalam Reivich & Shatte, 2002) mengidentifikasikan gaya berpikir explanatory yang erat kaitannya dengan kemampuan

causal analysis yang dimiliki individu. Gaya berpikir explanatory

dapat dibagi dalam tiga dimensi: personal (saya-bukan saya), permanen (selalu tidak selalu), dan pervasive (semua-tidak semua).

Individu dengan gaya berpikir “Saya-Selalu-Semua” merefleksikan keyakinan bahwa penyebab permasalahan berasal dari individu tersebut (Saya), hal ini selalu terjadi dan permasalahan yang ada tidak dapat diubah (Selalu), serta permasalahan yang ada akan cenderung mempengaruhi seluruh aspek hidupnya (Semua). Sementara

individu yang memiliki gaya berpikir “Bukan Saya-Tidak Selalu-Tidak

semua” meyakini bahwa permasalahan yang terjadi disebabkan oleh orang lain (Bukan Saya), di mana kondisi tersebut masih memungkinkan untuk diubah (Tidak Selalu) dan permasalahan yang ada tidak akan mempengaruhi sebagian besar hidupnya (Tidak semua).


(34)

Gaya berpikir explanatory, memegang peranan penting dalam konsep resiliensi (Reivich & Shatte, 2002). Individu yang terfokus

pada “Selalu-Semua” tidak mampu melihat jalan keluar dari permasalahan yang mereka hadapi. Sebaliknya individu yang cenderung menggunakan gaya berpikir “Tidak selalu-Tidak semua” dapat merumuskan solusi dan tindakan yang akan mereka lakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.

Individu yang resilien adalah individu yang memiliki fleksibilitas kognitif. Mereka mampu mengidentifikasikan semua penyebab yang menyebabkan kemalangan yang menimpa mereka, tanpa terjebak pada salah satu gaya berpikir explanatory. Mereka tidak akan menyalahkan orang lain atas kesalahan yang mereka perbuat demi menjaga self-

esteem mereka atau membebaskan mereka dari rasa bersalah. Mereka

tidak terlalu terfokus pada faktor-faktor yang berada di luar kendali mereka, sebaliknya mereka memfokuskan dan memegang kendali penuh pada pemecahan masalah, perlahan mereka mulai mengatasi permasalahan yang ada, mengarahkan hidup mereka, bangkit dan meraih kesuksesan.

e. Empati (Empathy)

Empati merupakan kemampuan individu untuk mampu membaca dan merasakan begaimana perasaan dan emosi oranglain, sehingga individu mampu membaca sinyal-sinyal mengenai kondisi emosional dan psikologis mereka melalui isyarat non-verbal, dan kemudian


(35)

menentukan apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang lain. Empati adalah pemahaman pikiran dan perasaan orang lain dengan cara menempatkan diri ke dalam kerangka psikologis orang tersebut (Kartono dalam Nashori, 2008).

Ketidakmampuan berempati berpotensi menimbulkan kesulitan dalam hubungan sosial (Reivich & Shatte, 2002). Hal ini dikarenakan kebutuhan dasar manusia untuk dipahami dan dihargai. Individu yang tidak membangun kemampuan untuk peka terhadap tanda-tanda nonverbal tersebut, tidak mampu untuk menempatkan dirinya pada posisi orang lain, merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memperkirakan maksud dari orang lain. Ketidakmampuan individu untuk membaca tanda-tanda nonverbal orang lain, dapat sangat merugikan, baik dalam konteks hubungan kerja maupun hubungan personal. Individu dengan empati yang rendah cenderung menyamaratakan semua keinginan dan emosi orang lain

f. Efikasi Diri (Self Efficacy)

Efikasi diri menggambarkan perasaan seseorang mengenai keyakinan bahwa individu dapat memecahkan masalah, keyakinan mengalami dan memiliki keberuntungan dan kemampuan untuk sukses. Mereka yang tidak yakin tentang kemampuannya akan mudah tersesat.

Self-efficacy memiliki pengaruh terhadap prestasi yang diraih,


(36)

memilih dari seseorang. Self-efficacy memiliki kedekatan dengan konsep perceived control, yaitu suatu keyakinan bahwa individu mampu mempengaruhi keberadaan suatu peristiwa yang mempengaruhi kehidupan individu tersebut.

g. Pencapaian (Reaching Out)

Pencapaian menggambarkan kemampuan individu untuk meningkatkan aspek-aspek yang positif dalam kehidupannya yang mencakup keberanian individu dalam mengatasi ketakutan-ketakutan yang mengancam dalam kehidupannya.

Banyak individu yang tidak mampu melakukan reaching out. Hal ini dikarenakan, sejak kecil individu telah diajarkan untuk sedapat mungkin menghindari kegagalan dan situasi yang memalukan. Mereka adalah individu-individu yang lebih memilih untuk memiliki kehidupan standar dibandingkan harus meraih kesuksesan namun harus berhadapan dengan resiko kegagalan hidup dan hinaan masyarakat. Hal ini menunjukkan kecenderungan individu untuk berlebih-lebihan dalam memandang kemungkinan hal-hal buruk yang dapat terjadi di masa mendatang. Mereka memiliki rasa ketakutan untuk mengoptimalkan kemampuan mereka hingga batas akhir.


(37)

B. Hakikat Remaja 1. Pengertian Siswa

Siswa adalah individu yang datang pada institusi pendidikan dengan tujuan belajar. Individu ini sedang mengalami fase perkembangan atau pertumbuhan baik dari segi fisik dan mental maupun pikiran. Sebagai individu yang sedang mengalami perkembangan, dan pertumbuhan, Ia memerlukan bantuan, bimbingan dan arahan untuk melewati tahap-tahap tugas perkembangannya. Menurut Sanjaya, Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu terlihat dari adannya perbedaan baik bakat, minat, dan kemampuan. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, menjelaskan bahwa Siswa adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jarum, jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Jadi dapat disimpulkan Siswa adalah individu yang unik, sedang berada pada tahap perkembangan dan pertumbuhan, dan secara sengaja datang pada institusi pendidikan dengan tujuan belajar.

