Anak Usia Sekolah Dasar Masa Kanak-Kanak Akhir 1. Ciri Masa Kanak-Kanak Akhir

46 pertanyaan sehingga anak memahami hal yang salah dan benar dalam interaksinya terhadap orang lain agar tidak menimbulkan kerugian bencana. Siswa kelas IV di SD Umbulharjo 2, Cangkringan, Sleman selalu berpartisipasi dalam menjaga lingkungan mereka agar tidak terjadi bencana contohnya mengikuti kegiatan reboisasi, tidak membuang sampah sembarangan, melakukan kerja bakti setelah erupsi Merapi di sekolah, berpartisipasi menolong teman saat terjadi bencana empati. Hal ini diperkuat oleh pendapat SwanStapp 1978, perilaku moral manusia terhadap lingkungan akan mencapai tingkatan partisipasi jika telah melewati tingkatan kesadaran, pengetahuan,sikap dan keterampilan pada manusia. Melalui permainan APE mitigasi bencana didapat menumbukan pengetahuan, sikap dan keterampilan terhadap bencana sehingga menumbuhkan kesadaran terhadap bahaya bencana hal itu akan mencapai tingkat partisipasi. Tingat pasrtisipasi aktif yang dilakukan secara terus menerus akan menumbuhkan budaya sadar bencana. Budaya sadar bencana yang ditumbuhkan sejak dini akan menciptakan spontanitas dalam menghadapi bencana.

4. Kegiatan Bermain Pada Masa Kanak-Kanak Akhir

Kegiatan bermain pada masa kanak-kanak akhir lebih sedikit dibanding priode masa kanak-kanak awal karena tuntutan pendidikan sekolah. Pada proide ini permainan berubah dari tidak formal menjadi formal. Maksudnya di priode sebelumnya permainan bersifat spontan 47 dan informal tanpa menggunakan tempat dan waktu, sedangkan priode masa kanak-kanak akhir tahap bermain menjadi formal seperti ditentukan waktu dan tempat tertentu untuk bermain serta perlunya peralatan yang digunakan untuk bermain. Selain itu, anak mulai sadar baik anak laki-laki maupun anak perempuan mulai sadar kesesuaian jenis permainan dengan kelompok seksnya. Menurut Dian 2013: 46-47 kegiatan bermain menurut jenisnya dibagi menjadi dua yaitu bermain aktif dan bermain pasif. Bermain aktif terdiri dari bermain menggantimenyelidiki, bermain konstruktif, bermain drama dan bermain bola, tali sedangkan bermain pasif antara lain melihat dan mendengarkan. Biasanya bermain pasif dilakukan apabila anak mulai lelah saat bermain dan mebutuhkan sesuatu hal untuk mengatasi kebosanan. Salah satu ciri khas masa kanak-kanak akhir adalah anak suka membentuk kelompok sebaya untuk bermain bersama. Permainan yang disukai anak pada tahap ini cenderung kegiatan bermain yang berkelompok. Permainan dilakukan menjelajah ke tempat yang belum pernah dikunjungi karena rasa ingin tahu yang tinggi. Permainan APE mitigasi bencana disesuaikan dengan tahap perkembangan anak, permainan ini mengkombinasikan permainan aktif dan pasif. Terdapat aturan menata puzzle, mempraktekan kegiatan penyelamatan yang termasuk jenis permainan aktif dan membaca kartu pertanyaan, dan kartu pertanyaan bank soal serta 48 mendengarkan intruksi pendamping yang merupakan jenis permainan pasif. Permainan ini dilakukan secara berkelompok, tidak bisa dimainkan secara individu. Idealnya permainan ini dimainkan 2-4 orang, hal ini sesuai dengan ciri khas masa kank-kanak akhir yang suka membentuk kelompok sebaya.

5. Perubahan-Perubahan Kepribadian Masa Kanak-Kanak Akhir

Perubahan kepribadian masa kanak-kanak akhir sangat dipengaruhi oleh lingkungan, terutama lingkungan keluarga, teman sebaya dan sekolah. Pemahaman anak terhadap diri sendiri semakin berkembang dan perubahan-perubahan dalam gender dan perkembangan moral semakin memadai perkembangan anak selama masa kanak-kanak akhir. Pada masa sekolah dasar pemahaman diri mengalami perubahan sangat pesat, Santrock dalam Samsunwiyati 2009 memaparkan pemahaman diri dapat dilihat tiga karakteristik yaitu: karakteristik internal, karakteristik aspek-aspek sosial dan karakteristik perbandingan sosial. Selain itu sesuai dengan perkembangan kognitif yang semakin matang, anak sudah mampu mengendalikan tingkah lakunya karena berangsur-angsur mampu memahami sikap motivasi orang tua dan memahami aturan-aturan keluarga. Anak yang berada pada masa kanak-kanak akhir meluangkan lebih dari 40 waktunya untuk berinteraksi dengan teman sebaya Samsunwiyati: 2009. Anak pada 49 masa ini mengagumi tokoh-tokoh terkenal seperti tokoh dalam sejarah dan artis yang diidolakan.

