PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF KARTU “KEJUJURAN” UNTUK SISWA KELAS 2 SD 1 PATALAN JETIS BANTUL.

(1)

i

PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF

KARTU “KEJUJURAN” UNTUK SISWA KELAS 2 SD 1 PATALAN JETIS BANTUL

SKRIPSI

Ditunjukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Latif Ihfani NIM 12105241017

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN JURUSAN KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

iii

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti tata penulisan karya ilmiah yang berlaku.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam halaman pengesahan adalah asli. Jika tidak asli, maka saya siap menerima sanksi ditunda yudisium pada periode berikutnya.

Yogyakarta, 14 November 2016

Penulis,

Latif Ihfani


(4)

(5)

v MOTTO

“Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabrani dan Daruquthni)


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur skripsi ini penulis persembahkan kepada orang tua dan keluarga saya yang selalu menyayangi, mendoakan, mendukung, dan


(7)

vii

PENGEMBANGAN ALAT PERMAINAN EDUKATIF

KARTU “KEJUJURAN” UNTUK SISWA KELAS 2 SD 1 PATALAN JETIS BANTUL

Oleh Latif Ihfani NIM 12105241017

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menghasilkan Alat Permainan Edukatif (APE) kartu “kejujuran” yang layak untuk untuk siswa kelas dua SD 1 Patalan Jetis Bantul. Media ini diharapkan mampu menjadi media penunjang pendidikan karakter terutama sikap kejujuran dalam kehidupan sehari-hari

Jenis penelitian ini adalah penelitian Research and Development

dengan menggunakan modifikasi model Borg & Gall dan Dick & Carey. Langkah-langkah dalam penelitian ini ada delapan yaitu (1) penelitian dan pengumpulan informasi awal; (2) perencanaan; (3) pengembangan, (4) uji coba awal; (5) revisi produk awal; (6) uji coba lapangan; (7) revisi produk utama; (8) uji coba operasional; (9) revisi produk akhir. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas dua SD 1 Patalan Jetis Bantul. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah wawancara, pengamatan, dan angket.

Hasil penelitian ini adalah Alat Permainan Edukatif (APE) kartu “kejujuran” untuk siswa kelas dua SD 1 Patalan Jetis Bantul yang layak digunakan sebagai media penunjang pendidikan karakter terutama sikap kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Kelayakan media dibuktikan dengan hasil uji validasi materi (4, 3) dan uji validasi ahli media (3, 95). Penilaian kelayakan media juga diperkuat dengan hasil uji coba lapangan awal melibatkan 5 siswa. Hasil uji coba lapangan awal diperoleh persentase sebesar 85,7% sehingga memenuhi kriteria layak. Uji lapangan utama melibatkan 10 siswa diperoleh presentase 82,85%, sedangkan hasil uji coba operasional melibatkan 21 siswa dan memperoleh presentase 85,7%. Selain itu, siswa mengalami perkembangan pengetahuan tentang apa itu kejujuran setelah menggunakan kartu “Kejujuran” dengan skor akhir 85,7% dengan skor sebelum menggunakan Kartu “Kejujuran” hanya 59%. Hasil keseluruhan penilaian uji coba Alat Permainan Edukatif (APE) kartu “kejujuran” ini layak digunakan sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan pemahaman tentang nilai kejujuran.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan karunia–Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Selama penulisan skripsi ini mulai dari awal sampai ahkhir, banyak sekali pihak yang membantu, hingga skripsi ini terselesaikan. Untuk itu atas segala bentuk bantuanya, disampaikan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang telah memberikan izin untuk menyusun skripsi ini.

3. Ketua Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan FIP UNY yang telah memberikan dukungan dan pengarahan.

4. Prof. Dr. C. Asri Budiningsih, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan ilmu, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. 5. Dian W, M.Pd, selaku ahli validasi Instrumen dan ahli Media yang telah

memberikan masukan dan penilaian sehingga menjadi layak digunakan sebagai media pembelajaran.

6. Dr.Wuri Wuryandani, S.Pd., M.Pd, selaku ahli validasi materi yang telah memberikan masukan dan penilaian materi pada Kartu “Kejujuran” ini sehingga menjadi layak digunakan sebagai media pembelajaran.

7. Musidi, S.Pd selaku Kepala SD 1 Patalan Jetis Bantul yang telah memberikan izin untuk penelitian.

8. Lenny Ceicilia, M. Pd selaku guru kelas 2 di SD 1 Patalan Jetis Bantul yang telah memberikan masukan tentang materi untuk Kartu “Kejujuran” ini. 9. Orang tua yang tiada henti memberikan dukungan dan do’a setiap saat. 10.Teman-teman Teknologi Pendidikan 2012 yang sudah banyak membantu. 11.Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, dan tidak dapat


(9)

ix

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya bagi penulis dan pembaca pada umumnya.

Yogyakarta, 14 November 2016 Penulis,

Latif Ihfani


(10)

x

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan Pengembangan ... 9

F. Manfaat Pengembangan ... 9

G. Spesifikasi Produk ... 10

H. Pentingnya Pengembangan ... 13

I. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan ... 13

J. Definisi Oprasional ... 15

BAB II KAJIAN TEORI A. Pendidikan Karakter ... 16

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 16

2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter ... 19


(11)

xi

B. Kajian Tentang Kejujuran dan Kebohongan ... 26

1. Kajian Tentang Kejujuran ... 26

2. Kajian Tentang Kebohongan ... 28

3. Materi Kejujuran untuk Siswa Sekolah Dasar kelas 2 ... 31

C. Karakteristik Siswa kelas 2 ... 32

1. Perkembangan Kognitif Siswa SD ... 32

2. Perkembangan Sosial-Emosional Siswa SD ... 34

D. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran ... 36

1. Pengertian Media Pembelajaran ... 36

2. Ciri-Ciri Media Pembelajaran ... 37

3. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran ... 38

4. Klasifikasi Media Pembelajaran ... 41

5. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran ... 43

E. Alat Permaian Edukatif ... 44

1. Pengertian Alat Permainan Edukatif ... 44

2. Fungsi Alat Permainan Edukatif ... 49

F. Kajian Tentang Kartu “Kejujuran” ... 51

1. Pengertian Kartu ... 51

2. Contoh Media Pembelajaran dengan kartu... 51

3. Kajian Kartu “Kejujuran” ... 52

4. Manfaat Kartu Kejujuran ... 53

5. Kelebihan Kartu Kejujuran ... 53

6. Teori Belajar yang Melandasi Pengembangan Kartu “Kejujuran” ... 53

G. Kedudukan Penelitian pada Garapan Teknologi Pendidikan .... 56

H. Penelitian yang Relevan ... 58

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 61

B. Prosedur Penelitian Pengembangan ... 62

C. Tempat dan Waktu Penelitian ... 70


(12)

xii

E. Subyek Uji Coba... 71

F. Jenis Data... 71

G. Metode dan Instrumen Pengumpulan Data ... 72

H. Langkah-langkah Pengembangan Instrumen ... 73

I. Tekhnik Analisis Data ... 81

J. Kriteria Kelayakan Produk ... 86

BAB IV HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 87

1. Hasil Pengumpulan Data ... 87

2. Hasil Perencanaan ... 89

3. Pengembangan ... 91

4. Hasil Uji Coba Awal ... 100

5. Hasil Revisi Produk Awal ... 101

6. Hasil Uji Coba Lapangan ... 102

7. Hasil Revisi Produk Utama ... 103

8. Hasil Uji Coba Operasional ... 103

9. Hasil Revisi Produk Akhir ... 106

B. Pembahasan ... 106

C. Keterbatasan Penelitian ... 110

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 111

B. Saran ... 112

DAFTAR PUSTAKA ... 113


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1 Definisi Teknologi Pendidikan, AECT 2008 ... 57

Gambar 2 Skema penelitian dan pengembangan produk mengacu pendapat Borg and Gall (1989) yang dimodifikasi ... 63

Gambar 3 Desain Kartu Soal ... 92

Gambar 4 Desain Kartu Pendapat ... 93

Gambar 5 Bentuk Kemasan Kartu “Kejujuran” ... 94

Gambar 6 Desain Buku Petunjuk Kartu “Kejujuran” ... 94


(14)

xiv

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1 Kisi-kisi Instrumen Untuk Ahli Materi... 75

Tabel 2 Instrumen Untuk Ahli Materi Setelah Divalidasi ... 76

Tabel 3 Kisi-kisi Instrumen Untuk Ahli Media ... 77

Tabel 4 Instrumen Untuk Ahli Mediai Setelah Divalidasi ... 78

Tabel. 5 Kisi-kisi Instrumen Untuk Siswa ... 79

Tabel. 6 Instrumen Untuk Siswa Sebelum Divalidasi ... 80

Tabel. 7 Instrumen Untuk Siswa Setelah Divalidasi ... 81

Tabel 8 Konversi Data Kuantitatif ke Data Kualitatif ... 82

Tabel 9 Pedoman Hasil Konversi Data Kuantitatif Ke Kualitatif ... 84

Tabel 10 Skala Guttman ... 85

Tabel 11 Penilaian Total Instrumen Siswa ... 86

Tabel 12 Soal Pretest dan Postest ... 91

Tabel 13 Hasil Penilaian Ahli Materi ... 95

Tabel 14 Hasil Penilaian Ahli Media Tahap 1 ... 97

Tabel 15 Hasil Penilaian Ahli Media Tahap 2 ... 99

Tabel 16 Hasil Uji Coba Awal ... 101

Tabel 17 Hasil Ujicoba Lapangan Utama ... 102

Tabel 18 Hasil Ujicoba Oprasional ... 104


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1 Surat Penelitian ... 116

Lampiran 2 Lembar Validasi ... 118

Lampiran 3 Angket Siswa ... 133


(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan karakter merupakan hal yang penting bagi kemajuan sumber daya manusia suatu negara negara. Menurut Muhammad Nuh (Kerangka Acuan Pendidikan Karakter : 2010)

“Pendidikan karakter pada hakikatnya merupakan bagian integral dari pembangunan karakter bangsa. Pendidikan karakter yang diarahkan untuk pencapaian tujuan pendidikan nasional (Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional), yaitu untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Begitu pentingnya pendidikan karakter ini di Indonesia berkaitan dengan tingginya masalah moral di negeri ini. Isu pendidikan yang berkaitan dengan rendahnya nilai karakter sudah banyak terdengar di masyarakat. Menurut Haryanto (2010), “Isu pendidikan karakter menjadi mengedepan bukan hanya karena menjadi tema peringatan hari Pendidikan Nasional 2010, melainkan lebih disebabkan oleh keprihatinan masyarakat terhadap praksis pendidikan yang semakin hari semakin tidak jelas arah dan hasilnya”. Ini menjadi sebuah masalah tersendiri bagi bidang pendidikan di Indonesia. Masalah nilai karakter menjadi suatu masalah besar yang semakin tahun semakin kompleks dan harus dicegah dan dituntaskan sejak dini.


