PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PESERTA PEREMPUAN DI DALAM TAYANGAN ACARA TAKE HIM OUT INDONESIA DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Peserta Perempuan Dalam Tayangan Acara Take Him Out Indonesia Di Indosiar).

(1)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas FISIP Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

OLEH

DEBBY OCTARINA PUTRI 0743010210

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

SURABAYA 2010


(2)

ii   

Disusun Oleh :

DEBBY OCTARINA PUTRI 0743010210

Telah disetujui unuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui,

Pembimbing Utama

Dra. Diana Amalia, M.Si NIP. 196309071991032001

Mengetahui DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.si NIP. 195507181983022001


(3)

iii Oleh :

DEBBY OCTARINA PUTRI NPM. 0743010210

Telah dipertahankan dihadapan dan diterima oleh Tim Penguji Skripsi Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa

Timur Pada Tanggal 02 Desember 2010

Pembimbing Utama Tim Penguji:

1. Ketua

Dra. Diana Amalia, M.si Ir. Didiek Tranggono, M.si NIP. 196309071991032001 NIP. 19581225 19900 1001

2. Sekretaris

Dra.Diana Amalia, M.si

NIP. 196309071991032001

3. Anggota

Dra. Herlina Suksmawati, M.si

NIP. 196412251993092001

Mengetahui, DEKAN

Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.si NIP. 195507181983022001


(4)

iv   

kepada penulis sehingga skripsi dengan judulPERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PESERTA PEREMPUAN DI DALAM TAYANGAN ACARA TAKE HIM OUT INDONESIA DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Perempuan Surabaya terhadap peserta perempuan Di Dalam Tayangan Acara Take Him Out Indonesia Di Indosiar) dapat terselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Diana Amalia, M.Si selaku Dosen Pembimbing utama yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Dan penulis juga banyak menerima bantuan dari pihak, baik itu berupa moril, spiritual maupun materiil. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Juwito, S.sos, Msi selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Dosen-dosen di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.


(5)

v   

5. My Lovely Armando Iman Setiawan terima kasih atas dukungan semangatnya, doa serta kasih sayangnya, dan dorongan semangat sehingga bisa menyelesaikan proposal ini.

6. Buat teman-teman ku senasib seperjuangan Soffi, Lega, Riska, Risky, Ovi ayo berusaha sekuat tenaga semoga kita semua sukses, amiin.

Penulis menyadari bahwa di dalam skripsi ini akan ditemukan banyak kekurangan. Untuk itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya, dengan segala keterbatasan yang penulis miliki semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak umumnya dan penulis pada khususnya.

Surabaya, 12 Oktober 2010


(6)

vi   

HALAMAN JUDUL ….……….i

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ...…….ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ………....iii

KATA PENGANTAR ………iv

DAFTAR ISI ……… ……….vi

DAFTAR LAMPIRAN ……….…....x

ABSTRAKSI ………....xi

BAB I PENDAHULUAN ………..1

1.1 Latar Belakang ………1

1.2 Perumusan Masalah ………9

1.3 Tujuan Penelitian ………9

1.4 Manfaat Penelitian ………..9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ………11

2.1 Landasan Teori ………..11

2.1.1 Persepsi .……….……….11

2.1.1.1 Jenis Persepsi ………15

2.1.1.2 Sifat-sifat Dunia Persepsi ………16

2.1.1.3 Proses Persepsi ………17


(7)

vii   

2.1.4.1 Budaya dan Perempuan ………....30

2.1.5 Reality Show ………34

2.1.6 Take Him Out Indonesia ………37

BAB III METODE PENELITIAN ……….43

3.1 Jenis Penelitian ………..……….43

3.2 Definisi Konseptual………...43

3.2.1 Penggambaran Perempuan ………44

3.2.2 Persepsi ……….46

3.3 Unit Analisis ……….…46

3.4 Informan ……….48

3.5 Teknik Pengumpulan Data ………...………..49

3.6 Teknik Analisis Data ………50

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………51

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dan Penyajian Data ………51


(8)

viii   

4.1.3 Identitas Informan ………54

4.2 Analisis Data ………56

4.2.1 Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Peserta Perempuan Di Dalam Tayangan “Take Him Out Indonesia” Di Indosiar ………..…..56

4.2.2 Persepsi Perempuan Surabaya Mengenai Tayangan Take Him Out Indonesia Di Indosiar ………59

4.2.3 Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Perempuan Yang Memperkenalkan Diri Ke Khalayak Luas ………62

4.2.4 Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Keikutsertaan Perempuan Dalam Tayangan Acara “Take Him Out Indonesia” Di Indosiar Berkaitan dengan Norma Budaya Perempuan Indonesia ………66

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………70

5.1 Kesimpulan ………70


(9)

ix   


(10)

xi   

Perempuan Di Dalam Tayangan Acara “Take Him Out Indonesia” Di Indosiar ) Penelitian ini didasarkan pada fenomena-fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia khususnya Surabaya sekarang tidak sedikit perilakunya yang mengandung pergeseran budaya. Sekarang bisa dikatakan perempuan lebih memiliki sifat yang lebih agresif dari pada lelaki, hal ini bisa diperlihatkan dari pencarian jodoh. Dahulu perempuan cenderung berdiam diri di rumah untuk menunggu seorang pria untuk datang dan cenderung pria yang mencari perempuan untuk dijadikan istri, tetapi pada zaman sekarang budaya tersebut sudah bergeser hal tersebut terjadi karena pada sekarang ini perempuan tidak segan-segan untuk mencari jodohnya, yang dahulunya berdiam diri di rumah untuk didatangi oleh seorang pria sekarang perempuan cenderung mencari-cari seorang pria di luar tanpa segan untuk menjadikannya seorang kekasih. Padahal pada zaman dahulu hal tersebut bisa dikatakan hal yang tabu atau tidak wajar untuk dilakukan oleh seorang perempuan.

Metode yang digunakan adalah studi analisis deskriptif kualitatif. Disini metode kualitatif menggunakan teori atribusi, teori atribusi dikemukakan untuk mengembangkan penjelasan mengenai cara-cara kita menilai seorang berlainan, bergantung pada makna, apa yang kita kaitkan pada perilaku tertentu, dalam hal ini peneliti menilai Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Peserta Perempuan Di Dalam Tayangan Acara “Take Him Out Indonesia” Di Indosiar.

Teknik pengumpulan data menggunakan 2 cara yakni wawancara mendalam dan teknik observasi, kemudian mengkategorikan wawancara kedalam sub-topik, dan menarik Kesimpulan.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan menunjukkan bahwa persepsi yang diberikan informan cenderung menerima adanya pergeseran budaya di Indonesia, karena cara berpikir perempuan Surabaya sekarang ini juga mengikuti dengan adanya perkembangan zaman. Tetapi para peserta peremuan dalam tayangan “Take Him Out Indonesia” di Indosiar harus tetap berada dalam norma budaya Indonesia.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

I.I. Latar Belakang Masalah

Pada zaman modern seperti sekarang ini, teknologi dan informasi berkembang dengan sangat pesat dan jauh lebih maju dari zaman sebelumnya, adanya perkembangan informasi tidak lepas jauh dari adanya komunikasi massa. Yang dimaksudkan dengan komunikasi massa ialah komunikasi melalui media

massa modern, media massa ini berupa surat kabar, film, radio, dan televisi ( Effendy, 2004 : 50 ).

Setiap masyarakat secara tidak langsung tidak mungkin bisa lepas dari komunikasi massa, karena secara tidak sengaja kehidupan sehari-hari masyarakat dipengaruhi langsung oleh media. Komunikai massa melakukan penyebaran pesan dengan menggunakan media yang ditujukan kepada massa yang abstrak, yakni sejumlah orang yang tidak tampak oleh si penyampai pesan. Begitu pesan disebarkan oleh komunikator, tidak diketahuinya apakah pesan itu diterima, dimengerti, atau dilakukan oleh komunikan. ( Effendy, 2004 : 50 )

Indonesia merupakan negara yang memiliki norma budaya ( budaya timur) yang sangat kental, tetapi dengan berkembangnya zaman yang modern sekarang ini masyarakat Indonesia tidak sedikit yang melakukan pergeseran


(12)

norma dan budaya, hal ini bisa didapatkan disekeliling kehidupan masyarakat sekarang. Secara umum, banyak yang berpendapat masyarakat sekarang mengikuti norma budaya barat yang cenderung melakukan semua hal dengan sesuka hati tanpa ada larangan. Pergeseran budaya terjadi karena kurang adanya filteralisasi terhadap budaya barat yang masuk ke dalam budaya timur, hal tersebut bisa terjadi karena masyarakat Indonesia sendiri menerima dengan keadaan tersebut. Pergeseran budaya ini tidak bisa lepas dari adanya campur tangan dari komunikasi massa. Budaya sendiri seharusnya harus kita pertahankan supaya norma-norma dalam budaya Indonesia tidak menjadi hilang.

Fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia khususnya Surabaya sekarang tidak sedikit perilakunya yang mengandung pergeseran budaya, pada zaman dahulu orang tua khususnya perempuan, sesuai dengan kodratnya mereka selalu memakai jarik/rok tetapi pada zaman sekarang tidak sedikit perempuan mengenakan celana dalam kesehariannya, hal tersebut dilakukan karena dengan alasan untuk lebih praktis, dan efisien. Pada zaman dahulu perempuan memiliki anak ketika mereka telah resmi menikah dan memiliki suami tetapi pada zaman sekarang memiliki anak ketika belum memiliki suami bisa dikatakan hal yang wajar dan lumrah.

Sekarang bisa dikatakan perempuan lebih memiliki sifat yang lebih agresif dari pada lelaki, hal ini bisa diperlihatkan dari pencarian jodoh. Dahulu


(13)

perempuan cenderung berdiam diri di rumah untuk menunggu seorang pria untuk datang dan cenderung pria yang mencari perempuan untuk dijadikan istri, tetapi pada zaman sekarang budaya tersebut sudah bergeser hal tersebut terjadi karena pada sekarang ini perempuan tidak segan-segan untuk mencari jodohnya, yang dahulunya berdiam diri di rumah untuk didatangi oleh seorang pria sekarang perempuan cenderung mencari-cari seorang pria di luar tanpa segan untuk menjadikannya seorang kekasih.

Padahal pada zaman dahulu hal tersebut bisa dikatakan hal yang tabu atau tidak wajar untuk dilakukan oleh seorang perempuan. Bahkan sekarang tidak sedikit perempuan yang sengaja untuk menunjukkan atau memamerkan dirinya ke masyarakat khususnya pria dengan cara memakai baju yang bisa dikatakan menonjol atau bergaya layaknya model, tidak jarang juga yang memakai make up

tetapi tidak sesuai dengan tempat yang dikunjungi, dan cara berjalannya pun belagu juga sok kecantikan hal tersebut dilakukan supaya pria yang melihat bisa tertarik dengan diri perempuan tersebut.

Tidak jarang pada zaman sekarang ini jika seorang perempuan sedang dekat dengan seorang pria dan perempuan tersebut memiliki rasa suka atau tertarik terhadap pria tersebut, perempuan tidak segan-segan untuk menyatakan cintanya terlebih dahulu ke pria yang disukai, hal ini dilakukan oleh perempuan dengan alasan karena takut kehilangan pria yang disukainya dan hal yang


(14)

dilakukan tersebut terbilang wajar dilakukan pada zaman sekarang ini oleh remaja sekarang, tetapi tidak sedikit juga orang yang masih mencibir karena dianggap hal yang masih tabu.