6. Pentingnya Pendidikan Bencana bagi Masa Kanak-Kanak Akhir

Pendidikan pengurangan risiko bencana di tingkat sekolah dasar membantu anak-anak memainkan peran penting dalam penyelamatan hidup dan perlindungan anggota masyarakat pada saat kejadian bencana. Terselenggaranya pendidikan pengurangan risiko bencana di Sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan isu tersebut ke dalam lingkungan masyarakat. Berdasarkan Taksonomi Bloom kemampuan berpikir anak pada masa ini sudah pada tingkat mengingat, memahami hingga menerapkan. Hal ini sangat tepat apabila dibelajarkan tentang pendidikan pengurangan risiko bencana agar mudah diterapkan pada saat pra bencana, saat terjadi bencana maupun pasca terjadinya bencana. Pendidikan risiko bencana yang sudah disesuaikan dengan perkembangan anak meliputi, menumbuhkan pengetahuan, kesadaran, sikap dan partisipasi. Pendidikan pengurangan risiko bencana berarti upaya untuk menanamkan atau menciptakan budaya sadar bencana. Budaya sadar bencana tercipta karena pembiasaan di lingkungan keluarga, maupun di lingkungan sekolah atau lingkungan tempat tinggal. Budaya sadar bencana akan menjadi bagian hidup manusia apabila telah melewati pembelajaran dan pembiasaan. Pembiasaan yang dilakukan pada masa kanak-kanak akhir akan lama tersimpan di 50 ingatan jangka panjang dan menjadi hal yang spontanitas menghadapi bencana. Melalui APE mitigasi bencana ini, penyampaian materi pengurangan bencana sesuai dengan tujuan, dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan saat menghadapi bencana. Permainan yang menggunakan metode bermain sambil belajar akan menciptakan pembelajaran bermakna. Pembelajaran yang bermakna tentang pengurangan risiko bencana bertujuan menanamkan budaya sadar bencana dengan cara menyenangkan sehingga pembiasaan sadar bencana akan tersimpan di ingatan dan menjadikan hal yang spontanitas dalam menghadapi bencana. C. Perkembangan Alat Permainan Edukatif Mitigasi Bencana 1. Tinjauan tentang Bermain, Permainan dan Alat Permainan Seiring dengan pesatnya perkembangan ilmu psikologi dan perkembangan anak, maka bermain merupakan kebutuhan dan pengalaman belajar yang berharga. Dulu adanya anggapan bermain merupakan hal yang menyanakan akan tetapi bermain yang dianggap hal yang menyita banyak waktu sehingga lebih baik melakukan sesuatu yang berguna.Tetapi saat ini bermain merupakan hal yang sangat berguna. Karena bermain dianggap dapat menjadikan anak menjadi orang sosial. Kegiatan bermain diharapkan mempersiapkan anak dalam mengarungi kehidupan karena bermain merupakan pengalaman belajar yang berharga. 51 Tokoh yang mengawali pentingnya anggapan bermain adalah seorang filsuf Yunani yang bernama Plato. Sejurus kemudian munculah para filsuf lain dan tokoh reformasi pendidikan yang sepakat pentingnya bermain yang disesuaikan dengan minat dan pentingnya bermain sambil belajar seperti Aristoteles, Rousseau hingga Frobel. Teori-teori yang dihasilkan oleh para ahli sangat beragam dan dikelompokkan menjadi dua yaitu teori klasik dan teori modern yang dirangkum oleh Martuti 2008 sebagai berikut: Tabel 1. Teori-Teori Klasik Tentang Bermain Teori Penggagas Tujuan Bermaian Teori Surplus Energi Friedrich Schiller Mengeluarkan energi bermaian Teori Rekreasi Moritz Lazarus Memulihkan Tenaga Teori Rekapitulasi G.Stanley Hall Memperkuat insting nenek moyang Teori Praktis Karl Gros Memperkuat insting yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup mendatang. Tabel 2. Teori-Teori Modern Tentang Bermain Teori Peran Bermaian dalam Perkembanagan Anak Psikoanalisis Bermaian dapat mengatasi pengalaman traumatic karena dengan bermaian anak dapat mengeluarkan semua pengalaman negatif sehingga timbul perasaan lega. Kognitif-Jean Piaget Dengan bermaian anak tidak mempraktikan sesuatu yang baru tetapi mereka belajar mempraktikkan dan mengonsolidasi keterampilan yang baru diperoleh. Kognitif-Lev Vygotsky Dengan bermaian anak dapat memajukan berpikir abstrak, belajar dalam kaitan ZPD, serta pengaturan diri. 52 Kognitif -Bruner Bermaian sebagai sarana untuk mengembangkan kreativitas dan fleksibelitas. Kognitif-Smith Singer Dengan bermaian dapat memudahkan transformasi simbolik kognisi anak sehingga dapat meningkatkan flesibilitas mental mereka. Adapun kaitan penelitian ini dengan teori-teori yang dikemukakan para ahli di atas yaitu pengembangan Alat Permainan Edukatif APE mitigasi bencana ini di pengaruhi teori klasik tentang bermain yang dikemukakan oleh Karl Gros dengan tujuan bermain yaitu memperkuat insting yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup mendatang. Mengingat Alat Permainan Edukatif APE mitigasi bencana ini ditujukan untuk anak usia 8 tahun hingga 10 tahun masa kanak-kanak akhir, anak merupakan aset pembangunan dan masa depan bangsa sehingga harus dilindungi dari berbagai ancaman bencana. Diperlukan adanya media pembelajaran yang mengaitkan materi mitigasi bencana dengan teori bermain yang dapat menumbuhkan insting yang dibutukan untuk kelangsungan hidup mendatang. Ditinjau dari teori modern tentang bermain, permainan ini dipengaruhi oleh pendapat yang dikemukakan Lev Vygotsky yaitu dengan bermain anak dapat memajukan berpikir abstrak, belajar dalam kaitan ZPD serta pengaturan diri. Hal ini dapat dilihat dari teori belajar yang melandasi Alat Permainan Edukatif APE mitigasi bencana yaitu permainan ini dapat menciptakan pengetahuan aktual ZPD yang berupa tahap potensial terealisasikan pada pelakunya, permainan ini memfasilitasi pemisahan antara makna dan objek yang merupakan 53 kesiapan berpikir abstrak, permainan ini dapat mengembangkan