(17)

2

Pendidikan karakter yang paling mahal untuk saat ini adalah pengembangan nilai kejujuran. Masalah kejujuran menjadi masalah yang penting untuk dituntaskan di sekolah, karena masalah ketidakjujuran merupakan akar dari tindakan kejahatan. Misalnya dalam pelaksanaan ulangan harian, masih banyak siswa yang mencotek. Dari pengamatan di SD 1 Patalan ditemukan bahwa anak-anak kelas 2 yang masih sangat belia, kejujuran cenderung masih rendah. Selain masalah mencontek mereka juga tidak jujur saat kegiatan belajar mengajar di kelas dan dalam mengerjakan PR.

Menurut Driyarkara (Dwi Siswoyo, 2010:1) pendidikan merupakan gejala semesta (fenomena universal) dan berlangsung sepanjang hayat, dimanapun manusia berada. Dimana ada kehidupan, disitu pasti ada pendidikan . Kegiatan pendidikan juga berlangsung di lingkungan sekolah. Sekolah merupakan salah satu sarana pendidikan formal yang ada di lingkungan masyarakat. Hampir setiap desa memiliki minimal satu sekolah dasar. Pendidikan di sekolah dasar merupakan tahapan awal pendidikan formal untuk membentuk karakter bangsa. Pendidikan karakter yang dikembangkan sejak dini diharapkan mampu mengurangi masalah kejahatan pada anak.

Sekolah merupakan salah satu lembaga pendidikan formal, tempat siswa mencari ilmu dan belajar dengan bimbingan guru. Di sekolah siswa diajarkan berbagai ilmu pengetahuan, belajar untuk mampu memahami dan menerapkan ilmu pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari.


(18)

3

Dengan demikian sikap kejujuran dapat dikembangkan juga di sekolah. Penanaman nilan kejujuran sebaiknya dikembangkan sejak dini. Sekolah dasar merupakan lingkungan pendidikan yang baik untuk mendidik siswa supaya memiliki nilai kejujuran untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan nilai ini dapat dilakukan dengan memberikan pengertian tentang arti kejujuran, bagaimana menerapkan kejujuran, dan mengembangkan sikap jujur dalam kehidupan sehari-hari.

Tahapan awal pengembangan nilai kejujuran dapat dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang dampak sikap tidak jujur dan pentingnya memiliki sikap jujur. Sikap tidak jujur memberikan dampak buruk bagi prilaku anak. Oleh karena itu, sikap tidak jujur harus bisa dikurangi bahkan dihilangkan dalam kehidupan sehari-hari. Melalui pendidikan karakter diharapkan kejujuran anak dapat meningkat. Dengan meningkatnya kejujuran maka prilaku buruk pada siswa dapat dicegah. Pembelajaran untuk nili-nilai kejujuran dapat dilakukan dengan menggunakan media pembelajaran. Media pembelajaran bermanfaat untuk mengembangkan nilai kejujuran di lingkungan sekolah.

Namun, media pembelajaran di SD 1 Patalan masih sangat terbatas. Siswa hanya menggunakan buku/modul nilai kejujuran dalam proses pembelajaran di kelas. Hal ini menjadi hambatan bagi guru untuk mengajar. Buku/modul nilai kejujuran dalam penerapannya masih banyak mengalami kendala bagi siswa, terutama siswa dengan tingkat pemahaman dan kemampuan berfikir di bawah rata-rata. Masalah tersebut juga


(19)

4

ditemukan di SD 1 Patalan, dari 28 siswa kelas 2 hampir 30% siswanya masih kesulitan untuk menulis dan membaca. Buku/modul yang digunakan pun terbatas, hanya ada buku/modul nilai kejujuran dari pemerintah saja, modul/buku yang khusus tentang nilai kejujuran pun sangat terbatas. Pendidikan tentang nilai kejujuran hanya disisipkan ke dalam mata pelajaran PKn saja. Oleh karena itu, perlu adanya media pembelajaran baru untuk membantu proses pembelajaran nilai-nilai kejujuran.

Alat Permainan Edukatif (APE) merupakan media pembelajaran yang melalui permainan sebagai cara menyampaikan isi atau materi pembelajaran. APE adalah media pembelajaran berbasis permainan. Siswa diberi motivasi supaya bisa aktif berinteraksi dengan teman-teman lainnya. APE masih jarang ditemui di sekolah. Media pembelajaran yang berupa buku/modul masih belum bisa digunakan dengan baik dalam proses pembelajaran. APE sebagai media alternatif ketika buku/modul kurang optimal penggunaanya. Dengan menggunakan APE diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa, jadi siswa akan lebih tertarik untuk belajar. Belajar menggunakan APE sangatlah menyenangkan karena belajar dilakukan dengan cara bermain. Siswa tidak selalu belajar dengan diam dan tenang di dalam kelas.

Observasi awal dilakukan di SD 1 Patalan dengan mewawancarai guru kelas 2. Berbagai masalah ditemukan seperti anak susah untuk diajak belajar. Anak-anak lebih memilih bermain dari pada belajar. Mereka


(20)

5

memilih bermain dengan teman di samping mereka bahkan berjalan-jalan saat pembelajaran sedang berlangsung. Masalah pembelajaran ini masih sulit untuk dipecahkan. Guru sudah melakukan berbagai upaya dengan melakukan tutor sebaya, pembelajaran di luar kelas, bahkan menggunakan hukuman bagi siswa yang malas.

Sikap kejujuran anakpun masih rendah terutama saat diadakannya ulangan harian. Anak-anak masih suka mencontek baik buku atau teman sebangku mereka. Tindakan ini terjadi berulang-ulang.dan belum ada yang bisa menyelesaikan masalah ini. Selain itu sikap kejujuran anak juga masih memprihatinkan tentang sikap kejujuran saat proses pembelajaran berlangsung. Rasa kesadaran siswa tentang kejujuran masih rendah, saat peneliti melakukan observasi ada siswa yang diberikan hukuman karena mengganggu proses belajar mengajar. Guru memberikan hukuman berupa tindakan bahwa siswa yang ramai tersebut dihukum untuk lari mengelilingi lapangan sebanyak lima kali. Namun, saat pelaksanaannya siswa hanya berlari satu kali putaran dan kemudian nongkrong di kantin sekolah mereka. Itu merupakan sikap yang mencerminkan ketidak jujuran dan harus mendapatkan pembelajaran tentang itu.

Selain hambatan-hambatan di atas, ketersediaan media buku atau media pembelajaran tentang pendidikan kejujuran masih sangat terbatas. Pendidikan nilai kejujuran ini dinilai penting untuk diajarkan kepada siswa kelas 2 SD 1 Patalan. Pengembangan APE dinilai efektif untuk


(21)

6

meningkatkan kejujuran anak dengan mengembangkan sikap jujur sejak usia anak-anak.

Temuan di lapangan anak-anak kelas 2 SD 1 Patalan lebih bersemangat untuk belajar apabila menggunakan media pembelajaran baru. Mereka lebih antusias dalam belajar. Kegiatan kelas lebih kondusif apabila pembelajaran menggunakan media pembelajaran yang baru. Dari temuan di atas, penulis menyimpulkan perlu adanya media pembelajaran yang mampu mengatasi masalah pembelajaran nilai kejujuran.

Alat Permaianan Edukatif (APE) Kartu “Kejujuran” adalah sebuah media pembelajaran yang mampu megajarkan siswa tentang arti dan makna kejujuran melalui konten yang ada di dalamnya. Kartu kejujuran berupa kartu bergambar disertai tulisan yang disesuaikan dengan perkembangan kognitif anak dimana anak pada masa anak-anak akhir. Kondisi pada masa anak-anak akhir bahwa siswa sudah mampu membaca dan sudah mampu untuk memilih pilihan yang sederhana. Kartu “kejujuran” dapat dimainkan oleh 3-5 anak dengan hasil akhir ditentukan dengan nilai tertinggi yang mereka kumpulkan secara jujur.

Selain media pembelajaran ini masih baru di SD 1 Patalan, peneliti juga mengharapkan dengan diterapkannya APE Kartu “Kejujuran” minat belajar siswa meningkat serta pembentukan sikap kejujuran juga dapat meinigkat. Pengembangan APE Kartu “Kejujuran” ini sesuai dengan bidang garapan Teknologi Pendidikan.


(22)

7

Definisi teknologi pembelajaran menurut AECT (Association for Educational Communications and Technology) sebagai berikut, instructional technology is the theory and practice of design, development, utilization, management, and evaluation of process and resources for learning (Seels & Richey, 1994:10). Teknologi Pembelajaran adalah teori dan praktek dari perancangan, pengembangan, pemanfaatan, manajemen dan evaluasi padaproses dan sumber untuk belajar. Menurut Seels & Richey (1994: 38), kawasan pengembangan merupakan proses penerjemahan spesifikasi desain ke dalam bentuk fisik. Ada 4 cakupan utama dalam kawasan pengembangan, meliputi pengembangan teknologi cetak, teknologi audiovisual, teknologi berbasis komputer, dan teknologi multimedia

Sedangkan menurut AECT 2008 dalam Januszewski dan Molenda (2008: 1), mendefinisikan, “Educational Technology is the study and ethical practice of facilitating learning and improving performance by creating, using, and managing appropriate technological process and

resources”. Definisi tersebut menyatakan bahwa teknologi pembelajaran adalah studi dan etika praktek untuk memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan kinerja melalui penciptaan, penggunaan, dan pengaturan proses dan sumber daya teknologi.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kartu “kejujuran termasuk ke dalam pengembangan teknologi cetak dan dapat digunakan


(23)

8

untuk memfasilitasi belajar, sehingga dapat disimpulkan bahwa kartu “kejujuran” masuk ke dalam kawasan Teknologi Pendidikan.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :

1. Tingginya masalah-masalah moral yang disebabkan oleh rendahnya nilai karakter di Indonesia.

2. Nilai kejujuran pada siswa kelas 2 SD 1 Patalan yang masih rendah.

3. Penggunaan media buku/modul terkendala dengan banyaknya siswa yang masih belum lancar membaca dan menulis.

4. Siswa kelas 2 di SD 1 Patalan memiliki masalah dengan belajar, banyak siswa yang lebih senang bermain dari pada belajar.