Sebenarnya di dalam kehidupan sehari-hari, acapkali tidak mudah untuk menentukan letak garis perubahan kebudayaan, karena tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tidak mungkin ada kebudayaan yang tidak terjelma dalam suatu masyarakat. (Soekanto, 2005 : 30 )

Fenomena semacam itu sekarang makin ditunjang dengan adanya acara reality show Take Him Out Indonesia. Take Him Out Indonesia merupakan reality show terbaru yang di tayangkan oleh INDOSIAR. Take Him Out Indonesia memiliki tema acara ajang pencarian jodoh. Dimana peserta perempuan mengeksploitasi diri untuk mendapatkan perhatian peserta pria.

Take Him Out Indonesia merupakan reality show yang bertajuk pencarian jodoh, Take Him Out merupakan versi lain dari Take Me Out Indonesia, program yang tayang perdana 2 Agustus 2009 tayang secara regular setiap Hari Rabu pukul 20.30 WIB program ini dikemas dalam sebuah paket 2,5 jam yang menghibur, lucu dan sangat attractive. Akan ada 30 pria tampan Indonesia, di balik podium set Take Him Out Indonesia, menunggu untuk memilih dan dipilih perempuan impiannya, satu dari tujuh perempuan yang ada. Dengan latar


(15)

belakang profesi yang berbeda, karakter berbeda dan tipe perempuan pun berbeda, pilihan yang sangat menjanjikan buat para pencari pasangan.

Perempuan-perempuan ’super woman’ telah mempersiapkan diri untuk bertemu sang pangeran. Tidak hanya cantik, mereka adalah perempuan mandiri dan pintar tentunya. Yang berbeda dari Take Me Out Indonesia adalah, di Take Him Out Indonesia, perempuan-perempuan cantik ini berhak membuat keputusan. Mereka boleh tidak memilih, meski harus pulang tanpa mendapatkan pasangan.

Beberapa set perkenalan diatur dengan sedemikian rupa, awal adalah tahap untuk perkenalan, tahap kedua peserta perempuan memperlihatkan berbagai

performance atau bakat yang dimiliki oleh masing-masing peserta, tahap ketiga peserta perempuan mengutarakan berbagai pengalaman hidupnya. Dalam setiap tahap pria di balik podium dipersilahkan untuk menentukan pilihan untuk tetap menyalakan lampu ataupun mematikan lampu.

Rizal Syahdan dan Yuanita Christiani didaulat kembali membawakan Take Him Out Indonesia, menjadi ikon dari kontestan pria dan perempuan yang tampil maskulin dan cantik tentunya. Pasangan terpilih di Take Him Out Indonesia, akan mendapat wejangan-wejangan dari penasihat cinta, Meike Rose sang fortune teller. Mereka yang telah mendapatkan pasangan di Take Him Out Indonesia diharapkan tidak hanya sebatas memiliki ketertarikan satu sama lain, tapi juga memiliki chemistry yang kuat. Hal tersebut yang akan menentukan


(16)

apakah mereka menjadi pasangan terbaik. Chemistry challenge yang harus dilalui pasangan terpilih akan dinilai oleh Dewan Cinta, dan hanya ada satu pasangan di setiap episodenya, yang berhak mendapatkan hadiah menarik dari Take Him Out Indonesia.

Untuk menjadi kontestan Take Him Out cukup mudah, pria single usia 20-40 tahun, tidak terikat pernikahan dan pastinya menarik secara fisik.

( www.takehimoutindonesia.com )

Dari awal tayang sampai dengan sekarang Take Him Out Indonesia memiliki rating tertinggi dibandingkan dengan acara reality show yang lain. Yakni dengan rating 5,4 dan sharing 20,5. (http://www.agbnielsen.net )

Fenomena tersebut secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi budaya dan pola hidup kaum muda remaja sekarang. Pergeseran budaya mulai menjangkiti kaum muda remaja tanpa kompromi dan eksodus besar-besaran tentang paradigma berpikir kaum muda remaja.

( http://www.ubb.ac.id )

Dari semua peristiwa yang sudah peneliti sebutkan, maka dapat diketahui sekarang ini perempuan telah menuju ke pergeseran budaya. Artinya perempuan pada zaman sekarang ini telah tidak mengkaidahkan norma budaya yang ada sejak dahulu, dahulu perempuan cenderung malu untuk mengeksploitasi diri namun perempuan zaman sekarang cenderung lebih mengeksploitasi diri untuk


(17)

mendapatkan seorang pasangan hidupnya. Sehingga pada akhirnya hal tersebut menimbulkan persepsi negatif dari masyarakat.

Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan terhadap persepsi perempuan karena eksploitasi perempuan dengan segala stereotip gender tradisional tersebut cenderung mengimplisitkan kualitas pemaknaan yang kitsh ( dangkal ) dan rendah, yang akhirnya menghadirkan konsepsi pemaknaan perempuan tidak lebih sebagai sebuah benda ( bukan makhluk/insani ). Di sinilah tubuh dan semua atribusi “kewanitaan” perempuan dieksploitasi sebagai objek tanda ( sign objek ) dan bukanlah subjek ( Widyatama, 2006 : 6 )

Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirka pesan .( Rakhmat, 2005 : 51 )

Secara etimologis, persepsi atau dalam bahasa Inggris perception berasal dari bahsa Latin perception ; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil.

Ekspresi mengenal orang lain merupakan studi awal tentang persepsi. Darwin mendorong munculnya permaslahan persepsi dengan pertanyaan, “apa ciri-ciri keputusan yang baik tentang orang lain?” ( Muhadjir, 1992 :80 )


(18)

Persepsi juga merupakan proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. ( Mulyana, 2005 : 167)

Dalam sebuah persepsi, banyak rangsangan yang sampai pada kita melalui panca indera kita, namun kita tidak menyampaikan itu semua secara acak-acak. Alih-alih kita mengenali objek-objek tersebut secara spesifik, dan kejadian-kejadian tertentu yang memiliki pola tertentu. Alasannya sederhana saja, karena persepsi kita adalah suatu proses aktif yang menuntut suatu tatanan dan makna atas berbagai rangsangan yang kita terima ( Mulyana, 2005 : 170 )

Atensi tidak dapat terelakkan karena sebelum kita merespon atau menafsirkan kejadian atau rangsangan apapun, kita harus terlebih dahulu memperhatikan kejadian atau rangsangan tersebut. Ini berarti bahwa persepsi mensyaratkan kehadiran suatu objek untuk dipersepsi, termasuk orang lain dan juga diri sendiri. Dalam banyak kasus, rangsangan yang menarik perhatian kita

cenderung dianggap sebagai penyebab kejadian-kejadian berikutnya. ( Mulyana, 2005 : 169 )

Dari sekian banyak acara reality show, ada salah satu yang menarik perhatian masyarakat yakni Take Him Out Indonesia, sebelum membahas lebih lanjut perlu diketahui lebih dahulu pengertian reality show itu sendiri yakni, secara istilah berarti pertunjukan yang asli ( real ), tidak direkayasa dan tidak


(19)

dibuat-buat. Kejadiannya diambil dari keseharian, kehidupan masyarakat apa adanya, yaitu realita dari masyarakat. (http://www.scribd.com)

Beranjak dari masalah tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui secara pasti bagaimana persepsi perempuan Surabaya terhadap peserta perempuan di dalam tayangan acara Take Him Out Indonesia di Indosiar. Dan peneliti juga menitik beratkan penelitian ini pada masyarakat di kota Surabaya khususnya perempuan, penelitian dilakukan dikota Surabaya karena Surabaya memiliki ciri-ciri cosmopolitan, yaitu terbuka dengan informasi dengan media massa, aktif, dan bersifat modern.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian singkat tentang latar belakang, maka perumusan masalah dalam penelitian ini, adalah : “ Bagaimana Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Peserta Perempuan Di Dalam Tayangan Acara Take Him Out Indonesia Di Indosiar?”.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan Penulisan untuk melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi perempuan Surabaya terhadap peserta perempuan di dalam tayangan acara Take Him Out Indonesia di Indosiar.


(20)

1.4. Manfaat Penelitian

Ada 2 manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini, yaitu : 1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat member sumbangan atau landasan pemikiran pada ilmu komunikasi mengenai persepsi dan komunikasi non verbal. 2. Manfaat Praktis

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadikan wacana bagi masyarakat tentang tayangan acara Take Him Out Indonesia di Indosiar.


(21)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1.

Landasan Teori

2.1.1.

Persepsi

Persepsi adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh gambaran mengenai sesuatu melalui pemilihan, pengetahuan, dan pengertian informasi tentang sesuatu tersebut. Tindakan seseorang terhadap sesuatu hal banyak dipengaruhi oleh hal-hal tersebut.

Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi merupakan inti komunikasi, karena jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan kita memilih suatu pesan dan mengabaikan pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konsekuensinya

semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas. ( Mulyana, 2005 : 167 )

Selain devinisi persepsi di atas, peneliti akan memberikan beberapa definisi persepsi menurut beberapa ahli, diantaranya menurut DeVito persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang


(22)

mempengaruhi indera kita. Bagi Atkinson persepsi adalah proses saat kita mengorganisasikan dan menfsirkan pola stimulus dalam lingkungan. Menurut Verbeek persepsi dapat dirumuskan sebagai suatu fungsi yang manusia secara langsung dapat mengenal dunia secara riil yang fisik. Brouwer menyatakan bahwa persepsi ( pengamatan ) ialah suatu replica dari benda di luar manusia yang intrapsikis, dibentuk berdasarkan rangsangan-rangsangan dari objek. Pareek memberikan definisi yang lebih luas yakni, didefinisikan sebagai proses menerima, menyeleksi, mengorganisasikan, mengartikan, menguji, dan memberikan reaksi kepada rangsangan pancaindera atau data. ( Sobur,2003 : 445)

Persepsi adalah kemampuan mebeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap suatu objek rangsang.dalam proses pengelompokan dan membedekan inipersepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek. Proses pengelompokan, membedakan, dan mengorganisir informasi pada dasarnya dapat terjadi pada tingkatan sensasi, hanya saja tidak terjadi interpretasi atau pemberian arti terhadap stimulus. ( Shaleh, 2009 : 110 )

Pada persepsi pemberian arti ini menjadi hal yang penting dan utama. Pemberian arti ini dikaitkan dengan isi pengalaman seseorang. Dengan kata lain, seseorang menafsirkan satu stimulus berdasarkan minat, harapan, dan keterkaitannya dengan pengalaman yang dimilikinya. Oleh karenanya, persepsi


(23)

juga dapat didefinisikan sebagai interpretasi berdasarkan pengalaman. ( Shaleh, 2009 : 111 )

Persepsi merupakan salah satu cara kerja (proses) yang rumit dan aktif. Orang seringkali menganggap bahwa persepsi menyajikan suatu pencerminan yang sempurna mengenai realitas atau kenyataan. Anggapan tersebut tidak

sepenuhnya benar, sebab persepsi bukan merupakan cerminan realitas. ( Shaleh, 2009 : 112 )

Menurut Shaleh ( 2009 : 113 ), persepsi melibatkan kegiatan kognitif. Pada awal pembentukan persepsi, orang telah menentukan apa yang telah akan diperhatikan. Setiap kali kita memusatkan perhatian lebih besar kemungkinan kita akan memperoleh makna dari apa yang kita tangkap, lalu menghubungkannya dengan pengalaman yang lalu, dan dikemudian hari akan diingat kembali.