penguasaan diri dimana anak akan bertindak tidak sembarangan dan sesuai dengan hal yang dicontohkan. Definisi bermain sangat beragam, sesuai hasil penelitian para ahli. Salah satunya adalah Hurlock 1999:320 bermain merupakan kegiatan yang dilakukan untuk kesenangan yang ditimbulkannya tanpa mempertimbangkan hasil akhir dan dilakukan secara suka rela tidak ada paksaan. Martuti 2008: 37 memiliki pendapat lain tentang bermaian yaitu bermain merupakan sarana untuk menggali pengalaman belajar yang sangat berguna untuk anak, misalnya menambah perbendaharaan kata, menyalurkan perasaan-perasaan yang tertekan, pengalaman membina hubungan dengan sesama. Definisi bermain dapat ditarik kesimpulan dari kedua ahli tersebut bahwa bermain merupakan kegiatan suka rela yang dapat menggali pengalaman belajar yang sangat berguna bagi anak untuk menyalurkan perasaannya tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Kegiatan bermain dapat memberikan manfaat dalam perkembangan anak. Manfaat bermain menurut Mayke 2001 dapat mengembangkan aspek fisik, aspek motorik kasar dan halus, aspek sosial, aspek emosi dan kepribadian, serta aspek kognisi, untuk mengasah ketajaman pengindraan untuk mengembangkan keterampilan olahraga dan menari, sebagai media terapi dan sebagai media intervensi. Dapat dikatakan kegiatan bermain dapat meningkatkan 54 kemampuan dan pengetahuan anak menuju tingkat perkembangan selanjutnya. Namun, satu jenis kegiatan bermain hanya memfasilitasi beberapa perkembangan saja. APE mitigasi bencana yang dikembangkan hanya memfasilitasi perkembangan anak pada masa operasional konkret yaitu umur 7 tahun atau 8 tahun sampai 12 tahun. Adapun pendapat Dian Adriana 2013: 50-51 mengenai manfaat bermain yaitu: a. Membuang energi ekstra b. Mengoptimalkan pertumbuhan seluruh bagian tubuh seperti tulang, otot, dan organ-organ. c. Aktivitas yang dilakukan dapat meningkatkan nafsu makan anak. d. Anak belajar mengkontrol diri. e. Berkembangnya berbagai keterampilan yang akan berguna sepanjang hidupnya. f. Meningkatkan daya kreativitas. g. Mendapatkan kesempatan untuk menemukan arti dari benda- benda yang ada disekitar anak. h. Cara untuk mengatasi kemarahan anak, kekhawatiran, iri hati dan kedukaan. i. Kesempatan untuk belajar bergaul dengan orang atau anak lainnya. j. Kesempatan untuk menjadi pihak yang kalah ataupun yang menang dalam bermain. Manfaat bermain yang didapat dalam permainan APE mitigasi bencana yaitu anak belajar mengkontrol diri, berkembanganya keterampilan dapat berguna sepanjang hidupnya, mendapatkan kesempatan untuk menemukan arti apa yang terjadi di sekitar anak, cara mengatasi kekhawatiran, kedukaan, iri hati dan kebencian, kesempatan bergaul dengan orang lain serta kesempatan untuk menjadi pihak kalah ataupun menang dalam permainan. 55 Dalam Panney Upton 2012, sejumlah ahli mengkasifikasi jenis permainan yaitu klasifikasi soal permainan, klasifikasi berdasarkan aktivitas bermain dan klasifikasi-klasifikasi alternatif. Klasifikasi bermainan dapat dilihat pada tabel 3: Tabel 3. Klasifikasi Permainan Menurut Para Ahli Klasifikasi Sosial Permainan Parten 1. Permaianan tanpa terokupasi, gerakan yang terarah,tak berbuat apa-apa,jalan- jalan,melihat kesana kemari,bermaian-main dengan badan sendiri. 2. Permainan seorang diri, anak asyik bermaian tanpa memperhatikan lingkungan sekitar. 3. Permainan penonton, anak menunjukkan letertarikan pada permaianan anak-anak lain namun tidak mengikuti. 4. Permaianan bersama, anak tidak terlibat secara aktif namun menirukannya. 5. Permainan Asosiatif,anak lebih tertarik pada anak-anak lain katimbang maianan mainan yang mereka gunakan. 6. Permaianan kerjasama, aktivitas bermain terorganisasi. Klasifikasi Berdasarkan Aktivitas Bermain Fein 1. Permaianan fungsional yaitu aktivitas-aktivitas fisik seperti memantulkan bola, bermaian kasar atau berguling. 2. Permaianan konstruktif yaitu membangun dan membuat sesuatu seperti menggambar dan mewarnai. 3. Permaianan sosiodrama seperti bermain peran atau “berpura-pura menjadi” 56 Klasifikasi Alternatif Cailois 1. Agon Yunani : permaianan kompetisi setiap orang mempunyai kebutuhan untuk menonjol dalam suatu bidang tertentu. 2. Alea Latin: dadu tidak tergantung kekuatan sendiri tetapi karena sifat kebetulan seperti main judi, mengadu nasib. 3. Mimicry Yunani: menirukan lepas dari diri sendiri dengan menjadi orang lain, berbuat seakan-akan melebihi keterbatasan sendiri. 4. Ilin Yunani: pusaran permaianan yang mengandung bahaya misal autocroos , naik gunung , banji jumping. Definisi permainan dalam Kamus Bahasa Indonesia 1995: 614 permainan yaitu perbuatan bermain. Artinya, permainan adalah kegiatan bermain yang menimbulkan kesenangan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Permainan bersifat mendewasakan karena dengan bermain melatih pribadi yang siap menerima kekalahan. Melalui bermain seseorang belajar banyak tantangan kehidupan baik belajar sosialisasi keberanian, kemandirian, kepemimpinan dan tanggung jawab. Alat permainan juga berkaitan dengan teori bermain dan permainan, alat permainan berguna untuk mengembangkan berbagai aspek perkembangan. Semakin pesat perkembangan ilmu pengetahuan berdampak pada alat permainan. Dapat dibuktikan di sekililing kita dimana era teknologi mendominasi alat permainan, alat permainan 57 seperti klereng, karet lompat tali dan bekel mulai ditinggalkan. Anak beralih ke alat permainan modern seperti video yang bersifat adu ketangkasan, game online. APE mitigasi bencana ini disebut dengan alat permainan edukatif yaitu alat permainan yang dirancang untuk tujuan pendidikan.