Siswa umumnya berada pada fase balita hingga fase remaja dengan rentang usia 3-18 tahun. Di Indonesia, Siswa melewati beberapa tahap pendidikan diantaranya; Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA/SMK). Siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini yaitu siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) yang sedang berada pada fase remaja awal.


(38)

2. Pengertian Remaja

Papalia dan Olds (2008), berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak dan dewasa. Adapun Anna Freud (dalam Hurlock, 1990), berpendapat bahwa pada masa remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, di mana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan orientasi masa depan.

Menurut Papalia dan Olds (2008), masa remaja adalah perjalanan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai oleh periode transisional yang ditandai dengan adanya perubahan baik secara biologis, psikologi, kognitif, dan psikososial. Masa remaja dimulai pada usia 11 atau 12 sampai awal usia dua puluhan.

Adapun Hurlock (1990), membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13 hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah mencapai transisi perkembangan yang telah mendekati masa dewasa.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum remaja diartikan sebagai salah satu tahap perkembangan yang merupakan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan baik fisik, kognitif, dan psikososial.


(39)

2. Karakteristik Masa Remaja

Masa remaja, seperti pada masa sebelumnya memiliki ciri-ciri khusus yang membedakan masa sebelumnya dan sesudahnya. Berikut ini adalah karakteristik pada masa remaja menurut Hurlock (1980):

a. Masa remaja sebagai periode yang penting. Dikatakan penting karena semua perkembangan dalam remaja menimbulkan perlu adanya penyesuaian mental, sikap, nilai, dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan. Periode peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana remaja meninggalkan sifat kekanak-kanakan dan mempelajari pola perilaku yang baru.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Perubahan pada masa remaja adalah meninggikan emosi, perubahan tubuh, minat dan peran dalam kelompok sosial, perubahan minat dan pola perilaku, memiliki sifat ambivalen, menuntut kebebasan namun belum ragu atas kemampuan untuk bertanggungjawab.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Banyaknya perubahan yang terjadi dalam diri remaja membuat sebagian remaja mengalami kegagalan dalam penyesuaian dengan pola perilaku yang baru.

e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pada masa ini mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan karena adanya stereotip bahwa remaja itu masa yang negatif, dianggap anak yang


(40)

tidak rapih, tidak dapat dipercaya, dan bersifat merusak, sehingga timbul ketakutan akan adanya stereotip dari masyarakat.

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja selalu mempunyai harapan atau angan-angan dan cita-cita yang tinggi, namun belum dapat memahami kemampuan yang sesungguhnya.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Menjelang menginjak masa dewasa, mereka merasa gelisah untuk meninggalkan masa belasan tahunnya. Mereka belum cukup untuk berperilaku sebagai orang dewasa, mereka mulai berperilaku sebagai status orang dewasa seperti cara berpakaian, merokok, menggunakan obat-obat dan sebagainya yang dipandang dapat memberikan citra seperti yang diinginkan.

Berdasarkan penjelasan tersebut, karakteristik masa remaja adalah masa penting, peralihan, perubahan, usia bermasalah, mencari identitas, usia penuh ketakutan, masa yang tidak realistik, dan ambang kedewasaan.

3. Tugas Perkembangan Remaja

Yusuf (2010) mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja antara lain:

a. Menerima keadaan fisiknya dan memanfaatkannya secara efektif. b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau orang dewasa

lainnya.


(41)

d. Memilih dan mempersiapkan suatu pekerjaan. e. Mempersiapkan pernikahan dan hidup berkeluarga.

f. Mengembangkan konsep dan ketrampilan intelektual yang perlu bagi kompetensi sebagai warga Negara.

William Kay (dalam Jahja, 2011), mengemukakan tugas-tugas perkembangan remaja sebagai berikut:

a. Menerima fisiknya sendiri berikut keragaman kualitasnya.

b. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua atau figur-figur yang mempunyai otoritas.

c. Mengembangkan ketrampilan komunikasi interpersonal dan bergaul dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individual maupun kelompok.

d. Menemukan manusia model yang dijadikan identitasnya.

e. Menerima dirinya sendiri dan memiliki kepercayaan terhadap kemampuannya sendiri.

f. Memperkuat self-control (kemampuan mengendalikan diri) atas dasar skala nilai, prinsip-prinsip, atau falsafah hidup.

g. Mampu meninggalkan reaksi dan penyesuaian diri (sikap/perilaku) kekanak-kanakan.


(42)

C. Konsep Dasar Bimbingan Pribadi-Sosial 1. Pengertian Bimbingan Pribadi-Sosial

Yusuf dan Nurihsan (2010: 11) mendefinisikan bimbingan pribadi-sosial sebagai bimbingan untuk membantu para individu dalam memecahkan masalah-masalah pribadi-sosial. Masalah-masalah tersebut antara lain masalah hubungan dengan sesama teman, dengan guru dan staf sekolah, pemahaman sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal, dan penyelesaian konflik.

Winkel dan Sri Hastuti (2006:118) mendefinisikan bimbingan pribadi-sosial sebagai bimbingan dalam menghadapi keadaan batinnya sendiri dan mengatasi berbagai pergumulan dalam batinnya sendiri; dalam mengatur diri sendiri di bidang kerohanian, perawatan jasmani, pengisian waktu luang, penyaluran nafsu seksual, serta bimbingan dalam membina hubungan kemanusiaan dengan sesama di berbagai lingkungan (pergaulan sosial).

Yusuf dan Nurihsan (2010: 11) mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial diarahkan untuk memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah dirinya. Bimbingan ini merupakan layanan yang mengarah pada pencapaian pribadi yang seimbang dengan memperhatikan keunikan karakteristik pribadi serta ragam permasalahan.


