Dalam sejarah masyarakat industri, hubungan antara media massa dan perempuan memiliki peran cukup penting. Polemik yang merujuk pada
pergeseran makna peran perempuan dalam kehidupan social membawa keterlibatan media massa yang semakin luas dan erat. Baria, 2005 : 3
2.1.4.1. Budaya dan Perempuan
Budaya visual merupaka tautan wujud kebudayaan konsep nilai dan
kebudayaan materi benda yang dapat segera ditangkap oleh panca indera visual mata, dan dapat dipahami sebagai model pikiran manusia untuk meningkatkan
kualitas hidupnya. Sachari, 2007 : 1 Budaya visual melingkupi berbagai aspek yang berkaitan dengan wujud
akhir gagasan manusia untuk “mendunia” menjadi eksis dalam bentara peradaban. Fenomena sosial yang mengiringi budaya visual tersebut kini umumnya membaur
dengan isu-isu mutakhir yang mengiringi dinamika kebudayaan itu sendiri. Dalam wacana kebudayaan yang dibentuk oleh proses transformasi yang
panjang, dinamika budaya visual kerap terbentuk karena adanya pergeseran nilai yang cenderung memiliki korelasi yang bertautan dengan berbagai wacana
kebudayaan yang lebih besar dan luas. Sachari, 2007 : 2 Setelah mengkaji dan membahas berbagai aspek pembangunan dan
kaitannya dengan budaya visual di tanah air, kondisi-kondisi yang kurang menggembirakan dalam berbagai bidang pada hakikatnya telah disadari
merupakan bagian “rekayasa budaya” dari negara-negara adikuasa. Permasalahan nasional yang dihadapi Bangsa Indonesia ke depan dalam spectrum kebudayaan
yang luas sesungguhnya ditentukan oleh mentalitas dan sikap manusia Bangsa Indonesia sendiri. Sachari, 2007 : 5
Nilai-nilai yang telah menjadi bagian kehidupan masyarakat Indonesia selama bertahun-tahun mengalami “kegoncangan”. Kegoncangan tersebut
diakibatkan oleh masuknya kebudayaan asing yang kemudian mendominasi kebudayaan lokal dalam hubungan kekerabatan yang dianggap sebagai system
nilai paling mendasar saja terjadi reorentasi baru. Sachari, 2007 : 6 Dalam proporsi yang amat variatif, perintisan munculnya gaya visual dan
nilai ekstereik modern dalam dunia visual di tanah air tidaklah terlepas dari tautan dan peran para seniman asal Belanda. Hal itu yang mendasari tumbuhnya rasa
“inferioritas” budaya pada kaum pribumi ketika berhadapan dengan kebudayaan Barat yang telah maju. Masyarakat muda silau dan menerima begitu saja semua
hal yang menjadi ikon kemajuan budaya Barat. Sachari, 2007 : 7 Persoalan tubuh perempuan oleh media dianggap sebagai alat yang sangat
penting bagi proses sosial dan kelangsungan ekonomi media itu. Tubuh perempuan menjadi daya tarik untuk dijual sebagai sejumlah komoditi, yang oleh
media dianggap sebagai nafas kehidupannya. Dari sinilah terlihat bahwa tubuh
perempuan sengaja dikonstruksi oleh media untuk menjadi alat dalam proses distribusi suatu produk yang dihasilkan media tersebut.
Eksistensi perempuan telah dijadikan salah satu bentuk strategi oleh pengelola program televisi demi keuntungan proses distribusi industri penyiaran
itu sendiri. Akibatnya, terjadilah persaingan narasi yang membentuk konstruksi realitas yang beragam bertolak dari homogenisasi wacana yang sama. Perempuan
dikonstruksikan sosok tubuh yang “berani” memasuki bidang publik dan melepaskan ikatan tradisonal yang selama ini membentuk struktur sosial audience
media. Sehingga, jika ada perempuan yang mengingkari ikatan tradisional tersebut, maka hal itu akan dijadikan wacana media yang dikontruksi terus
menerus.
http:staff.undip.ac.idsastraagusmaladi20100524media ‐dan‐tubuh‐
perempuan
Hal tersebut bisa menjadikan secara bertahap nilai-nilai tradisi yang telah menjadi kekayaan bangsa Indonesia selama berabad-abad dapat tergeser.
Perubahan yang terjadi karena adanya pergeseran nilai tersebut bukannya tanpa dampak negatif, ia secara bertahap dan berlapis membentuk karakter dan
mentalitas baru yang tidak sejalan dengan norma-norma yang ada. Sachari, 2007 : 7
Perempuan juga tidak boleh dipandang sebagai suatu kategori yang homogen sehingga permasalahannya juga tidak dapat dilihat secara umum. Dan
yang sekarang dilakukan oleh perempuan yakni berusaha untuk menunjukkan jati diri ke khalayak banyak, memang perempuan dan laki-laki sudah dibedakan sejak
lahir secara biologis yang bersifat universal. Tapi sebenarnya perempuan dan laki- laki memiliki kesamaan dalam hal tingkat kecerdasan dan dalam melakukan
sesuatu tidak mempunyai perbedaan Harijani, 2001 : 2 Proses menuju kesadaran gender membutuhkan jangka waktu yang cukup
panjang. Karena untuk menciptakan kondisi tersebut memerlukan waktu untuk mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku manusia menuju kesadaran yang baru
yang disebut dengan kesadaran dan kesetaraan gender. Handayani, 2006 : 23 Untu membangun kesadaran terhadap perempuan dapat dilakukan melalui
proses pendidikan. Pendidikan harus berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan itu tidak bersifat subjektif atau objektif
akan tetapi keduanya. Perempuan diseluruh dunia telah sepakat melakukan komitmen bersama
untuk memajukan persamaan hak. Hal ini terlihat dengan adanya kemauan serta keinginan perempuan yang merasa terpanggil untuk memperjuangkan kaumnya
melalui berbagai suatu konferensi dunia tentang perempuan. Dalam konvensi pada tanggal 18 Desember 1979 Indonesia berpartisipasi
dalam usaha internasional menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan karena isi konvensi ini sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila yang
menetapkan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Sedang dalam pelaksanaannya, ketentuan dalam
konvensi ini wajib disesuaikan dengan tata kehidupan masyarakat yang meliputi nilai-nilai budaya, adat istiadat, norma-norma keagamaan yang masih berlaku dan
diikuti secara luas oleh masyarakat Indonesia. Handayani, 2006 : 33
2.1.4 Reality Show