2. Pengetian Alat Permaian Edukatif

Perlu dibedakan antara alat permainan edukatif dengan alat permainan. Anggani Sudono 2006: 7 mendefinisikan alat permainan adalah semua alat bermain yang digunkan oleh anak untuk memenuhi naluri bermainnya dan memiliki berbagai macam sifat seperti bongkar pasang, menglompokkan, memadukan, mencari padananya, merangkai, membentuk, mengetok, menyempurnakan satu desain atau menyusun sesuai dengan utuhnya. Alat permainan diciptakan tidak lepas dari kebutuhan dan temuan-temuan muthakir oleh teori bermain. Dalam perkembangannya, istilah bermain ini seringkali dilengkapi menggunakan istilah Edukatif sehingga menjadi Alat Permainan Edukatif APE. Pernyataan Mayke 2001 mengenai definisi APE yaitu alat yang sengaja dirancang secara khusus untuk kepentingan pendidikan. Artinya alat permainan edukatif ini dirancang dengan pemikiran mendalam tujuannya ketika menggunakan alat permainan edukatif, alat permainan edukatif tersebut mampu mengembangkan penalarannya serta alat 58 permainan tersebut dapat digunakan anak secara terampil sehingga anak dapat menggunakan sesuai kehendak dan pemikiran serta berimajinasi. APE mitigasi bencana diciptakan tidak lepas dari kebutuhan yang diperlukan di SD Negeri Umbulharjo 2, Cangkringan, Sleman. Berdasarkan temuan di lapangan yang diperoleh dari hasil wawancara dan observasi peneliti menyimpulkan dibutuhkan rancanagan pembelajaran yang melibatkan siswa dan bermakna bagi siswa yaitu media yang memudahkan siswa belajar, menyenangkan dan tidak membosankan. Hal tersebut berkaitan dengan teori bermain dalam pendidikan. Mayke 2001 memaparkan ciri alat permainan edukatif dirancang secara khusus untuk kepentingan pendidikan. Ciri alat permainan edukatif sebagai berikut: a. Dapat digunakan dalam berbagai cara, maksudnya dapat dimainkan dengan macam-macam tujuan, manfaat dan menjadi macam-macam bentuk. b. Ditunjukkan terutama untuk anak-anak usia pra sekolah berfungsi mengembangkan sebagai aspek perkembangan kecerdasan dan motorik anak. c. Segi keamanan sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun penggunaan cat warna. d. Sifatnya konstruktif. Ciri dan pengertian alat permainan edukatif tersebut menunjukkan bahwa pada perkembangan dan pemanfaatannya tidak semua alat permainan yang digunakan anak tidak dirancang secara khusus untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak, artinya APE merupakan alat yang dirancang dan dimanfaatkan untuk 59 kepentingan pembelajaran agar pembelajaran lebih menyenangkan. Sesuai dengan definisi APE menurut Direktorat PADU, Depdiknas 2003 mengartikan APE sebagai “ segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sarana atau peralatan untuk beermain yang mengandung nilai edukatif pendidikan dan dapat mengembangkan seluruh kemampuan anak”. Berdasarkan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa perbedaan alat permainan yang biasa dengan alat permainan edukatif adalah alat permainan edukatif mengandung unsur pembuatan perencanaan. Pembuatannya memperhatikan karakteristik anak dan mengaitkan pada perkembangan berbagai aspek perkembangan anak. Dapat disimpulkan perbedaan alat permainan edukatif dengan alat permainan biasa yaitu tujuannya, jika alat permainan edukatif dibuat untuk tujuan pendidikan. Permainan biasa dibuat untuk kepentingan bisnis tanpa mempertimbangkan unsur pendidikan.