(43)

Lebih lanjut, Yusuf dan Nurihsan (2010: 5) mengungkapkan bahwa bimbingan pribadi-sosial diberikan dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif, interaksi pendidikan yang akrab, mengembangkan sistem pemahaman diri dan sikap-sikap yang positif, serta ketrampilan-ketrampilan pribadi-sosial yang tepat.

Berdasarkan uraian dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan pribadi sosial adalah upaya untuk membantu individu dalam memantapkan kepribadian dan mengembangkan kemampuan individu dalam menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan diri sendiri dan orang lain, yang didukung melalui penciptaan lingkungan yang kondusif dan interaksi pendidikan yang akrab. 2. Tujuan Bimbingan Pribadi-Sosial

a. Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga, pergaulan dengan teman sebaya, Sekolah/Madrasah, tempat kerja, maupun masyarakat pada umumnya

b. Memiliki sikap toleransi terhadap umat beragama lain, dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajiban masing-masing. c. Memiliki pemahaman tentang irama kehidupan yang bersikap

fluktuatif antara yang menyenangkan (anugerah) dan yang tidak menyenangkan (musibah), serta mampu meresponnya secara positif sesuai dengan ajaran agama yang dianut.


(44)

d. Memiliki pemahaman dan penerimaan diri secara objektif dan konstruktif, baik yang terkait dengan keunggulan maupun kelemahan; baik fisik maupun psikis.

e. Memiliki sikap positif atau respek terhadap diri sendiri dan orang lain.

f. Memiliki kemampuan untuk melakukan pilihan secara sehat.

g. Bersikap respek terhadap orang lain, menghormati atau menghargai orang lain, tidak melecehkan martabat atau harga dirinya.

h. Memiliki rasa tanggung jawab, yang diwujudkan dalam bentuk komitmen terhadap tugas atau kewajibannya.

i. Memiliki kemampuan berinteraksi sosial, yang diwujudkan dalam bentuk hubungan persahabatan, persaudaraan, atau silahturahim dengan sesama manusia


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini dipaparkan mengenai jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek penelitian, teknik dan instrumen pengumpulan data, teknik analisis data. Keenam sub judul tersebut merupakan bagian-bagian dari metode penelitian yang harus ada dalam metode penelitian. Setiap pengertian dan penjabaran didasarkan pada pemahaman logis, ilmiah, dan dapat dipertanggung jawabkan. Masing-masing sub judul.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang dirancang untuk memperoleh informasi tentang status gejala pada saat penelitian dilakukan (Furchan, 2007: 447). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh mengenai resiliensi siswa-siswi kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro Tahun Ajaran 2015/2016.

B. Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri I Wuryantoro, Kabupaten Wonogiri. Waktu pelaksanaan penelitian ini kurang lebih selama satu minggu, namun karena keterbatasan waktu dari pihak sekolah maka untuk penyebaran kuisioner hanya mendapat waktu dua hari.


(46)

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016. Populasi penelitian mencakup siswa kelas XI IPS 1 dan XI IPA 1. Jumlah populasi penelitian adalah 65 siswa, yang terbesar dalam 2 kelas yaitu sebanyak 31 siswa kelas IPA 1 dan 34 siswa kelas IPS 1. Berdasarkan hal tersebut, data subjek penelitian sebagai berikut:

Tabel 1

Data subjek penelitian Resiliensi kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro

No Kelas Hadir

1 XI IPS 1 31

2 XI IPA 1 34

Total 65

D. Teknik dan Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang disusun berdasarkan aspek-aspek resiliensi menurut Reivich & Shatte (2002). Kuesioner tentang resiliensi terdiri dari dua bagian yaitu yang pertama berisi tentang kata pengantar petunjuk pengisian kuesioner, bagian yang kedua berisi tentang pernyataan yang mengungkapkan gambaran resiliensi. Kisi-kisi jumlah aspek diri dapat dilihat pada tabel I. Peneliti terlebih dahulu membuat kisi-kisi dengan menentukan indikator dari aspek masing-masing resiliensi kemudian peneliti membuat item- item dari indikator tersebut.


(47)

Operasional objek penelitian ini dijabarkan lebih lanjut dalam konstruk instrument pada tabel di bawah ini:

Berikut ini dijelaskan beberapa hal yang berkaitan dengan kuesioner resiliensi tersebut antara lain:

1. Kuesioner Resiliensi

Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah kuesioner.Kuesioner adalah sekumpulan daftar pertanyaan atau pernyataan tertulis yang diberikan pada subjek penelitian (Arikunto, 2003). Kuesioner ini bersifat tertutup karena alternatif jawaban sudah disediakan sehingga subjek tinggal memilih alternatif jawaban yang sesuai (Arikunto, 2013). Kuesioner yang disusun memuat aspek dari resiliensi. Masing-masing memiliki tujuh aspek.

2. Format Pernyataan Skala

Bentuk skala dalam kuesioner ini mengacu pada model skala likert, di mana masing-masing item membentuk item favorabel dan unfavorabel.Skala

likert digunakan untuk mengukur sikap.pendapat, persepsi sekelompok orang

tentang fenomena sosial. Pada skala ini variabel yang akan diukur dijabarkan menjadi indikator variabel, kemudian indikator variabel tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menyusun item-item instrumen yang berupa pertanyaan atau pernyataan (Sugiyono 2011).

Skala ini dimodifikasi dengan empat pilihan jawaban, yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Maksud jawaban SS-S-TS-STS adalah terutama untuk melihat kecenderungan pendapat atau responden, ke arah sesuai atau ke arah tidak sesuai. Untuk item


(48)

favorabel, skor bergerak dari 4 untuk sangat sesuai (SS),3 untuk sesuai (S), 2 untuk tidak sesuai (TS), dan 1 untuk sangat tidak sesuai (STS). Demikian juga untuk item unfavorabel, skor 1 untuk sangat sesuai (SS), 2 untuk sesuai (S), 3 untuk tidak sesuai (TS), 4 untuk sangat tidak sesuai (STS). Tidak ada skor 0 karena sifat jawaban akan tidak menjadi mutlak ya atau tidak. Norma skoring resiliensi terdapat pada tabel berikut ini:

Tabel 2 Norma skoring

Alternatif Jawaban

Skor

Favorabel Unfavorabel

Sangat Sesuai 4 1

Sesuai 3 2

Tidak sesuai 2 3

Sangat tidak sesuai 1 4

3. Kisi-kisi Item

Kuesioner disusun berdasarkan aspek-aspek resiliensi dalam Agustiani (2006:141-142). Operasional objek penelitian ini dijabarkan lebih lanjut dalam konstruk instrument pada tabel di bawah ini:


(49)

Tabel 3

Kisi-kisi Kuesioner Resiliensi

NO ASPEK INDIKATOR

NOMOR ITEM

JML FAV. UNFAV.

