Keterkaitan antarunsur Intrinsik KAJIAN TEORI

yang direpresikan dapat masuk ke dalam kesadaran. Dengan menyelidiki aktifitas yang menyibukkan subjek pada hari sebelumnya, analisis mimpi dapat mengartikan mimpi sebagai keinginan tak sadar yang muncul dalam kesadaran. Jadi dengan kata lain mimpi merupakan perealisasian suatu keinginan. Selain mempunyai makna, mimpi juga mempunyai fungsi. Mimpi berfungsi sebagai pelindung tidur. Hal tersebut dilaksanakan dengan dua cara; di satu pihak dengan mengintegrasikan faktor-faktor dari luar yang dapat mengganggu tidur seseorang dan di lain pihak dengan memberikan kepuasan kepada keinginan- kinginan yang telah direpresi atau tidak sempat dipuaskan dalam kenyataan. Jika faktor-faktor dari luar menjadi terlalu kuat, maka akan terjadi apa yang disebut Freud sebagai aurosal dreams mimpi-mimpi yang berakhir membangunkan kita. Jika keinginan-keinginanmenjadi terlalu kuat, sensor akan kewalahan dan seseorang akan mengalami mimpi buruk. Jenis mimpi yang mendapat perhatian khusus Freud adalah mimpi buruk pada pasien-pasien neurosis. Jika mimpi tersebut dipelajari maka kita akan mendapat kesan bahwa Ego pasien yang telah terkejut oleh peristiwa traumatis yang mengakibatkan neurosis, seolah-olah akan ditakutkan dan ingin mengalami kembali traumatisme agar dapat menguasai dan menghindari traumatisme baru di masa mendatang. Untuk menafsirkan mimpi, orang harus menelusuri proses terbentuknya mimpi dalam jurusan yang berlawanan. Degan bertolak dari sisi yang terang, orang harus kembali ke pikiran-pikiran tersembunyi yang telah didistorsi oleh sensor. Setelah melewati berbagai sensor, seseorang dapat memperlihatkan keinginan yang telah direpresi. Meskipun demikian tidak boleh dilupakan bahwa mimpi merupakan suatu produk ketidaksadaran dan harus diperlakukan demikian.

3. Seksualitas

Freud dalam Bertens, 2006: 20 menekankan bahwa seksualitas seorang manusia mempunyai riwayat panjang yang sudah dimulai dari kelahiran. Seksualitas pada anak kecil mula-mula berkisar pada dirinya sendiri otoerotisme dan lama-kelamaan mencari objek diluar dirinya sendiri. Objek seksual pertama yang dipilih adalah ibunya sendiri, dalam hal ini Freud menebutnya dengan “kompleks Oidipus”. Inti kompleks ini adalah bahwa keinginan erotis anak laki- laki terarah pada ibunya, sedangkan permusuhan dilontarkan kepada ayah yang dianggap sebagai saingan. Freud menggarisbawahi ambivalensi perasan yang menyertai kompleks Oidipus. Artinya bahwa cinta kepada ibu bisa saja berbarengan dengan agresivitas, sedangkan benci terhadp ayah dapat tercampur dengan simpati. Dalam hal ini anak laki-laki juga mengalami keinginan feminin yang pasif terhadap ayahnya, akibatnya akan menganggap ibunya juga sebagai saingan. Perlu ditekankan bahwa semuanya berlangsung pada taraf tak sadar. Freud melukiskan kompleks Oidipus dari sudut anak laki-laki, tetapi ia berpendapat bahwa hal yang sama berlaku juga bagi anak perempuan. Kompleks Oidipus berlangsung hingga anak berusia enam tahun, kemudian dilanjutkan dengan periode latensi atau periode teduh. Selama periode ini terbentuk rasa malu dan aspirasi-aspirasi moral serta estetis. Periode ini berlangsung cukup panjang hingga masa pubertas. Pada masa pubertas seksualitas terbentuk kembali tetapi