3. Fungsi dan Tujuan Alat Permainan Edukatif

Alat permaian edukatif berperan sebagai media anak untuk mengembangkan seluruh panca indranya secara aktif dalam upaya optimalisasi perkembangan. Perkembangan anak memiliki aspek seperti aspek agama, moral, sosial, bahasa, kognitif, fisik-motorik, seni dan lain-lain. Alat permainan edukatif memiliki fungsi dalam mendukung proses penyelenggaraan belajar anak sehingga kegiatan 60 dapat berlangsung dengan baik, menyenangkan dan memberikan makna yang berkesan bagi anak. Para ahli memiliki pendapat lain tentang fungsi bermain. Mayke 2005 memaparkan setiap alat permaian edukatif dapat difungsikan secara multiguna. Artinya, satu APE dapat meningkatkan lebih dari satu aspek perkembangan meskipun tiap APE memiliki kekhususan aspek perkembangan. Anggani Sudono 2000: 7 mengatakan bahwa alat permainan edukatif berfungsi untuk mengenali lingkungan dan membimbing anak mengenali kekuatan maupun kelemahan dirinya. Semakin sering bermain atau melakukan permainan yang menyenangkan akan meningkatkan aktivitas sel otak anak. Badru Zaman 2006 memaparkan fungsi alat permainan edukatif yaitu: a. Menciptakan situasi bermain belajar yang menyenangkan bagi anak dalam proses pemberian perangsangan indikator kemampuan anak. b. Menumbuhkan rasa percaya diri dan membentuk citra diri anak yang positif. c. Memberikan stimulus dalam pembentukan perilaku dan pengembangan kemampuan dasar. d. Memberikan kesempatan anak bersosialisasi, berkomunikasi dengan teman sebaya. Alat permainan edukatif memiliki tujuan. Adapun tujuan alat permainan edukatif yang dijabarkan oleh Badru Zaman adalah: a. Memperjelas materi yang diberikan. b. Memberikan motivasi dan merangsang anak untuk berekplorasi dan bereksperimen dalam mengembangkan berbagai aspek perkembangannya. c. Memberikan kesenangan pada anak dalam permainan. 61 Supriyadi 2009 menjelaskan tujuan alat permainan edukatif yaitu: a. Penggugah perhatian, minat dan motivasi untuk mengikuti kegiatan belajar. b. Medium pengembangan nalar, kreativitas anak seperti berpikir, manganalisa, memecahkan masalah sendiri serta sistematis dan logic. c. Memberikan rasa nyaman dan kesenangan dalam belajar. Sesuai dengan fungsi yang dipaparkan oleh Anggani Sudono bahwa alat permainan edukatif berfungsi untuk mengenali lingkungan, materi dalam APE mitigasi bencana merupakan bencana alam yang sering terjadi di daerah. Melaui APE mitigasi bencana anak mengenal bencana yang terjadi di daerahnya dan mengerti apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana. Semakin sering anak menggunakan permainan ini akan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan anak tentang bencana. Tujuan APE mitigasi bencana tidak lepas dari apa yang dipaparkan oleh Badru Zaman yaitu meperjelas materi pengurangan risiko bencana yang dijelaskan, memberikan motivasi dan merangsang anak untuk bereksplorasi dalam menjawab pertanyaan dan berpendapat setelah menyusun puzzle dan berkesperimen dalam mengembangkan berbagai aspek perkembangannya. Peraturan permainan yang ada dalam APE mitigasi bencana serta pemberian reward berupa Medali “Aku Siap, Aku Siaga” sebagai pemenang dapat memberikan kesenangan pada anak dalam bermain . 62

4. Pembelajaran Melalui Alat Permainan Edukatif

Pembelajaran melalui Alat Permaian Edukatif memiliki kelebihan dan kelemahan. Adapun kelebihan Alat Permainan Edukatif yang dijabarkan oleh Badru Zaman 2010 adalah: a. Permainan adalah sesuatu yang menyenangkan untuk dilakukan,sesuatu yang menghibur dan menarik. b. Permainan memungkinkan adanya partisipasi aktif dari siswa untuk belajar. c. Permainan dapat membrikan umpan balik langsung. d. Permainan memungkinkan siswa untuk memecahkan masalah- masalah nyata. e. Permainan memberikan pengalaman-pengalaman nyata dan dapat diulang sebanyak yang dikehendaki, kesalahan- kesalahan operasional dapat diperbaiki. f. Membantu siswa dapat meningkatkan kemampuan komunikatifnya. g. Permainan bersifat luwes, dapat dipakai untuk berbagai tujuan pendidikan. Permainan dapat dengan mudah dibuat dan diperbanyak. Badru Zaman 2000 juga memaparkan kelemahan dalam alat permainan edukatif penggunaan alat permainan edukatif menarik bagi anak untuk dimainkan, tetapi hal tersebut bisa menjadi hal buruk karena anak lebih tertarik pada kegiatan permainnanya dari pada upaya untuk mendapatkan hasil. Dapat dikatakan, antusiasme anak meraih prestasi hanya sebagai antusiasme emosional hal ini mengakibatkan anak terlalu asyik bermain dan lupa waktu. Heinich dkk 1996: 327 memaparkan kelebihan alat permainan edukatif yaitu : 1 Permainan merupakan metode menarik yang digunakan dalam proses pembelajaran. 2 Permainan menciptakan suasana yang rileks dan menyenangkan. 63 3 Permainan akan menjaga ketertarikan siswa dalam melakukan atau mengerjakan tugas yang berulang-ulang karena permainan akan membuat suasana bosan menjadi sesuatu yang menyenangkan. Heinich juga memaparkan beberapa kekurangan alat permainan edukatif yaitu : a Kompetisi dalam permainan bisa menjadi konta produktif untuk anak yang kurang berminat dalam berkompetisi atau yang lemah dalam pemahaman materi yang sedang diajarkan. b Tanpa pengawasan dan menejemen yang baik, maka pembelajaran akan larut dalam kesenangan bermain dan gagal untuk mencapai tujuan pembelajaran yang sebenarnya. c Berkaitan dengan pembelajaran berarti permainan harus tetap dalam konteks pembelajaran dengan memberikan praktek atau materi kecakapan akademis, berarti permainan harus didesain sedemikian rupa sehingga tujuan dari pembelajaran sebenarnya tercapai. Heinich menambahkan bahwa kekurangan menggunakan Alat Permainan Edukatif APE dapat diminimalisir apabila menejemen dan koordinasi yang baik serta menggunakan strategi motivasi jika permainan tersebut menggunakan sistem pendamping.