1

Regulasi Emosi (Emotion Regulation)

Tenang dalam menghadapi masalah 1,2 3,4 4

Fokus pada permasalahan yang ada 5,6 7,8 4

2

Kontrol terhadap

(Impuls Kontrol)

Kemampuan mengendalikan emosi negatif 9,10 11,12 4

Kemampuan mengelola emosi negative 13,14 15,16 4

3 Optimisme (Optimism)

Memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu akan menjadi baik

17,18 19,20 4

Yakin mampu menghadapi segala situasi 21,22 23,24 4

4 Kemampuan menganalisis masalah (Causal analysis)

Mampu mengidentifikasi masalah dengan baik

25,26 27,28 4

Mampu membuat solusi atas masalah yang dihadapi

29,30 31,32 4

Tidak menyalahkan oranglain atas kesalahan yang diperbuat

33,34 35,36

Meyakini bahwa kegagalan terjadi akibat kurangnya usaha

37,38 39,40 4

5 Empati (empathi)

Mampu memaknai perilaku verbal orang lain 41,42 43,44 4

Mampu memaknai perilaku non-verbal orang lain

45,46 47,48 4

6 Efikasi diri (self-efficacy)

Memiliki keyakinan untuk memecahkan masalah yang dihadapi

49,50

51,52 4

Memiliki keyakinan untuk sukses 53,54 55,56 4

7 Pencapaian (reaching out)

Tidak malu apabila mengalami kegagalan 57,58 59, 60 4

Keluar dari zona nyaman diri 61.62 63,64 4

Berani untuk mengoptimalkan kemampuan 65,66 67,68 4


(50)

E. Validitas dan Reliabilitas 1. Validitas

Validitas suatu instrument penelitian adalah derajat yang menunjukan di mana suatu tes mengukur apa yang hendak diukur (Arikunto, 2009: 122). Uji validitas item dilakukan untuk mengetahui apakah instrument yang disusun dapat dipergunakan untuk mengukur apa yang akan diukur. Semakin tinggi nilai validitas item menunjukan semakin valid instrument tersebut untuk digunakan di lapangan.

Validitas yang diuji untuk instrumen penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi alat ukur dengan analisis rasional dengan cara professional

judgement (Azwar 2004:45). Menurut Ary, Jacobs, dan Razavieh (2007:

296) validitas isi tidak dapat dinyatakan dengan angka namun pengesahannya berdasarkan pertimbangan yang diberikan oleh ahli (expert

judgement). Dalam penelitian ini, instrumen penelitian dikonstruksi

berdasarkan aspek-aspek yang akan diukur dan selanjutnya dikonsultasikan pada ahli (dosen pembimbing).

Hasil konsultasi dan telaah yang dilakukan oleh ahli dilengkapi dengan pengujian empirik dengan cara mengkorelasikan skor-skor setiap item instrumen terhadap skor-skor total aspek dengan teknik korelasi

Spearman's rho menggunakan aplikasi program komputer SPSS for


(51)

Keterangan :

Keputusan ditetapkan dengan nilai koefisien validitas yang minimal sama dengan 0,30 (Azwar, 2007:103). Apabila terdapat item yang memiliki nilai koefisien di bawah 0,30 maka item tersebut dinyatakan gugur.

Proses penghitungan indeks validitas item pada alat ukur penelitian ini dilakukan dengan cara memberi skor terlebih dahulu setiap item dan mentabulasi ke dalam tabulasi data uji coba instrument penelitian. Penghitungan indeks validitas instrument dilakukan dengan menggunakan bantuan program komputer statistic program for social science (SPSS) versi 16.0. Item yang valid adalah item yang memiliki nilai korelasi ≥ 0,30. Berdasarkan penghitungan yang dilakukan oleh peneliti, diperoleh 62 item yang valid dan 6 item yang tidak valid. Jumlah item yang valid dan tidak valid terdapat pada tabel di bawah ini.


(52)

Tabel 4

Rincian Item yang Valid dan Tidak Valid

NO ASPEK INDIKATOR NOMOR ITEM

FAV. UNFAV. 1 Regulasi

Emosi (Emotion

Regulation)

Tenang dalam mengahadapi masalah 1, 2 3, 4 Fokus pada permasalahan yang ada 5, 6 7, 8

2 Kontrol terhadap (Impuls

Kontrol)

Kemampuan mengendalikan emosi negatif

9, 10 11*, 12 Kemampuan mengelola emosi negatif 13*,

14

15, 16 3 Optimisme

(Optimism)

Memiliki keyakinan bahwa segala sesuatu akan menjadi baik

17, 18 19, 20 Yakin mampu menghadapi segala situasi 21, 22 23, 24 4 Kemampuan

menganalisis masalah (Causal

analysis)

Mampu mengidentifikasi masalah dengan baik

25, 26 27, 28* Mampu membuat solusi atas masalah

yang dihadapi

29, 30 31, 32 Tidak menyalahkan oranglain atas

kesalahan yang diperbuat

33, 34 35, 36 Meyakini bahwa kegagalan terjadi akibat

kurangnya usaha

37, 38 39, 40 5 Empati

(empathi)

Mampu memaknai perilaku verbal orang lain

41, 42*

43, 44 Mampu memaknai perilaku non-verbal

orang lain

45, 46 47*, 48 6 Efikasi diri

(self-efficacy)