Persepsi bukan suatu yang statis, melainkan bisa berubah-ubah. Proses perubahan disebabkan oleh proses faal ( psikologis ) dari system saraf pada indra-indra manusia. ( Shaleh, 2009 : 132 )

Menurut j. Cohen, persepsi adalah interpretasi bermakna atas sensasi sebagai representative objek eksternal, persepsi adalah pengetahuan yang tampak mengenai apa yang di luar sana. ( Riswandi, 2009 : 49 )

Menurut Desiderato, persepsi merupakan pengalaman tentang objek, peristiwa , atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan


(24)

informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah pemberian makna kepada stimulus indrawi ( sensori stimuli ). Hubungan sensasi dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persespsi. Walupun begitu menafsirkan makna informasi indrawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan juga memori. ( Rakhmat, 2005 : 51 )

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa untuk membentuk sebuah persepsi, konsumen melakukan proses memilih, megorganisasikan, dan juga menginterpretasikannya sebagai stimuli yang diterimanya mengenai satu hal, yang selanjutnya mengungkapkan pandangan, pendapat, maupun tanggapan mengenai hal tersebut.

Penilaian masyarakat terhadap sebuah produk tertentu dapat bersifat positif dan negative. Semuanya tergantung dari individu atau masyarakat dalam mempersepsikan produk yang ditawarkan, dibandingkan dengan harapan konsumen yang seharusnya mereka terima. Jika dalam kenyataan sama dengan yang diharapkan, maka masyarakat akan memberikan penilaian yang positif terhadap produk tersebut, tetapi apabila produk yang diterima tidak sesuai dengan harapan konsumen yang menggunakannya, maka masyarakat akan memberikan penilaian yang negatif terhadap produk tersebut.

Menurut Shaleh ( 2009 : 113 ), hakikat persepsi ada 2 yakni : 1. Persepsi Merupakan Kemampuan Kognitif


(25)

Persepsi banyak melibatkan kegiatan kognitif. Pada awal pembentukan persepsi, orang telah menentukan apa yang telah akan diperhatikan. Setiap kali kita memusatkan perhatian lebih besar kemungkinan kita akan memperoleh makna dari apa yang kita tangkap, lalu menghubungkannya dengan pengalaman yang lalu, dan dikemudian hari akan diingat kembali.

2. Peran Atensi dalam Persepsi

Sejumlah rangsangan yang besar berlomba menurut perhatian. Biasanya manusia dan hewan akan memilih mana yang rangsangan tersebut yang paling menarik dan paling mengesankan. Keterbukaan kita untuk memilih inilah yang disebut dengan atensi atau perhatian. Beberapa psikolog melihat atensi sebagai jenis alat saringan ( filter ), yang akan menyaring semua informasi pada titik yang berbeda dalam proses persepsi.

2.1.1.1.

Jenis Persepsi

Persepsi manusia sebenarnya terbagi menjadi dua 1. Persepsi terhadap objek ( lingkungan fisik )

Merupakan suatu persepsi yang dilakukan melalui lambang-lambang fisik. Dalam mempersepsi lingkungan fisik, kita terkadang melakukan kekeliruan. Indra kita terkadang menipu kita dan melakukan suatu ilusi. Latar belakang


(26)

pengalaman, budaya, suasana psikologis yang berbeda juga membuat persepsi kita berbeda atas suatu objek. ( Mulyana, 2005 : 171 )

2. Persepsi terhadap manusia ( persepsi social )

Persepsi social adalah proses menangkap arti objek-objek social dan kejadian-kejadian yang kita alami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilain terhadap mereka mengandung resiko. Karena setiap orang

memiliki gambaran yang berbeda mengenai realitas disekelilingnya. ( Mulyana, 2005 : 175 )

2.1.1.2.

Sifat-sifat Dunia Persepsi

1. Dunia persepsi mempunyai sifat-sifat ruang. Objek-objek yang dipersepsi itu “meruang”, berdimensi ruang. Kita mengenal relasi-relai serta penentuan-penentuan yang berhubungan dengan ruang atas-bawah, kiri-kanan, depan-belakang, dekat-jauh. Mengenal persepsi ruang ini mengandung persoalan-persoalan psikologis yang penting, terutama penglihatan sifat ruang ( dimensi ketiga ).

2. Dunia persepsi mempunyai dimensi waktu. Dalam hal ini memiliki kestabilan yang luas. Objek-objek persepsi yang kurang lebih bersifat tetap. Namun, kitajuga harus mempersepsi adanya perubahan yang terjadi dalam waktu. Kita


(27)

mengamati lama dan kecepatan. Dan persepsi sendiri juga membutuhkan waktu.

3. Dunia persepsi itu berstruktur menurut berbagai objek persepsi. Berbagai keluhan yang kurang lebih berdiri sendiri menampakkan diri.

4. Dunia persepsi adalah suatu dunia yang penuh dengan arti. Mepersepsi tidaklah sama dengan mengonstartir benda dan kejadian tanpa makna. Yang kita persepsi selalu merupakan tanda-tanda, ekspresi-ekspresi, benda-benda

dengan fungsi, relasi-relai yang penuh arti serta kejadian-kejadian. ( Mulyana, 2005 : 470 )

2.1.1.3.

Proses Persepsi

Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama, yakni :

1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.

2. Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti pengalaman masa lalu, system nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan keceerdasan. Interpretasi juga tergantung pada seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya yaitu, proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana.


(28)

3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.( Sobur, 2003 : 447 )

2.1.1.4.

Proses Terjadinya Persepsi

Proses terjadinya persepsi menurut Alex Sobur, ( 2003 : 449 ) 1. Terjaadinya Stimulasi Alat Indra

Pada tahap pertama, alat-alat indera kita akan dirangsang. Setiap individu

pasti memiliki kemampuan penginderaan untuk merasakan stimulus ( rangsangan ), Walaupun kadang tidak selalu digunakan.

2. Stimulasi Terhadap Alat Indera Diatur

Pada tahap kedua, rangsangan terhadapa alat indera diatur menurut berbagai

prinsip. Salah satu prinsip yang sering digunakan adalah prinsip Proksimitas ( Proximity ) atau kemipripan, sedangkan prinsip lain adalah kelengkapan ( Closure ) atau kita mempersepsikan gambar atau pesan yang dalam kenyataan tidak lengkap sebagai gambar atau pesan yang lengkap. Apa yang kita persepsikan, juga kita tata kedalam suatu pola yang bermakna bagi kita, pola ini belum tentu benar atau salah dari segi objektif tertentu.


(29)

4. Langkah ketiga adalah penafsiran dan evaluasi yang tidak semata-mata didasrkan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, system nilai, keyakinan, keadaan fisik dan emosi pada saat itu, dan sebagainya yang ada pada diri kita. Karena walaupun kita semua sama-sama menerima sebuah pesan, cara masing-masing orang menafsirkan mengevaluasinya adalah tidak sama.

2.1.1.5.

Unsur-unsur Budaya yang Mempengaruhi Persepsi

Larry A. Samovar dan Richard E. Perter mengemukakan enam unsur budaya yang secara langsung mempengaruhi persepsi :

1. Kepercayaan, nilai,sikap

Kepercayaan adalah anggapan subjektif bahwa suatu objek atau peristiwa punya ciri atau nilai tertentu, dengan atau tanpa bukti. Nilai adalah komponen evaluative dari kepercayaan kita, nilai bersifat normative.

2. Pandangan Dunia

Merupakan orientasi budaya terhadap Tuhan, kehidupan, kematian, alam semesta, kebenaran, materi ( kekayaan ), isu-isu fisiologis lainnya yang berkaitan dengan kehidupan. Pandangan dunia mencakup agama dan ideology, ideology-ideologi berbeda juga pnya konsep berbeda mengenai bagaimana hubungan antara manusia satu dengan manusia yang lainnya.


(30)

Maka pandangan dunia merupakan unsure penting yang mempengaruhi persepsi seorang ketika berkomunikasi dengan orang lain, khususnya yang berbeda budaya.

3. Organisasi Sosial

Organisasi-organisasi yang kita masuki, apakah formal atu informal, juga mempengaruhi kita dalam mempersepsi dunia dan kehidupan ini, pada gilirannyamempengaruhi perilaku kita.

4. Tabiat Manusia

Pandangan kita tentang siapa kita, bagaimana atau sifat atau watak kita, juga mempengaruhi cara kitamempersepsi lingkungan fisik dan social kita.

5. Orientasi Kegiatan

Aspek lain yang mempengaruhi persepsi kita adalah pandangan kita tentang

aktivitas. Orientasi ini paling dianggap sebagai suatu rentang dari Being ( siapa seseorang ) hingga Doing ( apa yang dilakukan seseorang ). Dalam

suatu budaya mungkin terdapat dua kecenderungan ini, namun salah satunya dominan.

6. Persepsi Tentang Diri dan Orang Lain

Masyarakat Timur, pada umumnya adalah masyarakat kolektivitas. Dalam diri kolektivitas, diri ( self ) tidak bersifat unik atau otonom., melainkan lebur dalam kelompok ( keluarga, kelompok kerja , klan, suku, bangsa, dan


(31)

sebagainya ), sementara diri dalam budaya individualis ( Barat ) bersifat otonom. ( Mulyana, 2005 : 197 )

2.1.2.

Televisi Sebagai Komunikasi Massa

Komunikasi massa ( mass communication ) di sini ialah komunikasi melalui media massa modern, yang meliputi surat kabar yang mempunyai sirkulasi yang luas, siaran radio dan televisi yang ditujukan kepada umum, dan film yang dipertunjukkan di gedung-gedung bioskop. Menurut Everett M.Rogers, menyatakan bahwa selain media massa modern terdapat media massa tradisional

yang meliputi teater rakyat, juru dongeng keliling, juru pantun, dan lain-lain. ( Effendy, 2000 : 79 )

Media massa sebagai alat terbuka untuk melakukan kegiatan komunikasinya perlu memahami karakteristik komunikasi massa, yakni seperti yang diuraikan dibawah ini :

1. Komunikasi massa bersifat umum

Pesan komunikasi yang disampaikan melalui media massa adalah terbuka untuk semua orang. Meskipun pesan komunikasi massa bersifat umum dan terbuka, sama sekali terbuka juga jarang diperoleh, disebabkan factor yang bersifat paksaan yang timbul karena struktur sosial.


(32)

Perpaduan antara jumlah komunikan yang besar dalam komunikasi massa dengan keterbukaan dalam memperoleh pesan-pesan komunikasi, erat sekali hubungannya dengan sifat heterogen komunikan. Massa dalam komunikasi massa terjadi dari orang-orang yang heterogen yang meliputi penduduk yang bertempat tinggal dalam kondisi yang sangat berbeda, dengan kebudayaan yang beragam, berasal dari berbagai lapisan masyarakat, mempunyai pekerjaan yang berjenis-jenis, maka oleh karena itu mereka berbeda pula dalam kepentingan, standar hidup dan derajat kehormatan, kekuasaan dan pengaruh.

3. Media massa menimbulkan keserempakan

Keserempakan ialah keserempakan dengan sejumlah besar penduduk dalam jarak yang jauh dari komunikator, dan penduduk itu satu sama lainnya berada dalam keadaan terpisah. Ada dua segi penting mengenai kontak yang langsung itu : pertama kecepatan yang lebih tinggi dari penyebaran dan kelangsungan tanggapan, kedua : keserempakan adalah penting untuk keseragaman dalam seleksi dan interprets pesan-pesan.

4. Hubungan komunikator-komunikan bersifat non-pribadi

Hubungan antara komunikator dan komunikan bersifat non-pribadi, karena komunikan anonym dicapai oleh orang-orang yang dikenal hanya dalam peranannya yang bersifat umum sebagai komunikator. Sifat non-pribadi ini timbul disebabkan teknologi dari penyebaran yang missal dan sebagian lagi dikarenakan


(33)

syarat-syarat bagi peranan komunikator yang bersifat umum. ( Effendy, 2000 : 81)

Televisi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah televisi siaran yang merupakan media dari jaringan kominkasi yang dimiliki komunikasi massa yakni : berlangsung satu arah, komunikator melembaga, pesannya bersifat umum, menimnulkan keserempakan, dan komunikasi heterogen.