5. Banyaknya siswa yang suka mencontek, yang mencerminkan sikap jujur pada siswa masih rendah.

6. Belum adanya media pembelajaran Alat Permainan Edukatif (APE) yang mengajarkan nilai kejujuran di SD 1 Patalan.

C. Batasan masalah

Penelitian ini dibatasi hanya pada masalah seperti yang diuraikan sebelumnya terutama belum adanya media pembelajaran Alat Permainan Edukatif (APE) yang mengajarkan nilai kejujuran di SD 1 Patalan sehingga peneliti tertarik untuk mengembangkan APE kartu “kejujuran” untuk siswa kelas 2 Sekolah Dasar .


(24)

9 D. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan rumusan masalah yang diteliti adalah : Bagaimana menghasilkan Alat Permainan Edukatif Kartu “Kejujuran” yang layak dan mampu meningkatkan pemahaman tentang nilai kejujuran siswa kelas 2 SD 1 Patalan?

E. Tujuan Pengembangan

Tujuan dari penelitian pengembangan ini adalah untuk menghasilkan media Alat Permaianan Edukatif (APE) Kartu “Kejujuran” untuk siswa kelas 2 di SD 1 Patalan.

F. Manfaat Penelitian

1. Manfaat penelitian secara teoritis

Penelitian ini memberikan bukti-bukti empirik dan pengetahuan tentang media pengembangan APE kartu “kejujuran” untuk meningkatkan nilai-nilai kejujuran pada anak-anak.

2. Manfaat penelitian secara praktis

Hasil penelitian ini secara praktis diharapkan bermanfaat : a. Bagi Anak-anak :

1) Mampu mengarahkan keaktifan siswa SD untuk belajar nilai-nilai kejujuran.

2) Mampu memberikan pengetahuan tentang apa itu prilaku kejujuran dalam kehidupan sehari-hari.


(25)

10

3) Mampu mengajaran kepada siswa bahaya dan akibat dari sifat tidak jujur.

b. Bagi Guru :

1) Membantu guru untuk memberikan pengetahuan tentang nilai-nilai kejujuran kepada siswa-siswa SD.

2) Membantu proses pembelajaran tentang nilai-nilai karaker terutama kejujuran kepada siswa-siswa SD.

c. Bagi Peneliti:

1) Mengetahui langkah-langkah pengembangan media APE yang baik.

2) Mengetahui manfaat Kartu “Kejujuran” dalam proses

pembelajaran nilai-nilai karakter. G. Spesifikasi Produk

Media kartu “kejujuran” yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah alat permainan edukatif sebagai media pembelajaran bagi siswa kelas 2 SD 1 Patalan. Media ini dirancang sesuai tujuan dan materi pembelajaran serta kebutuhan siswa untuk belajar nilai kejujuran.

Tujuan APE kartu “Kejujuran” ini adalah agar anak bisa berprilaku jujur dalam kehidupan sehari-hari., sedangkan untuk materi dari Kartu “Kejujuran” ini beisi tentang kegiatan-kegiatan sehari-hari yang mencerminkan sukap jujur dan tidak jujur terutama jujur pada diri sendiri, orang lain, dan orang yang lebih tua. Evaluasi yang digunakan untuk menilai menggunakan metode observasi atau pengamatan.


(26)

11

Media kartu “Kejujuran” mengambil konsep bermain sambil belajar, sehingga dapat menumbuhkan suasana belajar yang lebih menyenangkan bagi siswa. Dalam media kartu ini terdapat sajian tujuan dan materi pembelajaran, yang dikembangkan ke dalam kartu-kartu yang dapat dimainkan secara bersamaan dengan anggota kelompok permainan minimal 3 orang dan maksimal 5 orang, dimana salah satu dari peserta bertindak sebagai juri. Ada 2 jenis kartu dalam Kartu “Kejujuran” yang pertama adalah Kartu Pendapat terdiri dari 20 kartu dan dibagi menjadi 4 kategori yaitu antara setuju karna baik, setuju karna tidak baik, tidak setuju karna baik, dan tidak setuju karena tidak baik. Sedangkan untuk kartu soal jumlah kartu yang ada sebanyak 40 kartu dibagi menjadi 3 kategori yaitu Jujur dan bohong pada diri sendiri, orang lain, dan orang yang lebih tua. . Isi dari APE Kartu Kejujuran yang dikembangkan adalah :

1. Dalam menggunakan APE kartu “kejujuran” semua pemain akan mendapatkan kartu awal sebanyak 5 kartu.

2. Selanjutnya, kartu pendapat akan dibagi secara acak untuk mengemukakan pendapat. Kartu pendapat terdiri dari 4 macam jenis antara setuju dan tidak setuju mengenai pernyataan pada kartu soal. Ada empat kategori kartu dengan materi utama adalah Kejujuran dan Kebohongan. Keempat kategori itu adalah: contoh sikap jujur dan bohong pada diri sendiri, jujur dan bohong pada teman, contoh jujur dan bohong pada diri sendiri, dan sikap jujur dan bohong saatorang lain dan jujur dan bohong kepada orang yang lebih tua.


(27)

12

3. Pemenang dari permaianan ini adalah siswa yang berhasil mengumpulkan nilai terbanyak.

4. Cara memperoleh nilai yaitu siswa harus mengumpulkan poin dengan menjawab menggunakan kartu pendapat terhadap pernyataan yang ada di kartu soal. Poin ditentukan oleh angka yang tertera di kartu.

5. Sikap jujur yang kembangkan dalam permainan ini adalah dalam mencari nilainya. Dalam setiap kartu terdapat satu kartu yang sama namun salah. Siswa harus bisa memilih mana yang benar dan salah untuk sebuah nilai. Siswa harus bisa jujur dengan kartu mereka saat melaporkan keteman-teman saat bermain. Siswa dengan nilai terendah harus bercerita mengenai sikap jujur yang mereka ketahui dalam kehidupan sehari-hari.

6. Dalam penilaian akhir dari kartu ini adalah dengan melakukan pengamatan kepada siswa kelas 2 untuk mengetahui apakah sikap jujur sudah mereka pahami dan bisa mereka praktekan dalam kehidupan sehari-hari.

Media kartu ini ini terbuat dari bahan kertas ivory yang tidak mudah sobek. Bentuk kartu berwarna menarik dengan 3 warna berbeda dengan materi disajikan berupa gambar dan kalimat sederhana. Ke tiga warna itu yaitu warna merah untuk contoh sikap jujur dan bohong pada diri sendiri, Hijau untuk jujur dan bohong pada orang lain, dan biru untuk jujur dan bohong pada orang yang lebih tua, dan putih untuk sikap jujur dan bohong saat bermain, dengan warna bagian belakang kartu adalah


(28)

13

kuning bercorak. Kartu ini terbuat dari kertas ivory 310gram berukuran 8cm x 10cm.

H. Pentingnya Pengembangan

Media pembelajaran merupakan salah satu sarana penting untuk mendukung proses pembelajaran. Pelaksanaan pendidikan karakter memerlukan media pembelajaran untuk mengatasi masalah-masalah yang berkaitan dengan nilai-nilai karakter. Penanaman karakter di Sekolah dasar baik untuk kehidupan anak dalam kehidupan sehari-hari.

Media pembelajaran pendidikan karakter yang ada di sekolah kebanyakan berupa buku. Sedangkan masih banyak siswa kelas 2 yang kesulitan untuk membaca dan menulis. Ini menjadi dorongan untuk dikembangkan alat permainan yang dapat meningkatkan nilai-nilai kejujuran siswa di sekolah.

APE kartu “kejujuran” diharapkan mampu mendorong keaktifan

belajar siswa di dalam kelas. Selain itu APE ini juga diharapkan mampu memberikan pengatahuan kepada siswa tentang kegiatan-kegiatan positif yang terlait dengan nilai-nilai kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. I. Asumsi dan Keterbatasan Pengembangan

Asumsi pengembangan Alat Permainan Edukatif (APE) kartu “kejujuran” didasarkan pada hal-hal sebagai berikut.

1. Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan,


(29)

14

pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan kemampuan yang lain.

2. Belajar akan lebih efektif jika menggunakan media, karena menjadikan proses pembelajaran menjadi lebih variatif dan juga memberikan motivasi kepada siswa agar lebih berminat dalam belajar sehingga penggunaan Alat Permainan Edukatif kartu “kejujuran” mampu digunakan untuk membantu proses pembelajaran karakter.

3. Pendidikan karakter terutama kejujuran menjadi titik awal sebuah pendidikan untuk mengurangi kejahatan dimasa yang akan datang. Pendidikan karakter harus diajarkan sejak dini, dan nilai kejujuran menjadikan salah satu nilai karakter yang penting untuk perkembangan karakter dimasa yang akan datang.

4. Meskipun belum semua siswa sekolah dasar kelas 2 mampu membaca, namun sebagian telah mampu membaca, sehingga dapat memanfaatkan media tulisan untuk belajar secara mandiri

5. Tingginya minat belajar siswa kelas 2 dengan menggunakan media baru, memudahkan guru untuk memberikan motivasi supaya belajar lebih bersemangat.

Pengembangan APE kartu “kejujuran” ini juga memiliki keterbatasan, yaitu keterbatasan keterbatasan alat, waktu, dan dana, sehingga produk yang dikembangkan belum bisa optimal.


(30)

15 J. Definisi Operasional

Untuk menghindari adanya kemungkinan kesalahan pemahaman atau penafsiran terhadap permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, maka penjabaran definisi operasional yang digunakan dalam penelitian pengambangan ini adalah sebagai berikut :

1. Nilai Kejujuran

Nilai kejujuran yang dipelajari didalam kartu ini adalah nilai-nilai kejujuran yang kepada diri sendiri, orang lain, dan orang yang lebih tua.

2. Alat Permainan Edukatif

Alat Permainan Edukatif (APE) yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah APE berbentuk kartu dengan tema “kejujuran” yang terbuat dari kertas ivory 310gram dan dikembangkan dengan bantuan software komputer.

3. Kartu Kejujuran

Kartu “kejujuran” termasuk ke dalam jenis kartu bergambar. Kartu ini berisi gambar ilustrasi dan tulisan mengenai sebuah kejadian yang mencerminkan prilaku jujur dan bohong pada anak-anak.