Memiliki keyakinan untuk memecahkan

masalah yang dihadapi 49, 50

51, 52 Memiliki keyakinan untuk sukses 53, 54 55, 56 7 Pencapaian

(reaching

out)

Tidak malu apabila mengalami kegagalan 57, 58 59, 60 Keluar dari zona nyaman diri 61, 62 63,64* Berani untuk mengoptimalkan

kemampuan

65,66 67,68


(53)

2. Reliabilitas

Reliabilitas artinya adalah tingkat kepercayaan hasil pengukuran (Azwar, 2007). Pengukuran yang mempunyai reliabilitas tinggi yaitu yang mampu memberikan hasil ukur yang terpercaya, disebut sebagai reliabel (Azwar, 2007:176). Sukardi (2003: 127) mengatakan bahwa pengukuran yang menggunakan instrumen penelitian dikatakan mempunyai nilai reliabilitas yang tinggi, apabila alat ukur yang dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur apa yang hendak diukur.

Perhitungan reliabilitas kuesioner penelitian ini menggunakan pendekatan koefisiensi Alpha Cronbach (α). Penggunaan teknik analisis Alpha Cronbach didasarkan atas pertimbangan perhitungan reliabilitas

skala. Rumus koefisien reliabilitas Alpha Cronbach (α) adalah sebagai berikut:

[ ]

Keterangan rumus:

: koefisien reliabilitas Alpha Cronbach

dan : varians skor belahan 1 dan varians skor belahan 2 : varians skor skala


(54)

Berdasarkan hasil data uji coba yang telah dihitung melalui program komputer Stastistical Program for Social Science (SPSS) 16.0 for

Window, diperoleh perhitungan reliabilitas seluruh instrumen dengan

menggunakan rumus koefisien alpha (α), yaitu 0,923. Hasil perhitungan indeks reliabilitas dicocokkan dengan kriteria Guilford (Masidjo, 1995) terdapat dalam tabel di bawah ini:

Tabel 5 Kriteria Guilford

No Koefisien Korelasi Kualifikasi

1 0,91 – 1,00 Sangat Tinggi

2 0,71 – 0,90 Tinggi

3 0,41 – 0,70 Cukup

4 0,21 – 0,40 Rendah

5 Negatif – 0,20 Sangat Rendah

Dari hasil penghitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa koefisien reliabilitas kuesioner termasuk kualifikasi sangat tinggi.


(55)

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Persiapan dan Pelaksanaan

Berikut ini adalah langkah-langkah mengumpulkan data:

a. Penyusunan kuesioner tingkat resiliensi siswa kelas XI, disusun berdasarkan aspek-aspek Resiliensi.

b. Peneliti mengidentifikasi aspek-aspek resiliensi kemudian merumuskan indikator-indikator dari setiap aspek.

c. Peneliti merumuskan pernyataan-pernyataan item dari setiap indikator.

d. Peneliti mengkonsultasikan instrumen kepada dosen pembimbing skripsi untuk menelaah kualitas instrumen dan memeriksa validitasi isi sebelum digunakan peneliti untuk penelitian

e. Meminta surat izin untuk melakukan penelitian pada sekretariat Program Bimbingan dan Konseling Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang kemudian ditandatangani oleh ketua Jurusan Ilmu Pendidikan.

f. Meminta tanda tangan kepada wakil dekan dan cap yang mengesahkan surat tersebut.

g. Mengirim surat izin penelitian kepada kepalah sekolah SMA N 1 Wuryantoro.

h. Meminta penentuan dan kesepakatan mengenai waktu pelaksanaan penelitian kepada pihak sekolah. Merevisi item kuesioner dan mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing.


(56)

2. Tahap Pengumpulan Data

Uji terpakai dilakukan setelah memperoleh ijin dan kesepakatan waktu pelaksanaan dari pihak sekolah SMA N I Wuryantoro. Penelitian dilakukan dua hari karena terbatasnya waktu penelitian ini menggunakan uji terpakai yang artinya data yang digunakan sebagai data penelitian. Responden yang digunakan untuk penelitian adalah siswa yang hadir pada saat pengambilan data, sehingga jumlah siswa yang digunakan sebagai responden penelitian terpakai dan mengisi instrument berjumlah 65 siswa.

Sebelum meminta siswa untuk mengisi kuesioner, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri, menjelaskan maksud dan tujuan dalam penelitian ini, dan menjelaskan petunjuk dalam mengisi kuesioner resiliensi. Setelah itu peneliti membagikan kuesioner. Peneliti juga memberikan kesempatan pada para siswa atau responden untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas berkaitan dengan kuesioner.

3. Teknik Analisis Data

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memperoleh gambaran atau realita mengenai resiliensi. Langkah-langkah yang ditempuh untuk analisis data adalah sebagai berikut:

a. Memberi skor pada tiap-tiap item pada setiap kuesioner yang telah diisi oleh responden dengan mengacu pada norma skoring dari tiap-tiap alternatif jawaban sebagaimana telah ditetapkan. Skor pernyataan positif adalah: Sangat sesuai = 4, sesuai = 3, Tidak seuai= 2, Sangat tidak sesuai= 1. Untuk pernyataan yang negatif


(57)

mendapat skor sebaliknya yaitu: sangat sesuai= 1, Sesuai = 2, Tidak sesuai = 3, Sangat tidak sesuai = 4.

b. Mentabulasikan seluruh data ke dalam komputer dengan bantuan program Microsoft Excel, kemudian menjumlah total skor dari masing-masing responden.

c. Mengelompokkan tingkat resiliensi subyek ke dalam lima kategori dengan mengacu pada pedoman Azwar. Adapun norma kategori tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 6

Penggolongan Kategorisasi

Penghitungan skor Kategori

µ + 1,5 σ < X Sangat tinggi

µ + 0,5 σ < X ≤ µ + 1,5 σ Tinggi

µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ Sedang

µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ Rendah


(58)

Keterangan:

X maksimum teoritik : Skor tertinggi yang diperoleh subyek penelitian dalam skala

X minimum teoritik : Skor terendah yang diperoleh subyek penelitian dalam skala

σ (standar deviasi) : luas jarak rentang yang dibagi dalam 6 satuan diviasi sebaran

µ (mean teoritik) : rata-rata teoritis dari skor maksimumdan minimum

Kategorisasi tersebut dibedakan menjadi dua kategorisasi yaitu kategorisasi subyek penelitian dan kategorisasi tiap item kuesioner. Penghitungan dua macam kategorisasi tersebut adalah sebagai berikut:

a. Deskripsi Resiliensi

Kategorisasi skor subyek penelitian dilakukan dengan tujuan untuk menggolongkan subyek penelitian ke dalam kategori yang telah ditetapkan. Kategori subyek diperoleh melalui penghitungan sebagai berikut: X maksimum teoritik: 4x 62= 248, X minimum teoritik: 1x62=62 sehingga luas jarak: 248-62=186. Selanjutnya, σ (standar deviasi): 186:6=31, dan µ (mean teoritik): (24+62:2=155). Setelah dilakukan penghitungan, penentuan kategorisasi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:


(59)

Tabel 7

Pengkategorisasian Deskripsi Resiliensi Penghitungan skor Rerata Keterangan

µ + 1,5 σ < X X ≥ 202 Sangat tinggi

µ + 0,5 σ < X ≤ µ + 1,5 σ 171 < X ≤ 202 Tinggi µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ 140 < X ≤ 171 Sedang µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ 109 < X ≤ 140 Rendah

X ≤ µ - 1,5 σ X ≤ 109 Sangat Rendah

b. Kategorisasi Skor Item

Kategorisasi skor item dilakukan untuk menemukan item kuesioner yang terindikasi rendah yang akan digunakan peneliti sebagai pedoman penyusunan usulan topik-topik bimbingan yang relevan Kategorisasi item penelitian diperoleh dengan perhitungan sebagai berikut: X maksimum: 4x65 =260, X minimum: 1x65=65 sehingga luas jarak:260-65=195. Selanjutnya σ(standar deviasi): 195:6=32,5 dan (mean teoritik): 260+65:2= 162,5

Penentuan kategorisasi setelah dilakukan penghitungan dapat dilihat pada tabel berikut ini


(60)

Tabel 8

Pengkategorisasian Skor Item

Penghitungan skor Rerata Keterangan

µ + 1,5 σ < X X ≥ 211 Sangat tinggi

µ + 0,5 σ < X ≤ µ + 1,5 σ 179 < X ≤ 211 Tinggi µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ 146 < X ≤ 179 Sedang µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ 114 < X ≤ 146 Rendah

X ≤ µ - 1,5 σ X ≤ 114 Sangat Rendah

Kemudian, item yang masuk dalam kategori sedang, rendah dan sangat rendah akan dijadikan sebagai dasar penyusunan usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial yang efektif bagi siswa.


(61)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab disajikan hasil penelitian dan pembahasan atas hasil penelitian yang sudah dilakukan, yaitu tentang resiliensi siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro. Penelitian ini sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk mengetahui tingkat resiliensi siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro dan dalam pembuatan topik-topik bimbingan pribadi sosial untuk meningkatkan resiliensi pada siswa.

A. Hasil penelitian

1. Deskriptif Resiliensi Siswa SMA Negeri I Wuryantoro Tahun Ajaran 2015/2016

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui resiliensi yang dimiliki oleh siswa kelas XI yang bersekolah di SMA Negeri I Wuryantoro dan mengidentifikasi butir-butir resiliensi yang belum tercapai pada siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro. Berdasarkan data yang terkumpul dan diolah dengan menggunakan kriteria Azwar (2011) dapat diketahui resiliensi siswa kelas XI SMA Negeri I Wuryantoro tahun ajaran 2015/2016.


(62)

Tabel 9

Kategorisasi Deskripsi Resiliensi Siswa

Penghitungan skor Rerata Frekuensi Presentase Keterangan

µ + 1,5 σ < X X ≥ 202 16 24,6 % Sangat tinggi

µ + 0,5 σ < X ≤ µ + 1,5 σ 171 < X ≤ 202 42 64,6 % Tinggi µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ 140 < X ≤ 171 7 10,8 % Sedang µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ 109 < X ≤ 140 0 0 % Rendah

X ≤ µ - 1,5 σ X ≤ 109 0 0 % Sangat Rendah Kategorisasi deskripsi resiliensi siswa ini jika digambarkan dalam bentuk diagram dapat dilihat sebagai berikut:

Grafik 1

Diagram Deskripsi Resiliensi Siswa

Tabel dan diagram menerangkan bahwa:

a. Terdapat 24,6% atau 16 siswa termasuk dalam kategori sangat tinggi

b. Terdapat 64,6% atau 42 siswa termasuk dalam kategori tinggi c. Terdapat 10,8% atau 7 siswa termasuk dalam kategori sedang d. Tidak ada siswa yang masuk dalam kategori rendah

e. Tidak ada siswa yang masuk dalam kategori sangat rendah

0 10 20 30 40 50

Sangat Tinggi

Tinggi Sedang Rendah Sangat

Rendah 16

42

7

0 0


(63)

2. Hasil analisis butir-butir instrumen resiliensi yang terindikasi rendah

Berdasarkan hasil pengolahan data telah didapat skor-skor item yang masuk dalam kategorisasi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah. Item yang berada dalam kategori sedang, rendah dan sangat rendah adalah item yang akan digunakan sebagai bahan penyusunan usulan topik-topik bimbingan pribadi sosial.