Televisi merupakan medium komunikasi massa produk revolusi elektronik di abad dua puluh ini telah dipergunakan oleh para negarawan dan tokoh-tokoh masyarakat. Sebagai media massa elektronik televisi mempunyai daya tarik yang kuat, karena memiliki unsure kata-kata, music, sound effect, dan visual berupa gambar, dan gambar ini dapat menimbulkan kesan yang mendalam pada penonton. ( Effendy, 2000 : 177 )

Pengaruh televisi terhadap system komunikasi tidak lepas dari pengaruh aspek-asoek kehidupan pada umumnya. Bahwa televisi menimbulkan pengaruh

terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, banyak yang telah merasakannya. ( Effendy, 2000 : 191 )

Televisi semakin mendominasi komunikasi massa dikarenakan sifatnya yang memenuhi kebutuhan dan keinginan khalayak. Kelebihan televisi dari media massa lainnya, ialah bersifat audio visual, dapat didengar, “ hidup ”


(34)

menggambarkan kenyataan, dan langsung menyajikan peristiwa yang tengah terjadi ke tiap rumah para pemirsa. ( Effendy, 2000 : 314 )

Banyaknya audiens televisi menjadkannya sebagai medium dengan efek yang besar terhadap orang dan kultur dan juga terhadap media lain. Sekarang televisi adalah medium massa dominan untuk hiburan dan berita.

Menurut Michael Novak, televisi adalah pembentuk geografi jiwa.Televisi membangun struktur ekspektasi jiwa secara bertahap. Televisi melakukan hal seperti itu persisi sekolah memberi pelajaran secara bertahap, selama bertahun-tahun. Televisi mengajari pikiran yang belum matang dan mengajari mereka cara berpikir. ( Vivian, 2008 : 226 )

2.1.3.

Pemirsa Televisi Sebagai Khalayak Media

Khalayak dalam komunikasi massa dapat terdiri dari pembaca surat kabar,

pendengar radio, penonton film dan televisi serta pendengar pidato ( rethorika ).Dengan kata lain, khalayak, terutama dalam komunikasi massa

adalah mereka yang menjadi sasaran pesan-pesan yang bersifat umum. Khalayak merupakan orang banyak yang menjadi sasaran pidato atau media massa, yang disebut dengan massa. ( Fajar, 2008 : 155 )


(35)

Pemirsa dan tayangan acara televisi adalah satu mata uang dengan sisi berbeda. Pengkategorian pemirsa oleh pihak televisi maupun lembaga riset untuk kepentingan rating terkadang tidak tepat. ( Kuswandi, 2008 : 4 )

Secara umum massa khalayak memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Jumlah anggotanya relative besar/luas. Suatu khalayak yang kepadanya dikomunikasikan sesuatu, di dalam periode waktu yang pendek dan di mana komunikator tidak dapat berienteraksi dengan anggota-anggota khalayak tersebut secara tatap muka.

2. Bersifat heterogen : anggotanya beraneka ragam pekerjaannya atau kedudukannya di dalam masyarakat berbeda-beda tingkat umurnya, bermacam-macam jenis kelaminnya, tingkat pendidikan, daerah tempat tinggal dan lain-lain.

3. Anonim : bahwa individu-individu dari anggota khalayak itu umumnya tidak dikenal secara pribadi oleh komunikator.( Fajar, 2008 : 156 )

Sesungguhnya televisi merupakan penggabungan antara radio dan film sebab televisi dapat merumuskan suatu peristiwa dalam bentuk gambar hidup dengan suara dan bahkan warna, ketika peristiwa itu berlangsung. Kini jelas, bahwa untuk alat penyalur idea dalam usaha mempengaruhi khalayak dengan jalan menggugah dan menyentuh emosi pikirannya, televisi ini agaknya lebih mempunyai kemampuan yang menonjol dibanding dengan media-media yang lain. ( Fajar, 2008 : 211 )


(36)

2.1.4.

Penggambaran Perempuan

Konsep penting yang perlu dipahami dalam rangka membahas kaum perempuan adalah membedekan konsep seks ( jenis kelamin ) dan konsep gender. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks ( jenis kelamin ). Pengertian jenis kelamin adalah pembedaan terhadap manusia yang didasarkan pada alat-alat biologis yang melekat padanya, misalnya laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala ( kala menjing ), dan memiliki sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, dan saluran melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, memiliki alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan selamanya dan tidak dapat dipertukarkan atau disebut dengan kodrat. Sebagaimana menurut Mansour Fakih ( 2001 : 8 ) sebagai berikut :

“Secara biologis alat-alat tersebut tidak bisa dipertukarkan antara alat biologis yang melekat pada laki-laki dan perempuan. Secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan sebagai ketentuan Tuhan atau kodrat”.

Sedangkan konsep lainnya adalah konsep gender yaitu : sifat yang melekat pada kaum laki-laki maupun kaum perempuan yang dikontruksi secara social cultural, dimana sifat-sifat ini dapat ditukarkan. Masih menurut Mansour Fakih ( 2001 : 8 ), diberikan beberapa contoh :


(37)

“Misalnya, bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat-sifat yang dapat dipertukarkan. Artiya ada laki-laki yang emosional, lemah lembut, keibuan, sementara ada juga perempuan yang kuat, rasional, perkasa”.

Sejarah perbedaan gender ( gender differences ) antara manusia jenis laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Oleh karena itu terbentuknya perbedaan-perbedaan gender dikarenakan oleh banyak hal, diantaranya dibentuk, disosialisasikan, diperkuat, bahkan dikontruksi secara social maupun cultural, melalui ajaran keagamaan maupun Negara.( Fakih, 2001 : 9 )

Konsep perempuan sendiri berasal dari kata empu, bermakna dihargai, dipertuan atau dihormati. Sedang kata wanita, diyakini dari bahasa sansekerta, dengan dasar kata wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti

yang dinafsui atau subjek seks. Kata wanita konon juga bersal dari kata wani ( berani ) dan tapa ( menderita ).( LkiS, 2004 : vi )

Dalam media, terjadi proses diskriminasi dan represi terhadap wacana di dalam ruang public, dimana perempuan sering menjadi korban langsung. Melalui media, perempuan ingin diakui oleh public, tetapi sebaliknya upaya perempuan agar tercapai the status of full speaking subject yaitu status dimana perempuan menjadi kaum yang selalu didengar serta menjadi topic utama telah dihadapkan dengan berbagai keterbatasan bahasa yang disediakan oleh ruang public yang


(38)

didominasi oleh ideology patriarki. Ideologi dimana laki-laki menempati posisi utama diruang domestic ( rumah tangga ) maupun ruang public.

Dengan ruang yang disediakan oleh public, peran perempuan didalam masyarakat yang kerap kita temui adalah perempuan tidak pernah berperan dominan terutama dalam bidang produksi ( ekonomi dan industrialisasi ). Tetapi sebaliknya, ada anggapan bahwa perempuan dianggap marjinal di dalam bidang produksi, karena mereka dominan di dalam “tonton” ( spectacle ). Marjinalisasi perempuan didalam bidang produksi dan dominasi mereka sebagai objek “tontonan” sering menjadi ideology utama media.

Di dalam media cetak terdapat lima kategori penggambaran perempuan ( Tamogala, 1998 : 335-344 ):

1. Kategori Pigura yang mendeskripsikan perempuan sebagai makhluk yang harus selalu memikat, yaitu dengan menonjolkan cirri biologis tertentu seperti buah dada, pinggul, maupun cirri keperempuanan yang dibentuk oleh budaya media, seperti rambut panjang, kulit mulus, betis ramping, dan sebagainya.

2. Kategori Pilar yang mendeskripsikan perempuan sebagai pilar utama rumah tangga yang berakibat pada pembagian wilayah kerja perempuan dan laki-laki berbeda.


(39)

3. Kategori Peraduan yang mendeskripsikan perempuan sebagai objek pemuas laki-laki, khususnya sebagai pemuas hasrat seksual.

4. Kategori Pinggan yang mendeskripsikan bahwa setinggi apapun pendidikan perempuan dan sebesar apapun penghasilannya adalah tetap berada didapur, yaitu mengurus rumah tangga.

5. Kategori Pergaulan yang mendeskripsikan perempuan sebagai makhluk yang dipenuhi kekhawatiran tidak memikat, tidak menawan, tidak presentable, tidak

acceptable, dan sebagainya.

Dalam Kontruksi social, menyebutkan bahwa kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak kecil, sosialisasi tersebut mempengaruhi perkembangan emosi, visi dan ideologi kaum perempuan, serta pembangunan fisik dan biologis mereka. ( Handayani, 2006 : 9 )

Dalam masyarakat patriakal, perempuan ditempatkan dalam posisi sub-ordinasi terhadap pria. Perempuan hanya sebagai objek pelengkap pria. Budaya tersebut sangat luas dianut dalam masyarakat Jawa sehingga mempengaruhi banyak sendi kehidupan. Perempuan akhirnya menjadi warga kelas dua yang terbatas dan hanya berkiprah di wilayah domestic serta dalam posisi yang sub-ordinatif laki-laki. ( Widyatama, 2006 : 9 )

Perempuan tidak dapat secara sederhana dianggap sebagai organisme seksual, sebagaimana secara biologis dikatakan bahwa perempuan memiliki


(40)

tingkat penguasaan dunia berbeda dengan laki-laki, dimana perempuan termanjinalkan oleh spesiesnya ( jenis laki-laki ). ( Mufidah, 2003 : 14 )

Menurut Herbert Rittlinger ( 1972 ) fisik perempuan memiliki daya tarik tersendiri, tidak heran bila manusia menjadi bahan sasaran favorit berbagai pihak dan profesi, baik fotografer, cameramen, pengiklan, pemasaran dan sebagainya. Daya tarik perempuan memang sangat khas, unik, dan spesifik yang tidak bisa ditemui pada manusia berjenis kelamin laki-laki. ( Widyatama, 2006 : 1 )

Secara alamiah, fisik perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, dan mempunyai alat menyusui ( Widyatama, 2006 : 40 )

Eksploitasi perempuan dengan segala stereotip gender tradisional tersebut cenderung mengimplisitkan kualitas pemaknaan yang kitsh ( dangkal ) dan rendah, yang akhirnya menghadirkan konsepsi pemaknaan perempuan tidak lebih sebagai sebuah benda ( bukan makhluk/insani ). Di sinilah tubuh dan semua atribusi “kewanitaan” perempuan dieksploitasi sebagai objek tanda ( sign objek ) dan bukanlah subjek ( Widyatama, 2006 : 6 )

Kaum Perempuan selalu menjadi sasaran intervensi tayangan TV dengan berbagai macam corak ragam acaranya. Kaum perempuan memperlakukan sajian televisi sebagai barang konsumsi indrawi semata ( Kebutuhan fisiologis dan psikologis ).


(41)

Dalam sejarah masyarakat industri, hubungan antara media massa dan perempuan memiliki peran cukup penting. Polemik yang merujuk pada pergeseran makna peran perempuan dalam kehidupan social membawa keterlibatan media massa yang semakin luas dan erat. ( Baria, 2005 : 3 )

 

2.1.4.1.