4. Karakteristik Siswa Kelas 2 Sekolah Dasar

Siswa kelas 2 sudah masuk ke pada tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), yaitu anak telah mampu memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak kongkrit. Dalam menarik kesimpulan sering tidak ditungkapkan dengan kata-kata.


(31)

16 BAB II KAJIAN TEORI

A. Tinjauan Pendidikan Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter

a. Pengertian Pendidikan

Menurut John Dewey dalam Masnur Muslich (67: 2011) bahwa pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah alam dan sesama manusia. Tujuan pendidikan dalam hal ini agar generasi muda sebagai penerus generasi tua dapat menghayati, memahami, mengamalkan nilai-nilai atau norma-norma tersebut dengan cara mewariskan segala pengalaman, pengetahuan, kemampuan dan keterampilan yang melatarbelakangi nilai-nilai dan norma-norma kehidupan.

Sedangkan menurut John S. Brubacher dalam ukunya

Modern Philosophoies of Education (Dwi Siswoyo, dkk: 2007: 54) Pendidikan adalah proses dimana potensi kemampuan-kemampuan, kapasitas-kapasitas manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan-kebiasaan yang disempurnakan dengan kebiasaan kebiasaan yang baik, dengan alat (media) yang disusun sedemikian rupa dan digunakan oleh manusia untuk menolong orang lain atau dirinya sendiri dalam mencapai tujuan-tujuan yang ditetapkan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang


(32)

17

dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.

Dengan kata lain, pendidikan dapat diartikan sebagai proses pengubahan sikap, prilaku dan potensi manusia yang mudah dipengaruhi oleh kebiasaan dalam upaya pendewasaan tatalaku seseorang atau kelompok melalui alat (media) yang diterapkan dalam pengajaran dan pelatihan. Pendidikan juga merupakan upaya sadar untuk sebuah hasil dari pengajaran yang lebih baik. Pendidikan dapat menggunakan alat untuk proses penyampaian pesannya.

b. Pengertian Karakter

Scerenko dalam Muchlas dan Hariyanto (2013: 42) mendefinisikan karakter sebagai atribut ciri-ciri yang membentuk dan membedakan ciri pribadi, ciri etis, dan kompleksitas mental dari seseorang. Suyanto (Darmiyati 2011: 27) mendefinisikan karakter sebagai cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Indvidu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang dibuatnya.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Muchlas dan Hariyanto (2013: 42) karakter merupakan sifat-sifat kejiwaan,


(33)

18

akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Menurut Munir (Darmiyati 2011: 28) karakter adalah sebuah pola, baik itu pikiran, sikap, maupun tindakan yang melekat pada diri seseorang dengan kuat dan sulit dihilangkan.

Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah sifat sifat kejiwaan, akhlak yang menjadi ciri khas setiap individu baik itu sifat buruk atau sifat baik dalam tingkah laku dan tindakan setiap hari.

c. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut T.Ramli (Zaenal, 2011: 3) pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan akhlak. Menurut Zaenal (2011: 4) pendidikan karakter dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai karakter dasar tersebut. David Elkind & Freddy Sweet (Zubaedi, 2011: 15) mengungkapkan bahwa character education is the deliberate effort to help people understand, care about, and act upon core ethical value pendidikan karakter adalah usaha sadar untuk membantu manusia memahami, peduli tentang, dan melaksanakan nilai-nilai etika inti). Menurut Creasy dalam Zubaedi (2011:16) mengartkan bahwa pendidikan karakter sebagai upaya mendorong peserta didik tumbuh dan berkembang dengan kompetensi berpikir dan berpegang teguh pada prinsip-prinsip moral dalam hidupnya serta mempunyai keberanian melakukan


(34)

19

yang benar, meskipun dihadapkan pada berbagai tantangan. Di pihak lain, Lickona (1991) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk membantu seseorang memahami, peduli, dan bertindak dengan landasan inti nilai-nilai etis. Secara sederhana, Lickona (2004) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai upaya yang dirancang secara sengaja untuk memperbaiki karakter siswa.

Dari pendapat tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah upaya yang dirancang secara sengaja untuk merancang manusia agar peduli dan mau melaksanakan nilai-nilai etik dalam kehidupan. Pendidikan karakter berfokus tentang pendidikan akhlak dan moral. Pendidikan karakter dilakukan secara sungguh-sungguh untuk memperbaiki karakter siswa agar sesuai dengan norma-norma yang ada di mayarakat. 2. Tujuan dan Fungsi Pendidikan Karakter

a. Tujuan Pendidikan Karakter

Menurut Darma Kesuma (Darma Kesuma,dkk., 2011:9), tujuan pendidikan karakter, khususnya dalam setting sekolah di antaranya sebagai berikut.

1) Menguatkan dan mengembangkan nilai-nilai kehidupan yang dianggap penting dan perlu sehingga menjadi kepribadian atau kepemilikan siswa yang khas sebagaimana nilai-nilai yang dikembangkan.

2) Mengoreksi perilaku pesrta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah.


(35)

20

3) Membangun koneksi yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersamaan.

Selain ketiga tujuan tersebut, ada pendapat lain yang mengungkapkan beberapa tujuan pendidikan karakter. Berikut ini tujuan-tujuan yang dimaksud (Muhammad Fadillah dan Lilif Mualifa, 2013:25).

1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif/ siswa sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai karakter bangsa.

2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku siswa yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius.

3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab siswa sebagai generasi penerus bangsa.

4) Mengembangkan kemampuan siswa menjadi manusia mandiri, kreatif, dan berwawasan kebangsaan.

5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, dan dengan rasa kebangsaan yang tinggi serta penuh kekuatan.

Pendidikan karakter pada intinya bertujuan untuk membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, nerakhlak mulai, bermoral, bertoleran, ber gotongroyong, berjiwa patriotik, berkembag dinamis, beroreantasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan Pancasila (Heri Gunawan, 2012:30).

Sedangkan menurut peneliti pendidikan karakter khususnya di Indonesia mempunyai tujuan yang sangat penting. Tujuan pendidikan karakter tersebut adalah membangun dan membentuk bangsa yang


(36)

21

berakhlak mulia guna menciptakan budaya yang baik dan harmonis baik kepada manusia ataupun dengan tuhan.

b. Fungsi Pendidikan Karakter

Berkaitan dengan pendidikan karakter ini Zubaedi (Muhammad Fadillah dan Lilif Mualifa, 2013:27) mempunyai gagasan tentang fungsi diadakannya pendidikan karakter. Fungsi tersebut diantaranya adalah

1) Fungsi pembentukan dan pengembangan moral

Pada fungsi ini pendidikan karakter berfungsi untuk membentuk dan mengembangkan potensi siswa supaya berpikiran baik, berhati baik, dan berperilaku baik sesuai dengan falsah hidup Pancasila.

2) Fungsi perbaikan dan penguatan

Fungsi perbaikan dan penguatan dimaksudkan bahwa pendidikan karakter berfungsi memperbaiki dan memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat dan pemerintah untuk ikut berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam pengembangan potensi warga negara dan pembangunan bangsa menuju bangsa yang maju dan mandiri, dan sejahtera.

3) Fungsi Penyaring

Fungsi yang terakhir dari pendidikan karakter menurut Zubaedi ialah fungsi penyaring. Maksudnya, pendidikan karakter tersebut dimaksudkan untuk memilah budaya bangsa sendiri dan menyaring budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.

Selain itu ada pendapat lain tentang fungsi pendidikan karakter yaitu (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara


(37)

22

yang cinta damai, kreatif, mandiri, dan mampu hidup berdampingan dengan bangsa lain dalam suatu harmoni (Kemendiknas, 2011;3).

Adapun fungsi pendidikan karakter menurut peneliti adalah Mengembangkan karakter siswa agar mempunyai hati yang baik, perilaku yang baik dan pikiran yang baik dan pendidikan karakter juga memberikan pondasi akhlak mulia yang kuat kepada siswa untuk menerima dan menyaring peradaban dunia yang berkembang pesat.

c. Nilai-nilai Karakter

Pendidikan karakter memiliki bebrapa nilai-nilai. Dalam penerpannya di sekolah ada beberapa nilai yang di ajarkan seperti kejujuran, cinta tanah air, dan tanggung jawan. Ada pendapat dari beberapa tokoh tentang pilar pendidikan karakter. Menurut Zubaedi (2011:72) Pendidikan karakter di Indonesia didasarkan pada sembilan pilar karakter dasar. Karakter dasar menjadi tujuan pendidikan karakter. Kesembilan pilar karakter dasar ini, antara lain :

1) Cinta kepada kepada Allah dan semesta beserta isinya 2) Tanggung jawab dan disiplin, dan mandiri

3) Jujur

4) Hormat dan santun


(38)

23

6) Percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah 7) Keadilan dan kepemimpinan

8) Baik dan rendah hati

9) Toleransi, cinta damai, dan persatuan.

Kesembilan pilar karakter di atas merupakan dasar sebuah pendidikan karakter. Tapa kesembilan pilar di atas karakter suatu bangsa perlu dipertanyakan. Kesembilan karakter itu harus sejajar. Dari ke sembilan karakter di atas masih diidentifikasi menjadi beberapa sumber. Menurut Zubaedi (2011:73) nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter di Indonesia diidentifikasi berasal dari empat sumber.

1) Agama

Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragama. Oleh karena itu, kehidupan individu, masyarakat, dan bangs selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Karenanya, nilai-nilai pendidikan karakter harus dikembangkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

2) Pancasila

Negara Republik Kesatuan Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945.


(39)

24 3) Budaya

Sebagai suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Posisi budaya demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nila dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. 4) Tujuan Pendidikan Nasional

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di Indonesia.

Menurut Masnur Muslich (2011:38) , Pendidikan karakter mengajarkan kebiasaan cara berpikir dan perilaku yang membantu individu untuk hidup dan bekerjasama sebagai keluarga, masyarakat, bernegara, dan membantu mereka untuk membuat keputusan yang tepat dipertanggungjawabkan. Terkait dengan itu terdapat enam pilar karakter (The Six Pillars of Character) yang dapat menjadi acuan, sebagai berikut :

1) Trustworthiness, bentuk karakter yang membuat seseorang menjadi berintegritas, jujur dan loyal.

2) Fairness, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki pemikiran terbuka serta tidak suka memanfaatkan orang lain. 3) Caring, bentuk karakter yang membuat seseorang memiliki

sikap peduli dan perhatian terhadap orang lain maupun kondisi sosial lingkungan sekitar.