D. Teori Belajar yang Melandasi Pengembangan APE Mitigasi Bencana 1. Behavoristik

Menurut pandangan teori behavoristik dalam Asri 20:2004 Teori behavoristik adalah teori belajar yang menekankan pada tingkah laku manusia, serta memandang individu sebagai makhluk reaktif yang memeberikan respons terhadap lingkungan. Belajar menurut pandangan behavoris adalah konsekuensi dari suatu perilaku tersebut akan terjadi pengulangan atau tidak. Jenis konsekuensi yang diterima 64 bisa berdampak menangguhkan rainforce atau memperlemah punishment terhadap sesuatu perilaku. Hal yang dapat menangguhkan adalah adanya penghargaan sehingga dapat meningkatkan frekuensi perilaku tertentu, sedangkan untuk hukuman punishment dimaksud untuk memperlemah atau menekan suatu perilaku, sehingga perilaku yang menimbulkan hukuman itu diharapkan tidak akan terulang lagi dimasa berikutnya dan justru pemberian hukuman ini akan memotivasi untuk memperbaiki kesalahan. Permainan ini dilandasi oleh teori behavoistik dimana ketika siswa mampu menjawab akan mendapatkan koin biru reward dan siswa yang tidak mampu menjawab akan mendapatkan koin merah punishment. Tujuan pemberian hukuman dalam permaianan ini bukan untuk memeperlemah satu perilaku akan tetapi pemberian hukuman berupa koin merah untuk memotivasi siswa agar memperbaiki kesalahan. Sesuai dengan pendapat Guthrie dalam Siregar 2010 bahwa pemberian hukuman memegang peran penting dalam proses belajar, sebab jika diberikan pada saat yang tepat mampu merubah kebiasaan seseorang. Teori behavoristik memandang pembiasaan dan disiplin menjadi sangat penting dalam belajar sehingga pembelajaran banyak dikaitkan dengan disiplin. Kegagalan atau ketidak mampuan dalam menambah pengetahuan diartikan sebagai kesalahan yang perlu mendapatkan hukuman dan keberhasilan diartikan sebagai bentuk perilaku yang 65 pantas diberikan hadiah. Dalam permainan APE mitigasi bencana menggunakan aturan yang terstruktur yang tersaji dalam buku paduan langkah-langkah penggunaan APE mitigasi bencana. Teori behavoristik memandang pengetahuan telah terstruktur rapi dan teratur. Pebelajar dihadapkan pada penggunaan-penggunaan aturan yang jelas yang ditetapkan terlebih dahulu secara ketat. Ketaatan dalam aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan. Permainan ini menggunakan pendamping yang bertugas sebagai pengontrol, intruksi permainan juga sebagai penanam konsep pengurangan risiko bencana dan membenarkan jawaban siswa yang salah. Menurut Asri 2004: 28 teori behavoristik memandang bahwa siswa atau peserta didik adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan sehingga kontrol belajar harus dipegang oleh sistem yang ada di luar diri siswa. Permainan ini menggunkan proses evaluasi untuk mengetahui tingkat pengetahuan kesadaran serta sikap pada kesiapsiagaan terhadap bencana. Evaluasi dalam APE mitigasi bencana dapat diartikan sebagai kegitan penilaian ketercapaian tujuan. Bentuk evaluasi dalam permainan ini berupa evaluasi hasil dari berakhirnya permainan. Evaluasi hasil berasal dari penjumlahan penambahan poin reward dan pengurangan poin punishment. Anak dengan pemilik skor paling tinggi sebagai pemenang dan dianggap sebagai anak yang siap siaga terhadap bencana. Hal ini sesuai dengan pendapat Asri 2004: 29 bagi teori 66 behavoristik evaluasi belajar dipandang sebagai bagian terpisah dari kegiatan pembelajaran dan biasanya dilakukan setelah selesai kegiatan belajar serta teori ini menekankan evaluasi pada kemampuan secara individual.