Budaya dan Perempuan

Budaya visual merupaka tautan wujud kebudayaan konsep ( nilai ) dan kebudayaan materi ( benda ) yang dapat segera ditangkap oleh panca indera visual ( mata), dan dapat dipahami sebagai model pikiran manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. ( Sachari, 2007 : 1 )

Budaya visual melingkupi berbagai aspek yang berkaitan dengan wujud akhir gagasan manusia untuk “mendunia” menjadi eksis dalam bentara peradaban. Fenomena sosial yang mengiringi budaya visual tersebut kini umumnya membaur dengan isu-isu mutakhir yang mengiringi dinamika kebudayaan itu sendiri.

Dalam wacana kebudayaan yang dibentuk oleh proses transformasi yang panjang, dinamika budaya visual kerap terbentuk karena adanya pergeseran nilai yang cenderung memiliki korelasi yang bertautan dengan berbagai wacana kebudayaan yang lebih besar dan luas. ( Sachari, 2007 : 2 )

Setelah mengkaji dan membahas berbagai aspek pembangunan dan kaitannya dengan budaya visual di tanah air, kondisi-kondisi yang kurang menggembirakan dalam berbagai bidang pada hakikatnya telah disadari


(42)

merupakan bagian “rekayasa budaya” dari negara-negara adikuasa. Permasalahan nasional yang dihadapi Bangsa Indonesia ke depan dalam spectrum kebudayaan yang luas sesungguhnya ditentukan oleh mentalitas dan sikap manusia Bangsa Indonesia sendiri. ( Sachari, 2007 : 5 )

Nilai-nilai yang telah menjadi bagian kehidupan masyarakat Indonesia selama bertahun-tahun mengalami “kegoncangan”. Kegoncangan tersebut diakibatkan oleh masuknya kebudayaan asing yang kemudian mendominasi kebudayaan lokal dalam hubungan kekerabatan yang dianggap sebagai system nilai paling mendasar saja terjadi reorentasi baru. ( Sachari, 2007 : 6 )

Dalam proporsi yang amat variatif, perintisan munculnya gaya visual dan nilai ekstereik modern dalam dunia visual di tanah air tidaklah terlepas dari tautan dan peran para seniman asal Belanda. Hal itu yang mendasari tumbuhnya rasa “inferioritas” budaya pada kaum pribumi ketika berhadapan dengan kebudayaan Barat yang telah maju. Masyarakat muda silau dan menerima begitu saja semua hal yang menjadi ikon kemajuan budaya Barat.( Sachari, 2007 : 7 )

Persoalan tubuh perempuan oleh media dianggap sebagai alat yang sangat penting bagi proses sosial dan kelangsungan ekonomi media itu. Tubuh perempuan menjadi daya tarik untuk dijual sebagai sejumlah komoditi, yang oleh media dianggap sebagai nafas kehidupannya. Dari sinilah terlihat bahwa tubuh


(43)

perempuan sengaja dikonstruksi oleh media untuk menjadi alat dalam proses distribusi suatu produk yang dihasilkan media tersebut.

Eksistensi perempuan telah dijadikan salah satu bentuk strategi oleh pengelola program televisi demi keuntungan proses distribusi industri penyiaran itu sendiri. Akibatnya, terjadilah persaingan narasi yang membentuk konstruksi realitas yang beragam bertolak dari homogenisasi wacana yang sama. Perempuan dikonstruksikan sosok tubuh yang “berani” memasuki bidang publik dan melepaskan ikatan tradisonal yang selama ini membentuk struktur sosial audience

media. Sehingga, jika ada perempuan yang mengingkari ikatan tradisional tersebut, maka hal itu akan dijadikan wacana media yang dikontruksi terus menerus.  (http://staff.undip.ac.id/sastra/agusmaladi/2010/05/24/media‐dan‐tubuh‐ perempuan/) 

Hal tersebut bisa menjadikan secara bertahap nilai-nilai tradisi yang telah menjadi kekayaan bangsa Indonesia selama berabad-abad dapat tergeser. Perubahan yang terjadi karena adanya pergeseran nilai tersebut bukannya tanpa dampak negatif, ia secara bertahap dan berlapis membentuk karakter dan

mentalitas baru yang tidak sejalan dengan norma-norma yang ada. ( Sachari, 2007 : 7 )

Perempuan juga tidak boleh dipandang sebagai suatu kategori yang homogen sehingga permasalahannya juga tidak dapat dilihat secara umum. Dan


(44)

yang sekarang dilakukan oleh perempuan yakni berusaha untuk menunjukkan jati diri ke khalayak banyak, memang perempuan dan laki-laki sudah dibedakan sejak lahir secara biologis yang bersifat universal. Tapi sebenarnya perempuan dan laki-laki memiliki kesamaan dalam hal tingkat kecerdasan dan dalam melakukan sesuatu tidak mempunyai perbedaan ( Harijani, 2001 : 2 )

Proses menuju kesadaran gender membutuhkan jangka waktu yang cukup panjang. Karena untuk menciptakan kondisi tersebut memerlukan waktu untuk mengubah pola pikir, sikap, dan perilaku manusia menuju kesadaran yang baru yang disebut dengan kesadaran dan kesetaraan gender. ( Handayani, 2006 : 23 )

Untu membangun kesadaran terhadap perempuan dapat dilakukan melalui proses pendidikan. Pendidikan harus berorientasi pada pengenalan realitas diri manusia dan dirinya sendiri. Pengenalan itu tidak bersifat subjektif atau objektif akan tetapi keduanya.

Perempuan diseluruh dunia telah sepakat melakukan komitmen bersama untuk memajukan persamaan hak. Hal ini terlihat dengan adanya kemauan serta keinginan perempuan yang merasa terpanggil untuk memperjuangkan kaumnya melalui berbagai suatu konferensi dunia tentang perempuan.

Dalam konvensi pada tanggal 18 Desember 1979 Indonesia berpartisipasi dalam usaha internasional menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan karena isi konvensi ini sesuai dengan UUD 1945 dan Pancasila yang


(45)

menetapkan bahwa segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan. Sedang dalam pelaksanaannya, ketentuan dalam konvensi ini wajib disesuaikan dengan tata kehidupan masyarakat yang meliputi nilai-nilai budaya, adat istiadat, norma-norma keagamaan yang masih berlaku dan diikuti secara luas oleh masyarakat Indonesia.( Handayani, 2006 : 33 )

2.1.4

Reality Show

Acara reality atau reality show adalah genre atau acara televisi yang menggambarkan adegan yang seakan-akan benar-benar langsung tanpa scenario, yang dengan pemain umumnya khalayak biasa, bukan pemeran. Acara

documenter dan acara seperti berita dan olahraga tidak termasuk realitas. ( http://id.wikipedia.org/wiki/Acara_realitas )

Dalam penyajiannya acara reality show terbagi menjadi 3 jenis, yaitu: 1. Docusoap ( documenter dan soap opera) yaitu gabungan rekaman asli dan

plot. Disini penonton dan kamera menjadi pengamat pasif dalam mengikuti orang-orang yang sedang menjalani kegiatan sehari-hari mereka, baik yang professional maupun pribadi. Dalam hal ini produser menciptakan plot sehingga enak ditonton oleh pemirsa. Para kru dalam proses editing menggabungkan setiap kejadian sesuai dengan yang mereka inginkan sehingga akhirnya terbentuk cerita berdurasi 30 menit tiap episode.


(46)

2. Hidden Camera yaitu sebuah kamera tersembunyi merekam orang-orang dalam situasi yang sudah di set.

3. Reality game show yaitu sejumlah kontestan yang direkam secara intensif dalam suatu lingkungan khusus guna bersaing memperebutkan hadiah. Fokus dari acara ini para kontestan menjalani kontes dengan tipu muslihat sampai reaksi yang menang dan kalah. ( http://www.scribd.com/ )

Menurut Wells, Burnet and Moriarty ( 1987 : 391 -394 ) ada beberapa unsur-unsur acara yang biasa digunakan dalam suatu acara reality show, yaitu

1. Pemabawa Acara

Pembawa acara adalah orang yang bertugas untuk memandu acara dari awal sampai akhir acara.

Adapun syarat-syarat pembawa acara yakni : 1. Memiliki intelegensi tinggi

2. Berkepribadian dan memiliki sifat yang baik. 3. Berpenampilan atraktif dan simpatik.

4. Memiliki jiwa pemimpin. 5. Berbahasa dengan baik.

6. Berbicara dengan komunikatif. 7. Sabar.


(47)

9. Mempunyai naluri antisipasi yang bak. 10.Memiliki spontanitas yang baik

11.Amemiliki rasa humor yang tinggi 12.Berpengetahuan umum yang luas. 2. Juri

Juri adalah orang yang memberikan penilaian baik berupa masukan, kritik atau pujian. Bahkan seorang juri juga memberikan keputusan siapa peserta yang gugur dalam kontes acara.

3. Peserta

Peserta adalah orang yang mengikuti atau suatu kontes. Dan seorang peserta bisa saja tersingkir atu gugur dalam perlombaan atau kontes tersebut dikarenakan nilai atau penampilan peserta itu buruk.

4. Konsep Acara

Konsep acara adalah rambu-rambu atau tema suatu acara. Konsep acara harus diikuti setiap acara itu berlangsung karena telah disepakati sebelumnya. Sehingga akan sesuai dengan tujuan acara tersebut.

5. Panggung

Panggung adalah tempat dimana peserta menunjukkan kemampuannya sehingga yang disesuaikan dengan konsep acaranya.


(48)

Pencahayaan adalah teknik pencahayaan di studio tempat acara berlangsung, sehingga dapat memberikan kesan mencekam, dramtis dan ceria.

7. Sound Efek

Sound efek adalah bagian aransemen music yang melatar belakangi suatu tampilan aksi di panggung dengan suara yang dihasilkan.

2.1.5

Take Him Out Indonesia

Take Him Out Indonesia merupakan reality show yang bertajuk pencarian jodoh, Take Him Out merupakan versi lain dari Take Me Out Indonesia, program yang tayang perdana 2 Agustus 2009 tayang secara regular setiap Hari Rabu pukul 20.30 WIB program ini dikemas dalam sebuah paket 2,5 jam yang menghibur, lucu dan sangat attractive. Akan ada 30 pria tampan Indonesia, di balik podium set Take Him Out Indonesia, menunggu untuk memilih dan dipilih perempuan impiannya, satu dari tujuh perempuan yang ada. Dengan latar belakang profesi yang berbeda, karakter berbeda dan tipe perempuan pun berbeda, pilihan yang sangat menjanjikan buat para pencari pasangan.

Perempuan-perempuan ’super woman’ telah mempersiapkan diri untuk bertemu sang pangeran. Tidak hanya cantik, mereka adalah perempuan mandiri dan pintar tentunya. Yang berbeda dari Take Me Out Indonesia adalah, di Take


(49)

Him Out Indonesia, perempuan-perempuan cantik ini berhak membuat keputusan. Mereka boleh tidak memilih, meski harus pulang tanpa mendapatkan pasangan.

Beberapa set perkenalan diatur dengan sedemikian rupa, awal adalah tahap untuk perkenalan, peserta perempuan memperkenalkan diri dengan cara menyebutkan identitas dan pekerjaannya, tahap kedua peserta perempuan memperlihatkan berbagai performance atau bakat yang dimiliki oleh masing-masing peserta, tahap ketiga peserta perempuan mengutarakan berbagai pengalaman hidupnya. Dalam setiap tahap pria di balik podium dipersilahkan untuk menentukan pilihan untuk tetap menyalakan lampu ataupun mematikan lampu.