(40)

25

4) Respect, bentuk karakter yang membuat seseorang selalu menghargai dan menghormati orang lain.

5) Citizenship, bentuk karakter yang membuat seseorang sadar hukum dan peraturan serta peduli terhadap lingkungan alam. 6) Responbility, bentuk karakter yang membuat seseorang

bertanggungjawab, disiplin, dan selalu melakukan sesuatu dengan sebaik mungkin.

Dari penjabaran di atas bahwa materi kejujuran termasuk ke dalam sembilan pilar pendidikan karakter. Kejujuran merupakan moral yang harus diajarkan kepada siswa. Pendidikan kejujuran ditinajau dari sumbernya sudah mencangkup ke empat sumber menurut zubaedi dimana kejujuran merupakan salah satu pokok bahasan yang wajib diajarkan baik dari segi agama, pancasila, budaya, dan pendidikan nasional. Kejujuran harus diterapkan dimana saja dan kejujuran termasuk ke dalam enam pilar karakter (The Six Pillars of Character). Kejujuran termasuk ke dalam pilar

trustworthiness yaitu bentuk karakter yang membuat seseorang berintegritas, jujur, dan loyal.

d. Pendidikan Karakter Sekolah Dasar

Ada 18 butir nilai-nilai pendidikan karakteryang telah dirumuskan oleh Depdiknas yaitu:

1) Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin, Kerja Keras, 2) Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, 3) Semangat Kebangsaan, Cinta tanah air,

4) Menghargai prestasi, Bersahabat/komunikatif, 5) Cinta Damai, Gemar membaca, Peduli


(41)

26

6) lingkungan, Peduli social, Tanggung jawab. B. Tinjauan Tentang Kejujuran dan Kebohongan

1. Tinjauan Tentang Kejujuran a. Pengertian Kejujuran

Kejujuran merupakan terjemahan umum dari itilah bahasa Arab

ash shidq Dalam kamus Arab dwi bahasa (Arab –Inggris) didadaptkan bahwa ash shidq dipadankan dengan kata-kata: truth (kebenaran). Berdasarkan keterangan-keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa ash shidq (kejujuran) adalah sikap mental dan moral (budaya/ kebiasaan) yang mengedepankan kebenaran, kesungguhan, keterusterangan, dan ketulusan. (Andy Hadiyanto: 2014). Menurut Suparman dikutip di dalam jurnal oleh Erlisia Ungusari (2015) Jujur adalah kecenderungan untuk berbuat atau berperilaku yang sesunguhnya dengan apa adanya, tidak berbohong, tidak mengada-ada, tidak menambah dan tidak mengurangi, serta tidak menyembunyikan informasi.

Seseorang dikatakan jujur apabila dalam menginformasikan sesuatu atau mengatakan sesuatu, ia senantiasa obyektif dan apa adanya sesuai dengan fakta. Seseorang dikatakan jujur dalam berbuat apabila ia melakukan perbuatan tersebut secara sungguh-sungguh dan tulus sesuai dengan kebenaran yang diyakininya (Andy Hadiyanto: 2014).


(42)

27

Dengan demikian kejujuran adalah mengatakan sesuatu secara sungguh-sungguh dan tulus sesuai dengan kebenaran yang diyakini tanpa mengurangi dan menyembunyikan sebuah informasi.

b. Pembagian Kejujuran

Imam Al Ghazali (Andy Hadiyanto: 2014) membagi sikap jujur ke dalam enam jenis, yaitu :

1) Jujur dalam Lisan, berarti : a) memberi informasi yang benar

b) menepati janji mendeskripsikan dengan benar dan tepat dan tidak didasari oleh zhonn

c) meminta atau bertanya sesuatu secara sungguh-sungguh, tidak untuk mempermainkan atau menguji.

2) Jujur dalam berniat dan berkehendak , yaitu apabila niat dan kehendak tersebut dilakukan dengan ikhlas semata-mata untuk mencari ridho Allah.

3) Jujur dalam berobsesi atau bercita-cita, yaitu tekad yang kuat, sungguh-sungguh, dan tulus untuk melakukan kebaikan, untuk membuktikan kebenaran yang diyakininya.

4) Jujur dalam menepati obsesi, apabila berjanji dan berobsesi ia tidak hanya berhenti pada tekad atau angan-angan saja, tetapi ia bersungguh-sungguh pula untuk merealisasikan cita-cita tersebut.

5) Jujur dalam beramal, yaitu berbuat secara sungguh-sungguh dan tulus sehingga tidak terjadi gap antara teori (isi hati) dan praktek (amaliah sehari-hari).

6) Jujur dalam Stasiun-stasiun ruhani, yaitu kesungguhan dan ketulusan dalam menempuh proses –proses pensucian diri agar dapat mendekatkan diri pada Tuhan. Kejujuran jenis ini terlihat pada kesungguhan dalam: takut kepada Tuhan, berharap, zuhud dan berserah diri, dan sebagainya.

Dari keenam jenis kejujuran di atas. Kartu “kejujuran” akan membahas jujur dalam lisan, jujur dalam berniat dan berkehendak, dan jujur dalam berobsesi atau bercita-cita. Ketiga jenis kejujuran di atas adalah kejujuran yang biasa dilakukan dalam kehidupan


(43)

sehari-28

hari. Oleh karena itu pembelajaran tentang sikap kejujuran yang sesuai di sekolah adalah ketiga jenis kejujuran tersebut.

2. Kajian Tentang Kebohongan a. Pengertian Kebohongan

Menurut Ali Qaimi (2003: 302) berbohong adalah berkata-kata yang tidak sesuai dengan kenyataan atau tak ada relevansinya antara apa yang dikatakan dengan kenyataan. Menurut Mitchael (Erik Saut: 2007) berbohong adalah sebuah komunikasi yang palsu yang mengarah buat kepentingan pelakunya. Menurut Buler dan Borgan (Erik Saut: 2007) kebohongan adalah pesan yang tidak benar yang disampaikan pelakunya kepada sasaran. Kebohongan juga dapat diartikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataannyan kepada diri sendiri maupun orang lain untuk memperoleh tujuan tertentu.

b. Bentuk Berbohong

Kebohongan dilakukan dengan berbagai macam cara. Kebohongan memiliki banyak bentuk. Buler dan Burgon ((Erik Saut, 2007) untuk melakukan kebohongan dapat dilakukan dengan berbagai cara; memfasilitasi (penipuan) cara ini dilakukan dengan membuat suatu fiksi atau dengan kata lain membuat suatu pernyataan atau uraian yang bersifat tidak menggambarkan apa yang ada atau sebenarnya terjadi.


(44)

29

Menurut Ali Qaimi (2003: 302) dalam tindakannya sehari-hari kebohongan biasanya melakukan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:

1) Mengatakan sesuatu yang tidak memiliki (asal-usul) realitas, atau mengatakan bahwa dirinya tak punya andil dalam suatu masalah, padahal kenyataannya tidaklah demikian.

2) Terkadang kebohongan dilakukan dengan sengaja. Seseorang mungkin mengatakan sesuatu yang benar sewaktu mengatakan tentang keberadaan sesuatu, namun dalam bercerita ia cenderung membesar-besarkannya, misalnya menceritakan sebuah biji menjadi kubah, dan lain-lain.

3) Bercerita sesuatu yang sangat bertolakbelakang dari kenyataannya.

4) Menganggap remeh seuatu yang sebenarnya besar dan berbahaya.

Tidakan berbohong sangat bemacam-macam bentuknya baik yang dilakukan sengaja, atau mengatakan sesuatu yang tidak ada kebenarannya. Oleh karena itu kebohongan harus dicegah dan dihapuskan sejak dini.

c. Tujuan Berbohong

Tujuan berbohong biasanya dilakukan oleh anak untuk

menghindar dari suatu hukuman. Menurut Vrij (Erik Saut, 2007) orang memiliki beberapa alas an untuk berbohong:


(45)

30

1) Untuk kesan positif, alasan ini dilakukan untuk melindungi diri sendiri dari keadaan memalukan dii sendiri.

2) Untuk mendapatkankeuntungan pribadi, alasan ini dilakukan supaya keuntungan hadir untuk dirinya sendiri.

3) Orang berbohong biasanya dilakukan untuk menghindari hukuman.

4) Kebohongan dilakukan untuk orang lain, tujuan berbohong ini adalah supaya orang lain mendapatkan keuntungan dari kebohongan yang dilakukan.

5) Kebohongan dilakukan demi hubungan sosial.

Menurut Ali Qaimi (2003: 302) tujuan berbohong dapat dilakukan lantaran si anak ingin selamat dari hukuman yang mungkin bakal diterima bila mengatakan hal yang sebenarnya, atau berbohong dimaskudkan untuk merendahkan orang yang diajak bicara. Atau demi menipu orang lain agar tidak memahami kebenaran suatu peristiwa, dan sebagainya.

d. Ciri-ciri Berbohong

Ciri berbohong menurut Ali Qaimi (2003: 303-304) ada banyak sekali diantaranya adalah: wajah tampak pucat, jantung berdebar-debar, tampak gugup, sering melontarkan kata-kata yang tidak berhubungan satu sama lain, tubuh gemetar saat berbicara, tak punya kemampuan mengontrol anggota tubuh, pandangan kosong


(46)

31

dan bingung, dan sebagainya. Namun ciri-ciri tersebut bisa hilang jika kebohongan dilakukan berkali-kali dan bahkan bisa membalikan suatu kebenaran dengan kemampuan berbohong yang sudah ia kuasai.

3. Materi Kejujuran Untuk Anak SD

Kejujran diajarkan kepada anak sekolah dasar kelas 2 pada mata pelajaran kewarganegaraan. Menurut Sujari dan Suharto (2008: 78) bahwa kejujuran adalah sikap yang mencerminkan satu kata dan perbuatan yang arti ucapannya sama dengan perbuatannya, orang yang jujur selalu berkata benar tidak berbohong dan apa adanya, orang jujur dapat dipercaya, dan orang jujur disukai banyak orang. Sedangkan menurut Novida Mulyaningrum (2009: 70) sikap jujur hendaknya dilakukan setiap saat dan kepada siapa saja kita jujur pada diri sendiri dan pada orang lain sikap jujur diterapkan di sekolah dalam keluarga maupun masyarakat. Sikap jujur harus diterapkan di mana saja dan kapan saja. Sikap jujur juga harus diajarkan sejak dini kepada anak anak.