Hasil pengkategorisasian skor item resiliensi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 10

Kategorisasi Skor Item Resiliensi

Penghitungan skor Rerata Frekuensi Presentase Keterangan

µ + 1,5 σ < X X ≥ 211 16 25,9 % Sangat tinggi

µ + 0,5 σ < X ≤ µ + 1,5 σ 179 < X ≤ 211 36 58 % Tinggi

µ - 0,5 σ < X ≤ µ + 0,5 σ 146 < X ≤ 179 8 14,5 % Sedang

µ - 1,5 σ < X ≤ µ - 0,5 σ 114 < X ≤ 146 1 1,6 % Rendah

X ≤ µ - 1,5 σ X ≤ 114 0 0 % Sangat Rendah

Kategorisasi skor item resiliensi siswa ini jika digambarkan dalam bentuk diagram dapat dilihat sebagai berikut:


(64)

Grafik 2

Diagram Kategorisasi Skor Item Resiliensi Siswa

Tabel dan diagram menerangkan bahwa:

a. Terdapat 25,9% atau 16 item termasuk dalam kategori sangat tinggi b. Terdapat 58% atau 36 item termasuk dalam kategori tinggi

c. Terdapat 14,5% atau 8 item termasuk dalam kategori sedang d. Terdapat 1,6 % atau 1 item yang masuk dalam kategori rendah e. Tidak ada item yang masuk dalam kategori sangat rendah

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat 8 item yang masuk dalam kategori sedang dan 1 item yang masuk dalam kategori rendah. Kesembilan item tersebut akan dijadikan dasar dalam pembuatan usulan topik-topik bimbingan pribadi-sosial yang relevan bagi siswa. Item-item tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini.

0 10 20 30 40

Sangat tinggi

tinggi sedang rendah sangat

rendah 16

36

9

1


(65)

B. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Resiliensi Siswa Kelas XI SMA Negeri Wuryantoro Tahun Ajaran 2015/2016 masuk dalam kategori tinggi

Berikut ini disajikan pembahasan deskripsi kemampuan resiliensi siswa kelas XI SMA N I Wuryantoro Tahun ajaran 2015/2016.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa (64,6%) kelas XI SMA N I Wuryantoro Tahun ajaran 2015/2016 memiliki resiliensi yang tinggi, hal ini dapat diartikan bahwa siswa memiliki tingkat resiliensi yang baik. Siswa yang memiliki resiliensi yang baik adalah siswa yang mampu mengontrol emosi dan bersikap tenang meskipun berada di bawah tekanan, mampu mengotrol dorongannya dan membangkitkan pemikiran yang mengarah pada pengendalian emosi, bersifat optimis mengenai mengenai masa depan cerah, mampu mengidentifikasi penyebab dari masalah mereka secara akurat, memiliki empati, memiliki keyakinan diri, memiliki kompetensi untuk mencapai sesuatu.

Tingkat resiliensi siswa yang tinggi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor individual, faktor keluarga, dan faktor komunitas (Everall, dkk, 2006). Sedangkan Grotberg (1999: 3) menyatakan bahwa resiliensi dipengaruhi oleh beberapa faktor, pertama adalah sumber dukungan sosial yang meliputi hubungan yang baik dengan keluarga, lingkungan sekolah yang menyenangkan, ataupun hubungan dengan orang lain di luar keluarga. Kedua, kemampuan individu yang meliputi kekuatan


(66)

yang terdapat pada individu tersebut seperti percaya diri dan bangga pada diri sendiri, bersikap baik dan tenang, beriman, mencintai dan berempati, mandiri dan bertanggung jawab. Ketiga, kemampuan sosial dan interpersonal yang dapat bersumber dari apa saja yang dapat dilakukan oleh individu sehubungan dengan keterampilan-keterampilan sosial dan interpersonal. Keterampilan ini antara lain; mengatur berbagai perasaan dan rangsangan di mana individu dapat mengenali perasaan mereka, mengenali berbagai jenis emosi, kreatif, humoris, menemukan bantuan, memiliki keterampilan sosial yang baik, serta kemampuan dalam memecahkan masalah.

Tingginya tingkat resiliensi siswa kelas XI SMA N I Wuryantoro Tahun ajaran 2015/2016 dapat juga disebabkan oleh faktor individual yaitu kemampuan kognisi yang baik, konsep diri yang positif tentang dirinya, kemampuan menjalin relasi yang baik dengan orang lain, kemampuan memecahkan permasalahan yang dihadapi, kemampuan mengontrol dorongan-dorongan dari dalam diri, dan kemampuan untuk tidak menyalahkan diri sendiri. Individu yang resilien, memiliki kemampuan untuk mengontrol emosi, tingkah laku, dan atensi dalam menghadapi masalah. Sebaliknya individu yang memiliki resiliensi rendah akan kesulitan untuk mengontrol emosi dan sulit beradaptasi, menjalin dan memepertahankan hubungan dengan orang lain. Individu akan cenderung untuk terjebak dalam emosinya dan sulit membuat keputusan dengan tepat,


(67)

sulit menghadapi permasalahan dalam hidup dengan positif, serta tidak terbuka pada pengalaman baru.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang ditemukan oleh Gottman (1997) yang menunjukkan bahwa dengan mengaplikasikan regulasi emosi dalam kehidupan akan berdampak positif baik bagi kesehatan fisik, keberhasilan akademik, kemudahan dalam membina hubungan dengan orang lain dan meningkatkan resiliensi.

Resiliensi yang dimiliki siswa memiliki efek terhadap kesehatan siswa secara fisik, mental, serta menentukan keberhasilan siswa dalam berhubungan dan berinteraksi dengan lingkungannya (Reivich & Shatte, 2002). Kapasitas resiliensi ada pada setiap orang, artinya setiap individu lahir dengan kemampuan untuk bertahan dari penderitaan, kekecewaan, atau tantangan. Resiliensi dapat dilihat jelas apabila seseorang berada pada tantangan atau masalah. Semakin seseorang berhadapan dengan banyak tantangan dan permasalahan dalam hidupnya, maka semakin terlihat apakah seseorang tersebut mampu mengembangkan karakteristik resiliensi dalam dirinya atau tidak (Bobey, 1999).