Setelah proses perkenalan tersebut selesai, maka segmen selanjutnya adalah pertanyaan, pertanyaan diajukan oleh peserta perempuan yang ditujukan untuk peserta pria di belakang podium yng lampunya masih menyala. Setelah tersisa satu peserta pria dengan lampu podium yang menyala maka, peserta perempuan dipersilahkan untuk menentukan bersedia menerima ataupun tidak.

Rizal Syahdan dan Yuanita Christiani didaulat untuk membawakan Take Him Out Indonesia, menjadi ikon dari kontestan pria dan perempuan yang tampil maskulin dan cantik tentunya. Pasangan terpilih di Take Him Out Indonesia, akan mendapat wejangan-wejangan dari penasihat cinta, Meike Rose sang fortune teller. Mereka yang telah mendapatkan pasangan di Take Him Out Indonesia


(50)

diharapkan tidak hanya sebatas memiliki ketertarikan satu sama lain, tapi juga memiliki chemistry yang kuat. Hal tersebut yang akan menentukan apakah mereka menjadi pasangan terbaik. Chemistry challenge yang harus dilalui pasangan terpilih akan dinilai oleh Dewan Cinta, dan hanya ada satu pasangan di setiap episodenya, yang berhak mendapatkan hadiah menarik dari Take Him Out Indonesia.

Untuk menjadi kontestan Take Him Out cukup mudah, pria single usia

20-40 tahun, tidak terikat pernikahan dan pastinya menarik secara fisik. ( www.takehimoutindonesia.com )

Dari awal tayang sampai dengan sekarang Take Him Out Indonesia memiliki rating tertinggi dibandingkan dengan acara reality show yang lain. Yakni dengan rating 5,4 dan sharing 20,5. ( http://www.agbnielsen.net )

 

a. Teori Atribusi

Atribusi adalah proses menyimpulkan motif, maksud, dan tujuan

karakteristik orang lain dengan melihat pada perilakunya yang tampak. ( Baron dan Byrne, 1979 ) Rakhmat ( 2002 : 93 ). Teori atribusi dikemukakan

untuk mengembangkan penjelasan mengenai cara-cara kita menilai seorang berlainan, bergantung pada makna, apa yang kita kaitkan pada perilaku tertentu. Pada dasarnya teori itu mengemukakan bahwa apabila kita mengamati perilaku individu, kita berusaha menentukan apakah perilaku tersebut disebabkan oleh


(51)

factor internal ataupun eksternal. Meski demikian, penentuan tersebut sebagian besar tergantung pada tiga factor : ( a ) keunikan, ( b ) consensus, ( c ) konsistensi. ( Robbin, 2008 : 171-172 ).

b. Kerangka Berpikir

Perempuan dalam kontruksi social, menyebutkan bahwa kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak kecil, sosialisasi tersebut mempengaruhi perkembangan emosi, visi dan ideology kaum perempuan, serta pembangunan fisik dan biologis mereka.

Perempuan setidaknya berdiam diri di rumah tapi bukan berarti tidak boleh keluar rumah, perempuan harus memiliki kehormatan dan harga diri yang tinggi, bukan mencari jodoh di luar dan mengeksploitasi diri sehingga dipandang negatif oleh masyarakat.

Kaum Perempuan selalu menjadi sasaran intervensi tayangan TV dengan berbagai macam corak ragam acaranya. Kaum perempuan memperlakukan sajian televisi sebagai barang konsumsi indrawi semata ( Kebutuhan fisiologis dan psikologis ).

Dalam sejarah masyarakat industri, hubungan antara media massa dan perempuan memiliki peran cukup penting. Polemik yang merujuk pada pergeseran makna peran perempuan dalam kehidupan social membawa keterlibatan media massa yang semakin luas dan erat. ( Baria, 2005 : 3 )


(52)

Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atau suatu individu terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak. Proses kognisi dimulai dari persepsi.

Adapun kerangka berpikir tersebut adalah sebagai berikut :

Penalaran

Rangsangan Persepsi Pengenalan Tanggapan

Perasaan


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1.

Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif yang bertujuan untuk menjelaskan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi atau samplingnya sangat terbatas. Jika data sudah terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Di sini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman ( kualitas) data bukan banyaknya ( kuantitas ) data. ( Kriyantono, 2008 : 56 )

Menurut Rakhmat ( 2004 : 24 ), penelitian deskriptif kualitatif ditujukan untuk beberapa hal, diantaranya adalah :

1. Menidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi dan praktek-praktek yang berlaku.

2. Membuat perbandingan atau evaluasi.

3. Mengumpulkan informasi actual secara rinci yang melukiskan gejala yang ada. 4. Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghaadapi masalah yang

sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang akan datang.


(54)

Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan sebuah studi deskriptif untuk menggambarkan persepsi masyarakat terhadap peserta perempuan yang ikut dalam tayangan Take Him Out Indonesia.

3.2.

Definisi Konseptual

3.2.1.

Penggambaran Perempuan

Konsep penting yang perlu dipahami dalam rangka membahas kaum perempuan adalah membedekan konsep seks ( jenis kelamin ) dan konsep gender. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks ( jenis kelamin ). Pengertian jenis kelamin adalah pembedaan terhadap manusia yang didasarkan pada alat-alat biologis yang melekat padanya, misalnya laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memiliki jakala ( kala menjing ), dan memiliki sperma. Sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim, dan saluran melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina, memiliki alat menyusui. Alat-alat tersebut secara biologis melekat pada manusia jenis laki-laki dan perempuan selamanya dan tidak dapat dipertukarkan atau disebut dengan kodrat.

Konsep perempuan sendiri berasal dari kata empu, bermakna dihargai, dipertuan atau dihormati. Sedang kata wanita, diyakini dari bahasa sansekerta, dengan dasar kata wan yang berarti nafsu, sehingga kata wanita mempunyai arti


(55)

yang dinafsui atau subjek seks. Kata wanita konon juga bersal dari kata wani ( berani ) dan tapa ( menderita ).( LkiS, 2004 : vi )

Dalam Kontruksi social, menyebutkan bahwa kaum perempuan harus lemah lembut, maka sejak kecil, sosialisasi tersebut mempengaruhi perkembangan emosi, visi dan ideology kaum perempuan, serta pembangunan fisik dan biologis mereka. ( Handayani, 2006 : 9 )

Perempuan dalam penelitian ini merupakan perempuan yang tidak dapat secara sederhana dianggap sebagai organisme seksual, sebagaimana secara biologis dikatakan bahwa perempuan memiliki tingkat penguasaan dunia berbeda dengan laki, dimana perempuan termanjinalkan oleh spesiesnya ( jenis laki-laki ).

Dalam sejarah masyarakat industri, hubungan antara media massa dan perempuan memiliki peran cukup penting. Polemik yang merujuk pada pergeseran makna peran perempuan dalam kehidupan social membawa keterlibatan media massa yang semakin luas dan erat.


(56)

3.2.2.

Persepsi

Persepsi adalah proses pemahaman ataupun pemberian makna atau suatu individu terhadap stimulus. Stimulus didapat dari proses penginderaan terhadap objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan antar gejala yang selanjutnya diproses oleh otak.

Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan rangsangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi merupakan inti komunikasi, karena

jika persepsi kita tidak akurat, tidak mungkin kita berkomunikasi dengan efektif. ( Mulyana, 2005 : 167 )

Dalam penelitian ini mengkaji bagaimana persepsi masyarakat Surabaya sebagai khalayak pemirsa melihat peserta perempuan yang ikut dalam tayanagan “Take Him Out Indonesia” di Indosiar. Nantinya persepsi pada khalayak yang menonton tayangan “Take Him Out Indonesia” di Indosiar yang diteliti dalam penelitian ini dapat berbeda-beda.

3.3

Unit

Analisis

Penelitian ini hanya difokuskan pada persepsi masyarakat Surabaya tentang peserta perempuan yang ikut dalam tayangan “Take Him Out Indonesia”


(57)

di Indosiar. Tipe penelitian ini digunakan dalam penelitian ini adalah tipe deskriptif dengan menggunakan analisis kualitatif. Tipe penelitian deskriptif adalah sebuah penelitian yang memberikan gambaran atau uraian terhadap suatu keadaan dengan sejernih mungkin tanpa adanya perlakuan terhadap objek yang diteliti ( Kountur, 2003 : 53). Metode penelitian deskriptif berupaya untuk memberikan gambaran tentang suatu fenomena tertentu secara terperinci, sehingga pada akhirnya dapat diperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai fenomena yang sedang diteliti.

Pendekatan yang digunakan dalam peneitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan statistic atau

angka-angka tertentu. Hasil dari penelitian kualitatif ini tidak dapat digeneralisasikan ( membuat kesimpulan yang berlaku secara umum ) atau bersifat universal, jadi

hanya berlaku pada situasi dan keadaan dimana penelitian yang serupa dilakukan ( Kountur, 2003 : 29 )

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigm fenomenologi berangkat dari pola piker subjektivisme, yaitu seseorang memandang sesuatu fenomena tidak hanya berdasarkan gejala yang tampak, tapi berusaha menggali usaha ( memaknai atau mempersepsi ) di balik fenomena tersebut. Selain itu Husserl mengatakan dengan menemukan dunia yang dihayati ( kesdaran ) oleh subjek. Dunia yang dihayati dan strukturnya tersebut hanya bisa


(58)

diamati dengan cara melepaskan diri peneliti dari prasangka-prasangka teoritis yang berasal dari ilmu yang telah dimiliki sebelumnya. ( Berliani, 2003 : 14 )

Dalam penelitian ini, yang diuraikan adalah bagaimana persepsi masyarakat Surabaya terhadap peserta perempuan dalam tayangan “Take Him Out Indonesia” di Indosiar. Dengan menggunakan persepsi, peneliti dapat mengetahui lebih dalam mengenai proses interaksi yang akan muncul dari tidakan individu dimana tidakan tersebut merupakan respon dari apa yang dipikirkannya.

3.4.

Informan

Pada penelitian ini, yang menjadi informan atau subjek penelitian yaitu para informan yang terdiri dari perempuan Surabaya dengan latar belakang yang berbeda, yang pernah melihat tayangan “Take Him Out Indonesia” di Indosiar. Pengumpulan data akan dilakukan berdasarkan jawaban yang diberikan oleh perempuan Surabaya yang tinggal di Surabaya dengan usia 17 tahun keatas karena pada usia ini mempunyai ciri-ciri antara lain yaitu mempunyai inisiatif, mempunyai minat yang luas, mempunyai kebebasan dalam berpikir, mempunyai kepercayaan diri yang kuat, penuh semangat, berani mengambil resiko, berani mengemukakan pendapat dan memiliki keyakinan. ( Desmita, 2005 :179 )


(59)

3.5

Teknik Pengumpulan Data

1. Wawancara

Wawancara adalah percakapan antara periset, seseorang yang berharap mendapatkan informasi dan informan, sesorang yang diasumsikan mempunyai informasi penting tentang suatu objek. ( Berger dalam Krisyantono, 2008 : 98 ). Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara yang dilakukan adalah indepth interview atau wawancara mendalam yaitu suatu cara mengumpulkan data atau informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi ( berulang-ulang ) secara intensif. Yang dibedakan antara responden ( orang yang akan diwawancarai hanya sekali ) dengan informan ( orang yang ingin periset ketahui/pahami dan yang akan diwawancarai beberapa kali ). ( Kriyantono, 2008 : 100 )

2. Observasi

Merupakan kegiatan yang setiap saat kita lakukan. Dengan perlengkapan panca indera yang kita miliki, kita sering mengamati objek-objek disekitar kita. Kegiatan observasi ini merupakan salah satu kegiatan yang kita lakukan untuk memahami lingkungan. Observasi disini diartikan sebagai kegiatan mengamati


(60)

secara langsung tanpa mediator, sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut. ( Kriyantono, 2008 : 108 )

3.6

Teknik Analisis Data

Setelah wawancara dilakukan, peneliti wajib membuat transkip hasil wawancara. Artinya peneliti harus menulis setiap pertanyaan dan jawaban yang dikeluarkan informan ( dari perekam ) serta catatan yang memuat tentang observasi, perasaan dan refleksi diri.