Ada beberapa sikap jujur yang biasa dilakukan di masyarakat. Menurut Novida Mulyaningrum (2009: 70-72) bahwa sikap jujur dikategorikan menjadi dua yaitu jujur pada diri sendiri dan orang lain. Sedangkan menurut Sujari dan Suharto (2008: 82-85) bahwa kejujuran bisa dilakukan pada saat bermain dan belajar. Meteri yang diajarkan kepada anak SD kelas 2 adalah berupa meteri cerita atau gambar yang


(47)

32

mencontohkan sikap jujur pada kehidupan sehari hari. Salah satu contoh dari sikap jujur adalah bahwa siswa tidak boleh mencontek saat ulangan, harus berkata apa adanya, tidak bekerja sama saat ulangan, dan lain-lain. Kartu “kejujuran” mengambil materi kejujuran berupa foto perilaku jujur dan penjelasannya dengan tujuan siswa mampu mencontoh dan memilih mana sikap yang mencerminkan kejujuran dan kebohongan.

C. Karakteristik Siswa

1. Perkembangan Kognitif

Pengembangan media pendidikan perlu mempertimbangkan aspek kognitif dari penggunanya. Alat Permainan Edukatif (APE) Kartu “Kejujuran” di tunjukan untuk siswa kelas 2 SD. Siswa kelas dua SD merupakan Tahapan Pra Operasional. Menurut Piaget (dalam Asri Budiningsih, 2012:37-39) bahwa tahapan perkembangan kognitif anak dibagi menjadi 4 tahapan aitu: (1) Tahap sensor motor umur 0-2 Tahun, (2) Tahap Praoprasional 2-7/8 Tahun, (3) Tahap Oprasional Kongkret umur 7/8-11/12 tahun, dan (4) Tahap Oprasional Formal umur 11/12-18 tahun. Anak kelas 2 SD termasuk kedalam tahap praoprasional, yaitu anak umur 2-7/8 tahun.

Menurut Piaget (Asri Budiningsih, 2004: 37-38) Tahap Praoprasional ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan simbol atau bahasa tanda, dan mulai perkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu


(48)

33

preoprasional dan intuitif. Preoperasional (umur 2-4 tahun), tahap preoprasional anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsepnya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek. Sedangkan pada tahap intuitif (umur 4-7 atau 8 tahun), anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata. Oleh sebab itu, pada usia ini anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas. Karakteristik tahap ini adalah: a. Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori Objek, tetapi

kurang disadarinya.

b. Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks.

c. Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide.

d. Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya. Anak kekekalan masa pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia 7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang berbeda.

Anak usia kelas 2 SD termasuk kedalam perkembangan kognitif preoprasional dan merupakan tahap perkembangan masa


(49)

34

kanak-kanak akhir. Berdasarkan pendapat tokoh di atas, bahwa pada umur antara 2-7/8 tahun anak-anak sudah mampu dididik dan diberikan ilmu pnegetahuan untuk membaca, menulis, dan bermain sebuah permainan secara kelompok. Perkembangan emosi pada tahapan ini juga mampu menunjang proses pembelajaran dengan basis permainan yang dapat merangsang motorik anak sehingga anak lebih bersemangat dalam belajar. Hal-hal baru juga dapat dikembankan pada diri anak, seperti kejujuran, tanggung jawab, mandiri, dan disiplin.

2. Perkembangan Sosial-Emosional

Sedangkan menurut Dwi Siswoyo, dkk (2008: 103) Pada perkembangan masa kanak-kanak akhir, anak sudah semakin luas lingkungan pergaulannya. Anak sudah mulai bergaul dengan orang-orang di luar rumah, dengan teman di sekolah Masyarakat mengharapkan agar anak menguasai dan menyelesaikan tugas tugas perkembangannya agar diterima baik oleh lingkungannya. Dalam pendapatnya Dwi siswoyo, dkk juga menjelaskan beberapa tahapan perkembangan anak. Bahwa pada umur 7-12 tahun termasuk kedalam perkembangan masa kanak-kanak akhir.

Menurut Dwi Siswoyo, dkk (2008:104-116) Masa kanak-kanak akhir memiliki beberapa ciri-ciri perkembangan sosial-emosional diantaranya adalah :


(50)

35

Emosi memainkan peran yang penting bagi anak-anak. Perkembangan emosi memiliki 8 ciri ciri yaitu :

1) Emosi anak relatif lebih singkat 2) Emosi anak kuat atau hebat 3) Emosi anak mudah berubah

4) Emosi anak nampak berulang-ulang 5) Respon emosi anak nampak berbeda-beda

6) Emosi anak dapat diketahui dari gejala tingkah lakunya 7) Emosi anak mengalami perubahan dalam kekuatannya 8) Perubahan dalam ungkapan-ungkapan emosionalnya b. Perkembangan sosial

Sejak lahir anak dipengaruhi oleh lingkungan sosial dimana ia berada secara terus menerus. Orang-orang disekitarnyalah yang banyak mempengaruhi prilaku sosialnya. Perkembangan sosial juga ditandai dengan kegiatan bermain, permainan yang disukai oleh anak cenderung kegiatan bermain yang berkelompok, kecuali bagi anak-aak yang kurang diterima oleh kelompoknya. Mereka lebih memilih untuk bermain sendiri. selain kegiatan bermain teman sebaya juga dapat menjadi tanda perkembangan sosial. Anak sudah mulai memilih teman bermainnya sendiri, minat terhadap kegiatan kelompok sebaya mulai muncul. Anak-anak akan memilih kegiatan yang dapat dilakukan bersama dengan teman-temannya.


(51)

36

Perkembangan sosial-emosional siswa SD kela 2 adalah siswa sudah semakin luas pergaulannya. Sikap siswa sudah mulai dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Perkembangan emosi siswa sudah semakin kompleks, emosi siswa cenderung tidak setabil.

D. Tinjauan Tentang Media Pembelajaran 1. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara, atau pengantar (Azhar Arsyad: 1997: 3). Menurut Garlach dan Elly (Azhar Arsyad: 1997: 3) media jika dipahami dari garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap. AECT (1979: 21) mengartikan media sebagai salah satu bentuk dan saluran untuk proses transmisi informasi. Sedangkan menurut Olson (1974:12) mendefinisikan

medium sebagai teknologi untuk menyajikan, merekam, membagi dan mendistribusikan simbol melalui rangsangan indra tertentu disertai penstrukturan informasi (Yusufhadi Miarso, 2011:457). Menurut Gagne (1970) menyatakan bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar. Sedangkan menurut Briggs (1970) berpendapat bahwa media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar (Arief S. Sadiman, dkk., 2009:6).


(52)

37

Dari pendapat tokoh di atas dapat disimpulkan bahwa media pendidikan adalah suatu teknologi yang membantu guru untuk menympaikan, merekam, membagi, dan mendistribusikan informasi dan pesan melalui indra tertentu yang dapat merangsang siswa untuk belajar. Media juga sebagai alat untuk membantu proses pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Dengan adanya media pembelajaran materi yang disampaikan oleh guru lebih mudah dipahami siswa dari pada diterangkan langsung tanpa media pembelajaran.

2. Ciri-ciri Media Pembelajaran

Menurut Gerlach dan Ely (Azhar Arsyad: 1997: 12) mengemukakan tiga ciri media yang merupakan petunjuk mengapa media digunakan dan apa-apa yang dapat dilakukan oleh media yang mungkin guru tidak mampu (kurang efisien) melakukaunnya.

a. Ciri Fiksatif (Fixative Property) ciri ini menggambarkan kemampuan media merekam, menyimpan, melestarikan, dan merekonstruksi suatu peristiwa atau objek

b. Ciri Manipulatif (Manipulative Property) transformasi suatu kejadian atau objek dimungkinkan karena media memiliki ciri manipulatif

c. Ciri Distributif (Distributive Property) ciri distributif dari media memungkinkan suatu objek atau kejadian ditransforportasikan melalui ruang dan secara bersamaan kejadian tersebut disajikan kepada sejumlah besar siswa dengan stimulus pengalaman yang relatif sama mengenai kejadian itu.

Dari ketiga ciri di atas, bahwa media pembelajaran memiliki peranan untuk merekam, menyimpan dan melestarikan dan dapat


(53)

38

mentransformasikan sekaligus mendistribusikan suatu kejadiam ke sejumlah siswa secara besar dalam satu waktu.

3. Fungsi dan Manfaat Media Pembelajaran

Menurut Hamalik (Azhar Arsyad: 1997: 15) media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahwa membawa pengaruh-pengaruh psikologis terhadap siswa. Levie dan Lentz (Azhar Arsyad: 1997: 16-18) mengatakan ada empat fungsi media pembelajaran, khususnya media visual, yaitu:

a. Fungsi Atensi media visual merupakan inti, yaitu menarik dan mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran yang berkaitan dengan makna visual yang ditampilkan atau menyertai teks pelajaran.

b. Fungsi Afektif media visual dapat terlihat dari tingkat kenikmatan siswa ketika belajar ( membaca) teks yang bergambar.

c. Fungsi Kognitif media visual terlihat dari temuan-temuan penelitian yang mengungkapkan bahwa lambang visual atau gambar memperlancar pencapaian tujuan untuk memahami dan mengingat informasi atau pesan yang terkandung dalam gambar. d. Fungsi Kompensatoris media pembelajaran terlihat dari hasil

penelitian bahwa media visual memberikan konteks untuk memahami teks membantu siswa yang lemah dalam membaca untuk mengorganisasikan informasi dalam teks dan mengingatnya kembali.

Fungsi media pembelajaran menurut Hujair AH Sanaky (2013: 7) berfungsi untuk merangsang pembelajaran dengan:

a. Menghadirkan objek sebenarnya dan objek yang langkah, b. Membuat duplikasi dari objek yang sebenarnya,


(54)

39

c. Membuat konsep abstrak ke konsep kongkret, d. Memberi kesamaan persepsi,

e. Mengatasi hambatan waktu, tempat, jumlah, dan jarak, f. Menyajikan ulang informasi secara konsisten, dan

g. Memberi suasana belajar yang menyenangkan, tidak tertekan, santai, dan menarik, sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa fungsi media pembelajaran baik visual maupun non visual adalah untuk menarik perhatian siswa untuk mampu memahami suatu informasi baik berupa gambar maupun tulisan dengan mempertimbangkan hal-hal yang mampu meaksimalkan suatu media pembelajaran baik dari kualitas media, fungsi media, dan manfaat media untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

Media pembelajaran juga mempunyai beberapa manfaat. Menurut Encyclopedia of Educatioan Researcch dalam Hamalik (Azhar Arsyad: 1997: 25) mrincikan manfaat media pendidikan sebagai berikut:

b. Meletakan dasar-dasar yang kongkret untuk berpikir, oleh krena itu mengurangi verbalisme.

c. Memperbesar perhatian siswa.

d. Meletakan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap.

e. Memberikan pengalaman nyata yang dapat menumbuhkan pemikiran yang , menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri dikalangan siswa.

f. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar hidup.