2. Sosiokultur

Terbentuknya teori sosiokultur karena adanya pendapat dari Piaget dan Vygotsky. Piaget dalam Asri 2004 memandang belajar ditentukan karena adanya karsa individu artinya berasal dari individu itu sendiri. Siswa berinteraksi dengan lingkungan sosial yaitu teman sebayanya dibanding dengan orang-orang yang lebih dewasa. Penentu utama terjadinya belajar adalah individu yang bersangkutan siswa sedangkan lingkungan sosial sebagai pendukung. Keaktifan siswa menjadi penentu utama dan jaminan kesuksesan belajar. Penataan kondisi hanya sekedar memudahkan belajar. Perkembangan kognitif merupakan proses genetik yang diikuti adaptasi biologis dengan lingkungan sehingga terjadi ekulibrasi. Untuk mencapai ekulibrasi dibutuhkan proses adaptasi akomodasi dan asimilasi. Implementasi pendapat Piaget dalam APE mitigasi bencana adalah permainan dilakukan berkelompok dan untuk umur 7 tahun ke atas. Manfaat pembenatukan kelompok sangat mendorong perkembangan kognitif siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget dalam Asri 2004 perkembangan kognitif terjadi dalam interaksi antara 67 siswa dengan kelompok sebaya dari pada dengan orang-orang yang lebih dewasa. Ahli psikologi Vygotsky dalam Asri 2004 memandang jalan pikir dapat dimengerti dengan cara menelusuri asal usul tindakan sadarnya dan interaksi sosial aktivitas bahasa yang digunakan yang dilatari sejarah hidupnya. Peningkatan fungsi-fungsi mental bukan berasal dari individu itu sendiri melainkan berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya. Kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan keterampilan dan nilai-nilai sosial budayanya. Siswa memperoleh berbagai pengetahuan dan keterampilan melalui interaksi sehari-hari baik lingkungan sekolah maupun keluargannya secara aktif. Menurut Vygotsky dalam Asri 2004 perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang surut dengan teori sociogenesis. Artinya, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognisi seseorang dapat terjadi melalui kolaborasi antara satu generasi keluarga dengan lainnya. Maksudnya, proses-proses perkembangan mental seperti ingatan, perhatian dan penalaran melibatkan pembelajaran dengan orang-orang yang ada di lingkungan sosialnya. Implementasi teori sosiokultur ke dalam APE mitigasi bencana yaitu dilihat dari aturan permainan bahwa permainan ini tidak bisa dilakukan secara individu. Permainan ini terlaksana apabila dimainkan lebih dari satu orang. Materi yang ada terkait dengan lingkungan tempat 68 tinggal siswa, sehingga isu tentang pengurangan risiko sangat mendukung dibicarakan di lingkungan tempat tinggal atau di lingkungan keluarga. Vygotsky dalam A.Martuti 2012 menyatakan dalam bermain akan mempengaruhi perkembangan anak melalui tiga cara yaitu: 1. Melalui bermain akan menciptakan suatu kemampuan aktual diantara hal tersebut bisa disebut Zone of Proximal Development ZPD. Dengan ZPD ini kemampuan yang awalnya berupa tahap potensial terealisasikan terhadap pelakunya. 2. Bermain memfasilitasi sparasi pemisahan pikiran dan objek sanksi. Pemisahan antara makna dan objeknya merupakan kesiapan berpikir abstrak. 3. Bermain akan mengembangkan penguasaan diri, anak akan bertindak dalam sekenario dan tidak dapat sembarangan. Dalam permainan ini menggunakan peran pendamping yang bertugas membenarkan jawaban fasilitator yang salah serta mengontrol intruksi permainan, sesuai dengan aplikasi teori sosiokuktural dalam pendidikan. Hal tersebut dibenarkan oleh Thobrani 2011 fungsi pendampingorang dewasa bukan narasumber sepenuhnya dalam pembelajaran, pendamping lebih berperan sebagai mediator, motivator, fasilitator atau tutor. Peran aktif siswa sangat diharapkan sedangkan pendamping membantu perilaku siswa dengan cara menanyakan kembali hal yang berkaitan dengan materi pengurangan risiko bencana. 69

E. Komponen dan Konsep Pengembangan APE mitigasi bencana untuk Kelas IV

Komponen dan konsep yang dimaksud sebagi hal-hal yang merupakan tinjauan khusus untuk mengaitkan satu sama lain variabel secara teoritis. Komponen dan konsep yang dimkasud bertujuan untuk mendukung pembuatan prototype Alat Permainan Edukatif APE.

1. Komponen Pengembangan APE mitigasi bencana untuk Kelas IV.

Dalam makalahnya Badru Zaman 2006 mengatakan bahwa pembuatan Alat Permainan Edukatif harus memenuhi syarat. Persyaratan tersebut meliputi syarat edukatif, syarat teknis, syarat estetika. Penjabaran syarat-syarat tersebut sebagai berikut: a. Syarat Edukatif Pembuatan harus disesuaikan dengan program pendidikan yang berlaku sehingga pembuatannya dapat membantu tujuan yang diharapkan dalam pembelajaran. b. Syarat Teknis Syarat teknis pembuatan APE harus memperhatikan pemilihan bahan, kualitas bahan, pemilihan warna, keawetan bahan dan suhu- suhu tertentu. c. Syarat Estetika Syarat estetika berkitan dengan keindahan alat permainan edukatif yang dibuat. Unsur keindahan atau estekika sangat penting untuk diperhatikan karena karena dapat memotivasi anak dan manarik perhatian anak. APE mitigasi bencana yang layak dirancang tidak lepas dari persyaratan yang dijabarkan oleh Badru Zaman. Syarat edukatif meliputi materi pengurangan risiko bencana yang diintegrasikan dalam APE mitigasi bencana. Syarat teknis memperhatikan kualitas 70 bahan, APE mitigasi bencana dibuat dengan bahan kayu sengon agar APE mitigasi bencana tahan dalam suhu apapun. Pemilihan warna yang seimbang disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak sehingga menarik. Permainan ini dibuat dengan bentuk heksagonal dan dapat dilipat serta mudah dibawa agar dapat dimainkan dimana saja. Anggani Sudono 2006 menjelaskan bahwa pembuatan APE harus mempertimbangkan beberapa hal: 1 Ketetapan alat dan waktu penggunaan sesuai dengan karakteristik anak. 2 Bahan dan alat yang digunakan untuk permainan. 3 Kriteria keamanan yang harus dipertimbangkan. Adapun Komponen pengembangan APE mitigasi bencana yaitu: a Tujuan pengembangan berdasarkan tujuan pembelajaran pendidikan pengurangan risiko bencana di Sekolah untuk kelas IV. b Mengimplementasikan materi pengurangan risiko bencana dalam bentuk alat permainan edukatif. c Aktivitas bermain sambil belajar dikemas sesuai prinsip dan proses pendidikan pengurangan risiko bencana di Sekolah yang telah tercantum dalam GBIM yang di buat oleh Tim Konsorium Bencana. 71 d Bahan dan alat yang digunakan sesuai dengan kebutuhan lapangan. e Terdapat sistem evaluasi dari pengembangan ini.