Kemudian barulah peneliti bisa menganalisis data yang sudah masuk. Cara untuk menganalisa data adalah :

1. Mengkategorikan wawancara kedalam sub-topik

Peneliti mengumpulkan dan memilah-milah transkip wawancara tiap informan, kemudian menyatukan dengan data-data informan yang lain yang memiliki topic serupa. Dengan kata lain data-data tersebut dikategorisasikan satu per satu.

2. Menarik Kesimpulan

Menarik kesimpulan tentang keyakinan, sikap dari informan tentang subjek peneliti.


(61)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Dan Penyajian Data 4.1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

4.1.1.1 Gambaran Umum Surabaya

Penelitian dengan judul “Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Peserta perempuan Di Dalam Tayangan “Take Him Out Indonesia” di Indosiar ini dilakukan di kota Surabaya. Kota Surabaya merupakan kota terbesar kedua di Indonesia setelah ibukota Jakarta. Kota Surabaya memiliki kepadatan penduduk dan aktivitas penduduk yang sangat tinggi. Jumlah penduduk di Surabaya seluruhnya adalah 2.852.802 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki 1.446.244 jiwa dan perempuan 1.438.211 jiwa ( http://www.surabaya.go.id/dispenduk)

Peneliti melakukan pengamatan (observasi) dan wawancara mendalam ( In Depth Interview ) di wilayah kota Surabaya merupakan salah satu kota metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jakarta dengan. Kemudian selain itu masyarakat perkotaan seperti Surabaya memiliki ciri-ciri cosmopolitan, yaitu terbuka dengan informasi dengan media massa, aktif, dan bersifat modern.

Karena besarnya wilayah dan besarnya jumlah populasi masyarakat Surabaya, maka tidak semua masyarakat Surabaya menjadi informan pada penelitian ini. Dalam penelitian ini informan adalah yang berusia diatas 17 tahun,


(62)

dengan pertimbangan pada usia ini mempunyai ciri-ciri antara lain yaitu mempunyai inisiatif, mempunyai minat yang luas, mempunyai kebebasan dalam berpikir, mempunyai kepercayaan diri yang kuat, penuh semangat, berani

mengambil resiko, berani mengemukakan pendapat dan memiliki keyakinan ( Desmita, 2005 : 179 )

4.1.1.2 Gambaran Umum Indosiar

PT. Indosiar Karya Media didirikan pada Tahun 1991 dengan nama PT Indovisual Citra Persada dan beroperasi di bidang jasa dan komunikasi.Melalui rekruitisasi perusahaan, perseroan mengubah nama menjaadi PT Indosiar Karya Media pada bulan Agustus 2003 dan menjadi induk perusahaan PT Indosiar Visual Mandiri(anaka perusahaan), yang berusaha di industry pertelevisian berskala nasional.

Anak perusahaan perseroan adalah sebuah stasiun televisis swasta nasional yang berdiri sejak 1991 dan mulai menayangkan program acaranya peda tahun 1995. Pada saat itu anak perusahaan merupakan stasiun televisi swasta nasional ke-5 yang hadir dengan produksi in-house nya yang sangat popouler dan segera meraih perhatian mayoritas pemirsa televisi.

Sebagai stasiun televisi, anak perusahaan menayangkan program-program berkualitas ke seluruh Indonesia dan sangat dikenal sebagai pionir yang


(63)

memproduksi sendiri program-programnya. Program in-house anak perusahaan adalah berbentuk drama seperti ( sinetron, film televisi, dll ) serta program non drama seperti ( program music, variety show, kuis, reality show, dll ).

Berkecimpung dalam industry dengan perusahaan-perusahaan yang pesat, anak perusahaan terus berupaya mengikuti selera penonton dan berinovasi dalam menciptakan program acaranya. Sejumlah program in-house berhasil meraih

rating dan share tinggi antara lain, Akademi Fantasi Indosiar, Mama Mia Show ( keduanya adalah program acara pencarian bakat ) dan yang terkini adalah Take

Me Out dan Take Him Out ( keduanya adalah program acara pencarian jodoh). Acara-acara ini dikenal sebagai yang terdepan dalam genre nya. Untuk menjaga agar tetap menjadi yang terdepan, anak perusahaan secara kontinu mengikuti setiap perubahan selera, keinginan maupun perilaku penonton melalui research and Development. Dengan kemampuan memproduksi program secara cepat sekaligus berkualitas, anak perusahaan dapat segera melakukan penyesuaian terhadap setia perubahan.

Visi dari Indosiar adalah menjadi perusahaan induk opersaional yang memayungi bisnis media informasi, hiburan, dan multimedia berlandaskan semangat memperkukuh integrasi nasional.

Misi dari Indosiar adalah melakukan inovasi dalam berbagai aspek korporasi guna menumbuhkan industry media secara simultan.


(64)

4.1.2 Penyajian Data

Penelitian ini dilakukan selama kurang lebih 6 ( enam ) bulan di kota Surabaya. Sebagaimana telah peneliti tuliskan sebelumnya, subjek penelitian yang dijadikan informan tidak dapat dibatasi atau ditentukan karena analisis yang digunakan adalah kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti berusaha menggambarkan Persepsi Perempuan Terhadap Pesrta Perempuan di dalam Tayangan Acara “Take Him Out Indonesia” di Indosiar, khusunya yang berusia 17 tahun keatas. Data diperoleh dengan melakukan observasi ( pengamatan ) dan In Depth Interview ( wawancara mendalam ) terhadap perempuan yang berusia 17 tahun ke atas yang pernah menonton tayangan “ Take Him Out Indonesia” di Indosiar. Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya dari informan, sedangkan observasi dilakukan untuk mengamati perilaku dan perkembangan dari situasi yang diteliti.. Data yang diperoleh tersebut akan disajikan secara deskriptif dan dianalisa secara kualitatif, sehingga akan didapatkan gambaran jawaban, serta kesimpulan dari pokok permasalah yang diangkat.

4.1.3 Identitas Informan

Dalam penelitian ini yang akan dijadikan informan adalah perempuan Surabaya yang berusia 17 tahun ke atas yang pernah atau sering menonton


(65)

Tayangan “ Take Him Out Indonesia” di Indosiar. Karena seperti yang telah dijelaskan pada usia ini mempunyai ciri-ciri antara lain yaitu mempunyai inisiatif, mempunyai minat yang luas, mempunyai kebebasan dalam berpikir, mempunyai kepercayaan diri yang kuat, penuh semangat, berani mengambil resiko, berani mengemukakan pendapat dan memiliki keyakinan.( Desmita, 2005 : 179 )

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana persepsi sosial dari perempuan yang berusia 17 tahun keatas terhadap tayangan “Take Him Out Indonesia“ di Indosiar. Dimana setiap informan pasti memiliki pengalaman, pendapatan, informasi yang akan diperlukan peneliti dalam menyusun penelitian ini. Berikut ini peneliti mencantumkan tabel dari informan-informan yang telah diwawancarai


(66)

Tabel Nama-nama Informan No NAMA

IFORMAN

JENIS KELAMIN USIA PENDIDIKAN

TERAKHIR

P E K E R J A A N INTENSITAS

MENONTON

DALAM SATU

BULAN

1 ANGGUN PEREMPUAN 21 Th MAHASISWA MAHASISWA

SALES MARKETING BANK 2 KALI 2 IBU SIYANAH

PEREMPUAN 48 Th SMA IBU RUMAH

TANGGA

2-3 KALI

3 WULANDARI PEREMPUAN 26 Th S1 PEKERJA

EKSPEDISI

2 KALI

Sumber : wawancara pada tanggal 02-03 November 2010

Dari tabel diatas diketahui bahwa informan-informan dengan usia yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya akan menghasilkan jawaban-jawaban yang berbeda pula tergantung pada tingkat pengetahuan, kebiasaan, dan pengalaman masa lalu.

4.2 Analisis Data

4.2.1 Persesi Perempuan Surabaya Terhadap Peserta Perempuan Di Dalam Tayangan “Take Him Out Indonesia” Di Indosiar


(67)

Berdasarkan hasil observasi, peneliti menemukan bahwa pada dasarnya persepsi perempuan terhadap peserta perempuan di dalam tayangan “Take him Out Indonesia” di Indosiar dapat dianalisis melalui hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan ketiga informan khususnya yang berusia 17 tahun keatas menyatakan bahwa mereka berasal dari Surabaya.

Ada perbedaan latar belakang pengalaman tersebut pada dasarnya menyebabkan timbulnya persepsi perempuan Surabaya terhadap peserta perempuan di dalam tayangan “Take Him Out Indonesia” yang berbeda pula. Seperti yang dikemukakan oleh Deddy Mulyana dalam bukunya ‘Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar’ ( 2005 : 171 ), bahwa beberapa hal atau faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi pada individu antara lain adalah :

a. Latar belakang pengalaman yang berbeda

Semakin banyaknya pengalaman yang dimiliki akan mempengaruhi persepsi. Hal ini terbukti bahwa pola pikir tiap-tiap informan yang berbeda. Pada informan pertama ( Anggun ) dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi dan pekerjaan yang dimiliki maka ia menyikapi peserta perempuan dalam tayangan Take Him Out Indonesia, menyikapinya dengan realitas pikiran yang terbuka dan mengikuti zaman. Informan kedua ( Ibu Siyanah ) menyikapi peserta perempuan di dalam tayangan Take Him Out Indonesia dengan cara yang masih menyangkut pautkan dengan nilai norma budaya perempuan,


(68)

karena hal tersebut berkaitan dengan factor usia (48 tahun). Lain halnya dengan informan ketiga ( Wulandari ) menyikapi peserta perempuan dalam tayangan Take Him Out dengan cara yang terlontar begitu saja karena hal ini berkaitan dengan kesehariannya yang santai dan ceplas ceplos. Oleh sebab itu tingkat usia serta pengalaman kehidupan sehari-hari yang berbeda akan menimbulkan persepsi yang berbeda pula.

b. Budaya yang berbeda

Ketiga informan memiliki budaya dan tradisi dalam keseharian yang berbeda dalam kehidupan mereka sehari-hari. Pada informan pertama ( Anggun ) menonton televisi dengan intensitas 3 sampai 4 kali dalam sehari namun informan menonton televisi dengan alasan mencari berita, dan informan ini seorang perempuan yang mandiri. Informan kedua ( Ibu Siyanah ) menonton televisi hampir setiap hari dan menonton televisi pada sore hari di saat waktu yang senggang dan sedang santai tidak ada pekerjaan, ibu Siyanah tidak senang bergossip. Dan pada informan ketiga ( Wulandari ) jarang menonton televisi, dan jikapun menonton televisi saat itu adalah waktu yang senggang dan menonton televisi dengan suasana santai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perbedaan budaya juga mempengaruhi persepsi tiap individu.