(55)

40

g. Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat membantu perkembangan kemampuan bahasa.

h. Memberikan pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain, dan membantu efisisensi dan keragaman yang lebih banyak dalam belajar.

Manfaat media pembelajaran (Hujair AH Sanaky, 2013:6). baik secara umum maupun khusus sebagai alat bantu pembelajaran bagi pengajar dan pembelajaran. Manfaat media pembelajaran bagi pengajar :

a. Memberikan pedoman, arah untuk mencapai tujuan pembelajaran. b. Menjelaskan struktur dan urutan pengajaran secara baik.

c. Memberikan kerangka sistematis mengajar secara baik. d. Memudahkan kendali pengajar terhadap materi pelajaran. e. Membengkitkan rasa percaya diri seorang pengajar. f. Meningkatkan kualitas pengajaran.

g. Memberikan dan meningkatkan variasi belajar.

h. Menyajikan inti informasi, pokok-pokok secara sistematik, sehingga memudahkan penyampaian.

i. Menciptakan kondisi dan situasi belajar yang menyenangkan dan tanpa ada tekanan.

Manfaat media pembelajaran bagi pembelajar yaitu: a. Meningkatkan motivasi belajar pembelajar.

b. Memberikan dan meningkatkan variai belajar bagi pembelajaran. c. Memudahkan pembelajar untuk belajar.

d. Merangsang pembelajar untuk berfikir dan beranalisis.

e. Pembelajaran dalam kondisi dan situasi belajar yang menyenangkan dan tanpa tekanan.

f. Pembelajar dapat memahami materi pelajaran secara sistematik yang disajikan.

Berdasarkan penjelasan di atas media pembelajaran kartu “Kejujuran” memiliki manfaat dalam proses pembelajaran diantaranya adalah (1) meletakan dasar-dasar kongkret untuk berfikir. (2) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu, terutama melalui gambar hidup. (3) Membantu tumbuhnya pengertian yang dapat


(56)

41

membantu perkembangan kemampuan bahasa. (4) Menyajikan inti informasi, pokok-pokok secara sistematik, sehingga memudahkan penyampaian. (5) Menciptakan kondisi dan situasi belajar yang menyenangkan dan tanpa ada tekanan. (6) Memberikan dan meningkatkan variai belajar bagi pembelajaran.

4. Klasifikasi Media Pembelajaran

Media pembalajaran merupakan komponen instruksional yang meliputi pesan, orang, dan peralatan (Azhar Arsyad: 1997: 29). Menurut Seels dan Richey (Azhar Arsyad: 1997: 29-33) bahwa media pembelajaran berdasarkan perkembangan teknlogi dibagi menjadi empat jenis yaitu:

a. Media hasil teknologi cetak adalah cara untuk menghasilkan atau menyampaikan materi, seperti buku dan materi visual statis terutama melalui proses pencetakan mekanis atau fotografis. Klompok media hasil teknologi cetak meliputi teks, grafik, foto atau representasi foto grafik dan produksi.

b. Teknologi audio-visual merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materi dengan menggunakan mesin-mesin mekanis dan elektronik untuk menyajikan pesan-pesan audio dan visual.

c. Teknologi berbasis komputer merupakan cara menghasilkan atau menyampaikan materidengan menggunakan sumber-sumber berbasis mikro prosesor.

d. Teknologi gabungan adalah carauntuk menghasilkan dan menyampaikan materi yang menggabungkan pemakaian materi yang menggabungkan pemakaian beberapa bentuk media yang dikendalikan oleh komputer.

J. Kemp (Asri Budiningsih, 2003: 131) mengemukakan klasifikasi media pembelajaran sebagai berikut :

a. Media Cetak (printed media) b. Media Pameran (display media)


(57)

42 c. Overhead transparancies d. Rekaman pita audio e. Slide series dan filmstrips

f. Presentasi mylti gambar (multi image presentation)

g. Rekaman video dan film (video recording dan motion picture film)

h. Pembelajaran berdasar komputer (computer based instruction)

Dari penjelasan di atas bahwa media pembelajaran dapat dikategorikan berdasarkan perkembangannya dan jenisnya. Berdasarkan perkembangannya bahwa suatu media pembelajaran dibagi menjadi empat kategori yaitu media hasil cetak, media audio-visual, teknologi berbasis komputer, dan teknologi gabungan. Sedangkan dilihat dari jenisnya media pembelajaran dibagi menjadi delapan kategori yaitu: media cetak (printed media), media pameran

(display media), overhead transparancies, rekaman pita audio, slide series dan filmstrips, presentasi mylti gambar (multi image presentation), rekaman video dan film (video recording dan motion picture film), pembelajaran berdasar komputer (computer based instruction). Dilihat dari jenis media di atas kartu “kejujuran” termasuk ke dalam media hasil cetak dan media cetak. Karena bentuk dari media kartu “kejujuran adalah sebuah kartu yang dicetak menggunakan komputer bukan hasil dari tulisan tangan.


(58)

43

5. Kriteria Pemilihan Media Pembelajaran

Kriteria pemilihan media merupakan bagian dari sistem instruksional secara keseluruhan. Untuk itu, terdapat beberapa kriteria yang patut diperhatikan dalam memilih media (Ahmad Rohani, 1997:28-29), diantaranya:

a. Tujuan, media hendaknya menunjang tujuan instruksional yang telah dirumuskan.

b. Ketepatgunaan (validitas), tepat dan berguna bagi pemahaman bahan yang dipelajari.

c. Keadaan siswa, kemampuan daya pikir dan daya serap tangkap siswa, dan besar kecilnya kelemahan peserta diidk perlu pertimbangan.

d. Ketersediaan, pemilihan perlu memperlihatkan ada/tidak media tersedia di perpustakaan/di sekolah serta mudah sulitnya diperoleh. e. Mutu teknis, media harus memiliki kejelasan kualitas yang baik. f. Biaya, hal ini merupakan pertimbangan bahwa biaya yang

dikeluarkan apakah seimbang dengan hasil yang dicapai serta ada kesesuaian atau tidak.

Kriteria-kriteria lain dalam memilih media untuk kepentingan pembelajaran (Nana Sudjana dan Ahmad Rivai. 2011: 4-5) diantaranya adalah :

a. Ketepatan dengan tujuan pengajaran, artinya media pengajaran dipilih atas dasar tujuan-tujuan instruksional yang telah ditetapkan.


(59)

44

b. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran, artinya bahan pelajaran yang bersifat fakta, prisip dan generalisasi sangat memmerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.

c. Kemudahan memperoleh media, artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidaknya pendidik dapat membuatnya sendiri. d. Ketrampilan guru dalam menggunaknnya, apapun jenis medianya

pendidik mampu menggunaknnya dalam proses pembelajaran dalam meningkatkan kualitas pembelajran.

e. Tersedianya waktu untuk menggunakannnya, sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlangsung.

f. Sesuai dengan taraf berfikir siswa, dalam memilih media harus sesuai dengan taraf berfikir siswa ehingga makna yang terkandung didalamnya dapat dipahami oleh para siswa.

Dari pekriteria di atas di atas bahwa pengembangan media kartu “kejujuran” adalah sesuai dengan tujuan pembelajaran, belum adanya media pembelajaran di sekolah, dan mudah digunakan, dan sesuai dengan taraf fikir siswa. Sehingga kartu kejujuran layak untuk diprodusi dan dikembangkan untuk menunjang proses pendidikan dan pembelajaran karakter di sekolah.

E. Tinjauan Tentang Alat Permainan Edukatif 1. Pengertian Alat Permainan Edukatif

Menurut Meyke S. Tedjasaputra (2001: 81) alat permainan eukatif adalah alat permainan yang dirancang secara khusus untuk


(60)

45

kepentingan pendidikan dan mempunyai beberapa ciri: (a) dapat digunakan dalam berbagai cara, maksudnya dapat dimain-mainkan dengan berbagai tujuan, manfaat, dan menjadi bermacam-macam bentuk, (b) ditunjukan terutama untuk anak-anak usia prasekolah dan berfungsi mengembangkan berbagai aspek perkembangan kecerdasan serta motorik anak, (c) segi keamanan sangat diperhatikan baik dari bentuk maupun penggunaan cat, (d) membuat anak terlibat secara aktif, dan (e) sifatnya konstruktif.

Istilah permainan menurut pengertiannya adalah situasi atau kondisi tertentu pada saat seseorang mencari kesenangan atau kepuasan melalui suatu aktivitas yang disebut “main” (Jasa Ungguh Muliawan, 2009:16). Alat permainan merupakan semua alat bermain yang digunakan oleh anak-anak untuk memenuhi naluri bermainnya dan memiliki berbagai macam sifat seperti bongkar pasang, mengelompokkan, memadukan, mencari padanannya, merangkai, membentuk, mengetok, menyempurnakan suatu desain, atau menyusun sesuai bentuk utuhnya (Anggani Sudono, 2000:7).

Dalam membuat atau merancang alat permaianan edukatif baiknya terdapat unsur-unsur yang membelajarkan untuk siswa. Terdapat 5 unsur dalam menyempurnakan dalam permainan edukatif menurut Jasa Ungguh Muliawan (2009: 35-40) :

a. Motorik, unsur yang melatih kemampuan, daya tahan, kekuatan, ketrampilan dan ketangkasan anak.