2. Konsep Pengembangan APE mitigasi bencana

a. Prinsip desain pesan pembelajaran. b. Konsep bentuk permainan: Eko Nugroho 2008: 8 permainan papan yang bersifat pembelajaran membutuhkan pemikiran logis. Beberapa permainan yang berhubungan dengan ruang dapat menyalakan antusiasme siswa. Selain itu, permainan papan di waktu luang memiliki risiko lebih rendah terserang deminia penurunan fungsi otak. c. Konsep warna dan gambar: kesesuaian warna dalam pembuatan APE dapat ditinjau dari klasifikasi warna yang dijabarkan oleh Phillips dalam Sudatha Tangeh: 2009 sebagai berikut: Tabel 4. Klasifikasi warna menurut Phillips Klasifikasi Warna Warna Primer = Warna Dasar Warna pokok yang tidak bisa dibentuk oleh warna lain contoh : Merah, Biru Kuning. Warna Sekunder Warna percampuran dari warna primer. Warna Tersier Warna percampuran dari warna primer dan warna sekunder. Tahap perkembangan APE mitigasi bencana berdasarkan pengembangan Borg Gall seta Dick and Carey. Tahap perkembangan Brog Gall yang dijabarkan oleh Enzir 2008: 271 diuraikan sebagai berikut: 72 1. Melakukan penelitian pendahuluan dan pengumpulan informasi kajian pustaka, pengematan kelas dan lingkungan sekolah, serta wawancara dengan kepala sekolah, guru kelas IV sekaligus koordinator SSB dan siswa kelas IV. 2. Melakuakan perencanaan pendefinisian keterampilan bermaian, perumusan tujuan dan kriteria kelayakan produk. 3. Mengembangkan bentuk awal dan menyiapkan bahan dan alat yang akan digunakan sesuai dengan materi. Permainan dan aturan APE mitigasi bencana, penyusunan buku paduan, perlengkapan evaluasi, perlengkapan permainan. 4. Melakukan validasi ahli materi dan ahli media terhadap produk awal. 5. Melakukan revisi produk awal. 6. Melakukan uji coba lapangan terbatas meliputi pengumpulan data wawancara, data observasi dan penilaian siswa tentang pengembangan APE. 7. Melakukan revisi terhadap produk yang berpedoman dari saran hasil uji coba lapangan terbatas. 8. Melakukan uji coba lapangan lebih luas yang meliputi pengumpulan data wawancara, data observasi dan panilaian siswa tentang pengembangan APE. 9. Melakukan revisi terhadap produk akhir berpedoman pada kritik dan saran dari hasil uji coba lapangan lebih luas. 73 10. Melakukan uji coba lapangan operasional. Uji coba lapangan diharapkan dapat mengasilkan produk akhir yang layak untuk diterapkan, baik dilihat dari subtansi dan metodologi. 11. Melakukan uji coba pelaksanaan di kelas VIb secara bersama untuk mengetahui kelayakan produk, dengan memberikan soal untuk mengetahui kemampuan awal siswa, selanjutnya siswa menggunakan APE mitigasi bencana setelah permainan berakhir selanjutnya siswa diberikan soal untuk mengetahui pemahaman akhir siswa setelah menggunakan APE mitigasi bencana. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui produk tersebut layak untuk digunakan sebagi alternatif media dalam pembelajaran pendidikan pengurangan risiko bencana. Tahap perkembangan dari Dick and Carey menurut Enzir 2008: 275 sebagai berikut: a. Mengidentifikasi tujuan intruksional umum standart kompentensi. b. Melakukan analisis pembelajaran c. Mengidentifikasi karakteristik dan perilaku awal siswa. d. Merumuskan tujuan pembelajaran e. Mengembangkan instrumen penilaian f. Mengembangakn strategi pembelajaran g. Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran h. Merancang dan melaksanakan evaluasi formatif 74 i. Merevisi pembelajaran j. Merancang dan melaksanakan evaluasi sumatif Penelitian pengembangan menurut Dick Carey yaitu mengidentifikasi tujuan intruksional standart kompetensi, melakukan analisis pembelajaran, mengidentifikasi karakteristik siswa , merumuskan tujuan pembelajaran.

3. Software yang Digunakan dalam Pengembangan APE mitigasi bencana.

APE mitigasi bencana memiliki tampilan fisik yang dapat didesain dengan perangkat lunak software komputer atau perangkat teknologi lainnya. Perangkat lunak yang digunakan adalah perangkat lunak yang memiliki program grafis Corel Draw, Adobe Photoshop dan program pendukung lainnya karena program tersebut memiliki fungsi mengolah material warna, gambar maupun bentuk. Lebih baik apabila mendesain alat permainan edukatif menggunakan komputer atau leptop yang sudah berkapasitas radeon graphics. Program grafis dan komputer jenis radeon graphics sangat membantu dalam penelitian ini.

F. Pengembangan Alat Permainan Edukatif dalam Teknologi Pendidikan

1. Kedudukan APE mitigasi bencana dalam Teknologi Pendidikan Barbara B. Seels Rita C. Richey 1994:25 memaparkan definisi tahun 1994 merumuskan lima bidang garapan domain bagi