Selain faktor individu, faktor keluarga dan komunitas juga turut berperan dalam menciptakan siswa yang resilien. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bryan (2005) yang mengemukakan bahwa sekolah, keluarga dan komunitas dapat menciptakan kesempatan yang baik untuk mengembangkan resiliensi pada siswa. Hal ini karena keluarga dan komunitas dapat membantu menghilangkan stressor, batasan maupun


(68)

rintangan dalam mencapai prestasi akademik. Sekolah (komunitas) mampu meningkatkan resiliensi siswa karena sekolah mampu menciptakan suasana yang harmonis dan melindungi anak dari kesulitan (Borman & Rachuba, 2001). Dengan kata lain sekolah membuat lingkungan belajar yang positif, dimana kompetensi akademik dan potensi siswa didukung secara baik, dan mengurangi masalah perilaku (Close & Solberg, 2007).

Hasil penelitian siswa kelas XI SMA N I Wuryantoro Tahun ajaran 2015/2016 ditemukan 10,8% siswa berada pada tingkat resiliensi rendah. Rendahnya tingkat resiliensi pada siswa dapat juga disebabkan karena faktor individu, faktor keluarga, dan faktor komunitas/lingkungan. Faktor individu yang biasanya muncul pada siswa, antara lain; merasa rendah diri, tidak berharga, tidak puas atas apa yang telah dilakukannya, mudah putus asa, dan tidak percaya diri. Untuk faktor keluarga, ada kecenderungan siswa merasa tidak dihargai oleh keluarga, tidak mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari keluarga, diperlakukan tidak adil sebagai sebagai anak maupun kakak atau adik. Untuk faktor komunitas/ lingkungan, ada kecenderungan siswa tidak mampu mengatur emosinya pada orang lain, tidak didukung oleh lingkungannya, merasa dikucilkan atau diabaikan oleh komunitasnya.


(69)

2. Item-item Resiliensi

Berdasarkan hasil penelitian, di dapatkan data yang menunjukan bahwa terdapat 1 butir kuisioner yang terindikasi rendah, dan 8 butir kuisioner yang terindikasi sedang. Kesembilan item tersebut diuraikan sebagai berikut:

Tabel 11

Item-item Resiliensi siswa kelas XI yang masuk dalam kategori sedang dan rendah

ASPEK INDIKATOR NO ITEM SKOR

Regulasi Emosi (Emotion

Regulation)

Fokus pada permasalahan yang ada

7 Saya mudah mengalihkan konsentrasi saya ke hal lain pada

saat menghadapi masalah 176

Kontrol terhadap (Impuls Kontrol) Kemampuan mengendalikan emosi negatif

9 Saya mampu mengedalikan

emosi saat marah/kesal 177 12 Saya cenderung mudah marah

kepada siapapun ketika sedang merasa kesal

166

Kemampuan mengelola emosi negatif

16 Saya mudah bingung ketika memiliki sebuah masalah

164 Kemampuan menganalisis masalah (Causal analysis)

Mampu mengidentifikasi masalah dengan baik

25 Saya mampu mengenali akar masalah dari masalah yang saya

hadapi 179

Empati (empathi)

Mampu memaknai perilaku verbal orang lain

43 Saya mudah terbakar emosi ketika mendengar oranglain berbicara dengan nada keras

176

44 Saya kesal melihat teman yang

mudah mengeluh 156

Pencapaian (reaching

out)

Berani untuk

mengoptimalkan kemampuan

66 Saya bersemangat saat ditunjuk untuk mengerjakan di depan kelas

159

Keluar dari zona nyaman diri

62 Saya senang saat ditunjuk menjadi pemimpin upacara atau pengibar bendera


(1)

23 Sig. (2-tailed) .000 valid

N 65

24

Correlation Coefficient .425**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

25

Correlation Coefficient .578**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

26

Correlation Coefficient .631**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

27

Correlation Coefficient .489**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

28

Correlation Coefficient .285*

tidak valid Sig. (2-tailed) .022

N 65

29

Correlation Coefficient .524**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

30

Correlation Coefficient .596**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

31

Correlation Coefficient .557**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

32

Correlation Coefficient .464**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

33

Correlation Coefficient .354**

valid Sig. (2-tailed) .004

N 65

34

Correlation Coefficient .612**

valid Sig. (2-tailed) .000


(2)

35

Correlation Coefficient .353**

valid Sig. (2-tailed) .004

N 65

36

Correlation Coefficient .632**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

37

Correlation Coefficient .458**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

38

Correlation Coefficient .550**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

39

Correlation Coefficient .446**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

40

Correlation Coefficient .615**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

41

Correlation Coefficient .526**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

42

Correlation Coefficient .263*

tidak valid Sig. (2-tailed) .034

N 65

43

Correlation Coefficient .462**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

44

Correlation Coefficient .353**

valid Sig. (2-tailed) .004

N 65

45

Correlation Coefficient .560**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

46

Correlation Coefficient .459**

valid Sig. (2-tailed) .000


(3)

47 Sig. (2-tailed) .029 tidak valid

N 65

48

Correlation Coefficient .483**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

49

Correlation Coefficient .500**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

50

Correlation Coefficient .620**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

51

Correlation Coefficient .724**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

52

Correlation Coefficient .490**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

53

Correlation Coefficient .728**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

54

Correlation Coefficient .625**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

55

Correlation Coefficient .592**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

56

Correlation Coefficient .696**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

57

Correlation Coefficient .606**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

58

Correlation Coefficient .333**

valid Sig. (2-tailed) .007


(4)

59

Correlation Coefficient .623**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

60

Correlation Coefficient .594**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

61

Correlation Coefficient .306*

valid Sig. (2-tailed) .013

N 65

62

Correlation Coefficient .444**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

63

Correlation Coefficient .619**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

64

Correlation Coefficient .241

tidak valid Sig. (2-tailed) .053

N 65

65

Correlation Coefficient .432**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

66

Correlation Coefficient .675**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

67

Correlation Coefficient .472**

valid Sig. (2-tailed) .000

N 65

68

Correlation Coefficient .558**

valid Sig. (2-tailed) .000


(5)

(6)