(61)

46

b. Afeksi, unsur ini bisa dilatih melalui pendekatan emosional anak bermain dalam kelompok.

c. Kognitif, unsur ini dapat melatih serta mengasah kecerdasan otak anak.

d. Spiritual, unsur ini dapat melatih anak untuk memiliki budi pekerti yang luhur, memahami dan mengerti dengan benar arti penting kasih sayang, cinta, etika, tata karma dan sopan santun. Pada puncak tertinggi unsur ini akan dapat mendidik dan mengarahkan anak mengenal Tuhan sebagai Pencipta alam semesta.

e. Keseimbangan, penjelasan singkat serta mudah dan sesuai dengan tujuan alat permainan diciptakan sehingga dapat menjaga keseimbangan tubuh anak

Padahal akan ketepatan jika permainan yang digunakan anak-anak dapat meningkatkan perkembangan kreativitasnya. Menurut Andang Ismail (2009: 146-149), dalam pemilihan alat atau perlengkapan belajar dan bermain sebaiknya orang tua atau guru memperhatikan ciri-ciri peralatan yang baik, yaitu:

a. Desain yang mudah dan sederhana

Alat untuk kegiatan kreativitas anak sebaiknya menggunakan desain yang sederhana karena desain yang terlalu rumit akan menghambat kebebasan siswa untuk berkreativitas. Yang penting


(62)

47

adalah alat yang tepat mengenai sasaran edukatif, dan tidak terbebani akan kerumitan.

b. Multifungsi (serba guna)

Permainan yang diberikan kepada anak sebaiknya serba guna, baik bagi anak laki-laki atau baik bagi anak perempuan.

c. Menarik

Sebaiknya pemilihan peralatan yang dapat memungkinkan untuk dapat memotifasi anak untuk melakukan kegiatan, sehingga akan bebas dengan penuh kesukaan dalam mengekspresikan kegiatan kreatifnya.

d. Berukuran besar dan mudah digunakan

Alat kreativitas yang besar dapat memudahkan anak untuk memegangnya.

e. Awet (tahan lama)

Bahan peralatan yang tahan lama biasanya harganya mahal. Tetapi, tidak semua bahan yang tahan lama harganya mahal. Ciri-ciri bahan yang tahan lama ialah tidak pegas, lentur, kuat dan keras. Salah satu contoh bahan yang tahan lama tetapi harganya tidak mahal ialah kayu. Selain itu, kertas juga bisa digunakan sebagai salah satu alternatif bahan yang murah tetapi haruslah mencapai ketebalan tertentu supaya bisa bertahan lama.


(63)

48 f. Sesuai kebutuhan

Sedikit banyaknya peralatan yang digunakan untuk anak tergantung kepada seberapa banyak kebutuhan anak akan peralatan tersebut.

g. Tidak membahayakan anak

Tingkat keamanan sebuah peralatan kreativitas anak sangatlah membantu orang tua/ pendidik untuk mengawasi kegiatan anak. h. Mendorong anak untuk kerjasama

Untuk dapat memdorong untuk anak bekerjasama, maka dibutuhkan peralatan yang dapat merangsang kegiatan yang melibatkan orang lain. Hal ini penting juga untuk melatih anak dalam bersosialisasi dengan teman sebaya.

i. Dapat meningkatkan daya fantasi

Alat permainan yang mudah dibentuk dan dan diubah-ubah sangat sesuai untuk mengembangkan daya fantasi, karana dapat memberikan kesempatan untuk anak melatih daya fantasinya. j. Bukan karena kelucuan atau kebagusannya

Alat-alat yang dipilih sebaiknya alat pengembang kreatifitas anak bukan alat yang bagus atau lucu, tatapi alat yang mampu mengembangkan intelektualitas, afeksi dan motorik anak.

k. Jika memungkinkan, gunakan alat-alat yang terbuat dari bahan yang murah dan mudah didapat.


(64)

49

Kebanyakan orang beranggapan bahwa peralatan yang berkualitas adalah peralatan yang mahal padahal peralatan yang bagus, peralatan yang benar-benar dapat meningkatkan perkembangan kreatifitas anak.

Dari penjelasan di atasdapat disimpulkan bahwa pengembangan Media Alat Permainan Edukatif (APE) yang berupa kattu yang bertema kejujuran untuk siswa kelas 2 Sekolah Dasar (SD) yang akan dibuat oleh peneliti memiliki unsur-unsur edukatif seperti unsur motorik, afektif, kognitif, spiritual dan keseimbangan. Dari segi pemilihan media media kartu kejujuran mengacu pada kriteria pemilihan media yang terdapat 11 kriteria pemilihan media yang baik. 2. Fungsi Alat Permainan Edukatif

Alat-alat pemainan mempunyai fungsi dalam mendukung proses penyelenggaraan proses belajar sehingga kegiatan dapat berlangsung dengan baik dan bermakna pada anak. Menurut Badru Zaman (2006: 8-10) fungsi-fungsi alat permainan edukatif tersebut antara lain: a. Menciptakan situasi bermain (belajar) yang menyenangkan

Pada dasarnya anak-anak menyukai kegiatan bermaian, dengan mengunakan alat permainan edukatif kegiatan tersebut dapat diarahkan menjadi kegiatan yang labih positif. Melalui alat permainan edukatif anak-anak dapat menikmati kegiatan belajar dengan bermaian sehingga proses belajarpun akan lebih menyenangkan.


(65)

50

b. Memberikan kesempatan anak bersosialisasi, berkomunikasi dengan teman sebaya.

Alat permainan edukatif berfungsi memfasilitasi anak-anak dalam mengembangkan hubungan yang harmonis dan berkomunikasi dengan lingkungan sekitar misalnya teman-teman sebaya. Ada berberapa alat permainan edukatif yang digunakan bersama-sama dengan orang lain. Hal ini akan melatih anak-anak untuk berinteraksi, komunikasi, sosialisasi dan kerjasama dengan yang lain.

c. Memberikan stimulus dalam pembentukan perilaku dan pengembangan kemampuan dasar.

Alat permainan edukatif juga dapat menjadi media dalam permbentukan prilaku dan pengembangan kemampuan dasar. Sebagai contoh alat permainan edukatif boneka tangan, permainan ini mengunakan dialog sehingga anak dapat mengembangan kemampuan berbahasa. Selain itu anak memperoleh pemahaman karakteristik dan sifat dari tokoh-tokoh yang disimbolkan oleh boneka-boneka tersebut.

d. Menumbuhkan rasa percaya diri dan membentuk citra diri anak yang positif.

Dengan suasana yang menyenangkan anak dapat melakukan semua kegiatan yang mereka suka dengan cara menemuakan yang ingin diketahui. Pada konsisi tersebut dapat mendukung anak untuk


(66)

51

mengembangkan rasa percaya diri mereka. Fungsi Alat permainan edukatif sebagai fasilitator dapat mendukung anak untuk melakukan kegiatan positif sehingga percaya diri dan citra diri dapat berkembang dengan baik. Misalnya saja seorang anak yang bermain alat permainan edukatif ketika mereka dapat menemukan penyelesaian persoalan yang dihadapi, meraka akan mendapatkan kepuasan sehingga rasa percaya diri mereka akan tumbuh.

Ditinjau dari fungsinya kartu ”kejujuran” yang akan dikembangkan memiliki fungsi menciptakan situasi bermain sambil belajar yang menyenangkan,memberikan dan mengajarkan nilai positif dari kejujuran, dan memnajdikan anak untuk bersikap sportif dan jujur saat melakukan permainan.

F. Kajian Tentang Kartu Kejujuran 1. Pengertian Kartu

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kartu merupakan kertas tebal, berbentuk persegi panjang (untuk berbagai keperluan, hampir sama seperti karcis). Media kartu media adalah kata jamak dari medium yang berarti perantara atau pengantar (Sanjaya, 2006: 161). Kata media berlaku untuk berbagai kegiatan atau usaha, istilah media digunakan juga dalam media pengajaran atau pendidikan yang istilahnya menjadi media pendidikan atau media pembelajaran.

2. Contoh Media Pembelajaran dengan Kartu

Kartu sering digunakan dalam dunia pendidikan. Penggunaan kartu dalam dunia pendidikan adalah sebagai media atau peraga dalam


(67)

52

pendidikan. Berikut merupakan beberapa contoh penggunaan kartu sebagai media pembelajaran.

a. Kartu Brigde dan Domino

Kartu bridge dan domino merupakan jenis kartu berangka yang sering digunakan sebagai media pembelajaran. Penggunaan kartu bridge dan domino biasanya digunakan pada mata pelajaran matematika terutama pada materi peluang.

b. Kartu Bergambar

Kartu bergambar kerap digunakan oleh guru terutama guru tingkat sekolah dasar untuk mengenalkan warna-warna kepada peserta didik. c. Kartu pertanyaan

Kartu pertanyaan merupakan salah satu media yang biasa gunakan oleh guru dalam proses pembelajaran dan biasanya dikombinasikan dengan metode pembelajaran untuk lebih menarik peserta didik. Kartu “kejujuran” termasuk ke dalam jenis kartu Bergambar. Kartu “kejujuran” berisikan foto atau ilustrasi mengenai sebuah kejadian yang mencerminkan prilaku jujur dan bohong. materi kartu kejujuran juga disesuaikan untuk anak Sekolah Dasar (SD) kelas 2.

3. Kajian Tentang Kartu “Kejujuran”

Kartu kejujuran merupakan sebuah Alat Permainan Edukatif (APE) yang berbentuk kartu pembelajaran yang berisi gambar beserta tulisan tentang sikap-sikap kejujuran dalam kehidupan sehari-hari. Kartu kejujuran ditunjukan untuk siswa kelas 2 Seklolah Dasar (SD) untuk


(68)

53

menjelaskan dan memberikan pemahaman kepada siswa tentang materi kejujuran sesuai dengna buku atau materi yang ada di sekolah.

4. Manfaat Kartu Kejujuran

Kartu kejujuran memiliki beberapa manfaat diantaranya adalah : a. Memberikan pengetahuan tentang jujur dan bohong.

b. Meningkatkan kemampuan siswa untuk memilih dan membedakan antara jujur dan bohong.

c. Mampu meningkatkan kemampuan untuk berfikir cepat dalam mengambil sebuah keputusan.

d. Mampu meningkatkan rasa kebersamaan antar siswa .

e. Mampu memberikan output yang positif terhadap sikap kejujuran dalam kehidupan sehari-hari.

4. Kelebihan Kartu Kejujuran

Kelebihan kartu kejujuran diantaranya adalah:

a. Kartu kejujuran mudah dibawa karena berukuran kecil.

b. Cara bermain yang mudah karena hanya mengumpulkan poin dan membedakan sikap jujur dan bohong saja.

c. Tidak memerlukan banyak waktu untuk bermain. 5. Teori Belajar yang Mendukung Kartu Kejujuran

Penusunan media oembelajaran Alat Permainan Edukatif (APE) Kartu “Kejujuran” dilandasi oleh beberapa teori belajar. Teori belajar yang melandasi media ini adalah teori belajar behavioristik dan konstruktivistik.


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

145

Lampiran 4 dokumentasi saat pengambilan data

Siswa sedang memainkan kartu kejujuran


(6)

146

Mendampingi siswa saat bermainan kartu “kejujuran”