(69)

Suasana psikologis yang berbeda yang dimaksud adalah pada masa tertentu tiap informan menyukai tayangan Take Him Out Indonesia di Indosiar dengan alasan yang berbeda. Pada informan pertama ( Anggun ) suka dengan tayangan tersebut karena melihat perempuan yang menjadi peserta bisa melatih kepercayaan diri. Pada Informan kedua ( Ibu Siyanah ) kurang suka dengan tayangan dan melihat peserta perempuannya karena para peserta perempuan cenderung mempermalukan dirinya sendiri. Informan ketiga ( Wulandari ) suka dengan tayangan tersebut karena peserta perempuannya dianggap lucu dan menarik, karena aktivitas peserta perempuan diliput dan kocak.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti terhadap tiga orang informan tersebut, menunjukkan bahwa persepsi yang diberikan informan cenderung menerima adanya pergeseran budaya di Indonesia, karena cara berpikir perempuan Surabaya sekarang ini juga mengikuti dengan adanya perkembangan zaman. Tetapi para peserta peremuan dalam tayangan “Take Him Out Indonesia” di Indosiar harus tetap berada dalam norma budaya Indonesia. Dapat terlihat dari penilaian yang diberikan oleh informan.

4.2.2. Persepsi Perempuan Surabaya Mengenai Tayangan Take Him Out Indonesia Di Indosiar


(70)

Reality show dapat diartikan dengan acara yang nyata atau real, reality show merupakan suatu tayangan acara yang menghibur untuk dilihat. Masyarakat beranggapan tayangan acara reality show adalah nyata adanya namun di dalam kenyataanya reality show merupakan hanya suatu drama yang berkonsep. Dan makin kesini reality show dibuat dalam tema suatu pencarian jodoh. Yang biasanya pencarian jodoh dilakukan hanya diam-diam saja tapi sekarang telah ditayangkan secara umum.

Berikut merupakan persepsi sebagian perempuan Surabaya mengenai tayangan acara Take Him Out Indonesia di Indosiar. Berikut merupakan petikan wawancaranya.

Informan pertama Anggun memaparkan persepsinya mengenai tayangan acara Take Him Out Indonesia di Indosiar sebagai berikut :

“Biasa-biasa aja,,

Karena gak ada yang istimewa..

Ya gak ada yang istimewa,,karena tayangan tersebut sama seperti reality show


(71)

Informan kedua Ibu Siyanah memaparkan persepsinya mengenai tayangan acara Take Him Out Indonesia di Indosiar sebagai berikut :

“Persepsi saya biasa saja,, karena zaman sekarang sudah banyak orang

yang berpikir terbuka..

ya,,semua wawasan atau pendapat orang mbak..”

Informan ketiga Wulandari memaparkan persepsinya mengenai tayangan acara Take Him Out Indonesia di Indosiar sebagai berikut :

“Kalau persepsi nya di acara take Him Out,,ya cukup menarik..

ya,,lucu aja tahu liputan kesehariannya,,dan performance para peserta

perempuan yang terkadang aneh..”

Dari ketiga kutipan wawancara yang telah diberikan oleh ketiga informan menganggap tayangan “Take Him Out Indnesia” di Indosiar adalah tayangan yang biasa saja, dan menarik karena beranggapan dengan adanya perkembangan zaman dan berkaitan dengan terbukanya wawasan setiap perempuan di Surabaya. Hal ini berkaitan dengan pengaruh televisi terhadap sistem komunikasi tidak lepas dari pengaruh aspek-asoek kehidupan pada umumnya. Bahwa televisi menimbulkan pengaruh terhadap kehidupan masyarakat Indonesia, banyak yang telah merasakannya. ( Effendy, 2000 : 191 )


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis peneliti mengenai persepsi perempuan Surabaya terhadap peserts perempuan di dalam tayangan acara “Take Him Out Indonesia” di Indosiar dengan menggunakan pendekatan deskriptif melalui teknik wawancara dan observasi, maka disimpulkan

Pencarian jodoh yang dilakukan di suatu ajang acara merupakan suatu hal yang wajar karena, perempuan di Surabaya menilai hal tersebut dilakukan karena keinginan perempuan untuk mendapatkan jodoh. Dan acara ajang pencarian jodoh dalam tayangan acara “Take Him Out Indonesia” di Indosiar merupakan suatu acara yang dapat mendukung keinginan perempuan yang masih lajang untuk mendapatkan pasangan, karena dengan mengikuti acara “Take Him Out Indonesia” di Indosiar merupakan suatu cara untuk mendapatkan pasangan.

Perempuan Surabaya sekarang telah berpikiran lebih terbuka, karena hal tersebut dipengaruhi adanya media massa yang memberikan informasi yang dibutuhkan oleh khalayaknya. Dan perempuan di Surabaya sekarang cenderung menerima adanya pergeseran budaya perempuan di Indonesia, hal ini terbukti karena persepsi informan menyatakan jika perempuan mencari jodoh dengan


(2)

mengikuti tayangan acara “Take Him Out Indonesia” di Indosiar adalah suatu hal yang wajar karena mengikuti zaman modern dan adanya emansipasi wanita.

5.2. Saran

Mungkin masih ada perempuan di Surabaya yang kurang menerima dengan adanya perempuan yang mengikuti ajang pencarian jodoh di “Take Him Out Indonesia” di Indosiar, namun jangan sampai memiliki cara berpikiran yang sempit jika perempuan yang mengikuti ajang pencarian jodoh dalam tayangan acara “Take Him Out Indonesia” di Indosiar telah mengalami pergeseran budaya. Namun sebaiknya perempuan-perempuan khususnya di Surabaya tetap mengkaidahkan norma-norma yang masih melekat di Indonesia yang diturunkan oleh nenek moyang dahulu.

Untuk pihak Indosiar yang memeiliki program tayangan acara “ Take Him Out Indonesia” sendiri sebaiknya tetap konsekuen untuk jam penayangan acara karena masyarakat khususnya di Surabaya bingung, karena jadwal program acara selalu berganti dan tidak tetap.

Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah memfokuskan persepsi perempuan Surabaya terhadap peserta perempuan di dalam tayangan acara “Take Him Out Indonesia” di Indosiar, untuk kedepannya tidak menutup kemungkinan untuk melakukan penelitian tentang persepsi laki-laki di Surabaya terhadap


(3)

peserta perempuan ataupun peserta laki-laki dalam tayanagn acara “ Take him Out Indonesia” ataupun “ Take Me Out Indonesia” di Indosiar guna untuk memperbaiki kekurangan yang mungkin ditemui agar dapat memberikan masukkan dan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu komunikasi pada umumnya.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Baria, Ludfy, 2005, Media Meneropong Perempuan, Jakarta, Konsorsium Suara Perempuan ( KSP )

Mufidah, 2003, Paradigma Gender, Malang, Bayu Media Publishing, 2003

Effendy, Onong Uchjana, 2000, Ilmu, Teori Dan Filsafat Komunikasi, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti

Effendy, Onong Uchjana, 2004, Dinamika Komunikasi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya

Fajar, Marhaeni, 2009, Ilmu Komunikasi Teori Dan Praktik, Yogyakarta, graham Ilmu Handayani, Trisakti, 2006, Konsep Dan Teknik Penelitian Gender edisi revisi, Malang,

UMM Press

Harijani, Doni Rekro, 2001, Etos Kerja perempuan Desa, Realisasi Kemandirian Dan

Produktivitas Ekonomi, Yogyakarta, Philosophy Press

Kuswandi, Wawan, 2008, Komunikasi massa: Analisis Interaktif Budaya Massa, Jakarta, Rineka Cipta

Mulyana, Deddy, 2005, Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya,

Rakhmat, Jalaludin, 2005, Psikologi Komunikasi edisi revisi, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya


(5)

Riswandi, 2009, Ilmu Komunikasi, Yogyakarta, Graha Ilmu dan Universitas Mercu Buana

Sachari, Agus, 2007, Budaya Visual Indonesia, Jakarta, Penerbit Erlangga

Shaleh, Abdul Rahman, 2009, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Persepektif Islam, Jakarta, Kencana Prenada Media Group

Sobur, Alex, 2003, Psikologi Umum Dalam Lintas Sejarah, Jakarta, CV. Pustaka Setia Soekanto, Soerjono, 2005, Sosiologi Sutu Pengantar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada Vivian, John, 2008, Teori Komunikasi Massa, Jakarta, Prenada Media Group

Widyatama, Rendra, 2006, Bias Gender Dalam Iklan Televisi, Yogyakata, Penerbit Media Pressindo

Robbins, P. Stephen, 2006, Perilaku Organisasi, Jakarta, PT. Macanan Jaya Cemerlang

Non Buku :

www.takehimoutindonesia, 21.00, 16 September 2010 http://www.scribd.com/, 22.28, 15 September 2010 http://www.agbnielsen.net, 22:36, 15 September 2010 http://www.ubb.ac.id, 22: 48, 15 September 2010

Sarashati Hutami Putri, 0643010066, Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Orang Yang Memakai Busana Muslim

Fara Fardaya, 0543010322, Opini Mahasiswa Ilmu Komunikasi Di Surabaya Terhadap Tayangan Acara “ Take Me Out Indonesia” Di Indosiar


(6)

Yosep Priyo Santoso, 9943010144, Penggambaran Perempuan

Angga Yan Wiryatmoko, Representasi Perempuan Dalam Karya Fotografi Rubrik Ruangganti + Halaman 64-65 Majalah a+ Edisi Mei 2004


Dokumen yang terkait

Tayangan “Take Me Out Indonesia” Dan Persepsi Karyawan USU(Studi Korelasional Tentang Tayangan “Take Me Out Indonesia” di Indosiar Dan Persepsi Karyawan Biro Rektor USU Medan Dalam Pemilihan ‘Pasangan Hidup’)

3 99 154

PERSEPSI ANGGOTA POLWIL TENTANG PROGRAM ACARA DATING SHOW ”TAKE ME OUT INDONESIA“ DI INDOSIAR(Studi pada Anggota Samapta Polwil Malang Angkatan 2007)

0 4 2

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PEREMPUAN BERTATO (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Masyarakat Terhadap Perempuan Bertato).

4 8 92

PERSEPSI REMAJA SURABAYA TERHADAP TAYANGAN KOREAN WAVE DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Remaja Surabaya Terhadap Tayangan Korean Wave Sebagai Budaya Populer di Indosiar).

1 3 129

PERSEPSI REMAJA SURABAYA TERHADAP TAYANGAN KOREAN WAVE DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Remaja Surabaya Terhadap Tayangan Korean Wave Sebagai Budaya Populer di Indosiar).

0 0 129

OPINI MASYARAKAT TENTANG TAYANGAN BERITA KRIMINALITAS PADA TAYANGAN “PATROLI” DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Opini Masyarakat Di Surabaya Tentang Berita Kriminalitas Pada Tayangan Patroli di Indosiar).

0 1 81

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PESERTA PEREMPUAN DI DALAM TAYANGAN ACARA TAKE HIM OUT INDONESIA DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Tentang Persepsi Perempuan Surabaya Terhadap Peserta Perempuan Dalam Tayangan Acara Take Him Out Indonesia Di Indosiar)

0 0 20

OPINI MASYARAKAT TENTANG TAYANGAN BERITA KRIMINALITAS PADA TAYANGAN “PATROLI” DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Opini Masyarakat Di Surabaya Tentang Berita Kriminalitas Pada Tayangan Patroli di Indosiar) SKRIPSI

0 0 18

PERSEPSI REMAJA SURABAYA TERHADAP TAYANGAN KOREAN WAVE DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Remaja Surabaya Terhadap Tayangan Korean Wave Sebagai Budaya Populer di Indosiar)

0 0 25

PERSEPSI REMAJA SURABAYA TERHADAP TAYANGAN KOREAN WAVE DI INDOSIAR (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Persepsi Remaja Surabaya Terhadap Tayangan Korean Wave Sebagai Budaya Populer di Indosiar)

0 0 25